Home / Romansa / Cinta Dalam Kilauan Senja / Bab 7: Niat Licik Dika

Share

Bab 7: Niat Licik Dika

Author: Mr. Al
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Setelah perjalanan panjang yang penuh dengan ketegangan, Maya dan Arif akhirnya tiba di pintu masuk rute pendakian Gunung Senja. Senyuman lebar terlukis di wajah mereka saat melihat papan besar yang menunjukkan jalur pendakian.

“Akhirnya kita sampai, Maya,” ujar Arif dengan penuh semangat.

“Iya, ini akan jadi petualangan yang luar biasa,” balas Maya, tak kalah bersemangat.

Namun, saat mereka hendak memasuki jalur pendakian, seorang penjaga mendekat dan menghentikan mereka.

"selamat sore Kang, mau mendaki ya?, ada berapa orang yang akan mendaki, kang?"

"sore pak, iya saya ingin mendaki, kita hanya berdua saja" jawab Arif kepada bapak-bapak yang menjaga pos pintu masuk.

karena aturan yang dibuat dalam pendakian tidak boleh berdua demi keselamatan pendaki Bapak-bapak itu melarang mereka,

"Maaf, kalian tidak bisa mendaki berdua saja. Aturan di sini minimal empat orang dalam satu kelompok pendaki."

Arif mencoba berdebat. "Tapi kami sudah mempersiapkan semuanya. Kami hanya perlu mendaki sebentar."

Penjaga itu tetap tegas. "Aturan tetap aturan, Kang. Demi keselamatan kalian sendiri."

Maya menghela napas, kecewa. "Ya sudah, Arif. Kita cari tempat penginapan dulu. Mungkin besok kita bisa cari tambahan dua orang pendaki."

"ya sudah kalau begitu, pak kami akan kembali lagi besok" kata Arif dengan rasa kecewanya

Dengan berat hati, mereka kembali ke mobil dan mencari penginapan terdekat. karena Matahari mulai terbenam, mereka melihat ada sebuah penginapan kecil yang terlihat nyaman, akhirnya mereka memutuskan untuk menginap di sana Setelah memesan kamar, menaruh barang-barangnya kemudian beristirahat sejenak .

disamping itu, Maya merasa lapar didalam kamarnya dan menelpon Arif.

"Halo Maya, ada apa? tanya Arif sambil menggosok kepalanya karena abis mandi.

"Arif, aku lapar, yuk kita makan malam di restauran penginapan ini" ajak maya kepada Arif.

"Ok, Maya, aku baru selesai mandi tunggu sebentar" kata arif

setelah Arif sudah selesai kemudian Arif mengetuk pintu Maya, untuk memanggilnya, lalu mereka menuju restoran kecil dari penginapan itu.

sambil menikmati makan malam, mereka berbincang ringan dan sedikit serius karena memikirkan siapa orang yang akan diajak mendaki karena dia tidak boleh gegabah dalam memilih orang, hal itu dikhawatirkan akan memperburuk dalam pencarian harta Karun.

Tiba-tiba ponsel Arif berdering. "sebentar, Maya, Luki menelepon," katanya sambil mengangkat telepon dan mengaktifkan loudspeaker agar Maya bisa mendengarnya.

"Halo, Arif. Bagaimana kabarmu?" tanya Luki.

"Aku baik-baik saja, Luki. Kebetulan sekali aku butuh bantuanmu. Maya dan aku sedang di dekat Gunung Senja."

Luki terdengar terkejut. "Gunung Senja? Apa yang kalian lakukan disana?"

Tiba-tiba Maya langsung menyela, "Luki, kamu ingat orang misterius yang aku ceritakan tempo lalu? Kami yakin dia mencari sesuatu yang penting."

Luki terdengar serius. "Aku baru saja menangkap orang yang dicurigai Maya waktu di rumah sakit. Tapi sayangnya, dia mati mendadak karena racun yang ada di mulutnya."

Maya terkejut. "Racun? Siapa yang bisa melakukan itu?"

