"Assalamualaikum Bun? Aurel pulang," ujar Aurel sebelum masuk kedalam rumahnya.
Dari kecil Aurel selalu diajarkan orang tuanya untuk mengucapkan salam sebelum masuk atau keluar dari rumahnya, jadi ajaran itu sampai sekarang masih digunakan oleh Aurel.
"Waalaikumsalam, iya sebentar," balas seorang paruh baya dari dalam rumah Aurel, dia adalah Maya, bundanya Aurel.
Dia adalah bidadari dunia yang dimiliki oleh Aurel, dia orang yang yang selama ini merawat dan membesarkan Aurel, tak pernah kata lelah, sehingga Aurel bisa sebesar ini.
Cklek! "Eh anak bunda udah pulang, masuk nak," ujar Maya setelah itu Aurel menyalami tangan Maya.
Akhirnya Aurel masuk kedalam rumah yang begitu mewah dan megah, dari kecil Aurel sudah terlahir dari keluarga yang kaya, itu semua berkat Ayahnya yang bekerja keras siang dan malam.
"Kamu ganti baju dulu ya? Biar bunda siapkan makan siang buat kamu," bunda Maya mengelus pucuk rambut Aurel dan mencium keningnya.
"Iya bunda," Aurel tersenyum, sampai akhirnya bunda Maya melihat kearah baju Aurel, ia pun terkejut melihat itu yang ada noda di baju Aurel.
"Nak? Ini ada apa sama baju kamu? Kok kotor gini?" Tanya bunda Maya yang melihat ada noda di seragam Aurel.
"Nggak ada apa-apa kok Bun, ini tadi cuma ketumpahan minuman saja, jadi ya begitulah," Aurel memberikan senyumnya agar bunda Maya tidak mencemaskan dirinya.
Memang benar kejadian tadi sekolah waktu ia berada di kantin, tak sengaja ada salah satu teman Aurel menumpahkan jus alpukat di seragamnya sehingga memberikan noda.
"Oh bunda kirain ada apa, yaudah nggak papa, nanti kamu ganti bajunya setelah itu kamu taruh di tempat baju kotor ya? Biar nanti yang bunda cuciin," jelas bunda Maya.
Bundanya memang selalu begitu, jika Aurel menciptakan baju kotor padahal Aurel bisa mencucinya sendiri, tetapi bundanya masih saja mengatakan agar ia yang mencucinya.
Alasannya Aurel sudah lelah karena sudah bersekolah seharian, jadi masalah pekerjaan rumah biar bunda Maya yang mengutusnya.
"Nggak usah bun, Aurel kan udah gede, Aurel bisa kok nyuci baju Aurel sendiri," jelas Aurel membuat bunda Maya menggelengkan kepalanya.
"Jangan nak, kamu pasti capek habis pulang dari sekolah, kamu istirahat saja, biar bunda yang urusin semuanya," bunda Maya masih saja menolak apapun yang dikatakan oleh Aurel.
Aurel masih saja merasa tidak enak,. Aurel merasa bahwa dirinya menjadi seorang anak perempuan seperti tidak ada gunanya disini.
Semua orang begitu sayang kepadanya, semua orang memperlakukan Aurel seperti bak putri raja.
"Yaudah kalo begitu, Aurel langsung ke kamar ajah ya Bun?" tanya Aurel dan di balas anggukkan kepala oleh bunda Maya.
Aurel berjalan menuju ke kamarnya dan mulai mengganti pakaian yang kotor itu, setelah semuanya sudah, Aurel menatap kearah noda yang ada di bajunya itu.
"Noda ini apakah bisa hilang nggak ya? sepertinya masih bisa," gumam Aurel dalam hati.
Aurel masih memikirkan noda itu apakah bisa hilang atau tidak, karena melihat noda itu sepertinya susah hilang.
Tok, tok tok!
Tak disadari ada seseorang yang mengetuk pintu luar kamarnya, "Aurel nak? Keluar sebentar, mana bajunya, biar bunda cuci," teriakan dari bundanya itu membuat Aurel bergegas menuju ke pintu.
Cklek! Aurel membuka kenop pintu kamarnya.
"Iya Bun, ini bajunya," Aurel langsung memberikan baju itu kepada bundanya.
