Home / Romansa / Cinta Dalam Kilauan Senja / Bab 3: Foto Siapa Itu?

Share

Bab 3: Foto Siapa Itu?

Author: Mr. Al
last update Huling Na-update: 2024-10-29 19:42:56

"Ayo, cepat!" seru Arif sambil menarik Maya keluar melalui pintu tersebut.

Mereka berlari secepat mungkin melalui lorong sempit dan gelap, berusaha menjauh dari pria tersebut. Setelah beberapa menit berlari tanpa henti, mereka akhirnya menemukan jalan keluar dari gua dan berlari menuju hutan.

Ketika mereka merasa sudah cukup jauh, mereka berhenti untuk mengatur napas. "Kita harus mencari tempat aman untuk bersembunyi sementara," kata Arif dengan napas terengah-engah.

Maya mengangguk setuju. "Aku tahu sebuah tempat di dekat sini. Ayo kita pergi ke sana," katanya sambil memimpin Arif menuju sebuah gubuk tua yang tersembunyi di dalam hutan.

Setibanya di gubuk, mereka segera menutup pintu dan jendela, memastikan tidak ada yang bisa melihat mereka. "Kita harus tetap di sini sampai kita yakin dia sudah pergi," kata Arif sambil duduk di lantai.

Maya duduk di sebelahnya, masih merasakan ketakutan yang luar biasa. "Arif, bagaimana jika dia menemukan kita? Apa yang akan kita lakukan?" tanyanya dengan suara gemetar.

Arif menggenggam tangan Maya dengan lembut. "Kita akan baik-baik saja, Maya. Kita sudah melewati banyak hal bersama, akinakan menjaga kamu, Maya, tenang saja," katanya dengan suara menenangkan.

Mereka duduk di dalam gubuk itu, mendengarkan suara alam di luar yang terdengar menenangkan. Meski ancaman masih mengintai, dan mereka merasa sedikit lebih tenang karena tahu mereka memiliki satu sama lain.

"Arif, terima kasih sudah selalu ada untukku," kata Maya dengan suara pelan.

Arif tersenyum dan meremas tangan Maya dengan lembut. "Kita adalah sahabat, Maya. Selalu bersama, apa pun yang terjadi," jawabnya dengan penuh keyakinan.

Mereka berdua tahu bahwa petualangan ini belum berakhir. Bahaya masih mengintai di setiap sudut, dan mereka harus selalu waspada. Namun, dengan keberanian dan tekad yang kuat, mereka siap menghadapi apa pun yang akan datang.

Malam itu, mereka berdua beristirahat di dalam gubuk, memulihkan tenaga untuk menghadapi hari berikutnya. Meski rasa takut dan cemas masih ada, mereka percaya bahwa mereka bisa melewati semua ini bersama-sama.

Setelah berhasil menemukan kunci pertama di kuil puncak gunung, Maya dan Arif memutuskan untuk kembali ke desa dan beristirahat di rumah Arif. Perjalanan pulang terasa lebih ringan, meskipun tantangan yang mereka hadapi sebelumnya masih membekas dalam pikiran mereka.

Di rumah Arif, suasana lebih santai. Mereka berdua duduk di ruang tamu sambil menikmati teh hangat. Kedekatan mereka semakin terlihat, terutama ketika Maya tertawa mendengar lelucon Arif yang biasanya garing namun kali ini terasa lebih lucu.

"Arif, terima kasih sudah selalu ada untukku. Aku tidak tahu apa yang akan kulakukan tanpa kamu," kata Maya sambil tersenyum lembut.

Arif mengangguk. "Kita ini tim, Maya. Kita harus saling mendukung. Lagipula, petualangan ini lebih menyenangkan dengan kamu," jawab Arif dengan tatapan yang lebih dalam.