"Aku juga masih menyelidikinya," jawab Luki. "Tapi sekarang aku ingin tahu, apa yang kalian cari di Gunung Senja?"

Arif ragu sejenak sebelum menjawab, dan menatap Maya, karena Maya mengijinkan Arif dengan anggukan kepalanya lalu Arif memberitahu kepada Luki"Sebenarnya kami mencari harta karun."

"Harta karun?" Luki tertawa kecil. "Menarik sekali, seperti cerita yang ada di novel-novel tetangga. Apa kalian butuh bantuan?"

Maya dan Arif saling berpandangan. "Sebenarnya, kami butuh tambahan dua orang untuk bisa mendaki, karena itu adalah aturan dalam pendakian disanah" kata Maya.

Luki berpikir sejenak. "hemm... karena aku penasaran dan ini menarik, Okelah kalau begitu, aku akan datang. Aku akan sampai di sana pagi-pagi sekali."

"jangan lupa bawa perlengkapan pendakian, Luki jangan seperti tempo dulu ketika kita pergi ke hutan kamu tidak bawa apa-apa " ujar Arif, yang ingat akan kecerobohan sahabatnya itu

"hahaha.... Arif kamu masih ingat aja hal itu. jadi aku kembali mengingatnya" jawab Luki sambil tertawa geli karena mengingat hal itu yang membuat repot sahabat karena harus membagi perbekalannya kepadanya.

"Terima kasih, Luki. Kami tunggu kamu di sini," kata Maya dengan lega.

Setelah menutup telepon, Maya tersenyum. "Akhirnya kita punya tambahan satu orang. Kita hanya perlu satu lagi."

Karena lelah, mereka kembali ke kamarnya untuk beristirahat. Keesokan paginya, saat Maya dan Arif sedang sarapan, mereka dikejutkan oleh kehadiran Luki. "Selamat pagi!

"Luki! kapan kamu sampai Bro?" tanya Arif kepada sahabatnya yang tiba-tiba muncul

"Aku tiba jam dua malam tadi dan langsung memesan kamar di sini." jawab Luki sambil duduk disebelah Arif

Maya tersenyum lebar. "Luki! Senang kamu bisa datang. Bagaimana perjalananmu?"

"Melelahkan karena perjalanan jauh, tapi jangan khawatir, aku langsung tidur begitu sampai. Siap untuk petualangan?" jawab Luki dengan semangat.

Mereka berbincang santai sambil menikmati sarapan, membahas hal-hal ringan seperti rencana perjalanan mereka dan cuaca hari itu. Tiba-tiba, Dika muncul dan menyapa mereka. "Hei, Maya! Apa kabar? Apa yang kamu lakukan di sini?"

Maya kaget. "Dika? kok Kamu di sini?"

Dika tersenyum lebar dan berpura-pura untuk melancarkan rencana buruknya. "oh, Aku ada urusan bisnis di sekitar sini dan menginap di hotel ini sudah dua hari."

Arif menatap Dika dengan curiga. "Kebetulan sekali, ya?"

Dika mengabaikan nada sinis Arif dan melanjutkan, "Jadi, kalian sedang apa di sini?"

"Kepo banget si jadi orang, mau tau urusan orang aja" celetuk Arif kepada Dika yang nampak kesel kehadirannya.

"Nanya aja kali, gak usah nyolot gitu" jawab Dika dengan sinis kepada Arif untuk memancing emosinya.

"sudah-sudah, apaan si kalian kaya anak kecil aja" ucap Maya yang nampak sedikit kesal kepada mereka berdua. "Sebenarnya kita disini hanya ingin mendaki gunung senja aja" lanjut Maya menjawab pertanyaan Dika.

"wah keliatannya seru nih mendaki gunung" pancing Dika kepada Maya.

"serulah masa seru donk" lagi-lagi Arif menimpalnya

"biasa aja kali, lagian sepengalaman saya mendaki gunung itu, timnya tidak boleh hanya berdua" jawab Dika agar mereka berpikir lebih dan mengajaknya.

"Sok tau Luh kayak Dukun" kata Arif yang mukanya suda kesal.

