Allaric kesal dengan sikap Kirana, yang akhir-akhir ini selalu menghindarinya. Ia selalu pulang lebih dahulu dan menolak jika Allaric ingin mengajaknya keluar walau hanya makan malam.
"Kirana, tolong periksa ini. Setelahnya, serahkan pada Boss, ya!" pinta Maya.
"Letakkan saja, setelah ini aku akan memeriksanya," sahut Kirana.
Maya meletakkan map berwarna merah di atas meja dan segera berlalu. Kirana kembali sibuk dengan pekerjaannya. Allaric dan Alan memperhatikan semua gerak-gerik Kirana dari dalam ruangannya.
"Aku tidak melihat keanehan pada diri Kirana, Tuan," ucap Alan."Dia berubah Alan, dia menghindariku," kata Allaric kesal.
Saat keduanya sedang berdebat tentang Kirana, terdengar seseorang mengetuk pintu. Alan segera memerintahkannya masuk.
"Maaf, Tuan. Ini berkas dari Nyonya Maya dan telah di periksa oleh Kirana," ucap salah satu staff.
"Mengapa kamu yang mengantarkannya?" tanya Alan. "Di mana, Kirana? Biasanya dia
Allaric terkejut, saat bangun melihat ia hanya tinggal sendiri. Ia mencari keberadaan Kirana."Sayang, kamu di kamar mandi!" seru Allaric memanggil Kirana. Suasana hening, Allaric pun beranjak dan berjalan menuju kamar mandi.Ceklek... Mata Allaric mengitari sekitar kamar mandi. "Dimana dia?" gumam Allaric.Allaric pun menebak, jika Kirana pasti telah pulang. Allaric segera masuk kembali ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Setelahnya, Allaric memerintahkan Alan untuk menyiapkan semuanya.Saat Allaric sedang menikmati teh nya, ia melihat kedatanga Kirana. Allaric meletakkan cangkirnya. Matanya memandang ke arah Kirana. Ia pun kembali mengingat kejadian kemarin, Allaric tersenyum sembari meraba bibirnya."Anda tidak apa-apa?" tanya Alan.Allaric tersenyum ke arah Alan. "Tidak, aku tidak apa-apa," sahutnya. Mata Allaric kembali ke arah Kirana. Alan pun tahu mengapa perhatian Bossnya teralihkan.Saat keduanya sedang asyik berbicara, t
Terjadi perdebatan sengit antara Allaric dan Davindra. Keduanya bersikeras mengatakan kalau mereka merasa benar."Kau tau bagaimana aku, kan? Aku tidak pernah membohongimu," ucap Davindra membela diri."Benarkah? Lalu mengapa kau tidak mengatakan pada Kirana, jika saat kau menjalin hubungan dengannya, kau telah terikat tali pertunangan dengan Laura," kata Allaric."Tidak, tidak seperti itu," kilah Allaric."Lalu seperti apa? Apa kau bisa menjelaskannya sekarang?" tantang Allaric.Davindra terdiam, ia tidak bisa menjelaskan pada Kirana. Sebab, apa yang dikatakan Allaroc semuanya benar. Davindra menjalin hubungan bersama Kirana, pada saat ia telah di jodohkan oleh kedua orang tuanya dengan Laura."Mengapa kau diam? Apa kau bingung mencari kata untuk menjelaskannya?" tanya Allaric."Aku tidak seperti itu," kata Davindra membela diri."Lalu seperti apa?" sahut Allaric."Aku tidak seperti kau, yang suka mempermainkan wanita," u