"Bunda beneran nggak mau Aurel bantu? Aurel nggak papa kok nyuci baju Aurel sendiri, bunda pasti capek habis menyelesaikan tugas lainnya," jelas Aurel.
Bunda Maya menggelengkan kepalanya. "Enggak papa kok nak, orang cuma nyuci baju begini saja, bunda masih kuat kok," jelas bunda Maya yang tak pernah lelah.
Hal itu berhasil membuat Aurel menjadi terharu, "Oh iya, emangnya kamu nggak ada tugas dari sekolah hari ini?" Tanya bunda Maya seingatnya Aurel selalu ada tugas dari sekolah.
Aurel mengaggukan kepalanya. "Ada Bun, tapi sedikit," balas Aurel.
"Yaudah kamu kerjakan saja dulu, biar bunda selesaikan tugas ini dulu ya?" Tanya bunda Rossa membuat Aurel mengaggukan kepalanya.
"Iya Bun, nanti kalo bunda butuh apa-apa kasih tau Aurel ajah ya?" Bunda Maya mengaggukan kepalanya.
"Iya itu pasti," Aurel Tersenyum.
"Kalo gitu Aurel masuk dulu," Aurel masuk kedalam kamarnya lalu menutup pintu kamarnya.
Seperti itulah kebiasaan Aurel selepas pulang sekolah, ia langsung mengerjakan tugas sekolahnya setelah itu baru makan siang.
Karena waktu malam Aurel gunakan untuk belajar dan bukan untuk mengerjakan tugas sekolah, begitulah, kewajiban Aurel sebagai siswi tidak akan pernah mengecewakan.
Pantas saja nilai Aurel bagus-bagus, Karena di baliknya ada kerja keras yang selalu Aurel kerjakan dan Aurel bisa membagi waktunya untuk selalu belajar.
"Akhirnya sudah juga," ujar Aurel melihat semua tugas dari sekolahnya sudah selesai ia kerjakan.
"Saatnya makan," Aurel bangkit dari duduknya, Aurel membereskan buku-buku yang masih berserakan di atas meja belajar.
Aurel tersenyum melihat meja belajar yang ia miliki itu, meja itu adalah hadiah dari ayahnya waktu Aurel berhasil pertama kalinya mendapatkan peringkat satu di kelas.
Semenjak hari itu juga ayahnya membelikan meja belajar agar Aurel bisa belajar lebih giat lagi, dan hingga saat ini Aurel masih mempertahankan peringkat satu.
Aurel berjalan menuju kearah meja makan dan ternyata bundanya sudah menyiapkan makan siangnya disana.
"Bunda baik banget ya? Saya bersyukur banget punya bunda seperti bunda Maya, orangnya sabar banget dan nggak pernah mengeluh," gumam Aurel dalam hati selesai memandang makanan yang ada di depannya saat ini.
Aurel duduk lalu memakannya, makanan yang bisa di katakan cukup mewah, karena Bundanya selalu menyukai makanan-makanan yang ada di restoran mewah, jadi bundanya itu sangat jago masak.
"Bunda? Bunda udah makan?" tanya Aurel melihat bundanya yang hanya lewat saja dan tidak mampir ke meja makan.
Bunda Maya tersenyum, "Sudah kok nak, kamu makan saja," jelas bunda Maya menarik satu kursi di meja makan itu lalu memandangi anaknya yang sedang makan.
"Bunda beruntung banget punya anak secantik dan sebaik kamu," ujar bunda Maya yang secaa tiba-tiba, sehingga membuat Aurel memberhentikan aktifitasnya sejenak.
"Bunda bisa ajah," balas Aurel dengan senyum yang Bahagia.
"Iya serius, bunda seneng banget bisa punya anak kayak kamu, bunda harap kelak kamu juga bisa mendapatkan suami yang sama baiknya seperti kamu," jelas bunda Maya dan membuat Aurel tersedak.
Uhuk! Uhuk!
"Eh pelan-pelan nak," bunda Maya mengambilkan air putih lalu meminumkannya kepada Aurel.
"Pelan-pelan dong nak makannya," jelas bunda Maya membuat Aurel mengaggukan kepalanya.
"Iya Bun, lagian tadi bunda Kenapa ngomongin suami-suami, kan Aurel jadi tersedak tadi," balas Aurel sedikit kesal.
