***“Terima kasih sudah merawat saya tadi malam,” papar Arya sambil memandang wajah Ayda yang duduk di sampingnya.Semangkuk bubur hangat menemani pagi Ayda yang menyuapi Arya untuk sarapan. Tidak ada rasa lelah atau pun keberatan saat melakukannya. Ayda merasa senang bisa menjaga Arya ketika demam dan memastikan kondisinya baik-baik saja.Cinta memang memiliki kekuatannya tersendiri. Di saat hati terasa sakit, cinta hadir meyakinkan hati yang layak untuk jatuh cinta dan dicintai. Ketika keraguan datang dan menyebabkan perpisahan. Cinta membawa keyakinan untuk memberikan kesempatan atas cinta yang dirasakan. Seiring berjalannya waktu, Ayda telah sadar. Cintanya pada Arya bukan hanya dibalik kesepakatan.Akan tetapi, lebih dari itu yang melibatkan hati dan perasaan. “Sudah kewajiban saya untuk menjaga Mas Arya. Lagi pula saya yang menyebabkan Mas Arya jatuh sakit karena lelah bekerja,” sahutnya sambil kembali menyuapi Arya yang kondisinya sudah jauh lebih baik.Mendengar jawaban Ayda y
***“Terima kasih, Mas. Saya akan berusaha untuk mempertahankan hubungan kita,” ucap Ayda dalam hati sambil memandang Arya yang sudah tertidur pulas di atas sofa.Hari ini akan menjadi hari yang tak akan terlupakan bagi Ayda. Pengalaman berharga ia dapatkan saat menjaga Raka yang membuat hubungannya dengan Arya semakin bermakna. Hingga waktu tak terasa berjalan begitu cepat. Kini Raka telah kembali bersama neneknya dan tersisa dirinya bersama Arya.Lasmi yang mengabari tidak akan pulang mala mini membuat Ayda merasa sepi jika harus tidur sendiri. Karena itu dirinya membiarkan Arya tidur di sofa untuk menemani dirinya. Meski jarak di antara dirinya dan Arya masih terasa dalam hati, tetapi Ayda tak ingin membiarkan jarak mengubah perasaan yang ia miliki untuk Arya.Dengan perlahan, Ayda pun mengelus lembut rambut Arya. Ia terus memandangnya dengan senyum yang terpancar jelas dari wajahnya. Di sela aksi memandang Arya, tiba-tiba perutnya mengeluarkan bunyi sebagai pertanda. Ketika tering
***“Sayang? Semalam kamu pergi kemana?” tanya Arya yang baru terbangun dari tidurnya.Tanpa menatap lelaki yang berdiri di sampingnya, Ayda lebih memilih untuk fokus pada pakaian yang sedang ia jemur di bawah terik matahari. “Saya pergi untuk membeli makanan,” jawabnya dengan nada dingin.“Hmm, kenapa tidak membangunkan saya?” Arya kembali mengajukan pertanyaan.Namun, Ayda yang merasa malas untuk menjawabnya pun membalikkan badan dan menghela napas gusar. “Saya bisa pergi sendiri,” paparnya dan langsung berlalu pergi.Hari baru kembali dimulai. Ayda meletakkan ember di kamar mandi dan berjalan menuju dapur untuk menyiapkan sarapan. Tanpa sadar ada lelaki yang terus memperhatikan setiap gerak-geriknya, Ayda berusaha fokus dengan tugasnya di pagi hari.Meskipun tanpa bantuan dari Lasmi yang akan pulang siang hari, Ayda bisa melakukan semua tugasnya dengan baik. Sebagai wanita yang telah ditinggal oleh ibu, Ayda sudah terbiasa untuk bersikap mandiri dan melakukan apa yang seharusnya ia
Arya POV“Tidak. Kamu pasti bisa, tujuh hari akan segera berlalu Arya. Percayalah,” gumam Arya dalam hati saat dirinya merasa sangat lelah. Hampir seharian, Arya terus bekerja membantu petani lain di sawah. Hati yang terasa sakit membuatnya lebih memilih untuk terus bekerja.Bahkan ketika Ayda datang dan membawakan makan siang, Arya sengaja bersembunyi dengan pergi ke kandang kambing. Perdebatan yang terjadi