Namun, suasana hangat itu perlahan berubah. Maya yang sedang asyik bermain ponsel, tanpa sengaja memperhatikan foto seorang cowok yang merupakan teman kuliahnya dulu. Arif melihat ekspresi Maya yang tersenyum sendiri, dan rasa cemburu mulai merayap di hatinya.

"Maya, siapa yang kamu lihat di HP itu?" tanya Arif dengan nada yang mulai terdengar dingin.

Maya, yang tidak menyadari perubahan sikap Arif, menjawab santai. "Oh, ini teman kuliahku dulu, namanya Dika. Kami sering satu kelompok tugas."

Arif mengerutkan kening, rasa cemburunya semakin kuat. "Kenapa kamu tersenyum-senyum sendiri lihat fotonya? Ada yang spesial dari dia?"

Maya terkejut dengan nada bicara Arif yang tiba-tiba berubah. "Arif, kamu kenapa sih? Ini cuma teman biasa, nggak lebih," jawab Maya, mencoba menenangkan.

Namun, Arif tetap dingin. "Ya, tapi kelihatannya kamu senang sekali lihat fotonya. Apa dia lebih penting daripada petualangan kita sekarang?"

Maya mulai kesal dengan sikap Arif yang tiba-tiba berubah. "Arif, kamu cemburu? Ini nggak masuk akal. Aku di sini bersama kamu, bukan dengan dia."

Arif berdiri dan berjalan menjauh, suasana hatinya semakin buruk. "Mungkin aku yang nggak masuk akal, tapi aku nggak bisa tahan lihat kamu senyum-senyum sendiri lihat foto orang lain," katanya dengan nada ketus.

Maya semakin bingung dan marah. "Arif, aku nggak ngerti kenapa kamu tiba-tiba jadi kayak gini. Aku pikir kita sedang baik-baik saja."

Arif hanya diam, tidak ingin memperpanjang perdebatan. Namun, sikapnya yang dingin membuat Maya merasa tertekan. "Kalau kamu mau marah tanpa alasan yang jelas, silakan. Aku nggak mau berdebat lagi," kata Maya sambil mengambil tasnya dan menuju pintu keluar.

"Ke mana kamu mau pergi?" tanya Arif, meskipun dia tahu jawabannya.

Maya berhenti sejenak di pintu. "Aku butuh waktu sendiri. Aku nggak ngerti kenapa kamu bisa berubah secepat ini," katanya sebelum melangkah keluar dengan perasaan kesal.

Arif hanya bisa menatap pintu yang tertutup. Dalam kesendirian, dia merasakan kegetiran yang mendalam. "Kenapa Maya nggak pernah peka? Kenapa dia nggak bisa lihat ketulusan cintaku dari dulu?" gumam Arif pelan.

Sementara itu, Maya berjalan cepat menuju rumahnya dengan perasaan campur aduk. Di kamar, dia duduk di tepi tempat tidurnya, memikirkan semua yang baru saja terjadi. "Kenapa Arif tiba-tiba jadi seperti itu? Aku nggak ngerti apa yang salah," gumam Maya dengan frustrasi.

Maya mengambil ponselnya dan melihat kembali foto Dika. "Apa ini yang membuat Arif cemburu? Tapi kenapa? Bukankah dia tahu aku hanya menganggap Dika sebagai teman?" pikir Maya sambil menghela napas panjang.

Di sisi lain, Arif masih duduk di ruang tamu dengan perasaan yang campur aduk. Dia tahu dia cemburu, tapi dia juga tahu itu bukan cara yang benar untuk mengungkapkan perasaannya. "Maya, kalau saja kamu tahu betapa aku peduli padamu. Betapa aku ingin kamu melihatku lebih dari sekedar sahabat," bisiknya pada dirinya sendiri.

Hari itu berlalu dengan perasaan tidak menentu bagi keduanya. Malam tiba, dan Maya masih belum bisa tidur. Pikirannya terus menerus memutar ulang kejadian tadi. "Apa yang harus aku lakukan untuk memperbaiki ini? Haruskah aku berbicara dengan Arif lagi?" tanyanya pada dirinya sendiri.

