Home / Romansa / Cinta Dua Sisi / Pilihan Yang Kusesali

Share

Pilihan Yang Kusesali

last update Last Updated: 2021-09-27 12:20:39

Aku masih bersembunyi di sini. Melihat mereka dari kejauhan dengan perasaan yang tak bisa kumengerti. Haruskah aku muncul di depan mereka? Namun, nuraniku belum bisa mengendalikan pikiranku. Keduanya seakan bersikukuh dengan pendirian masing-masing dan membuatku kesulitan bernapas.

 

 

Sudah tiga puluh menit berlalu sejak kakiku menapak di stasiun Tugu, dan langkahku masih terasa berat untuk menyongsong pengantin muda itu. Waktu berdetak dengan ramah, tapi tak juga menenangkan gemuruh yang timbul dari dadaku.

 

 

Kulihat wajah Dita meringis sedih. Dia sandarkan kepalanya di bahu Mas Arman, mencoba mencari kekuatan di sana. Sedangkan, Mata Mas Arman semakin cepat memerhatikan sekitarnya, berharap keajaiban terjadi dan menemukanku di sudut yang mungkin dia lewatkan sebelum jadwal keberangkatan ke Bandung tiba.

 

 

Tuhan, aku ingin sekali berlari mendekati mereka dan menghapus kegelisahan di mata cantik Dita. Akan sangat mudah bagiku untuk melakukannya jika saja hatiku bisa berdamai agar tidak tergoyahkan dengan kehadiran Mas Arman. Seketika jantungku berdebar dengan hebatnya, membayangkan Mas Arman akan berada di sisiku setiap hari.

 

 

Tidak, ini tak boleh terjadi.  Aku tidak boleh membayangkan lelaki wanita lain. Aku meringis perih menyadari kekalutan hatiku.

 

 

"Mba Shima?" Suara itu terdengar sangat ceria dan parasnya yang sempat kusut masai seperti mendapatkan secercah cahaya mentari pagi yang elok.

 

 

Aku gelagapan. Persembunyianku telah ditemukan Dita. Aku yang sempat termenung memperhatikan Mas Arman bahkan tidak menyadari Dita telah pergi dari sana menuju kamar kecil yang berada tepat di belakangku. Secuil hatiku kisut. Sadarkah Dita bahwa aku menatap syahdu pada pujaannya? Aku terdiam dan membeku.

 

 

"Mba, sebentar ya! Aku tidak bisa lagi menahannya," kata Dita sambil berlari ke toilet. "Jangan pergi. Tunggu aku!" perintahnya dengan tergesa meninggalkanku.

 

 

Aku bingung harus melakukan apa. Mas Arman yang sempat mendengarkan istrinya berteriak, menatap lurus ke arahku. Matanya berbinar dan senyumnya yang meruntuhkan pertahananku. Dia mengangguk dan berjalan mendekatiku, sedang aku terpana dalam udara menggelitik rasa.

 

 

Semakin dekat langkahnya, debaran yang kurasa pun semakin kecang layaknya genderang perang yang ditabuh.

 

 

"Alhamdulillah ... terima kasih, Mba, sudah mau datang kemari. Waktu kita hanya sepuluh menit lagi, dan sudah seharusnya kita masuk ke gerbong." Dilirik sisi kanan dan kiriku seolah mencari sesuatu yang hilang.

 

 

"Saya tidak membawa apa pun, Mas." Aku menjawab keheranan Mas Arman. Hampir saja mulutku keceplosan untuk mengatakan sejak awal aku sudah tak berniat berangkat bersama mereka. Namun, kuurungkan ketika melihat telaga bahagia menggantung di rona pelangi yang bergelayut manja di cakrawala setelah pias hujan menepi. Sudah kuputuskan. Aku akan ke Bandung bersamanya. Akan kuabaikan segalanya, demi bisa menatap wajah teduh itu.

 

Dita keluar dari kamar kecil dengan tergopoh. Memegang erat tanganku, seakan takut aku akan melarikan diri dan berubah pikiran.

 

 

"Gak apa, Mba. Kamu bisa memakai baju-bajuku, kok." Ternyata Dita mendengar pembicaraan suaminya denganku tadi.