"Loh? Emangnya bunda salah?" Tanya bunda Maya membuat Aurel menggelengkan kepalanya.
"Nggak salah bunda, tapi kan itu masih lama, Aurel saja baru menginjak SMA," jelas Aurel sambil menggenggam tangan bundanya lalu menciumnya.
"Iya bunda tau itu masih lama, tapi apa salahnya bunda berharap seperti itu? Kamu itu anak baik, jadi carilah laki-laki baik pula ya?" Jelas bunda Maya membuat Aurel mengaggukan kepalanya.
"Insyaallah Bunda," memang tak ada salahnya bundanya berharap masalah itu, apalagi Aurel adalah anak satu-satunya di keluarga ini.
Jadi mereka khawatir dan cemas ketika anak satu-satunya mereka mendapatkan laki-laki yang salah, Aurel bisa memahami itu bagaimana kekhawatiran seorang orang tua kepadanya.
Namun disisi lain hati Aurel masih memikirkan Nicho, laki-laki yang ia anggap orang paling tepat namun ia sudah keburu pergi.
Tapi tak masalah, Aurel akan tetap mempertahankan cintanya untuk Nicho.
Bersambung...
"Apa-apaan ini, pemandangan pagi apa ini, melihat Nicho sama Oliv."Melly begitu kesal memandang pemandangan yang membuatnya sakit mata, sedangkan Aurel hanya bisa mengelus pundak Melly agar bisa meredakan emosinya."Sudah-sudah Mel, biarkan mereka, kan sudah pacaran, jadi nggak ada salahnya kalo mereka bermesraan di sini." Aurel mengatakan yang sejujurnya."Iya juga kata kata Aurel, Mel kamu nggak bisa kayak gitu, udahlah biarkan mereka saja," ujar Ella."Ya tetep saja aku nggak terima, meskipun mereka bisa bermesraan, tapi aku masih saja tidak terima Oliv bahagia di atas penderitaan Aurel." Melly berkata tegas."Sudahlah Mel, kamu tenang saja aku juga tidak terlalu mempermasalahkan Oliv jika bersama Nicho, nanti aku akan berusaha mengambil Nicho dari Oliv," jelas Aurel membuat mereka menoleh kearah Aurel."Bagaimana caranya kamu bisa mendapatkan hatinya Nicho? Kemarin saja aku denger kalo Nicho cintanya sama Oliv bukan sama kamu."
"Darimana saja kalian berdua? Dicariin malah menghilang nggak tau kemana."Nicho menatap tajam mata kedua sahabatnya Iqbal dan Bastian yang saat ini sudah ada di depan matanya."Kita habis dari kantin dulu tadi, kita lapar tau, lagian kamu tadi ke kantin nggak membiarkan kita makan dulu, main tinggal-tinggal ajah," balas Iqbal."Tau nih, lagian pacar kamu itu mana? Bukannya kamu tadi sama pacar kamu ya?" tanya Bastian membuat Nicho membolakan matanya."Dia lagi ke Perpustakaan sama temannya, jadi aku sendirian di sini, mangkanya kalian aku suruh datang kesini biar aku nggak sendirian lagi."Mendengar itu Iqbal menyenggol lengan Bastian dan membisikan sesuatu di telinganya."Kamu dengar sendiri kan? Kalo nggak ada pacarnya ajah kita di lupain, tapi kalo nggak ada Oliv, kita di butuhkan, beda banget kan Nicho nggak kayak dulu?" tanya Iqbal dengan suara berbisik."Iya kenapa dia malah jadi begini sih, aku juga bingung dengan
Aurel berjalan dengan sedikit lemas di koridor sekolah, pagi yang sangat buruk baginya, entah mengapa kepalanya sangat pusing hari ini.Rasa semangat Aurel pun tak tercurah sedikit pun di wajah Aurel. "Duh... Sakit banget kepala aku."Aurel berjalan sambil memegangi kepalanya.Aurel duduk di mejanya, melihat seisi kelas ternyata masih sepi, jadi Aurel menggunakan kesempatan ini tidur sebentar.Tadi malam terlalu banyak tugas jadi membuat Aurel begadang, dan biasanya Aurel mengerjakan tugas di siang hari namun kemarin tidak bisa, karena ada teman-teman arisan Bundanya datang ke rumah"Aurel? Rel..."Seseorang datang sambil menggoyangkan tubuh Aurel yang baru saja terlelap dalam tidurnya.Aurel membuka kembali matanya dan ternyata itu adalah Melly."Eh... Iya Mel ada apa?" tanya Aurel sambil mengucek matanya itu.Melly tersenyum. "Gue bawain lu sesuatu nih." Melly memeberikan sesuatu kepada Aurel."Apaan nih?" Aurel