"emang iya kan, coba aja kesanah" jawab Dika dengan senyum tipis kepada Maya.

Maya berpikir sejenak. Maya lalu memberanikan diri untuk menjelaskan. "emang benar yang kamu katakan Dika, Sebenarnya, kami mau mendaki Gunung Senja untuk mencari harta karun."

Arif, yang sedang minum air putih, tersedak mendengar penuturan Maya. "apa!" serunya.

Maya menginjak kaki Arif di bawah meja, memberikan isyarat agar Arif membiarkannya. "Kami sedang mencari tambahan orang untuk mendaki. Bagaimana kalau kamu ikut bergabung, Dika?, itu juga kalau kamu tertarik" tanya Maya.

Arif mengusap kakinya yang sakit sambil menatap Maya dengan tatapan protes, tetapi akhirnya mengangguk setuju. "Baiklah, kalau Maya menginginkannya."

Dika tersenyum lebar dengan wajah kemenangannya. "Tentu, aku akan senang sekali bisa ikut mendaki denganmu maya."

"bukan sama Maya doank, sama kita-kita juga kali" timpal Arif yang muak melihat senyumnya kepada Maya

Luki, yang mengamati dari tadi, merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan Dika. Namun, dia memilih untuk diam dan berjaga-jaga.

Setelah selesai sarapan, mereka berkumpul di kamar Arif untuk merencanakan perjalanan. Arif membuka peta dan mulai menjelaskan. "Kita akan mengikuti jalur ini untuk mencapai lokasi harta karun. Kita butuh membawa barang-barang penting seperti air, makanan, dan alat navigasi."

Maya menambahkan, "Jangan lupa bawa pakaian hangat. Cuaca di puncak bisa sangat dingin serta tenda untuk kita beristirahat."

Dika tampak senang dengan senyum tipis dia mengatakan. "Ini akan jadi petualangan yang seru!"

Luki hanya tersenyum tipis, dalam hatinya tetap waspada. "Aku akan menghubungi teman-temanku untuk berjaga-jaga dari kejauhan," pikirnya. "Kita harus hati-hati dengan Dika."

Setelah berdiskusi panjang, mereka memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan pukul satu siang. Masing-masing kembali ke kamar mereka untuk mempersiapkan diri.

Luki, dengan insting detektifnya, menghubungi beberapa bawahnya untuk ikut berjaga-jaga. "halo, aku butuh bantuan kalian, saya sekarang berada di gunung senja dan akan mendaki gunung itu"

"baik, Pak. kami akan segera berangkat" kata bawahnya.

"aku akan terus mengirimkan lokasi keberadaan kita. dan tanda merah disetiap tempat yang kita lewati, Jika ada hal yang membahayakan keselamatan kita, kalian harus segera bertindak."

"Siap..Pak"

disamping itu juga Dika telah menyusun rencana dengan anak buahnya untuk mencelakakan mereka dan mengambil alih harta karun.

Pada pukul satu siang, mereka berkumpul di titik kumpul dekat pintu masuk pendakian. Sebelum masuk, mereka berdoa bersama dan bersorak untuk menyemangati diri.

"Semoga kita berhasil," kata Arif dengan penuh harapan.

Maya mengangguk. "Kita pasti bisa. Ayo, teman-teman!"

Mereka mulai mendaki dengan semangat baru, meskipun dalam hati masih ada keraguan dan kewaspadaan terhadap Dika, ditambah dengan gunung senja yang terkenal angker. Namun, petualangan ini baru saja dimulai, dan mereka harus siap menghadapi segala tantangan yang ada di depan.