Sementara itu, di rumahnya, Arif juga belum bisa tidur. Dia menatap langit-langit kamarnya dengan perasaan bersalah. "Aku harus minta maaf pada Maya. Aku nggak bisa membiarkan perasaan cemburuku merusak hubungan kami," pikirnya.

Keesokan paginya, Maya memutuskan untuk menghubungi Arif. Dia tidak bisa membiarkan masalah ini berlarut-larut. "Arif, bisakah kita bicara? Aku nggak mau kita berakhir seperti ini," tulisnya dalam pesan singkat.

Arif yang menerima pesan itu langsung merasa lega. Dia segera membalas, "Tentu, Maya. Aku juga ingin kita menyelesaikan ini. Temui aku di taman dekat rumahku."

Maya setuju dan segera bersiap-siap untuk pergi. Dia merasa gugup, tapi juga tahu bahwa ini adalah langkah yang harus diambil.

Di taman, mereka duduk di bangku yang sama seperti biasa, namun kali ini suasananya berbeda. Arif memulai pembicaraan. "Maya, aku minta maaf. Aku nggak seharusnya cemburu tanpa alasan. Aku hanya... aku hanya takut kehilangan kamu."

Maya menatap Arif dengan mata yang mulai berkaca-kaca. "Arif, aku juga minta maaf kalau aku membuat kamu merasa tidak nyaman. Aku nggak pernah bermaksud begitu. Kamu adalah sahabatku, dan aku nggak mau kehilangan kamu juga."

Arif menghela napas panjang, merasa lega karena Maya masih peduli padanya. "Maya, aku ingin kamu tahu sesuatu. Selama ini, aku... aku selalu punya perasaan lebih untuk kamu. Mungkin itulah yang membuat aku cemburu."

Maya terkejut mendengar pengakuan Arif. "Arif, aku... aku nggak tahu harus bilang apa. Aku selalu menganggap kamu sebagai sahabat terbaikku. Tapi aku nggak pernah berpikir kalau kamu punya perasaan lebih."

Arif menunduk, merasa sedikit malu. "Aku tahu ini mungkin mengejutkan. Tapi aku nggak bisa menyimpan perasaan ini lagi. Aku hanya ingin kamu tahu."

Maya terdiam sejenak, merenungkan perasaan Arif dan perasaannya sendiri. "Arif, aku butuh waktu untuk memikirkan ini. Tapi yang pasti, aku nggak mau hubungan kita rusak. Aku menghargai keberanianmu untuk jujur."

Arif mengangguk. "Aku mengerti, Maya. Aku juga nggak mau kita kehilangan apa yang kita punya sekarang. Terima kasih sudah mendengarkan."

Mereka berdua tersenyum, meskipun suasana masih terasa canggung. Namun, mereka tahu bahwa ini adalah langkah penting untuk menjaga hubungan mereka.

"Arif, mari kita lanjutkan petualangan ini bersama. Kita masih punya banyak yang harus dilakukan," kata Maya dengan semangat yang kembali muncul.

Arif tersenyum, merasa lebih ringan. "Benar, Maya. Kita masih punya harta karun yang harus ditemukan. Dan aku akan selalu ada di sampingmu, apa pun yang terjadi."