di pagi hari benar-benar membuat hati Arya hancur. Ia tidak menyangka Ayda akan meragukan cinta dan karakternya hanya karena perkataan Adam, lelaki yang baru dikenal.Meskipun Arya menyadari dirinya melakukan banyak kesalahan di masa lalu, tetapi ia sudah bertekad dan berjuang untuk berubah. Hingga akhirnya, ia bertemu dengan Ayda yang mengubah hidupnya. Namun, ketika perjuangan yang ia lakukan diragukan. Arya merasa kehilangan kepercayaan pada dirinya sendiri.Sampai akhirnya, tak terasa hari pun mulai gelap. Semua pekerja di sawah sudah bersiap untuk pulang. Sedangkan Arya masi
Arabella POV“Saya bisa menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya Ayda. Saya mohon beri saya kesempatan untuk menjelaskan,” ujar Arya sambil berusaha menahan kepergian Ayda setelah melihat perkelahiannya dengan Adam.Dengan wajah menahan tangis, Ayda melepaskan genggaman Arya pada tangannya. Ketika melihat lelaki yang sangat ia khawatirkan sejak pagi sedang berkelahi. Ayda sangat kecewa dan merasa dihancurkan harapannya pada Arya yang tak pernah berubah.Tanpa menghiraukan perkataan Arya, ia tetap bersikeras untuk pergi dari sana. Sudah cukup apa yang ia lihat, penjelasan Arya tak merubah rasa sakit yang ia rasakan. Setelah melihat Adam terbaring lemah penuh luka, Ayda merasa sangat terkejut dengan apa yang Arya lakukan ketika emosi membara.“Saya mohon Ayda. Jangan pergi dengan cara seperti ini,” imbuh Arya yang langsung berdiri di hadapan Ayda. Segala cara sudah ia lakukan untuk memberi penjelasan. Rasa kecewa yang terlihat jelas di wajah Ayda membuatnya tak bisa dengan mudah membiark
“Luka ini sama-sama menghancurkan kita berdua, Mas. Setelah semua yang terjadi saya menyadari satu hal, kebersamaan kita hanya akan saling menyakiti,” ucap Ayda yang mulai pasrah.Perdebatan yang tiada akhir hanya semakin menguras tenaga dan pikiran. Seharian penuh Ayda merasa cemas dengan Arya yang entah pergi kemana. Makanan spesial yang ia uatkan untuk Arya bahkan tak berhasil ia berikan. perjuangannya untuk mempertahankan hanya menambahkan luka yang semakin dalam.Dengan lemah, Ayda memundurkan langkahnya ketika Arya hanya setelah mendengar apa yang ia katakana. Mungkin perpisahan memang jalan terbaik untuk saat ini. Ayda merasa semakin bersalah karena terus menyalahkan Arya yang sudah terlanjur memberikan luka mendalam atas kejadian tabrakan.Tanpa mengatakan apapun, Ayda membalikkan badan dan hendak pergi dari tempat yang terasa menyesakkan.“Tidak, Ayda! Saya tidak akan membiarkan hubungan kita berakhir seperti ini,” urai Arya yang langsung memeluk Ayda dari belakang. Membiarka
“Mas Arya yakin bisa naik sepeda?” tanya Ayda yang merasa ragu. “Hmm mungkin bisa. Kita coba dulu ya!” ujar Arya sambil bersiap menaiki sepeda yang baru saja ia keluarkan dari gudang. Dengan ekspresi tegang, Ayda perlahan menaiki jok bagian belakang sepeda dan berpegangan pada baju Arya. Saat sepeda mulai melaju, Ayda terus berdoa dalam hati dan berharap tidak terjadi sesuatu yang mengkhawatirkan. Kondisi jalan yang belum terlalu ramai membuat perasaan Ayda cukup tenang. Meskipun Arya mahir dalam menyetir mobil, tetapi berbeda saat menaiki sepeda. Terdengar beberapa kali Arya berteriak ketakutan saat ada seekor ayam yang menghalangi jalannya. Sambil menahan tawa, Ayda terus menggenggam erat baju Arya untuk keamanan dirinya. “Apa pasarnya masih jauh?” tanya Arya sambil fokus melihat ke arah jalan. Ayda yang tidak mengingat jelas letak pasar pun mencoba untuk mengira jaraknya. “Sepertinya masih cukup jauh,” jawabnya dengan tenang. Namun, saat melihat jalan di depan mulai berbelok-be