"He'em..." Aurel memberikan deheman agar Nicho menyadari akan kehadiran dirinya."Eh iya Rel ada apa?."Aurel bergetar mendengar Nicho tang menyebutkannya namanya. Hati Aurel? Jangan di tanya, sudah pasti bahagia."Heum... Aku... Aku mau ngasih ini buat kamu," tanpa pikir panjang lagi Aurel langsung menyodorkan sebuah coklat batangan itu di depan Nicho.Nicho menatap heran kearah Aurel."Coklat? Buat apa?" tanya Nicho membuat Aurel bingung mencarikan alasan yang pas agar Nicho bisa menerima coklat pemberiannya itu."Heum... Buat... Nggak ada apa-apa sih cuma pengen ngasih coklat ajah." Aurel tak memiliki alasan yang tepat untuk itu.Nicho menatap aneh dengan Aurel, kenapa ia tiba-tiba memeberikan coklat?Di sisi lain Nicho memiliki rencana lain dengan coklat itu. "Coklat? Lumayan juga.""Oh yaudah aku terima ya? Thanks!" Aurel tak percaya melihat Nicho yang menerima coklat itu, seperti mimpi rasanya."
"Jadi gimana rencana selanjutnya biar Aurel bisa bersama Nicho?" tanya Ella, ia sudah menanti Beberapa cara dari Melly.Ella akui dirinya tidak sepandai Melly jika membuat suatu rencana, Ella hanya menjalankannya saja."Sebentar aku lagi mikir ini."Melly memilih posisi yang enak dengan cara duduk tegap dan meminum es cappucino yang ia beli tadi."Gimana kalo kita buat ajah mereka bertemu?" tanya Melly membuat Ella mengernyitkan dahinya."Lalu? Kalo mereka udah ketemu mau ngapain?" tanya Ella balik."Heum gimana kala....-"Hai semua," ucapan Melly terpotong karena ada keberadaan Aurel yang baru saja datang."Eh... Aurel darimana ajah sih? Lama bener datangnya," ujar Ella melihat wajah Aurel penuh dengan keberanian."Aku habis dari taman sebentar," balas Aurel dan membuat mereka semua terkejut."Ngapain?.""Ya nggak ada apa-apa sih cuma pengen lihat-lihat bunga-bunga yang ada di sekolah ini, pengen cuc
"Beib..." Oliv mengelus lengan sang pacar dengan penuh manja."Iya Beib, ada apa?" tanya Nicho di samping Oliv."Aku mau ngomongin sesuatu masalah Mamah," jelas Oliv sedikit menunduk.Hal itu membuat Nicho menjadi sangat prihatin dengan sang pacarnya itu."Iya ada apa sama mamah kamu Beib..." Nicho menciumi tangan Oliv dengan penuh kasih sayang."Duh... Ngapain sih pakai acara nyium tangan aku kayak gini," ujar Oliv dalam hati."Eh... Heum itu mamah aku kan kalo nyuci baju tangannya sering sakit, aku jadi nggak tega lihatnya sampai tangannya merah-merah gitu."Nicho masih menyimak cerita Oliv itu, "Jadi aku mau membelikan hadiah mesin cuci buat mamah aku... Tapi ya gitu..."Oliv memberhentikan ucapannya dan membuat Nicho mengernyitkan dahinya. "Tapi gimana?" tanya Nicho yang sangat ingin kelanjutan dari cerita itu yang belum habis.Oliv menatap ke arah Nicho, "Tapi uang aku kurang beib..."Nicho pun tersenyum mani
"Nicho..."Teriakan keras dari lantai bawah bisa terdengar dari kamar Nicho yang ada di lantai dua."Papah? Kenapa teriak-teriak sih?" Nicho berjalan menuju ke lantai bawah."Ada apa sih Pah? Pakai teriak-teriak," ujar Nicho menghampiri papahnya yang sedang berdiri tepat di samping anak tangga."Ini kenapa kartu kredit kamu kok bisa habis sebanyak ini? Kamu gunakan beli apa? Papah nggak pernah lihat kamu beli apa-apa tapi kok bisa habis sebanyak ini?" tanya papah Surya."Ya ampun... Gitu doang pakai marah-marah, tunggu Nicho jelaskan dulu."Nicho berusaha meredakan emosi yang ada di dalam diri papahnya."Jadi gini... Pah kemarin pacar Nicho cerita sama Nicho, kalo mamahnya itu kalo nyuci tangannya sering tangannya sakit."Nicho mulai menjelaskan."Jadi... Nicho berinisiatif untuk membelikan mesin cuci buat mamahnya, kasihan dia Pah, kalo nyuci tangannya sering merah-merah gitu," sambung Nicho."Apa?...