"Lepaskan aku, Allaric!" seru Kirana."Tidak akan!" hardik Allaric. "Kamu tau, kamu sudah membuatku marah. Jadi, aku tidak akan melepaskanmu.""Kau gila! Apa salahku?" Kirana terus saja melawan dan berusaha untuk lepas dari cengkraman Allaric."Apa salahmu? Jadi, kamu belum tau apa salahmu. Akanku beritahu, setelah aku selesai dengan semua ini." Allaric menarik paksa kemeja yang Kirana gunakan, hingga semua kancingnya terlepas. Kirana masih berusaha untuk melindungi dirinta sendiri dengan segala sisa tenaganya.Namun, Allaric yang seperti kesetanan tidak mau memberikan Kirana kesempatan sedikitpun. Allaric juga melempar ponsel Kirana, yang tiba-tiba berdering berulang kali. Akhirnya, dengan pasrah Kirana hanya bisa kembali menangisi nasibnya.Di tempat lain, disebuah rumah sakit. Kondisi Mama Kirana kembali menurun, Dokter berusaha untuk menghubungi Kirana. Namun, gadis itu tidak menjawab panggilan. Hingga akhirnya, Mama Ayu mengembuskan nafa
Suasana duka masih menyelimuti Kirana. Sang mama baru saja di kebumikan, para pelayat juga satu-persatu mulai meninggalkan rumahnya. Ia duduk di kamar mamanya dan menangis sembari memeluk photo wanita yang telah melahirkannya."Ma, sekarang Nana sama siapa?" kata Kirana dalam isaknya.Sementara di kantornya, Allaric yang sedang rapat merasa tidak tenang. Pasalnya, sudah satu minggu sejak kepergian mama Kirana. Allaric tidak menemuinya, pasalnya Allaric tidak mau ada yang mengenalinya dan membuat berita yang tidak-tidak.Ia pun memerintahkan Alan, untuk ke rumah Kirana dan melihat keadaannya. Namun, saat Alan sampai di sana, ternyata rumahnya selalu terkunci. Para tetangganya, juga mengatakan kalau Kirana jarang sekali keluar rumah sejak mamanya meninggal.Hingga tepat sepuluh hari berlalu, akhirnya Kirana pun memberanikan diri untuk kembali ke kantor. Namun, kali ini ia ke sana bukan untuk bekerja. Melainkan untuk mengundurkan diri. Allaric berang saat me
"Siapa dia?" tanya Allaric."Siapa?" Kirana menatap bingung.Allaric tersenyum dan mendekati Kirana. "Jangan berpura-pura polos, Sayang.""Aku tidak tau apa yang kau maksud dan satu hal lagi. Jangan panggil aku sayang!" seru Kirana kesal."Mengapa aku tidak boleh memanggilmu sayang? Kau adalah wanitaku, jadi sudah seharusnya aku memanggilmu sayang," jelas Allaric."Siapa wanitamu? Aku bukan wanitamu dan tidak akan pernah menjadi wanitamu," tolak Kirana."Itu menurutmu, tapi keputusanku tidak bisa diubah. Kau adalah wanitaku," kata Allaric mengulang.Kirana menggelengkan kepalanya kesal."Sekarang jawab pertanyaanku. Siapa dia?" ulang Allaric."Dia siapa?" tanya Kirana.Allaric kembali terseyum. Senyum yang akan membuay semua orang terutama wanita menjadi terpikat saat melihatnya. "Dia yang tadi bersamamu," kata Allaric sembari membelai wajah Kirana.Kirana pun tahu, siapa yang dimaksud Allaric. Ia mendengus
Allaric mengantarkan Kirana pulang, setelah makan malam bersama. Allaric masuk mengikuti langkah Kirana. Kirana masuk ke kamarnya dan mengganti bajunya dengan piyama tidur. Setelah selesai mengganti baju, Kirana kembali keluar dan terkejut melihat Allaric masih duduk di ruang keluarga sambil menontin televisi."Apa yang kau lakukan?" tanya Kirana heran."Tentu saja mengikutimu," jawab Allaric santai, sambil terus masuk dan duduk di tepi ranjang Kirana."Aku mau tidur dan beristirahat. Lebih baik, kau pulang sekarang," seru Kirana, kembali masuk ke kamar. Allaric pun mengikutinya sampai ke kamarnya."Pulanglah, aku sudah mengantuk dan ingin tidur," kata Kirana."Kalau kamu mau tidur, ya tidur saja," sahut Allaric, sembari melepas jas dan melemparnya ke kursi belajar Kirana."Aku tidak bisa tidur, kalau ada orang asing di kamarku," ucap Kirana."Aku bukan orang asing. Lagi pula, bukankah kita sudah sering tidur bersama?" cetus Allaric.