Related chapters

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 8: Derai Hujan

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus berjalan dengan semangat. Meskipun perjalanan baru saja dimulai. Namun, cuaca di pegunungan sulit diprediksi. Langit yang semula cerah mulai mendung, dan dalam waktu singkat, hujan turun dengan deras. “Kita harus cari tempat berteduh!” teriak Maya, berusaha keras agar suaranya terdengar di tengah derasnya hujan. Dia melihat sebuah gubuk tua tidak jauh dari tempat mereka berdiri. “Ayo, ke gubuk itu!” Mereka segera bergerak menuju gubuk yang terlihat, tapi jalanan yang licin dan berlumpur membuat langkah mereka berat. Arif menggenggam tangan Maya, memastikan dia tidak tergelincir. “Kamu baik-baik saja?” tanya Arif, suaranya penuh perhatian. “Iya, aku baik-baik saja. Terima kasih,” jawab Maya, tersenyum meski wajahnya basah kuyup. Di belakang mereka, Dika yang berada di depan Luki, tiba-tiba terjatuh. Hujan semakin deras, membuat Maya dan Arif yang berada di depan tidak menyadari kejadian tersebut. “Aduh!” keluh Dika, kesakitan. Luki segera m

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 9: Melanjutkan Perjalanan

    "Huuftt... Akhirnya kita selamat kali ini, kita harus tetap waspada" kata Arif yang coba mengatur nafas. Tiba-tiba Dika datang dan berteriak"woy... Tungguin!" “Dika, kemana aja, lama amat kembalinya. Kita udah ribut-ribut di sini, kamu malah baru muncul,” keluh Arif dengan nada kesal. Dika mencoba terlihat tidak bersalah. “Sorry, bro. Perut gue benar-benar nggak bisa diajak kompromi tadi, emang ada apa si?” Maya, yang tadinya cemas, kini merasa lega melihat mereka semua baik-baik saja. “Ya sudah, yang penting kita semua selamat.” Luki hanya diam sambil tetap waspada. Dia tahu Dika punya rencana licik, tapi dia memilih untuk tidak memancing masalah sekarang. Hari mulai beranjak sore, dan mereka sadar perlu mencari tempat untuk beristirahat. “Kita harus segera cari tempat buat mendirikan tenda. Hari sudah mulai gelap,” kata Luki. “Ayo kita cari tempat yang agak luas dan aman,” jawab Maya sambil melihat sekitar. Mereka berjalan menyusuri jalur setapak hingga menemukan s

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 10: Hujan Badai

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus melangkah menuju puncak gunung, kabut tebal mulai menyelimuti perjalanan mereka, membuat jarak pandang semakin terbatas. Mereka dengan hati-hati dalam langkah kakinya agar tidak tersesat atau terjatuh.“Kalian harus hati-hati!, jalanan ini sangat licin,” kata Arif sambil mengingatkan teman-temannya.“Iya, kita harus lebih waspada,” timpal Maya sambil memegang erat tasnya.Langkah demi langkah mereka lakukan, tiba-tiba di tengah perjalanan, Maya, Luki, dan Dika terjatuh ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam. "Aaaaaaa" terikat mereka yang terperosok dalam lubang yang cukup dalam.Memang, itu adalah jebakan yang dibuat oleh anak buah Dika untuk menjebak mereka. Entah kenapa mereka tidak langsung datang dan mengepung mereka, ataukah karena kabut yang sangat tebal sehingga merekapun susah untuk melangkah.“Arif! Tolong! Kita terjatuh!” teriak Maya dengan panik.Arif yang berada sedikit lebih jauh di depan, segera berbalik dan berlari ke arah suara Maya.

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 11: Mimpi Dalam Gua

    Arif dan Luki duduk berjaga-jaga di depan gua yang lembab, menikmati teh hangat di sore hari yang dingin. Hujan badai semalam telah mengguyur mereka tanpa ampun saat mereka mendaki Gunung Senja. Kini, Maya, sahabat kecil mereka yang pemberani, terbaring tak berdaya di sudut gua, suhu tubuhnya panas karena demam dan pingsan akibat terjatuh.Arif memandang Maya dengan penuh kekhawatiran. Dia menyeka keringat di dahi Maya dan mengganti kompres di keningnya dengan kain baru yang sudah direndam air dingin. "Luki, aku tak bisa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat sangat lemah," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Luki, yang duduk tidak jauh dari sana, mengangguk. "Jangan khawatir, Arif. Kita semua di sini untuk memastikan Maya baik-baik saja. Dia selalu kuat," jawabnya sambil mengaduk teh dalam cangkirnya."Tapi kita harus tetap waspada," balas Arif. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini."Luki meletakkan cangkirnya dan menatap Arif dengan serius. "Aku mengerti. Kita harus