Aurel berjalan di koridor sekolahnya, ia melihat ke sekelilingnya. "Kok masih sepi ya?."Aurel bingung melihat sekolah yang terlihat sepi, dan tidak seperti biasanya," gumam Aurel dan memilih untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Pantesan ajah masih jam segini pasti semua masih belum datang," ujar Aurel dalam hati.Ia dengan senang hati, pagi yang sangat indah seperti ini membuat Aurel begitu semangat berjalan menuju ke kelasnya."Tuh kan... Ternyata di dalam kelas udah ada orang juga," ujar Aurel dalam hati dan memilih duduk di bangkunya.Ia melihat hanya ada Bastian dan Iqbal di sana, sedangkan Aurel tak melihat ada Nicho di antara mereka."Kami ini gimana sih Rel... Kan Nicho udah punya pacar baru, ya jelas dong dia sama pacar barunya itu."Aurel hanya tersenyum remeh ke arahnya, "Kenapa aku bisa lupa kayak gini ya?.""Bas? Bal? Kalian kok udah nggak bareng lagi sama Nicho, kenapa?."Aurel han
"Pah.." panggil Nicho mengejar papahnya yang baru saja masuk kedalam ruang meja makan.Nicho hanya mengerutkan keningnya saja melihat tingkah papahnya yang meninggalkan dirinya dan Oliv yang masih berada di ruang tamu.Seingat Nicho jika ada tamu, seharusnya papahnya menyambutnya dan memperlakukan tamu itu dengan istimewa, tetapi kenapa sekarang papahnya malah berubah total seperti ini?"Nicho? Kamu ngapain ada di sini? Bukannya kamu di luar masih ada pacar kamu itu?" tanya papah Surya.Nicho mengaggukan kepalanya. "Iya maka dari itu aku datang ke sini, papah ngapain malah di sini sih? Bukannya di depan sama Oliv dan Nicho?" tanya Nicho.Papah Surya menggelengkan kepalanya. "Ya papah harus ngapain kalo di luar? Kan itu pacar kamu, kan yang terpenting ada kamu kan? Lagian pacar kamu ke sini mau ketemu kamu bukannya sama papah," balas papah Surya."Iya pah... Tapi setidaknya papah temui Oliv sebentar, ngobrol apa kek gitu, nggak punya hati sed
Aurel berjalan menuju ke kelasnya, sebentar lagi jam pelajaran akan segera di mulai, sedangkan dirinya masih belum masuk ke dalam kelas.Ini akibat dirinya terlaku banyak makan sambal tadi pagi waktu sarapan, sehingga membuat perut Aurel menjadi mules setiap kali ia ingin masuk ke dalam kelas."Rel? Tumben kamu baru datang?" tanya Melly melihat Aurel seperti sedang tidak baik-baik saja."Iya ini... Perut aku mules banget Mel," balas Aurel masih memegangi perutnya yang masih merasa mules."Kamu kenapa? Habis makan apa tadi?" tanya Ella begitu khawatir."Nggak tau nih, mungkin gara-gara aku kebanyakan makan sambel deh kayaknya tadi pagi," balas Jessy."Iya mungkin gara-gara itu perut kamu jadi sakit Rel, udahlah duduk ajah dulu sini," Melly membantu Aurel duduk di tempatnya.Tak membutuhkan waktu lama, guru pun datang, saatnya pelajaran Bu Siska dia adalah guru PPKN.Jam pertama diisi oleh Bu Siska jadi otomatis Bu Siska juga yan