"Oh, jadi dia wanita yang membuat Allaric berubah?" geram Clara yang tidak sengaja melihay Allaric yang membawa Kirana masuk ke dalam mobilnya."Aku akan memberimu pelajaran, dasar perempuan tidak tau malu. Kau akan tau siapa aku, saat kau sudah mendapatkan ganjarannya." Clara melangkahkan kakinya, meninggalkan tempat itu dan kembali ke apartemennya.Mobil Allaric tiba di apartemennya. Kirana mengernyitkan dahi kemudian melihat ke arah Allaric dengan tanda tanya."Ada apa?" tanya Allaric."Mengapa kita ke sini?" Aku kan sudah bilang, aku mau pulang!" seru Andien."Kita pulang. Tapi, bukan pulang ke rumahmu. Mulai saat ini, kau akan tinggal di sini bersamaku," putus Allaric."Aku tidak mau!" tolak Kirana. "Aku mau pulang ke rumahku, rumah peninggalan kedua orang tuaku.""Itu hanya rumah dinas, Kirana. Bukan milik keluargamu," tegas Allaric."Tapi, banyak kenangan kedua orang tua di sana," ucap Kirana."Aku tau, tapi aku kha
Kirana mulai terbiasa dengan kehadiran Allaric di sisinya. Sudah satu minggu ini, Kirana tinggal bersama Allaric. Kirana juga bisa menerima Allaric dan membantu mengurusi keperluan Allaric."Sudah," kata Kirana, saat ia selesai memasangkan dasi untuk Allaric."Terima kasih, Sayang." Allaric mengecup bibir Kirana kilat. Kirana mengalungkan tangannya di leher Allaric. Allaric memainkan lidahnya ke dalam mulut Kirana dan perempuan itu pun mengerang saat merasakan lidah Allaric yang menari lincah di dalam mulutnya."Aku tidak jadi ke kantor," ucap Allaric."Kenapa?" tanya Kirana heran."Aku mau lagi," bisik Allaric dengan nada sensual."Cukup... cukup, aku sudah tidak mampu lagi," tolak Kirana.Allaric menaikkan kedua alisnya."Sejak aku ada di sini, kau selalu menyiksa setiap malam," cetus Kirana.Allaric tersenyum dan mengecup bibir Kirana."Kenapa kau tertawa?" tanya Kirana heran."Aku akan membuatmu tidak bis
Kirana menahan emosinya, saat mendapat laporan dari pengasuh kedua buah hatinya. Wanita bernama Darla, itu mengatakan. Jika, seseorang sering menemui Carmen dan Carlo. Saat ia menanyakan, siapa orangnya pada kedua anak kembarnya. Ia terkejut, ketika tahu nama yang disebut Carlo."Darla, aku ingin mengatakan sesuatu padamu. Jika, saat aku tidak di rumah. Aku mau kau mengawasi si kembar. Aku tidak mau, sampai pria itu menemui mereka lagi," kata Kirana pada pengasuhnya.Darla mengangguk mengerti. Kirana berencana, akan menemui Davi untuk membicarakan hal ini. Ia tidak mau, berhubungan dengan keluarga itu lagi. Setelah apa yang terjadi, Kirana masih mengingat setiap luka, yang keluarga Davi berikan padanya.Setelah semuanya siap, Kirana segera berpamitan pada kedua anaknya. Ia tetap memperingatkan Darla lagi, tentang hal tadi. Ia juga berpesan pada anak-anaknya, untuk tidak berbicara pada orang asing.****Sementara di kediamannya, Davi terlihat bahagia saya mendapat satu pesan dari Kiran
