"Jangan pernah mengkhawatirkan hubungan yang belum pasti ujungnya, tetapi khawatirlah pada hubunganmu dengan Tuhan, jangan sampai ada jarak yang membentang, hingga akhirnya engkau dilupakan."
***
Laki-laki dengan sweater putih gading tengah terduduk di single sofa dalam bilik bernuansa hitam putih. Kedua manik legamnya menatap layar ponsel yang menampilkan bekas panggilan dari seseorang dengan nama ‘Cinderella’. Terdapat satu panggilan masuk dari gadis tersebut, beberapa sisanya adalah panggilan keluar dan tak terjawab yang dari beberapa minggu lalu sebelum jarak perlahan membentang di antara mereka.
Mengembuskan napas pelan, laki-laki itu menaruh ponsel ke nakas, terdapat di sisi kanan sofa. Beralih meraih bingkai hitam berukuran 10x15 berisi sketsa wajah laki-laki berkacamata, lengkap dengan senyum lebarnya. Sketsa tersebut adalah Alka yang waktu itu berumur 17 tahun. Salah satu ibu jarinya mengelus tulisan
"Tak selamanya rahasia bersembunyi di balik tabir. Ada waktu di mana Tuhan akan menyingkapnya, sekalipun ada yang menginginkannya untuk tetap menjadi rahasia. Namun, mungkin saja hal yang 'tiada, tetapi ada' itu menjadi benang merah di kemudian hari."***Stella menduduki kursi, masih dengan pandangan was-was ke arah luar. Rella masih di sana untuk beberapa saat, hingga akhirnya mulai berjalan menjauhi area parkiran. Saat itu juga, napas Stella mengembus lega."Sebegitu takutnya kamu ketauan sama Cinderella?"Pertanyaan bernada sindiran itu membuat Stella memalingkan tatap ke arah laki-laki yang baru saja duduk selepas memesan minuman, tampak anteng dengan tangan bersedekap depan dada. Berdehem, gadis itu berujar, "Ya ... lo tau sendiri, 'kan, gue itu sahabatnya dan ... lo juga tau dia suka sama lo. Gue nggak mau, lah, Ella sampai salah paham dan persahabatan kami jadi ambyar."Sebuah senyum a
"Gemuk memang bukan narapidana, bukan pula durjana. Gemuk memang tak selemanya buruk, tetapi ketika ia dihadirkan secara sengaja, itulah gambaran dari ketamakan dan justru dibenci Tuhan."***"Lagi?" tanya Rella ketika Stella yang tengah fokus menyetir, memberitaukan pasal ia yang tidak bisa tidur di kosan malam ini, melainkan di rumah--lagi."Iya, keadaan mama belum pulih banget soalnya. Lo nggak pa-pa, 'kan, tidur sendirian lagi?""Tidak apa-apa, sih," balas Rella. Hening beberapa saat, ia kembali bersuara, "eh, aku pengin tau juga sama keadaan tante. Bisa, tidak, sekalian ikut mampir ke rumah kamu? Kalau masalah pulangnya, nanti aku bisa pesan ojol atau taksi online."Seketika wajah Stella berubah tegang. "Eu ... Bukannya nggak boleh,nih, El, tapi kata dokter yang ngobatin mama, jan
"Seseorang yang mencintaimu akan melangkah ke depan apabila ia tahu, bahwa masih ada kesempatan untuk berjuang. Namun, ia akan mundur ketika Tuhan menutup pintu kesempatan itu, semisal di hatimu sudah ada tambatan atau mungkin ... sudah ada yang melamar."***Penjelasan Abil sejenak mengalihkan perhatian Rella terhadap pesan membingungkan yang bahkan lebih membingungkan dari rumus kimia, fisika, tidak terlinggal matematika yang soalnya selalu beranak pinak. Ah, memikirkan apa sih, Rella ini? Menggaruk pelipisnya, gadis itu memperbaiki posisi duduk sembari mengusahakan alam sadarnya untuk tetap berada di cafe J."Jadi kalian nggak usah khawatir, karena bokap gue nggak bersikap kayak yang kalian pikir," jelas Abil selepas bercuap-cuap pasal sang papa. Jujur saja, ia merasa seperti tengah diwawancarai oleh reporter sekarang.Stella berembus lega. "Syukur, deh, Kak, tapi maaf banget, ya, aku udah mikir yang enggak
"Kebohongan tanpa alasan untuk kebaikan adalah awal dari kehancuran, sebab apabila keburukan terus menerus dipupuk dengan keburukan, maka akan menghasilkan kebinasaan."***Jam yang melingkar di pergelangan kiri Alka menunjukkan pukul 02.55 siang. Sebentar lagi menuju jam 3, tetapi kemacetan di jalan yang sudah dekat dengan bandara belum juga melonggar. Membuang napas gusar, kini kaki berbalut pantofel hitam itu mengetuk-etuk permukaan mobil. Sementara, klakson demi klakson saling bertimpalan tidak sabar.Tepat pukul 03.00, kemacetan pun berakhir dengan Alka yang menghela napas lega, lalu lekas menancap gas lebih dalam. Selang sepuluh menit, ia sampai di tempat tujuan dan beranjak setelah memarkir kendaraan.Suasana bandara tampak ramai orang berlalu lalang, membuat Alka kesusahan mencari keberadaan dua orang yang sekarang tengah ia jemput--terpaksa. Hingga seorang wanita paruh baya dengan kardigan biru langit sepanjang lutut tampak berd