Kaugnay na kabanata

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 4: Cemburu

    Setelah pembicaraan yang penuh emosi di taman, Maya dan Arif merasa lebih lega. Mereka sepakat untuk menjaga hubungan mereka, apapun yang terjadi. Namun, kedekatan mereka menambah ketegangan yang masih terasa di udara, apalagi dengan petualangan mencari harta karun yang masih menunggu di depan mata. Di pagi hari, Arif datang ke rumah Maya dengan membawa sarapan. Dia mengetuk pintu dengan lembut, namun terdengar cukup jelas di rumah Maya yang tenang. "Tok... tok... tok... Maya, aku Arif. Boleh masuk?" Maya membuka pintu dengan senyum lebar. "Arif, pagi-pagi sudah ke sini. Ada apa?" tanyanya sambil mempersilakan Arif masuk. Arif tersenyum dan mengangkat bungkusan di tangannya. "Aku bawa sarapan. Kupikir kita bisa membahas rencana hari ini sambil makan bersama." Maya merasa hangat dengan perhatian Arif. "Terima kasih, Arif. Ayo masuk. Kita sarapan di dapur," jawab Maya sambil mengajaknya masuk. Mereka duduk di meja makan dan mulai menikmati sarapan sederhana yang dibawa Arif. "J

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 5: Orang misterius bermotor

    Arif duduk di depan layar ponselnya dengan perasaan yang berat. Dia tahu dia harus meminta maaf kepada Maya atas kecemburuan yang dialaminya. Dengan gemetar, dia mengetik pesan kepada Maya. Arif: Maafkan aku, Maya. Aku tahu aku terlalu cemburu. Bisa kita bertemu? Saat Arif menunggu balasan dari Maya, dia merasa jantungnya berdebar-debar. Setelah beberapa saat, ponselnya berdering, menandakan ada pesan masuk. Maya: Tentu saja, Arif. Kafe favorit kita, jam 2 sore? Arif merasa lega bahwa Maya mau bertemu dengannya. Dia berharap bisa menjelaskan perasaannya dan memperbaiki hubungan mereka. Ketika mereka bertemu di kafe, Arif merasakan ketegangan di udara. Dia memutuskan untuk memulai pembicaraan. "Maafkan aku, Maya," ucap Arif dengan suara yang rendah. "Aku tahu aku terlalu cemburu kemarin. Aku tidak ingin perasaanku mengganggumu." Maya tersenyum lembut. "Tidak apa-apa, Arif. Kita semua punya masa sulit. Yang penting sekarang adalah kita belajar dari kesalahan kita dan memper

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 6: Pertarungan Maya melawan Penjahat

    Arif terbaring di tempat tidur rumah sakit, dengan rasa sakit di bagian lengannya, yang ditemani oleh sahabatnya Maya, dengan setia duduk di sampingnya, menggenggam tangannya erat-erat, mencoba menenangkan diri meski hatinya penuh kecemasan. "Aku masih nggak percaya ada yang menyerangmu begitu aja, Arif," kata Maya pelan, matanya menatap dalam mata Arif. "Aku juga nggak ngerti, Maya," jawab Arif lemah. "Siapa yang mau menyakitiku? Aku nggak punya musuh." Maya menghela napas panjang. "hemm... Kita harus cari tahu siapa yang melakukan ini. coba aku minta bantuan Luki. mungkin Dia bisa bantu kita." "oh, iya, mungkin saja bisa, coba kamu hubungi dia, Maya" seru Arif dengan yakin. Luki adalah teman lama Arif, seorang detektif swasta yang handal. Maya segera menghubunginya dan menceritakan Tentang Arif yang diserang oleh orang yang tak dikenal. Luki pun nampak kesal karena Arif adalah sahabatnya dan dia memutuskan untuk datang ke rumah sakit. selang beberapa jam kemudian, Luki ti

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 7: Niat Licik Dika

    Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan ketegangan, Maya dan Arif akhirnya tiba di pintu masuk rute pendakian Gunung Senja. Senyuman lebar terlukis di wajah mereka saat melihat papan besar yang menunjukkan jalur pendakian. “Akhirnya kita sampai, Maya,” ujar Arif dengan penuh semangat. “Iya, ini akan jadi petualangan yang luar biasa,” balas Maya, tak kalah bersemangat. Namun, saat mereka hendak memasuki jalur pendakian, seorang penjaga mendekat dan menghentikan mereka. "selamat sore Kang, mau mendaki ya?, ada berapa orang yang akan mendaki, kang?" "sore pak, iya saya ingin mendaki, kita hanya berdua saja" jawab Arif kepada bapak-bapak yang menjaga pos pintu masuk. karena aturan yang dibuat dalam pendakian tidak boleh berdua demi keselamatan pendaki Bapak-bapak itu melarang mereka, "Maaf, kalian tidak bisa mendaki berdua saja. Aturan di sini minimal empat orang dalam satu kelompok pendaki." Arif mencoba berdebat. "Tapi kami sudah mempersiapkan semuanya. Kami hanya p