Mata Nicho yang tadinya susah untuk dibuka, kini ia bisa membuka matanya secara perlahan.Pertama-tama yang dirasakan oleh Nicho adalah aura dingin dan aroma khas seperti kamarnya.Di saat Nicho secara perlahan membuka sedikit lebar matanya, ia melihat atap ruangan itu seperti di kamarnya."Aku dimana?."Nicho masih belum bisa melihat jelas dimana dirinya saat ini berada, kepalanya sangat pusing, bahkan matanya saja masih belum bisa melihat dengan sempurna.Nicho mendengar seperti ada suara langkah kaki yang mendekat kearahnya.Nicho masih melihat ke arah orang itu, tetapi ia tak bisa melihat jelas siapa dia, yang jelas orang itu berjalan semakin dekat."Siapa kamu?" tanya Nicho dengan mata yang masih setengah sadar.Sehingga akhirnya kejadian yang tak pernah di duga oleh Nicho kini terjadi.Plak!Plak!Dua tamparan panas mengenai pipi Nicho, Nicho masih belum bisa melihat orang itu."Siapa kamu?" te
"Hallo Ram? Nanti malam kita ke club ya? Kita seneng-seneng di sana."Nicho sedang asik menelpon Rama, "Oh.. oke, sejak kapan kamu main ke club lagi? Bukannya bokap kamu nggak ngasih ijin ya?" tanya Rama."Halah Udahlah ngapain juga kau ngurusin dia, kepala aku hampir mau pecah tau ngelihat dia ngomel Mulu di rumah."Rama hanya terkekeh keras mendengar itu, Nicho hanya mengerutkan keningnya."Ada apa kamu? Kenapa malah tertawa?" tanya Nicho heran."Nggak papa lah bro, jadi gimana jadi nggak?" tanya Rama memastikan."Eh.. jadi dong," balas Nicho."Bagus... Bagus..." Rama sangat senang jika Nicho kembali ikut bersamanya, mereka nanti malam akan bersenang-senang bersama teman-teman mereka yang lain."Oh iya ngomong-ngomong kamu bawa siapa nanti ke club? Bawa cewek kan?" tanya Rama.Nicho menggaruk keningnya. "Heum... Enggak deh, gue kasihan sama cewek aku, dia anak baik-baik, kalo sampai aku bawa ke sana bisa-bisa habis pac
Aurel melihat Nicho yang masih saja membernarkan lukxian yang sudah mereka gambar bersama-sama tadi.Iya benar, tadi mereka melukis bersama-sama jika tidak begitu maka Ella bisa-bisa marah."Eh Nich... Ini kurang rapi nih," Ella menunjuk bagian yang masih belum rapi.Nicho pun menghela nafasnya panjang, "Iya-iya sabar dikit kenapa sih."Ella membolakan matanya, "Di kasih tau malah kayak gitu," ujar Ella yang sedari tadi merasa begitu kesal."Udah diem lah, kamu nggak tau apa aku lagi melukis nih, mau dirapiin salah, nggak dirapiin juga salah, mau kamu apaan sih La?" tanya Nicho."Eh sudah-sudah, ngapain jadi ribut kayak gini sih?" tanya Aurel memberhentikan aksi mereka yang sejak tadi hanya ribut saja.Ella membolakan matanya. "Untung kamu temen aku, kalo enggak, udah kelar hidupmu," ujar Ella sedikit mengancam."Nggak takut.""Udah lah... Jangan ribut nih, nanti malah nggak selesai-selesai," Kevin pun akhirnya angkat bi
"Beib... Aku anterin pulang dong," Oliv mengelus pundak Nicho dengan penuh kelembutan tetapi ada maunya juga."Eh Beib? Kok kamu mau pulang sih? Bukannya kamu masih mau di sini ya? Kan kamu ada tugas kelompok dari Bu Maria, kamu lupa ya?" tanya Nicho membuat Oliv menggelengkan kepalanya."Ish... Jangan kenceng-kenceng ngomongnya, nanti kalo si Melly denger gimana?" tanya Oliv.Oliv tidak mau jika sampai Melly mendengarkannya, karena Oliv sendiri malas sekali harus kerja kelompok di sini bersama Melly juga."Emangnya kenapa beib? Aku nggak salah kan ngomong kayak gini? Emang kamu ada kerja kelompok hari ini di sekolah."Oliv mengaggukan kepalanya. "Iya Beib, tapi aku nggak mau, aku mau ikut sama kamu ajah boleh kan?" tanya Oliv dengan tatapan memohon.Sehingga Nicho sendiri pun tak bisa menolak itu. "Yaudah iya ayo, kamu pulang sama aku."Oliv dengan perasaan girangnya langsung menggandeng tangan sang kekasih itu dan berjalan menelusur