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 12: Cinta Yang Tumbuh Di Gunung Senja

    Arif dan Luki memperhatikan pria itu dengan seksama. "Nama Bapak siapa?" tanya Luki. "Saya Rahman. Saya dari kota Jayakarta. Saya ikut rombongan pendaki, tapi terpisah saat badai kemarin," jawabnya. "oh, iya memang badai kemarin itu sangat besar sekali, Pak Rahman" ucap Arif yang membenarkan perkataannya, "pak mohon maaf, kami tidak bisa berlama-lama, kami sebenarnya sedang dalam misi penting. Kami tidak bisa meninggalkan lokasi ini, tapi kami bisa membantu Anda kembali ke jalur pendakian," kata Arif dengan sopan "Terima kasih, Mas. Saya mengerti. Mungkin bisa memberi saya petunjuk arah saja," Pak Rahman berkata sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Luki segera mengambil peta dan menunjukkan jalur yang mereka lewati. "Pak, dari sini, Bapak bisa turun melalui jalur ini. Ini lebih aman dan lebih dekat ke basecamp," jelas Luki. "Baik, terima kasih banyak atas bantuannya," kata Pak Rahman sambil berusaha bangkit. "Semoga misi kalian sukses." "Semoga selamat sampai tujuan,

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 13: Jebakan mematikan Dika

    "Besok kita akan melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Senja. Kita hampir sampai," jawab Arif dengan semangat. "Aku yakin kita akan mencapai puncak dan menemukan harta karun yang kita cari." Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak sabar untuk melihat pemandangan dari puncak. Dan yang lebih penting, aku tidak sabar untuk berbagi momen itu dengan kalian." Luki mengangkat cangkirnya. "Untuk perjalanan kita, persahabatan, dan cinta yang kita temukan di sepanjang jalan." Mereka bertiga bersulang, merayakan kebersamaan dan petualangan yang telah mereka lalui. Di tengah malam yang tenang, mereka merasakan keajaiban persahabatan dan cinta yang mengikat mereka. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk masuk ke tenda dan beristirahat. Maya merasa sangat lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dia berbaring di dalam tenda, merasa nyaman di dekat Arif dan Luki. "Selamat malam, Arif, Luki," kata Maya dengan suara lembut. "Selamat malam, Maya," jawab Arif sambil me

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 14. Ujian ketangkasan dan Cinta

    Melihat pertarungan yang terjadi di depan mata, Maya, Arif, dan Luki merasa jantung mereka berdegup kencang. Anak buah Luki yang terluka segera diobati oleh rekannya, sementara yang lain memastikan tidak ada lagi ancaman di sekitar mereka. Maya memandang Arif dengan mata penuh kekhawatiran dan memeluknya, "apakah kita bisa melewati rintangan ini, Arif?", tanya Maya dengan sedih dalam dekapan Arif tapi Arif mengangguk menenangkan, "tenang Maya, kita pasti akan bisa melewati rintangan ini dengan baik" kata Andi sambil mengusap kepala Maya. Setelah anak buah Luki memastikan area benar-benar aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Matahari mulai merangkak naik, menunjukkan bahwa mereka harus segera mencapai tujuan sebelum malam tiba lagi. Perjalanan mereka semakin berat, dengan jalan yang semakin terjal dan bebatuan yang licin. Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka tahu bahwa di balik setiap rintangan, ada harta karun yang menunggu, bukan hanya dalam bentuk ma