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 8: Derai Hujan

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus berjalan dengan semangat. Meskipun perjalanan baru saja dimulai. Namun, cuaca di pegunungan sulit diprediksi. Langit yang semula cerah mulai mendung, dan dalam waktu singkat, hujan turun dengan deras. “Kita harus cari tempat berteduh!” teriak Maya, berusaha keras agar suaranya terdengar di tengah derasnya hujan. Dia melihat sebuah gubuk tua tidak jauh dari tempat mereka berdiri. “Ayo, ke gubuk itu!” Mereka segera bergerak menuju gubuk yang terlihat, tapi jalanan yang licin dan berlumpur membuat langkah mereka berat. Arif menggenggam tangan Maya, memastikan dia tidak tergelincir. “Kamu baik-baik saja?” tanya Arif, suaranya penuh perhatian. “Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih,” jawab Maya, tersenyum meski wajahnya basah kuyup. Di belakang mereka, Dika yang berada di depan Luki, tiba-tiba terjatuh. Hujan semakin deras, membuat Maya dan Arif yang berada di depan tidak menyadari kejadian tersebut. “Aduh!” keluh Dika, kesakitan. Luki segera m

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 9: Melanjutkan Perjalanan

    "Huuftt... Akhirnya kita selamat kali ini, kita harus tetap waspada" kata Arif yang coba mengatur nafas. Tiba-tiba Dika datang dan berteriak"woy... Tungguin!" “Dika, kemana aja, lama amat kembalinya. Kita udah ribut-ribut di sini, kamu malah baru muncul,” keluh Arif dengan nada kesal. Dika mencoba terlihat tidak bersalah. “Sorry, bro. Perut gue benar-benar nggak bisa diajak kompromi tadi, emang ada apa si?” Maya, yang tadinya cemas, kini merasa lega melihat mereka semua baik-baik saja. “Ya sudah, yang penting kita semua selamat.” Luki hanya diam sambil tetap waspada. Dia tahu Dika punya rencana licik, tapi dia memilih untuk tidak memancing masalah sekarang. Hari mulai beranjak sore, dan mereka sadar perlu mencari tempat untuk beristirahat. “Kita harus segera cari tempat buat mendirikan tenda. Hari sudah mulai gelap,” kata Luki. “Ayo kita cari tempat yang agak luas dan aman,” jawab Maya sambil melihat sekitar. Mereka berjalan menyusuri jalur setapak hingga menemukan s

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 10: Hujan Badai

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus melangkah menuju puncak gunung, kabut tebal mulai menyelimuti perjalanan mereka, membuat jarak pandang semakin terbatas. Mereka dengan hati-hati dalam langkah kakinya agar tidak tersesat atau terjatuh.“Kalian harus hati-hati!, jalanan ini sangat licin,” kata Arif sambil mengingatkan teman-temannya.“Iya, kita harus lebih waspada,” timpal Maya sambil memegang erat tasnya.Langkah demi langkah mereka lakukan, tiba-tiba di tengah perjalanan, Maya, Luki, dan Dika terjatuh ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam. "Aaaaaaa" terikat mereka yang terperosok dalam lubang yang cukup dalam.Memang, itu adalah jebakan yang dibuat oleh anak buah Dika untuk menjebak mereka. Entah kenapa mereka tidak langsung datang dan mengepung mereka, ataukah karena kabut yang sangat tebal sehingga merekapun susah untuk melangkah.“Arif! Tolong! Kita terjatuh!” teriak Maya dengan panik.Arif yang berada sedikit lebih jauh di depan, segera berbalik dan berlari ke arah suara Maya.