 

 

"Ukuran tubuh kita tak jauh berbeda. Bukankah begitu, Mas?" Selorohnya mencari pembenaran pada wajah  Mas Arman yang acuh. Tentu saja Mas Arman hanya mengangguk. Ntahlah, mungkinkah Mas Arman ikut memperhatikan tubuhku selama ini? Atau hanya asal jawab agar istri tercintanya tidak bertanya lagi.

 

 

Walaupun demikian, hatiku berselancar jauh ke alam maya, tersentak akan kemungkinan Mas Arman memperhatikan lekuk tubuhku yang hanya ditutupi dengan gamis sederhana dengan potongan sederhana pula. Takada yang istimewa kecuali rasa yang tumbuh perlahan pada Mas Arman.

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

  • Cinta Dua Sisi   Kenangan

    Namaku Ashima Arina Putri. Nama yang diberikan Bapak sebagai doa agar anaknya menjadi putri yang berkharisma dan cerdas.Sejak umur lima tahun, aku sudah kehilangan ibu tapi bukan figur ibu, sebab Bapak memerankannya lebih baik dari ibu mana pun yang kukenal. Bapak yang tak pernah sedikit pun memperlihatkan kesulitannya pada kami. Yang kerap terbangun tengah malam karena Ratih yang mengompol dan aku yang merintih merindukan Ibu. Bapak adalah sosok ironman sesungguhnya di kehidupan nyata bagiku dan Ratih, yang berjuang demi kedua putrinya setelah ketiadaan belahan jiwa yang dipersunting.Ibu telah meninggalkan kami setelah melahirkan Ratih--gadis egois yang merenggut Bapak dari sisiku--adikku satu-satunya. Hidupku tak bergelimang harta, tapi tak berkekurangan juga. Bapak adalah lelaki bertanggungjawab yang sangat ulet dalam menafkahi kedua putrinya.Setiap kali Bapak melihat aku atau Ratih menginginkan sesuatu, Bapak akan ber

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   Bandung dan Lautan Api di Hatiku

    "Kita sampai." Dita berteriak sambil berjalan menggandeng tanganku tanpa memedulikan suaminya yang masih kepayahan mengangkut barang bawaan mereka yang tak biasa jumlahnya--di tempat penyimpanan barang-- di dalam gerbong kereta api yang mereka tumpangi.Aku masih tak percaya. Kakiku telah menginjak kota baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya olehku. Kota yang begitu megah, asri dan indah. Kota yang akan menjadi kota baru untukku menyimpan asa dan memikul harapan baru.Kota Bandung tak jauh berbeda dengan gemerlap kota Yogyakarta di malam hari. Di antara hiruk pikuk dan bingar kota. Setelah enam jam empat puluh lima menit perjalanan, akhirnya aku berada di sini. Kulirik arloji tua pemberian Bapak di hari kelulusan SD-ku yang telah berganti tali untuk kesekian kalinya. Waktu telah menunjukan pukul 17.45 wib. Aku melirik Dita, dan dia tersenyum seakan tahu apa yang hendak kukatakan."Kitashalatdi mushall

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   Damba yang Tak Patut

    Bayangan Bapak masih menari indah di pelupuk mata hingga membuat netraku memanas dan hatiku tercekat. Tak dapat kuuraikan betapa ragaku remuk.Tiga tahun lalu, aku menetap di kota kembang ini. Membawa segala laraku yang tak pernah berujung. Tentang sesal yang tiada berakhir meski payung payoda kota ini sungguh menenangkan. Bapak ... aku ingin bercerita seperti ketika aku terjatuh saat mencoba mendayung sepeda butut pertama dan terakhirku darimu. Lalu,rengkuhmu setelahnya menguatkanku kembali untuk tidak menyerah meski terjatuh.Aku tak mampu menahan sesegukanku hingga memecah kesunyian dari jejak yang telah ditinggal malam. Saat sarayu mencumbu pipiku perlahan, dingin menjalar seluruh tubuhku dan bergetarlah perih yang masih bernanah di sanubari. Sedang embun masih berdermaga di sana tanpa mengusik meski menetap.Bayangan kejadian dua jam yang lalu masih menghantuiku. Selama aku di sini, tak pernah sekalipun aku mendengar Mas