“Ayda!”Suara yang terdengar kencang membuat Ayda langsung menghentikan langkahnya. Sambil membawa satu keranjang kosong yang semula berisi makanan, ia mengalihkan pandangan ke arah Arya. Lelaki yang sudah berjuang bersamanya untuk memberi makanan pada orang sekitar desa yang membutuhkan. Saat melihat binar bahagia di wajah Arya yang berjalan ke arahnya, Ayda pun ikut mengembangkan senyumnya.“Saya dapat ini!” seru Arya sambil memperlihatkan dua buah tiket nonton pagelaran di tangannya. “Kita harus pergi untuk menyaksikannya!” imbuhnya sambil menunjukkan tiket yang ia bawa pada Ayda.Dengan ekspresi heran, Ayda pun mengambil salah satu tiket dan membacanya. Tertera tulisan pertunjukkan pagelaran dapur seni biru karya siswa sekolah menengah atas. Saat tertera judulnya tentang kisah romansa, Ayda pun tersenyum dan teringat dengan film yang pernah ia saksikan. “Boleh, sepertinya seru. Saya jadi teringat dengan film yang pernah saya tonton,” sahut Ayda.“Bagus kalau kamu suka. Memangnya k
*** “Aydaaaaa!” teriak seseorang sambil merentangkan tangannya. Begitu juga dengan Ayda yang ikut merentangkan tangan sambil berlari menghampiri sosok yang sangat berarti dalam hidupnya. “Ayda kangen banget sama Nenek,” lirihnya dalam pelukan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. “Nenek juga sangat merindukan kamu, Ayda. Setelah sekian lama, akhirnya nenek bisa bernapas lega saat melihat kehadiran kamu kembali di rumah ini,” sahut Darma yang sudah setia menanti. Ayda yang merasa terharu pun meneteskan bulir air mata dan langsung menghapusnya. “Maafkan Ayda ya, Nek. Selama ini Ayda pasti sudah membuat hati Nenek sangat terluka,” ungkapnya merasa menyesal. Saat teringat dengan kehadiran Darma secara berulang kali untuk membujuk dirinya yang hanya menyisakan luka. “Sudahlah. Nenek sudah mengetahui alasan dibalik sikap dingin kamu. Sekarang kita lupakan semua masa lalu dan mulai lembaran baru,” sergah Darma yang tak ingin merusak suasana. Tanpa mengingat kenangan pahit dalam hidup,
“Kejarlah. Kalian memang ditakdirkan untuk bersama.” Kalimat yang terdengar menenangkan membuat senyum mengembang sempurna di wajah Ayda. Setelah perjuangan panjang kini akhirnya, ia bisa bernapas lega. Merangkai kisah yang terhenti dengan hati yang telah pulih. “Terima kasih … Ibu,” urai Ayda dengan tatapan penuh kasih sayang. Marisa yang tak menyangka Ayda akan memanggilnya ibu pun langsung meneteskan air mata. Menantu yang selama ini sangat ia benci ternyata memiliki hati yang tulus dan kuat. “Pesawatnya akan pergi dalam waktu satu jam dari sekarang. Cepatlah kejar Arya!” titah Marisa memberitahu Ayda. Tanpa berpikir lama, Ayda pun langsung menganggukkan kepala. saat hendak melangkah pergi, tak lupa Ayda bersalaman dengan Marisa dan mengecup sekilas pipinya. “Ayda tidak akan melupakan kebaikan ibu,” ujarnya dan langsung berlari ke tepi jalan. Mencari kendaraan yang bisa membawanya pada Arya. Dengan penuh semangat, Ayda menunggu taksi yang lewat. Hingga akhirnya, setelah menunggu