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 11: Mimpi Dalam Gua

    Arif dan Luki duduk berjaga-jaga di depan gua yang lembab, menikmati teh hangat di sore hari yang dingin. Hujan badai semalam telah mengguyur mereka tanpa ampun saat mereka mendaki Gunung Senja. Kini, Maya, sahabat kecil mereka yang pemberani, terbaring tak berdaya di sudut gua, suhu tubuhnya panas karena demam dan pingsan akibat terjatuh.Arif memandang Maya dengan penuh kekhawatiran. Dia menyeka keringat di dahi Maya dan mengganti kompres di keningnya dengan kain baru yang sudah direndam air dingin. "Luki, aku tak bisa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat sangat lemah," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Luki, yang duduk tidak jauh dari sana, mengangguk. "Jangan khawatir, Arif. Kita semua di sini untuk memastikan Maya baik-baik saja. Dia selalu kuat," jawabnya sambil mengaduk teh dalam cangkirnya."Tapi kita harus tetap waspada," balas Arif. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini."Luki meletakkan cangkirnya dan menatap Arif dengan serius. "Aku mengerti. Kita harus

Pinakabagong kabanata

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 17: Keromantisan Maya dan Arif

    Setelah makan siang yang hangat dan penuh canda tawa, Luki memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Maaf teman-teman, aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa kasus narkoba yang harus aku tangani," katanya, berdiri dari kursinya. Maya mengangguk memahami. "Terima kasih sudah menemani kita, Luki. Hati-hati di jalan." Luki tersenyum dan mengangguk. "Pasti, Maya. Kalian juga hati-hati. Arif, jaga Maya baik-baik," katanya dengan nada serius namun hangat. "Tenang saja, Luki. Aku akan menjaga Maya," balas Arif dengan tersenyum. Luki melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Arif dan Maya yang masih duduk menikmati momen mereka. Setelah Luki pergi, Arif mengalihkan pandangannya kepada Maya. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu." Maya tersenyum dan mengangguk. "Tentu, aku juga ingin menghabiskan waktu bersamamu," katanya dengan nada lembut. Mereka kemudian menuju pantai yang tidak jauh dari desa mereka. Sesampainya di

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 16: Jadian

    Maya, Arif dan Luki turun dari gunung senja itu, meninggalkan kekecewaan yang sangat luar biasa karena peti harta Karun yang mereka dapatkan susah payah diambil oleh Dika sang penghianat. "aku tidak menyangka hal ini akan terjadi", kata Maya yang sedih. "sudahlah Maya jangan sedih, aku tahu kamu nampak kecewa, begitupun aku dan Luki", kata Arif yang mencoba menenangkannya. "betul, Maya, perjuangan kita belum berakhir, kita akan rebut kembali peti harta Karun itu, dan aku akan pastikan mereka akan menyesal" ucap Luki yang juga kecewa dan kesal. "tuan Luki, lebih baik kita gunakan jalur pendaki untuk turun dari tempat ini, agar lebih cepat" ucap salah satu anak buahnya yang memberikan idenya. "benar, Maya, Arif kita gunakan jalur pendaki saja biar cepat turun dari sini" jawab Luki kepada anak buahnya dan juga memberikan saran kepada Maya dan Arif. "ayo kita turun melalui jalur itu, agar cepat sampai kebawah" ajak Maya yang memutuskan untuk mengikuti saran dari anak buahnya

