"Jelaskan padaku, kenapa kau membawa Putriku ke tempat ini? Harusnya kau membawa dia pulang ke rumahku. Aku akan menjaganya dengan baik!" Rachel terdengar sangat marah karena Nathan bertindak semuanya pada Key.
"Dia juga Putriku. Aku berhak memberikan perlindungan dan kenyamanan padanya. Dan di sini adalah tempat yang paling aman untuk dia berada saat ini." Jelas Nathan.
"Bagaimana kau bisa memisahkan aku dengan Putriku?" Tanya Rachel tak terima.
"Kau juga akan tinggal di sini bersamanya." Jawab Nathan lembut.
"Jadi maksudmu, kami harus bersembunyi di sini agar isterimu tidak kembali melukai Key atau diriku?"
"Jangan menyebutnya isteriku!"
"Dia memang isterimu!"
"Tapi aku akan segera menceraikannya."
"Lalu dia akan menjadi mantan isterimu."
"Dan kau akan menjadi isteriku."
Kata-kata terkahir Nathan membuat Rachel tersenyum. Mungkin karena hormon, dia menjadi gampang sekali marah dan kembali tersenyum tib
Dua hari sudah berlalu sejak Key dan Rachel berada di Mansion mewah milik Nathan. Di sini ada Jihan yang membantu untuk memasak dan membersekan segala keperluan mereka. Roy dan lima belas orang anak buahnya juga selalu berpatroli di sekeliling Mantion untuk memastikan keamanan Rachel dan Key. Nathan juga ada disini, namun ia hanya bisa menemani mereka di malam hari. Karena pagi dia tetap harus bekerja. Perusahaannya sedang tidak stabil akhir-akhir ini. Sepertinya ada seseorang yang berusaha memecah konsentrasinya. Dan dia bisa pastikan itu adalah Celline. Atas bantuan Paul, Ayahnya. Terlihat Rachel sedang menyuapi Key yang duduk di atas kasurnya. Rachel belum mengizinkan Key untuk beraktifitas terlalu banyak. Bahkan Rachel sudah meminta izin kepada pihak sekolah Key, agar Key bisa cuti sekolah paling tidak dua minggu ini. "Apakah makanan ini tidak enak?" Tanya Rachel saat melihat Key tidak terlalu bersemangat mengunyah makannya. "Emm... Ini sangan lezat
Di dalam ruang yang di sebut kamar ini, kini Celline dan Nathan berada. Ternyata hari ini Nathan tidak berangkat ke kantor. Tapi ia pulang ke rumah pernikahannya dengan Celline. Ia ingin segera memberi wanita itu pelajaran. "Silahkan kau lihat semua bukti-bukti ini!" Ucap Nathan, lalu melemparkan setumpuk kertas putih ke kasur, di samping Celline kini duduk. Beberapa helai di antaranya jatuh dan mendarat di lantai. "Apa semua ini?" Tanya Celline seolah tak mau tau. "Kau masih bertanya? Dasar iblis betina!" Plaaakkk... Sebuah tamparan berhasil mendarat di pipi mulus Celline. Tamparan iru memberikan rona merah pada sebelah pipi Celline. Bagaimana tidak, Nathan menggunakan segenap tenaganya untuk melayangkan tamparan dasyat itu. "Aaaww.. Sakiit!" Teriak Celline dengan memegang pipinya. Ia tak pernah menyangka, Nathan akan tega melakukan ini padanya. "Baru sebuah tamparan kecil, kau bilang sakit? Lalu, bagaimana dengan Putrik
Besok adalah hari pertunangan Bella dan Roy. Sebagai Boss, sekaligus orang yang menyelamatkan hidup Roy dari kemiskinan dan terlunta-lunta, Nathan bertanggung jawab penuh untuk semua biaya acara itu. Meski awalnya semua biaya pertunangan akan di tanggung oleh Ayah Bella yang seorang miliarder, tapi Nathan dengan tegas menolaknya. Itu bisa menjatuhkan harga dirinya sebagai seseorang yang berada di pihak calon pengantin pria. "Aku akan keluar siang ini, bersama Key dan Jihan. Kami perlu membeli gaun baru dan aksesoris untuk acara pertunangannya besok." Ucap Rachel pada Nathan saat mereka selesai sarapan, pagi ini. "Ehem, jemana kalian akan pergi membelinya?" Tanya Nathan sedikit tidak suka membahas topik ini. "Entah lah, sepertinya aku sangat ingin ke Word Fashion Mall. Melihat gaun-gaun di katalog-nya membuatku tak sabar ingin memakainya." Ucap Rachel dengan mata berbinar-binar. "Momy, sejak kapan Momy menyukai gaun di Mall terkenal seperti itu
Nathan terdiam sesaat. Ia tau bagaimana terlukanya dan menderitanya Rachel saat ini. Dia merasa bersalah karena belum bisa menyingkirkan Celline dari kehidupannya. "Kalau begitu, kau tidak boleh kemana-mana. Aku tidak mengizinkanmu keluar tanpa pengawasanku atau pun Roy. Aku akan menyuruh pelayan untuk mengirim dan menyiapkan semua kebutuhanmu dan Key. Tidak ada penolakan!" Ucap Nathan dengan serius, lalu menatap tajam pada Rachel. Jelas sekali terpancar raut wajah penolakan itu. Dia tak menyangka, Nathan akan seposesif ini padanya. Ia merasa hidupnya saat ini sepenuhnya berada di bawah kendali Nathan. "Apakah kau menjadikanku tawanan disini? Kau ingin mengurungku? Tidak mengizinkanku berinteraksi dengan orang luar? Kau ingin aku terkurung dan menjalani seumur hidupku hanya di dalam mansion mewahmu ini?" Pertanyaan-pertanyaan itu keluar dengan sangat lancar dari bibir Rachel. Suaranya terdengar getir. Matanya menahan genangan di sekitar bola matanya itu