"Suatu hari, akan ada masa di mana hati yang berusaha melupa seseorang demi terhindar dari melupa sang Kuasa, akan didekatkan dengan sosok yang ia cinta dan mencintainya Lillahi Taala."***"Serius, kamu mau kuliah, An?"Gadis yang tengah diajak berbincang tersebut menghentikan kegiatan membuat digital ilustration bentuk wajah pria pada sebuah tab. Pandangan Anna beralih ke sang mama yang berdiri di samping kursinya. "Kenapa enggak, Ma? Lagi pula, Papa yang biayai, 'kan?" Pena di antara jempol dan telunjuknya kembali dimainkan dengan sorot fokus pada layar."Tapi, kamu udah mau dua puluh tahun, loh, apa nggak malu sama teman-teman kuliah kamu nanti?"Anna lagi-lagi menghentikan kegiatannya, lalu menghela napas panjang. "Buat apa malu, Ma? Kuliah itu nggak mandang usia, yang umurnya melebihi aku juga ada, bahkan yang udah jadi nenek-nenek, kuliah, Ma. Jadi umur itu bukan tolak ukur. Banyak, kok, yang gap year selama puluha
"Bagian dari takdir Allah yang kusyukuri adalah, bisa dipertemukan denganmu."***Alka mengembuskan napas panjang nan berat. Sedari tadi kakinya bergerak gelisah, mondar-mandir tidak karuan sembari menunggu Rella siuman. Hampir lima belas menit gadis itu terpejam dan terbaring di brankar.Mengetahui fakta tentang riwayat hipertensi dan kolesterol tinggi pada Rella, kian membuat Alka cemas. Bagaimana bisa gadis itu menjalani hari-harinya dalam keadaan tidak baik-baik saja? Kembali membuang napas, Alka menghentikan kegiatan dan bersedekap depan dada sembari mengamati wajah polos Rella.Tangan kanannya terulur ke bawah, seperti hendak menyentuh wajah Rella. Namun, jarak satu jengkal, Alka segera menarik tangan, menciptakan sebuah genggaman. Kenapa ia jadi lupa komitmen sendiri untuk menaati aturan agama ketika berada di dekat Rella? Tidak boleh dibiarkan."Astagfirullah ... Tahan, Alka ... tahan ...." Memejamkan mata s
"Lihatlah, dua orang itu kini tengah menyimpan perasaan satu sama lain tanpa berani mengungkapkan, sebab belum siap dihadapkan dengan ribuan tentangan."***"Jangan lupa, besok pagi-pagi kamu sudah mulai berolahraga. Jangan lupa juga untuk menjaga pola makan."Pesan Alka ketika perjalanan menuju kosan seolah melekat erat di ingatan Rella, membuatnya mesem-mesem sembari menatap langit-langit dengan tubuh telentang berbalut selimut pada ranjang. Apalagi kalau mengingat ucapan dokter Anisa ketika menyinggung Alka sebagai seorang suami untuk memberi semangat padanya yang tentu saja dikira sebagai istri.Memekik tertahan, Rella menarik selimut hingga menutupi wajahnya. Ia merasa Tuhan menjodohkannya dengan Alka saat itu juga. Oh, hari dan malam tak terlupakan dan penuh debaran.***Selepas salat Subuh, Rella gegas bersiap untuk lari pagi. Selama ini, ia tidak pernah kepikiran untuk menjalani rutinitas seperti sekarang, ter
"Dari Abi Hurairah Radiallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, "Siapa lupa ketika puasa lalu dia makan atau minum, maka teruskan saja puasanya. Karena sesungguhnya Allah telah memberinya makan dan minum." (HR Bukhari dan Muslim)."***"Ini rumah salah satu mahasiswa jurusan Fashion Design yang saya kenal, kebetulan dulu waktu masih menjadi asisten dosen, saya pernah ke rumahnya dan kami cukup akrab sampai sekarang," tutur Alka setelah sampai di depan gerbang rumah setinggi dada berwarna putih."Oo ... Kak Beno jurusan Fashion Design semester enam, yang tahun lalu dapat peringkat pertama Fashion Design Competition itu, 'kan, Pak? Saya kenal orangnya," balas Rella manggut-manggut."Iya, benar. Itu orangnya."Sosok laki-laki berkaos hitam keluar dari pintu ganda, berjalan ke arah dua orang itu seraya mengulas senyum ramah, lalu membuka gerbang. "Bapak sudah selesai jogging?" tanyanya, diangguki Alka, "mari, Pa