"Gimana ini? Kenapa Melly malah menyatukan aku satu kelompok sama Nicho? Sedangkan dia nggak ikut gabung," ujar Aurel dalam hati."Rel... Kamu kenapa sih?" tanya Ella menyenggol lengan Aurel yang sejak tadi melamun."Aku kesel sama Melly, dia yang nulis nama kelompok buat aku sama Nicho, tapi kenapa dia nggak ikut juga sih dalam satu kelompok kita?" tanya Aurel.Ella menggelengkan kepalanya. "Kamu salah Rel, justru kita di satukan sama Melly, kamu, aku, Nicho dan Kevin, karena ada tujuan tertentu."Aurel mengernyitkan dahinya."Tujuan tertentu apa?" tanya Aurel."Iya, kamu lihat ajah nanti, Melly sengaja tidak ikut masuk kedalam kelompok kita, tetapi dia satu kelompok dengan Oliv, kamu lihat saja reaksi Oliv kalo sama Melly."Aurel hanya mengaggukan kepalanya saja. "Tapi, ngomong-ngomong kita mau ngerjain tugas dari Bu Maria dimana?" tanya Aurel."Di rumah kamu ajah Rel, sekalian tuh si Nicho biar bisa tau mamah kamu ya kan?" E
Aurel berjalan di koridor sekolahnya, ia melihat ke sekelilingnya. "Kok masih sepi ya?."Aurel bingung melihat sekolah yang terlihat sepi, dan tidak seperti biasanya," gumam Aurel dan memilih untuk melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya."Pantesan ajah masih jam segini pasti semua masih belum datang," ujar Aurel dalam hati.Ia dengan senang hati, pagi yang sangat indah seperti ini membuat Aurel begitu semangat berjalan menuju ke kelasnya."Tuh kan... Ternyata di dalam kelas udah ada orang juga," ujar Aurel dalam hati dan memilih duduk di bangkunya.Ia melihat hanya ada Bastian dan Iqbal di sana, sedangkan Aurel tak melihat ada Nicho di antara mereka."Kami ini gimana sih Rel... Kan Nicho udah punya pacar baru, ya jelas dong dia sama pacar barunya itu."Aurel hanya tersenyum remeh ke arahnya, "Kenapa aku bisa lupa kayak gini ya?.""Bas? Bal? Kalian kok udah nggak bareng lagi sama Nicho, kenapa?."Aurel han
"Nicho..."Teriakan keras dari lantai bawah bisa terdengar dari kamar Nicho yang ada di lantai dua."Papah? Kenapa teriak-teriak sih?" Nicho berjalan menuju ke lantai bawah."Ada apa sih Pah? Pakai teriak-teriak," ujar Nicho menghampiri papahnya yang sedang berdiri tepat di samping anak tangga."Ini kenapa kartu kredit kamu kok bisa habis sebanyak ini? Kamu gunakan beli apa? Papah nggak pernah lihat kamu beli apa-apa tapi kok bisa habis sebanyak ini?" tanya papah Surya."Ya ampun... Gitu doang pakai marah-marah, tunggu Nicho jelaskan dulu."Nicho berusaha meredakan emosi yang ada di dalam diri papahnya."Jadi gini... Pah kemarin pacar Nicho cerita sama Nicho, kalo mamahnya itu kalo nyuci tangannya sering tangannya sakit."Nicho mulai menjelaskan."Jadi... Nicho berinisiatif untuk membelikan mesin cuci buat mamahnya, kasihan dia Pah, kalo nyuci tangannya sering merah-merah gitu," sambung Nicho."Apa?...