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 15: Tanda Bahaya

    Arif berlari kembali ke arah Maya, menangkap tangannya sebelum dia jatuh. “Dapat,” katanya sambil menariknya kembali ke tempat aman. Maya memeluk Arif erat-erat. “Terima kasih. Hampir saja aku terjatuh.” Luki menyeberang terakhir, memastikan tidak ada lagi papan yang rapuh dan mengajak yang lainnya berjalan lebih cepat, akhirnya. “Kita berhasil,” katanya saat mereka semua sudah berada di sisi lain. Namun, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan lantai berjubel mosaik warna-warni. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pintu batu besar yang terlihat sangat kuno. “Lantai ini pasti jebakan,” kata Luki. “Kita harus mencari pola yang benar untuk sampai ke pintu itu.” Arif memperhatikan pola di lantai, mencoba mencari tahu. “Ini seperti teka-teki,” katanya. “Kita harus menginjak hanya pada warna tertentu.” Maya, yang memiliki ingatan visual yang kuat, memperhatikan mosaik dengan cermat. “Aku pikir kita harus menginjak warna biru dan kuning saja,” katan

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 14. Ujian ketangkasan dan Cinta

    Melihat pertarungan yang terjadi di depan mata, Maya, Arif, dan Luki merasa jantung mereka berdegup kencang. Anak buah Luki yang terluka segera diobati oleh rekannya, sementara yang lain memastikan tidak ada lagi ancaman di sekitar mereka. Maya memandang Arif dengan mata penuh kekhawatiran dan memeluknya, "apakah kita bisa melewati rintangan ini, Arif?", tanya Maya dengan sedih dalam dekapan Arif tapi Arif mengangguk menenangkan, "tenang Maya, kita pasti akan bisa melewati rintangan ini dengan baik" kata Andi sambil mengusap kepala Maya. Setelah anak buah Luki memastikan area benar-benar aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Matahari mulai merangkak naik, menunjukkan bahwa mereka harus segera mencapai tujuan sebelum malam tiba lagi. Perjalanan mereka semakin berat, dengan jalan yang semakin terjal dan bebatuan yang licin. Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka tahu bahwa di balik setiap rintangan, ada harta karun yang menunggu, bukan hanya dalam bentuk ma

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 13: Jebakan mematikan Dika

    "Besok kita akan melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Senja. Kita hampir sampai," jawab Arif dengan semangat. "Aku yakin kita akan mencapai puncak dan menemukan harta karun yang kita cari." Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak sabar untuk melihat pemandangan dari puncak. Dan yang lebih penting, aku tidak sabar untuk berbagi momen itu dengan kalian." Luki mengangkat cangkirnya. "Untuk perjalanan kita, persahabatan, dan cinta yang kita temukan di sepanjang jalan." Mereka bertiga bersulang, merayakan kebersamaan dan petualangan yang telah mereka lalui. Di tengah malam yang tenang, mereka merasakan keajaiban persahabatan dan cinta yang mengikat mereka. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk masuk ke tenda dan beristirahat. Maya merasa sangat lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dia berbaring di dalam tenda, merasa nyaman di dekat Arif dan Luki. "Selamat malam, Arif, Luki," kata Maya dengan suara lembut. "Selamat malam, Maya," jawab Arif sambil me

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 12: Cinta Yang Tumbuh Di Gunung Senja

    Arif dan Luki memperhatikan pria itu dengan seksama. "Nama Bapak siapa?" tanya Luki. "Saya Rahman. Saya dari kota Jayakarta. Saya ikut rombongan pendaki, tapi terpisah saat badai kemarin," jawabnya. "oh, iya memang badai kemarin itu sangat besar sekali, Pak Rahman" ucap Arif yang membenarkan perkataannya, "pak mohon maaf, kami tidak bisa berlama-lama, kami sebenarnya sedang dalam misi penting. Kami tidak bisa meninggalkan lokasi ini, tapi kami bisa membantu Anda kembali ke jalur pendakian," kata Arif dengan sopan "Terima kasih, Mas. Saya mengerti. Mungkin bisa memberi saya petunjuk arah saja," Pak Rahman berkata sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Luki segera mengambil peta dan menunjukkan jalur yang mereka lewati. "Pak, dari sini, Bapak bisa turun melalui jalur ini. Ini lebih aman dan lebih dekat ke basecamp," jelas Luki. "Baik, terima kasih banyak atas bantuannya," kata Pak Rahman sambil berusaha bangkit. "Semoga misi kalian sukses." "Semoga selamat sampai tujuan,