“Tidak Ayah. Ayda sudah tidak memiliki hak atas hubungan ini.”Dengan tatapan penuh keyakinan, Rahman berusaha menggapai tangan Ayda yang terkepal kuat. “Kamu selalu memiliki hak atas hubungan ini, Ayda. Ego yang membuat kamu membatasi sesuatu yang tak terbatas. Selama ini kalian terpisah dengan jarak yang diciptakan oleh Marisa, tapi sekarang Tuhan telah memberikan jalan.” Rahman menjeda kalimatnya.Tatapan terus tertuju pada Ayda yang terlihat kehilangan arah. “Sampai kapan Ayda? kamu akan berbohong pada diri kamu sendiri? Apalagi yang harus kamu pikirkan. Saat ini Arya sudah menyerah. Lalu apa kamu akan melakukan hal yang sama?” sambungnya penuh dengan tanya.Sementara itu, pikiran yang kembali berkecamuk membuat Ayda merasa tertekan. Kenyataan dan perasaan berjalan tak beriringan. Ingin rasanya Ayda berlari ke tempat jauh tanpa masalah dan kembimbangan hati yang mengikutinya. Setelah berpikir keras, Ayda pun mendongakkan wajah menatap ke arah Rahman yang berdiri di hadapannya.Ber
“Sudah tidak ada yang harus dipertahankan. Hubungan ini hanya akan saling menyakiti. Saya sudah cukup banyak belajar dari kisah ini. Terima kasih Mas … atas kenangan indah yang telah kamu berikan beserta kehadiran Amara di dalamnya.”Dengan raut penuh luka, Arya mengulum senyuman. “Tidak saya sangka hubungan kita akan berakhir dengan cara ini Ayda. cinta dibalik kesepakatan harus berakhir di atas sebuah keputusan yang sangat menyakitkan. Saya sadar hubungan ini berawal dari sisi egois saya. Namun, satu hal yang saya yakini. Saya tidak akan pernah menyesal.”Tanpa mengatakan apapun, Ayda hanya mengepal kuat kedua tangannya.“Terima kasih untuk kehadiran kamu dan Amara dalam hidup saya. titip putri kecil saya. Saya berikan kebebasan sepenuhnya pada kamu untuk mengurus perceraian kita. Saya tidak akan menghalangi kebahagiaan kamu yang sudah tidak memiliki tempat untuk saya di dalamnya,” sambung Arya yang lebih terlihat pasrah.Sementara itu, Ayda yang merasakan hatinya semakin hancur han
[“Apa yang kamu bicarakan Ayda? Mana mungkin ibu kamu melakukan hal seburuk itu.”]Ayda mengernyitkan dahinya saat Rahman mengelak dari pembicaraan yang mengarah pada masa lalu. Ia bahkan tak kunjung mendapatkan jawaban pasti tentang apa yang sebenarnya terjadi. Hanya ada pertanyaan yang terus terlontar sebagai bahan untuk menghindar.Rasa curiga yang sudah ada pun semakin berkembang nyata. Ayda hanya bisa meratapi nasib yang kini terasa kembali memburuk. Namun, kehadiran sang buah hati di dunia ini seakan memberikan semangat baru dalam hidup Ayda. Ia tak akan pernah menyerah. Masa lalu tak akan mempengaruhi apa yang saat ini sedang ia alami.“Baiklah. Ayda tunggu kehadiran ayah,” ucap Ayda pasrah saat Rahman masih belum siap untuk terbuka padanya.Setelah menutup panggilan telepon, Ayda pun hendak beristirahat sejenak. Menenangkan pikiran sambil menatap sendu ke arah bayi mungil yang tertidur sangat lelap. Situasi yang sulit ditebak membuat Ayda bahkan belum sempat memikirkan nama ya
“Saya bukan berasal dari keluarga kaya. Saya tidak sepadan dengan keluarga Arya yang bergelimang harta. Dengan latar belakang saya ini, Tante membenci saya dan bahkan menyuruh saya untuk meninggalkan Arya meskipun saya sedang mengandung anaknya,” ungkap Ayda yang tidak ragu untuk mengungkapkan perasaanya.Sudah cukup selama ini dirinya diam. Sekarang tidak lagi, Ayda harus berani menyuarakan isi hati dan pikiran di akhir statusnya sebagai seorang istri. “Benar ‘kan Tante? Itu alasan dibalik rasa benci yang Tante rasakan pada saya.” Ayda mengangkat wajahnya dengan penuh keberanian.Menatap Marisa yang terlihat sangat serius menanggapi perkataannya. Suasana pun mulai terasa menegangkan. Saat yang dinanti akhirnya tiba, Ayda berharap bisa melepaskan semua rasa sesak di dada yang disebabkan oleh sikap ibu mertuanya.“Sudah berani ya kamu sekarang? Baiklah. Saya akan memberitahu kamu alasan dibalik rasa benci yang selama ini saya miliki untuk kamu,” sahut Marisa dengan tatapan yang sulit d