Waktu terlalu cepat berlalu. Hari ini, adalah hari pertunangan antara Roy dan Bella. Roy sudah siap dengan segala bawaannya. Tentu saja semua ini di bantu oleh Nathan. Nathan menyiapkan seserahan yang tidak sedikit jumlahnya. Ia juga mengurus segala keperluan Roy. Memang, Nathan sangat menyayangi dan peduli pada Roy. Dia sudah menganggap Roy seperti adiknya sendiri. Karena itu, ia tidak akan berpikir panjang dalam mengeluarkan biaya untuk acara pertunangan ini. Sementara itu, Bella sedang di rias di kamarnya. Di temani oleh Rachel, Jihan dan juga Key. Mereka sengaja datang pagi-pagi sekali, agar bisa mendampingi Bella. Rachel tidak ingin melewatkan momen bahagia sahabatnya ini. Meski Nathan sempat melarangnya, ia tetap pergi. Karena baginya, Bella adalah sahabat yang telah rela melakukan dan memberikan apapun demi dirinya. Maka, dia juga harus seperti itu. "Kau terlihat sangat pucat! Apa kau baik-baik saja? Kalau kau merasa tidak nyaman, beristirahat saja. Bi
Jujur saja, Rachel merasa sangat takut saat ini. Sepintas, ia membayangkan kejadian yang di alami Key. "Begini kah yang di alami Putriku? Seperti ini kah perasaannya waktu itu?" Ucapnya dalam hati. "Kenapa kau hanya diam? Apa kau sungguh tidak ingin tau alasannya?" Tanya pria itu lagi dengan tidak sabar. "Aku tidak perlu bertanya, aku juga tidak butuh penjelasan dari kacung sepertimu." Rachel sangat emosi mengingat alasan semua ini terjadi padanya. "Sialan." Plaaaakkk... Sebuah tamparan mendarat di pipi Rachel. Darah segar menetes dari sudut bibirnya. Jatuh mengenai gaun biru langit yanh dia kenakan. "Apa kau tidak memiliki isteri? Kau tidak memiliki anak perempuan, atau saudara perempuan? Bagaimana kau bisa melakukan pekerjaan hina seperti ini untuk menghidupi mereka? Orang tuamu pasti malu mengakuimu sebagai anak." Rachel mengatakannya dengan ekspresi yang menahan rasa jijik. "Diam kau!" Buuuukk.. Sebuah tenda
Satu minggu sudah berlalu. Rachel belum juga sadar dari koma. Setiap hari, Nathan menjaga dan merawatnya dengan baik. Key dan Jihan juga selalu ada disana, menemaninya. Sesekali Bella akan datang berkunjung bersama Roy. Seperti pada pagi ini. Bella datang di temani Roy. Nathan yang melihat Roy datang, tanpa basa basi langsung bertanya. "Bagaimana, Roy? Apa kau sudah mengurus semuanya?" "Semua berjalan sesuai rencana, Boss. Rumah Sakit yang di kelola Paul Adamshon sudah berada di ujung ke hancuran. Dia juga sudah di panggil oleh pihak ke polisian atas kasus dugaan percobaan pembunuhan delapan tahun silam." Jawab Roy panjang lebar. "Bagaimana dengan wanita berhati dan berkelakuan iblis itu?" Tanya Nathan lagi. "Anak buahku sedang mengejarnya. Dia bersembunyi di pulau twin yang berada di kota J. Dan pria yang mencelakai Nona Rachel, anak buahku sudah mengulitinya hidup-hidup di markas kota Q." Jawab Roy lagi. "Bagus, Roy. Kau melakukannya
Di dalam ruangan VVIP ini, selama satu minggu Rachel tidak sadarkan diri. Kini ia telah mendapatkan kembali kehidupannya. Dengan sabar Nathan membelai kepalanya, wajahnya, dan juga tangannya. Tak terungkap betapa besar rasa syukur dan bahagianya Nathan saat ini, melihat Rachel sudah kembali sadar dari komanya. "Berapa.. lama.. aku disini?" Tanya Rachel bersusah payah mengeluarkan suaranya. "Satu minggu." Jawab Nathan, dengan masih membelai dan mengecup punggung tangan Rachel. "Dimana.. Key?" Tanyanya lagi. "Saat ini, Key masih ada kelas. Nanti setelah selesai, Jihan akan membawanya kesini. Apa kau merindukannya?" Nathan menatap sedih pada wajah kekasihnya. Rachel hanya mengangguk pelan. Masker oksigen sudah di buka, di ganti dengan selang oksigen ke hidung. Namun Rachel masih belum bisa berbicara terlalu banyak, karena saat ia berusaha berbicara, napasnya terasa sesak. Jadi, diam adalah pilihan terbaiknya untuk saat ini. Dua jam sudah