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   Cahaya yang Hilang

    Aku menatap kosong jendela kamar yang mengarah ke taman belakang rumah indah ini. Rumah asri yang dengan dua lantai dan lima kamar yang luasnya masing-masing seluas rumahku di kampung.Dari pertama tiba di sini, aku selalu berdecak kagum melihat sekitar rumah. Megah tapi tak berlebihan. Letak rumahnya bisa dikatakan berada di pusat kota Bandung. Entahlah, meski sudah tiga tahun di kota ini, aku belum begitu hafal tata letak kota ini. Bagaimanapun, aku hanya berlalu lalang di sekitar komplek perumahan asri ini dan palingan hanya ke pasar Kiaracondong untuk belanja kebutuhan dapur.Aku takpernah berjalan mengintari kota Bandung, kecuali Mba Dita mengajakku untuk menemaninya berbelanja agak jauhan. Itu pun jarang sekali terjadi. Mba Dita lebih senang pergi dengan Mas Arman atau temannya yang modis. Apalagi setelah kehadiran Diva, tentu aku tak bisa leluasa ke mana pun.Tetiba nyeri itu kembali menusuk lebih dalam dari yang

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   Sesat dalam Siasat

    Langkah kaki itu terdengar begitu nyaring. Memekakkan telinga yang dihuni kesunyian malam yang tenang. Bulu romaku bergidik ngeri, mungkinkah ada maling di rumah ini?Aku hendak berbalik dan bersembunyi di kamarku yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kuberdiri terpaku, ketika aku bisa mengendus harum tubuh yang sangat kukenal.Mas Arman,hatiku berucap syukur. Ketakutan yang sebelumnya menghantui, seketika sirna.Mas Arman berjalan dengan berat dan kepayahan. Kakinya telah ditopang oleh sebuah balutan gips dengan satu tongkat penyangga."Ya Allah, Mas. Kenapa ini?" pekikku terkejut dan cemas.Lelaki yang sampai sekarang masih bertahta di hatiku meski telah tiga tahun berlalu dan waktu tak jua menyembuhkan harapku yang gila ini, terlihat kuyu dan redup.Dia hanya berjalan melewatiku tanpa melihat betapa parasku begitu pucat dan khawatir. Dibukanya pintu kamar dengan

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   POV Dita : Curhat yang Tak Pernah Sampai

    "Mas, aku mencintaimu tapi aku tak bisa melepasnya!"Aku berteriak pada Arman dan kulihat duka di matanya, sama seperti di mataku yang mungkin tak bisa dia baca.Mungkin Mas Arman pikir, ini mudah bagiku, tapi dia salah. Aku juga berjuang untuk jujur padanya. Ini bukan perihal mudah. Tidak baginya, pun bagiku. Dia bahkan tidak bertanya siapa lelaki itu? Apa sebegitu tak pentingnya keberadaanku di hatinya? Aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku di bawah bantal guling ini menahan hati yang tak baik-baik saja.Mas Arman pergi sebelum sempat kujelaskan kenapa aku menyalahkannya atas pilihanku. Awalnya aku hanya ingin dia mengerti, dan bertanya siapa lelaki itu. Aku ingin dia peduli padaku dan memintaku kembali dengan tulus seperti dulu. Aku ingin merasakan kembali cinta menggelora untukku di matanya. Kenyataannya, Mas Arman berlalu dengan membawa kemarahannya yang tersulut bagai api di netranya. Aku kehilangan cinta Mas Arman, dan semua harap

    Last Updated : 2021-09-27
  • Cinta Dua Sisi   Curhat yang Tak Pernah Sampai 2

    POV ARMAN Kubanting pintu kamar dengan keras hingga bunyinya menggelegar bagai petir di siang bolong. Aku benar-benar tak menyangka dan tertipu dengan keceriaannya. Lima tahun mengarungi biduk ini bersama, ternyata aku tidak pernah benar-benar mengenalinya. Meskipun pernikahanku karena pertemuan tanpa disengaja, aku kira, aku mengenalnya. Aku kira cinta bisa datang dengan sendirinya dan mengalahkankan perbedaan yang ada. Nyatanya, bullshit. Takada yang benar-benar tulus. Sakit ... sungguh perih yang menghujam durja, saat kau mempercayainya, tapi dibalas pengkhianatan. Saat kau merasa istimewa, tapi dia menganggap tiada.Malam ini begitu dingin. Mobilku melaju dengan kencang membelah cahaya malam kota Bandung yang tak pernah sepi. Melewati jalanan padat hingga tiba di penghujung simpang jalan Batununggal melewati pasar kordon kujangsari. Aku ingin melarikan diri, jauh dari tekanan perih yang kautabur hingga tanpa kusadari sebuah cahaya menyilaukan mengusik mataku dan sebuah tabrakan t