Kirana berang, saat ia tahu kalau Davindra menipunya. Pria yang pernah mengisi hatinya dulu, yang sengaja mengajaknya keluar dengan alasan untuk membicarakan bisnis mereka. Ternyata, pria itu menggunakan kesempatan itu untuk merayu Kirana kembali."Jadi, kau mengajakku ke mari hanya untuk membicarakan itu?" Seru Kirana lantang."Na, dengarkan aku. Aku hanya ingin berbicara padamu secara pribadi," kata Davi, berusaha untuk menjelaskan pada Kirana."Apa lagi yang ingin kamu bicarakan? Sudah tidak ada lagi yang harus dibicarakan," tegas Kirana."Na, aku hanya ingin kita bisa seperti dulu," ucap Davi lirih."Tidak!" tegas Kirana.Davindra tercegat medengar suara tegas Kirana."Aku tidak mau, memulai sesuatu yang telah aku lupakan," lanjut Kirana."Apa salahnya, jika mencobanya, Na," pinta Davi lirih.Sampai saat ini, Davindra masih mencintai Kirana. Sampai kapanpun, hanya Kirana yang ada di dalam hati Davindra.Setelah perceraiannya bersama Laura selesai. Davindra berusaha mencari keberad
Kirana sedang berjanji untuk bertemu salah satu kliennya. Setelah menunggu cukup lama, akhirnya klien yang di maksud tiba. Kirana hampir tidak percaya, siapa kliennya kali ini.Davindra datang bersama Papanya. Ayah dan anak itu sempat tidak menduga, jika yang menjadi utusan adalah Kirana."Selamat siang, Tuan Oscar dan Tuan Davindra." Kirana mengulurkan tangan dan menjabat keduanya, secara bergantian."Anda Nona Kirana, utusan perwakilan dari perusahaan X?" tanya Oscar."Benar, Tuan. Silahkan duduk," ucap Kirana mempersilahkan tamunya."Saya kira Anda, ini seseorang yang...." ucapan Oscar di potong Kirana."Tua dan jelek," potong Kirana.Oscar tersenyum tidak enak."Kita langsung saja." Kirana membuka map yang ia bawa dan mengunjukkan kepada Oscar dan putranya. Kirana mulai menjelaskan semuanya pad
"Siapa namamu?" tanya Allaric pada seorang anak berumur lima tahun."Namaku, Carlo," jawabnya.Allaric sempat menatap dalam wajah lugu dan polos itu. Mata coklat dan senyumnya, mampu menembus tepung hati Allaric. Ada rasa nyaman dan damai saat ia menatapnya. Mata itu juga mengingatkan Allaric pada seseorang di masa lalu."Carlo, kau di sini bersama orang tuamu?" tanya Alan."Tidak! Aku ke sini bersama teman-teman dan guruku," jawab Carlo."Kau salah satu dari mereka?" Mata Allaric tertuju pada sekelompok anak kecil yang sedang bermain bersama gurunya.Carlo mengangguk cepat."Apa yang kau lakukan di sini?" terdengar suara cempreng, namun penuh dengan ketegasan.Kursi roda Allaric berputar ke arah sumber suara. Kembali mata Allaric di suguhi pemandangan yang menyejukkan matanya."Maafkan saudaraku, Tuan," ucap Carmen.
Sudah tiga hari, Kirana sampai. Hari ini, ia bersiap untuk ke kantor. Perempuan itu segera menyelesaikan urusan kantornya, kemudian bergegas untuk pulang. Ia harus segera menjemput anak-anaknya, yang ia titipkan ke penitipan anak.Kirana yang baru saja tiba, memang mengalami sedikit masalah dalam mencari pengasuh untuk kedua buah hatinya. Ia sangat teliti dalam memilih, seorang yang akan dia percayakan untuk menjaga kedua anaknya."Momm, ada baiknya jika kami masuk sekolah," cetus Carmen.Mata Kirana melirik ke arah putrinya, kemudian melemparkan pandangan pada kembarannya."Kamu mau, sekolah di sini?" sela Carlo.Carmen mengangguk. "Dari pada setiap hari, di penitipan. Lebih baik sekolah, kan?"Kirana tertegun sejenak. Apa yang dikatakan, Carmen ada benarnya. Jika, keduanya dimasukkan ke sekolah, mungkin Kirana akan tenang bekerja. Setidaknya, ia tidak perlu berusaha paya