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 15: Tanda Bahaya

    Arif berlari kembali ke arah Maya, menangkap tangannya sebelum dia jatuh. “Dapat,” katanya sambil menariknya kembali ke tempat aman. Maya memeluk Arif erat-erat. “Terima kasih. Hampir saja aku terjatuh.” Luki menyeberang terakhir, memastikan tidak ada lagi papan yang rapuh dan mengajak yang lainnya berjalan lebih cepat, akhirnya. “Kita berhasil,” katanya saat mereka semua sudah berada di sisi lain. Namun, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan lantai berjubel mosaik warna-warni. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pintu batu besar yang terlihat sangat kuno. “Lantai ini pasti jebakan,” kata Luki. “Kita harus mencari pola yang benar untuk sampai ke pintu itu.” Arif memperhatikan pola di lantai, mencoba mencari tahu. “Ini seperti teka-teki,” katanya. “Kita harus menginjak hanya pada warna tertentu.” Maya, yang memiliki ingatan visual yang kuat, memperhatikan mosaik dengan cermat. “Aku pikir kita harus menginjak warna biru dan kuning saja,” katan

Latest chapter

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 17: Keromantisan Maya dan Arif

    Setelah makan siang yang hangat dan penuh canda tawa, Luki memeriksa jam di pergelangan tangannya. "Maaf teman-teman, aku harus kembali ke kantor. Ada beberapa kasus narkoba yang harus aku tangani," katanya, berdiri dari kursinya. Maya mengangguk memahami. "Terima kasih sudah menemani kita, Luki. Hati-hati di jalan." Luki tersenyum dan mengangguk. "Pasti, Maya. Kalian juga hati-hati. Arif, jaga Maya baik-baik," katanya dengan nada serius namun hangat. "Tenang saja, Luki. Aku akan menjaga Maya," balas Arif dengan tersenyum. Luki melambaikan tangan dan berjalan keluar dari kafe, meninggalkan Arif dan Maya yang masih duduk menikmati momen mereka. Setelah Luki pergi, Arif mengalihkan pandangannya kepada Maya. "Bagaimana kalau kita pergi ke pantai? Aku ingin menghabiskan waktu berdua denganmu." Maya tersenyum dan mengangguk. "Tentu, aku juga ingin menghabiskan waktu bersamamu," katanya dengan nada lembut. Mereka kemudian menuju pantai yang tidak jauh dari desa mereka. Sesampainya di

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 16: Jadian

    Maya, Arif dan Luki turun dari gunung senja itu, meninggalkan kekecewaan yang sangat luar biasa karena peti harta Karun yang mereka dapatkan susah payah diambil oleh Dika sang penghianat. "aku tidak menyangka hal ini akan terjadi", kata Maya yang sedih. "sudahlah Maya jangan sedih, aku tahu kamu nampak kecewa, begitupun aku dan Luki", kata Arif yang mencoba menenangkannya. "betul, Maya, perjuangan kita belum berakhir, kita akan rebut kembali peti harta Karun itu, dan aku akan pastikan mereka akan menyesal" ucap Luki yang juga kecewa dan kesal. "tuan Luki, lebih baik kita gunakan jalur pendaki untuk turun dari tempat ini, agar lebih cepat" ucap salah satu anak buahnya yang memberikan idenya. "benar, Maya, Arif kita gunakan jalur pendaki saja biar cepat turun dari sini" jawab Luki kepada anak buahnya dan juga memberikan saran kepada Maya dan Arif. "ayo kita turun melalui jalur itu, agar cepat sampai kebawah" ajak Maya yang memutuskan untuk mengikuti saran dari anak buahnya

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 15: Tanda Bahaya

    Arif berlari kembali ke arah Maya, menangkap tangannya sebelum dia jatuh. “Dapat,” katanya sambil menariknya kembali ke tempat aman. Maya memeluk Arif erat-erat. “Terima kasih. Hampir saja aku terjatuh.” Luki menyeberang terakhir, memastikan tidak ada lagi papan yang rapuh dan mengajak yang lainnya berjalan lebih cepat, akhirnya. “Kita berhasil,” katanya saat mereka semua sudah berada di sisi lain. Namun, perjalanan mereka belum berakhir. Mereka tiba di sebuah ruangan besar dengan lantai berjubel mosaik warna-warni. Di tengah ruangan, terdapat sebuah pintu batu besar yang terlihat sangat kuno. “Lantai ini pasti jebakan,” kata Luki. “Kita harus mencari pola yang benar untuk sampai ke pintu itu.” Arif memperhatikan pola di lantai, mencoba mencari tahu. “Ini seperti teka-teki,” katanya. “Kita harus menginjak hanya pada warna tertentu.” Maya, yang memiliki ingatan visual yang kuat, memperhatikan mosaik dengan cermat. “Aku pikir kita harus menginjak warna biru dan kuning saja,” katan