    Last Updated : 2022-10-06
  • Cinta Dua Sisi   Doa dan Bisikan Iblis

    Pintu kamar kubuka sangat perlahan, hingga deritnya pun tak disadari dersik yang bertebaran mengantarkan indurasmi dari celah yang jendela balkon lantai dua menghadap kamarku.Ketika pintu terbuka, Aku tersenyum malu atas harapku yang tak patut. Kulihat lelaki bersahaja itu tertidur lelap di atas dipan kamarku yang kupakaikan seprai berwarna hijau lumut dengan lukisan bunga melati kecil bertebaran di sisi kaki tempat tidur. Menawan. Sama seperti Mas Arman yang terlelap sambil mendekap Diva kecil.Tuhan, andai saja mereka milikku, tak kan kusiakan keduanya dengan hal lain. Aku rela. Sungguh ikhlas dada ini, jika saja Mas Arman akan berlari padaku. Sayangnya, ini hanya harapku semata.Kuangkat tubuh mungil Diva, hendak kupindahkan kembali keayunan. Kulepaskan tangan Mas Arman yang mengintar erat gadis kecilnya. Namun, saat kulitnya tersentuh jemariku, aku seperti memegang bara yang membakar cakrawala. Panas. Tubuh Mas Arman sangat panas. Mungkinkah ini diakibatkan luka yang membaluri d

    Last Updated : 2022-10-06

Latest chapter

  • Cinta Dua Sisi   Doa dan Bisikan Iblis

    Pintu kamar kubuka sangat perlahan, hingga deritnya pun tak disadari dersik yang bertebaran mengantarkan indurasmi dari celah yang jendela balkon lantai dua menghadap kamarku.Ketika pintu terbuka, Aku tersenyum malu atas harapku yang tak patut. Kulihat lelaki bersahaja itu tertidur lelap di atas dipan kamarku yang kupakaikan seprai berwarna hijau lumut dengan lukisan bunga melati kecil bertebaran di sisi kaki tempat tidur. Menawan. Sama seperti Mas Arman yang terlelap sambil mendekap Diva kecil.Tuhan, andai saja mereka milikku, tak kan kusiakan keduanya dengan hal lain. Aku rela. Sungguh ikhlas dada ini, jika saja Mas Arman akan berlari padaku. Sayangnya, ini hanya harapku semata.Kuangkat tubuh mungil Diva, hendak kupindahkan kembali keayunan. Kulepaskan tangan Mas Arman yang mengintar erat gadis kecilnya. Namun, saat kulitnya tersentuh jemariku, aku seperti memegang bara yang membakar cakrawala. Panas. Tubuh Mas Arman sangat panas. Mungkinkah ini diakibatkan luka yang membaluri d

  • Cinta Dua Sisi   Curhat yang Tak Pernah Sampai 2

    POV ARMAN Kubanting pintu kamar dengan keras hingga bunyinya menggelegar bagai petir di siang bolong. Aku benar-benar tak menyangka dan tertipu dengan keceriaannya. Lima tahun mengarungi biduk ini bersama, ternyata aku tidak pernah benar-benar mengenalinya. Meskipun pernikahanku karena pertemuan tanpa disengaja, aku kira, aku mengenalnya. Aku kira cinta bisa datang dengan sendirinya dan mengalahkankan perbedaan yang ada. Nyatanya, bullshit. Takada yang benar-benar tulus. Sakit ... sungguh perih yang menghujam durja, saat kau mempercayainya, tapi dibalas pengkhianatan. Saat kau merasa istimewa, tapi dia menganggap tiada.Malam ini begitu dingin. Mobilku melaju dengan kencang membelah cahaya malam kota Bandung yang tak pernah sepi. Melewati jalanan padat hingga tiba di penghujung simpang jalan Batununggal melewati pasar kordon kujangsari. Aku ingin melarikan diri, jauh dari tekanan perih yang kautabur hingga tanpa kusadari sebuah cahaya menyilaukan mengusik mataku dan sebuah tabrakan t