"Apa, Tuan? Anda ingin mengirim saya ke sana?" tanya Kirana terkejut."Tidak ada orang lain, yang bisa saya andalankan selain kamu Kirana. Dengan kemampuan yang kamu punya, saya yakin kamu bisa menangani masalah di kantor cabang," jelas atasannya."Tapi, saya tidak mau ke sana," tolak Kirana. "Anda bisa mengirim saya kemanapun, asal jangan ke sana.""Mengapa? Apa kamu ada masalah, dengan tempat itu?" tanya bos-nya.Kirana terdiam, die enggan menjelaskannya pada sang atasan."Bersiaplah. Lusa, aku akan mengatur keberangkatanmu," putus Bos-nya.Kirana melangkah gontai, meninggalkan ruangan Bos-nya. Ia duduk dan kembali mengingat kejadian di tempat itu. Kirana memutuskan untuk pulang lebih cepat dan saat tiba di rumah. Ia lebih memilih masuk ke kamarnya, hingga saat makan malam.Dua hari kemudian, mau tidak mau. Kirana harus berangkat juga, ia meminta waktu untuk mempersiapkan segalanya. Mengingat ia memiliki dua anak kembar, yang pasti
Allaric kembali mengunjungi club' malam, untuk minum hingga mabuk. Ia ingin menghibur kesepiannya. Semenjak kepergian Kirana, Allaric merasa enggan untuk menetap di mansionnya. Bayang-bayang Kirana terusa saja menghantuinya, setiap kali ia berada di mansionnya. Masih teringat jelas senyum yang terukir di wajah wanita itu, saat bersama Allaric.Kepergian Kirana pun, seperti membawa separuh jiwa Allaric. Ia merasa kehilangan sesuatu yang berharga dalam hidupnya. Di dalam club' pun, ia tidak mau ditemani oleh siapapun. Ia hanya ingin sendiri, meratapi kesedihannya. Allaric benar-benar hancur tanpa Kirana.Di tengah kegalauan hatinya, seseorang mendekatinya."Apa ini? Masalah besar apa, yang menimpa seorang Allaric hingga bisa hancur seperti ini?" ucap orang itu.Allaric menatap nanar, ke arah sumber suara."Mau apa kau?" tanya Allaric ketus."Aku hanya datang untuk menghibur diri. Ta
Allaric membuka lemari milik Kirana. Namun, anehnya tak satupun barang milik Kirana bergerak dari tempatnya. Semua masih tersusun rapi, pada tempatnya bahkan tidak ada yang berkurang.Allaric mengepalkan tangannya, ia kembali memeriksa lemari yang lainnya. Bahkan, perhiasan saja, masih berada di tempatnya. Allaric teringat akan id card, yang diminta Kirana tempo hari. Rahang Allaric mengeras, ia mengertakan giginya kesal."Jadi, selama ini. Kau hanya berpura-pura, untuk menarik simpati serta untuk mendapat kepercayaan dariku," gumam Allaric kesal.Alan yang baru tiba, terkejut melihat kondisi kamar yang sudah seperti diterjang badai."Ada apa?" tanya Alan."Dia kabur, tanpa membawa apapun selain apa yang ia kenakan dan tanda pengenalnya," jawab Allaric geram."Kau memberikannya?" tanya Allaric lagi."Kau pikir aku gila, jika memberikannya
Kirana kembali ke mansion, tanpa menghiraukan sapaan dari para pelayan, ia berjalan langsung masuk ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Kirana kembali mengingat, dua tubuh yang penuh keringat. Sedang bergumul di atas ranjang, yang juga sering ia gunakan.Kirana meremas kasar rambutnya, berusaha untuk mengusir dan menghapus pemandangan yang baru saja ia saksikan. Kirana kembali mengingat, apa yang dikatakan Cindy? Wanita itu berkata benar, Allaric memang masih seperti dulu. Sampai kapanpun, pria itu tidak akan pernah bisa berubah.Kirana merenungi kebodohannya. Mengapa ia, cepat percaya dengan semua yang Allaric katakan? Kirana pun memutuskan untuk pergi dari tempat ini. Ia segera beranjak kembali dari duduknya dan berjalan menuju pintu.Ceklek....Kirana menghentikan langkahnya, saat melihat beberapa pelayan yang menyapanya. Kirana hanya tersenyum tipis, sembari menutup pintu d