"Tarik napas! Dorong yang kuat Ibu!" ujar dokter yang ikut menarik napas. Sudah hampir satu jam lamanya, Ayda berjuang di dalam sebuah ruangan yang terletak di rumah sakit. Dengan peluh keringat yang membasahi wajah, Ayda berusaha sekuat tenaga untuk mengeluarkan sang buah hati. Meski tanpa didampingi orang terkasih, Ayda bertekad untuk bisa menguatkan dirinya sendiri. Telah tiba waktunya bagi Ayda untuk berjuang lebih keras lagi. Hari yang sudah ia persiapkan akhirnya tiba. "Saya yakin Ibu Ayda pasti bisa! Agar lebih semangat, saya akan panggilkan suami ibu yang sedang menunggu di luar," papar dokter Ani yang menangani proses melahirkan Ayda. Disela napas yang mulai tak beraturan, Ayda mengernyitkan dahinya. "Su-suami?" Seingatnya ia tidak datang ke rumah sakit bersama Arya. Dirinya juga melarang Bayu untuk memberitahu Arya bahwa dirinya sedang berada di rumah sakit. "Iya suami Ibu. Saya akan segera memanggilnya," ujar dokter Ani yang langsung membalikkan badan. Akan tetapi, den
8 bulan kemudian … “Saya tidak akan lupa bahwa saat ini Mas Arya masih berstatus sebagai suami saya. Meski hubungan kita sudah tidak baik-baik saja, tetapi saya bukan wanita yang akan melanggar aturan dalam pernikahan,” tegas Ayda dengan sorot mata lelah. Seiring berjalannya waktu, hari demi hari terasa semakin sulit bagi Ayda. Perjuangan mengandung sambil tetap bekerja untuk mengisi hari demi hari memang tidak mudah. Namun, Ayda tak ingin menjadi wanita yang lemah. Meski sering kali mendapat berbagai masalah yang datang. Ayda berusaha untuk tetap kuat dan berdiri di atas kemampuannya sendiri. Seperti saat ini, Ayda berdiri di atas balkon perusahaan bersama Arya yang menatap intens ke arahnya. “Saya tidak suka melihat kamu terlalu dekat dengan Bayu, terlebih jika sedang berada di kantor. Bagaimana pun juga kita harus menjaga nama baik pernikahan kita di hadapan semua karyawan termasuk Bayu. Saya yakin kamu juga pasti sadar kalau Bayu bukan hanya menganggap kamu sebagai seorang tema
“Bayu.” “Sini!” ajak lelaki yang sudah lebih dulu berada di dalam lift. Tanpa ragu, Ayda pun masuk ke barisan beberapa orang yang tersenyum ke arahnya. Keberadaan Arya yang berada di barisan paling belakag tak menyurutkan semangatnya untuk bekerja. “Pagi,” sapa Ayda kepada semua penghuni lift yang lebih dulu berada di sana. “Pagi, Bu Ayda,” balas semua staff secara bersamaan. Kecuali Arya yang terlihat sibuk dengan ponsel yang berada di tangannya. Sementara itu, Bayu yang terlihat berbinar melihat kedatangan Ayda langsung mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. “Ini untuk Mbak,” ucapnya memberikan satu botol susu rasa cokelat. Ayda yang sangat suka susu cokelat pun langsung meraihnya. “Terima kasih,” balasnya dengan senyuman. “Sama-sama. Senang bisa melihat Mbak Ayda setelah sekian lama.” Bayu ikut mengembangkan senyumnya. “Saya juga senang bisa bertemu dengan kamu lagi, Bayu,” sahut Ayda sambil berjalan keluar lift setelah pintu terbuka. Tanpa mempedulikan pandangan Ar