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 14. Ujian ketangkasan dan Cinta

    Melihat pertarungan yang terjadi di depan mata, Maya, Arif, dan Luki merasa jantung mereka berdegup kencang. Anak buah Luki yang terluka segera diobati oleh rekannya, sementara yang lain memastikan tidak ada lagi ancaman di sekitar mereka. Maya memandang Arif dengan mata penuh kekhawatiran dan memeluknya, "apakah kita bisa melewati rintangan ini, Arif?", tanya Maya dengan sedih dalam dekapan Arif tapi Arif mengangguk menenangkan, "tenang Maya, kita pasti akan bisa melewati rintangan ini dengan baik" kata Andi sambil mengusap kepala Maya. Setelah anak buah Luki memastikan area benar-benar aman, mereka melanjutkan perjalanan dengan lebih waspada. Matahari mulai merangkak naik, menunjukkan bahwa mereka harus segera mencapai tujuan sebelum malam tiba lagi. Perjalanan mereka semakin berat, dengan jalan yang semakin terjal dan bebatuan yang licin. Namun, semangat mereka tidak goyah. Mereka tahu bahwa di balik setiap rintangan, ada harta karun yang menunggu, bukan hanya dalam bentuk ma

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 13: Jebakan mematikan Dika

    "Besok kita akan melanjutkan perjalanan menuju puncak gunung Senja. Kita hampir sampai," jawab Arif dengan semangat. "Aku yakin kita akan mencapai puncak dan menemukan harta karun yang kita cari." Maya tersenyum dan mengangguk. "Aku tidak sabar untuk melihat pemandangan dari puncak. Dan yang lebih penting, aku tidak sabar untuk berbagi momen itu dengan kalian." Luki mengangkat cangkirnya. "Untuk perjalanan kita, persahabatan, dan cinta yang kita temukan di sepanjang jalan." Mereka bertiga bersulang, merayakan kebersamaan dan petualangan yang telah mereka lalui. Di tengah malam yang tenang, mereka merasakan keajaiban persahabatan dan cinta yang mengikat mereka. Setelah beberapa saat, mereka memutuskan untuk masuk ke tenda dan beristirahat. Maya merasa sangat lelah, tetapi hatinya penuh dengan kebahagiaan. Dia berbaring di dalam tenda, merasa nyaman di dekat Arif dan Luki. "Selamat malam, Arif, Luki," kata Maya dengan suara lembut. "Selamat malam, Maya," jawab Arif sambil me

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 12: Cinta Yang Tumbuh Di Gunung Senja

    Arif dan Luki memperhatikan pria itu dengan seksama. "Nama Bapak siapa?" tanya Luki. "Saya Rahman. Saya dari kota Jayakarta. Saya ikut rombongan pendaki, tapi terpisah saat badai kemarin," jawabnya. "oh, iya memang badai kemarin itu sangat besar sekali, Pak Rahman" ucap Arif yang membenarkan perkataannya, "pak mohon maaf, kami tidak bisa berlama-lama, kami sebenarnya sedang dalam misi penting. Kami tidak bisa meninggalkan lokasi ini, tapi kami bisa membantu Anda kembali ke jalur pendakian," kata Arif dengan sopan "Terima kasih, Mas. Saya mengerti. Mungkin bisa memberi saya petunjuk arah saja," Pak Rahman berkata sambil mengusap dahinya yang berkeringat. Luki segera mengambil peta dan menunjukkan jalur yang mereka lewati. "Pak, dari sini, Bapak bisa turun melalui jalur ini. Ini lebih aman dan lebih dekat ke basecamp," jelas Luki. "Baik, terima kasih banyak atas bantuannya," kata Pak Rahman sambil berusaha bangkit. "Semoga misi kalian sukses." "Semoga selamat sampai tujuan,