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 11: Mimpi Dalam Gua

    Arif dan Luki duduk berjaga-jaga di depan gua yang lembab, menikmati teh hangat di sore hari yang dingin. Hujan badai semalam telah mengguyur mereka tanpa ampun saat mereka mendaki Gunung Senja. Kini, Maya, sahabat kecil mereka yang pemberani, terbaring tak berdaya di sudut gua, suhu tubuhnya panas karena demam dan pingsan akibat terjatuh.Arif memandang Maya dengan penuh kekhawatiran. Dia menyeka keringat di dahi Maya dan mengganti kompres di keningnya dengan kain baru yang sudah direndam air dingin. "Luki, aku tak bisa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat sangat lemah," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Luki, yang duduk tidak jauh dari sana, mengangguk. "Jangan khawatir, Arif. Kita semua di sini untuk memastikan Maya baik-baik saja. Dia selalu kuat," jawabnya sambil mengaduk teh dalam cangkirnya."Tapi kita harus tetap waspada," balas Arif. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini."Luki meletakkan cangkirnya dan menatap Arif dengan serius. "Aku mengerti. Kita harus

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 10: Hujan Badai

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus melangkah menuju puncak gunung, kabut tebal mulai menyelimuti perjalanan mereka, membuat jarak pandang semakin terbatas. Mereka dengan hati-hati dalam langkah kakinya agar tidak tersesat atau terjatuh.“Kalian harus hati-hati!, jalanan ini sangat licin,” kata Arif sambil mengingatkan teman-temannya.“Iya, kita harus lebih waspada,” timpal Maya sambil memegang erat tasnya.Langkah demi langkah mereka lakukan, tiba-tiba di tengah perjalanan, Maya, Luki, dan Dika terjatuh ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam. "Aaaaaaa" terikat mereka yang terperosok dalam lubang yang cukup dalam.Memang, itu adalah jebakan yang dibuat oleh anak buah Dika untuk menjebak mereka. Entah kenapa mereka tidak langsung datang dan mengepung mereka, ataukah karena kabut yang sangat tebal sehingga merekapun susah untuk melangkah.“Arif! Tolong! Kita terjatuh!” teriak Maya dengan panik.Arif yang berada sedikit lebih jauh di depan, segera berbalik dan berlari ke arah suara Maya.

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 9: Melanjutkan Perjalanan

    "Huuftt... Akhirnya kita selamat kali ini, kita harus tetap waspada" kata Arif yang coba mengatur nafas. Tiba-tiba Dika datang dan berteriak"woy... Tungguin!" “Dika, kemana aja, lama amat kembalinya. Kita udah ribut-ribut di sini, kamu malah baru muncul,” keluh Arif dengan nada kesal. Dika mencoba terlihat tidak bersalah. “Sorry, bro. Perut gue benar-benar nggak bisa diajak kompromi tadi, emang ada apa si?” Maya, yang tadinya cemas, kini merasa lega melihat mereka semua baik-baik saja. “Ya sudah, yang penting kita semua selamat.” Luki hanya diam sambil tetap waspada. Dia tahu Dika punya rencana licik, tapi dia memilih untuk tidak memancing masalah sekarang. Hari mulai beranjak sore, dan mereka sadar perlu mencari tempat untuk beristirahat. “Kita harus segera cari tempat buat mendirikan tenda. Hari sudah mulai gelap,” kata Luki. “Ayo kita cari tempat yang agak luas dan aman,” jawab Maya sambil melihat sekitar. Mereka berjalan menyusuri jalur setapak hingga menemukan s

DMCA.com Protection Status