  • Cinta Dua Sisi   POV Dita : Curhat yang Tak Pernah Sampai

    "Mas, aku mencintaimu tapi aku tak bisa melepasnya!"Aku berteriak pada Arman dan kulihat duka di matanya, sama seperti di mataku yang mungkin tak bisa dia baca.Mungkin Mas Arman pikir, ini mudah bagiku, tapi dia salah. Aku juga berjuang untuk jujur padanya. Ini bukan perihal mudah. Tidak baginya, pun bagiku. Dia bahkan tidak bertanya siapa lelaki itu? Apa sebegitu tak pentingnya keberadaanku di hatinya? Aku hanya bisa menenggelamkan kepalaku di bawah bantal guling ini menahan hati yang tak baik-baik saja.Mas Arman pergi sebelum sempat kujelaskan kenapa aku menyalahkannya atas pilihanku. Awalnya aku hanya ingin dia mengerti, dan bertanya siapa lelaki itu. Aku ingin dia peduli padaku dan memintaku kembali dengan tulus seperti dulu. Aku ingin merasakan kembali cinta menggelora untukku di matanya. Kenyataannya, Mas Arman berlalu dengan membawa kemarahannya yang tersulut bagai api di netranya. Aku kehilangan cinta Mas Arman, dan semua harap

  • Cinta Dua Sisi   Sesat dalam Siasat

    Langkah kaki itu terdengar begitu nyaring. Memekakkan telinga yang dihuni kesunyian malam yang tenang. Bulu romaku bergidik ngeri, mungkinkah ada maling di rumah ini?Aku hendak berbalik dan bersembunyi di kamarku yang hanya berjarak beberapa meter dari tempat kuberdiri terpaku, ketika aku bisa mengendus harum tubuh yang sangat kukenal.Mas Arman,hatiku berucap syukur. Ketakutan yang sebelumnya menghantui, seketika sirna.Mas Arman berjalan dengan berat dan kepayahan. Kakinya telah ditopang oleh sebuah balutan gips dengan satu tongkat penyangga."Ya Allah, Mas. Kenapa ini?" pekikku terkejut dan cemas.Lelaki yang sampai sekarang masih bertahta di hatiku meski telah tiga tahun berlalu dan waktu tak jua menyembuhkan harapku yang gila ini, terlihat kuyu dan redup.Dia hanya berjalan melewatiku tanpa melihat betapa parasku begitu pucat dan khawatir. Dibukanya pintu kamar dengan

  • Cinta Dua Sisi   Cahaya yang Hilang

    Aku menatap kosong jendela kamar yang mengarah ke taman belakang rumah indah ini. Rumah asri yang dengan dua lantai dan lima kamar yang luasnya masing-masing seluas rumahku di kampung.Dari pertama tiba di sini, aku selalu berdecak kagum melihat sekitar rumah. Megah tapi tak berlebihan. Letak rumahnya bisa dikatakan berada di pusat kota Bandung. Entahlah, meski sudah tiga tahun di kota ini, aku belum begitu hafal tata letak kota ini. Bagaimanapun, aku hanya berlalu lalang di sekitar komplek perumahan asri ini dan palingan hanya ke pasar Kiaracondong untuk belanja kebutuhan dapur.Aku takpernah berjalan mengintari kota Bandung, kecuali Mba Dita mengajakku untuk menemaninya berbelanja agak jauhan. Itu pun jarang sekali terjadi. Mba Dita lebih senang pergi dengan Mas Arman atau temannya yang modis. Apalagi setelah kehadiran Diva, tentu aku tak bisa leluasa ke mana pun.Tetiba nyeri itu kembali menusuk lebih dalam dari yang