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 11: Mimpi Dalam Gua

    Arif dan Luki duduk berjaga-jaga di depan gua yang lembab, menikmati teh hangat di sore hari yang dingin. Hujan badai semalam telah mengguyur mereka tanpa ampun saat mereka mendaki Gunung Senja. Kini, Maya, sahabat kecil mereka yang pemberani, terbaring tak berdaya di sudut gua, suhu tubuhnya panas karena demam dan pingsan akibat terjatuh.Arif memandang Maya dengan penuh kekhawatiran. Dia menyeka keringat di dahi Maya dan mengganti kompres di keningnya dengan kain baru yang sudah direndam air dingin. "Luki, aku tak bisa tenang melihatnya seperti ini. Dia terlihat sangat lemah," katanya, suaranya penuh kekhawatiran.Luki, yang duduk tidak jauh dari sana, mengangguk. "Jangan khawatir, Arif. Kita semua di sini untuk memastikan Maya baik-baik saja. Dia selalu kuat," jawabnya sambil mengaduk teh dalam cangkirnya."Tapi kita harus tetap waspada," balas Arif. "Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di sini."Luki meletakkan cangkirnya dan menatap Arif dengan serius. "Aku mengerti. Kita harus

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 10: Hujan Badai

    Maya, Arif, Luki, dan Dika terus melangkah menuju puncak gunung, kabut tebal mulai menyelimuti perjalanan mereka, membuat jarak pandang semakin terbatas. Mereka dengan hati-hati dalam langkah kakinya agar tidak tersesat atau terjatuh.“Kalian harus hati-hati!, jalanan ini sangat licin,” kata Arif sambil mengingatkan teman-temannya.“Iya, kita harus lebih waspada,” timpal Maya sambil memegang erat tasnya.Langkah demi langkah mereka lakukan, tiba-tiba di tengah perjalanan, Maya, Luki, dan Dika terjatuh ke dalam sebuah lubang yang cukup dalam. "Aaaaaaa" terikat mereka yang terperosok dalam lubang yang cukup dalam.Memang, itu adalah jebakan yang dibuat oleh anak buah Dika untuk menjebak mereka. Entah kenapa mereka tidak langsung datang dan mengepung mereka, ataukah karena kabut yang sangat tebal sehingga merekapun susah untuk melangkah.“Arif! Tolong! Kita terjatuh!” teriak Maya dengan panik.Arif yang berada sedikit lebih jauh di depan, segera berbalik dan berlari ke arah suara Maya.

  • Cinta Dalam Kilauan Senja   Bab 9: Melanjutkan Perjalanan

    "Huuftt... Akhirnya kita selamat kali ini, kita harus tetap waspada" kata Arif yang coba mengatur nafas. Tiba-tiba Dika datang dan berteriak"woy... Tungguin!" “Dika, kemana aja, lama amat kembalinya. Kita udah ribut-ribut di sini, kamu malah baru muncul,” keluh Arif dengan nada kesal. Dika mencoba terlihat tidak bersalah. “Sorry, bro. Perut gue benar-benar nggak bisa diajak kompromi tadi, emang ada apa si?” Maya, yang tadinya cemas, kini merasa lega melihat mereka semua baik-baik saja. “Ya sudah, yang penting kita semua selamat.” Luki hanya diam sambil tetap waspada. Dia tahu Dika punya rencana licik, tapi dia memilih untuk tidak memancing masalah sekarang. Hari mulai beranjak sore, dan mereka sadar perlu mencari tempat untuk beristirahat. “Kita harus segera cari tempat buat mendirikan tenda. Hari sudah mulai gelap,” kata Luki. “Ayo kita cari tempat yang agak luas dan aman,” jawab Maya sambil melihat sekitar. Mereka berjalan menyusuri jalur setapak hingga menemukan s

DMCA.com Protection Status