  • Cinta Dua Sisi   Damba yang Tak Patut

    Bayangan Bapak masih menari indah di pelupuk mata hingga membuat netraku memanas dan hatiku tercekat. Tak dapat kuuraikan betapa ragaku remuk.Tiga tahun lalu, aku menetap di kota kembang ini. Membawa segala laraku yang tak pernah berujung. Tentang sesal yang tiada berakhir meski payung payoda kota ini sungguh menenangkan. Bapak ... aku ingin bercerita seperti ketika aku terjatuh saat mencoba mendayung sepeda butut pertama dan terakhirku darimu. Lalu,rengkuhmu setelahnya menguatkanku kembali untuk tidak menyerah meski terjatuh.Aku tak mampu menahan sesegukanku hingga memecah kesunyian dari jejak yang telah ditinggal malam. Saat sarayu mencumbu pipiku perlahan, dingin menjalar seluruh tubuhku dan bergetarlah perih yang masih bernanah di sanubari. Sedang embun masih berdermaga di sana tanpa mengusik meski menetap.Bayangan kejadian dua jam yang lalu masih menghantuiku. Selama aku di sini, tak pernah sekalipun aku mendengar Mas

  • Cinta Dua Sisi   Bandung dan Lautan Api di Hatiku

    "Kita sampai." Dita berteriak sambil berjalan menggandeng tanganku tanpa memedulikan suaminya yang masih kepayahan mengangkut barang bawaan mereka yang tak biasa jumlahnya--di tempat penyimpanan barang-- di dalam gerbong kereta api yang mereka tumpangi.Aku masih tak percaya. Kakiku telah menginjak kota baru yang tak pernah terpikirkan sebelumnya olehku. Kota yang begitu megah, asri dan indah. Kota yang akan menjadi kota baru untukku menyimpan asa dan memikul harapan baru.Kota Bandung tak jauh berbeda dengan gemerlap kota Yogyakarta di malam hari. Di antara hiruk pikuk dan bingar kota. Setelah enam jam empat puluh lima menit perjalanan, akhirnya aku berada di sini. Kulirik arloji tua pemberian Bapak di hari kelulusan SD-ku yang telah berganti tali untuk kesekian kalinya. Waktu telah menunjukan pukul 17.45 wib. Aku melirik Dita, dan dia tersenyum seakan tahu apa yang hendak kukatakan."Kitashalatdi mushall

  • Cinta Dua Sisi   Kenangan

    Namaku Ashima Arina Putri. Nama yang diberikan Bapak sebagai doa agar anaknya menjadi putri yang berkharisma dan cerdas.Sejak umur lima tahun, aku sudah kehilangan ibu tapi bukan figur ibu, sebab Bapak memerankannya lebih baik dari ibu mana pun yang kukenal. Bapak yang tak pernah sedikit pun memperlihatkan kesulitannya pada kami. Yang kerap terbangun tengah malam karena Ratih yang mengompol dan aku yang merintih merindukan Ibu. Bapak adalah sosok ironman sesungguhnya di kehidupan nyata bagiku dan Ratih, yang berjuang demi kedua putrinya setelah ketiadaan belahan jiwa yang dipersunting.Ibu telah meninggalkan kami setelah melahirkan Ratih--gadis egois yang merenggut Bapak dari sisiku--adikku satu-satunya. Hidupku tak bergelimang harta, tapi tak berkekurangan juga. Bapak adalah lelaki bertanggungjawab yang sangat ulet dalam menafkahi kedua putrinya.Setiap kali Bapak melihat aku atau Ratih menginginkan sesuatu, Bapak akan ber

  • Cinta Dua Sisi   Pilihan Yang Kusesali

    Aku masih bersembunyi di sini. Melihat mereka dari kejauhan dengan perasaan yang tak bisa kumengerti. Haruskah aku muncul di depan mereka? Namun, nuraniku belum bisa mengendalikan pikiranku. Keduanya seakan bersikukuh dengan pendirian masing-masing dan membuatku kesulitan bernapas.Sudah tiga puluh menit berlalu sejak kakiku menapak di stasiun Tugu, dan langkahku masih terasa berat untuk menyongsong pengantin muda itu. Waktu berdetak dengan ramah, tapi tak juga menenangkan gemuruh yang timbul dari dadaku.Kulihat wajah Dita meringis sedih. Dia sandarkan kepalanya di bahu Mas Arman, mencoba mencari kekuatan di sana. Sedangkan, Mata Mas Arman semakin cepat memerhatikan sekitarnya, berharap keajaiban terjadi dan menemukanku di sudut yang mungkin dia lewatkan sebelum jadwal keberangkatan ke Bandung tiba.Tuhan, aku ingin sekali berlari mendekati

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status