"Aku tidak tahu cara menemukan alasan untuk tiba-tiba menggugat cerai istriku sendiri, apa kau pikir mereka akan membiarkanku melakukan itu begitu saja tanpa membuat diri ini babak belur atau bahkan mati? kau sudah gila....""Terserah, pokoknya pilih saja, mendekam di penjara karena sudah mencelakakan orang, atau cerai hidup!""Oh, arrrgggg..."Dia menggeram lalu mematikan telepon begitu saja. Melihat sikapnya yang seperti itu Aku hanya bisa tersenyum puas sambil kembali melanjutkan pekerjaanku."Hari ini aura Mbak Nadira beda ya goda Mbak Vina yang saat itu sedang menyetrika uap beberapa dress." Ah, tidak juga.""Tapi sepertinya percakapan barusan membangkitkanmu, secara tidak sengaja aku mendengar beberapa penggalan kalimat yang kau ucapkan, jadi aku seakan-akan bisa menyimpulkan apa yang terjadi, maaf kalau lancang," ujarnya."Ya, ini aku sudah tahu siapa pelakunya dan aku minta pelaku untuk memilih satu keadaan di mana konsekuensinya sama-sama berat.""Siapa sih pelakunya kok teg
Sebenarnya apa yang terjadi itu serba salah untuknya, karena dengan demikian dia semakin terlihat memiliki akal dan tingkah laku yang busuk. Dengan membuktikan bahwa Mas Indralah yang telah menyusun rencana untuk mencelakakanku, kurasa tidak semua anggota keluarga Intan akan setuju dengan perbuatannya, pasti salah satu dari mereka juga akan kontra dan kurang senang dengan keputusan demikian.Karena kalau dipikir tidak semua orang punya pemikiran dan prinsip yang sama, dari kumpulan mereka-mereka yang membenciku pasti salah satunya tidak akan senang jika seseorang berbuat zalim terhadap orang lain. Mas Indra akhirnya menantangku, menantang keputusanku untuk memenjarakannya. Mas Indra tidak mau kehilangan sang istri karena itulah dia bersedia dengan resiko yang sudah diambilnya. Baiklah kalau demikian.*(Ini adalah kesempatan terakhirmu karena sebentar lagi aku akan segera ke kantor polisi.) ucapku via SMS keesokan harinya.(Apa maksudmu?)(Aku akan melapor,) balasku.(Kau sudah gi
Apa benar sikap gue yang sekarang adalah cerminan bahwa aku belum benar-benar merupakan mas Indra. Apa benar yang kulakukan adalah bukti bahwa aku masih tergila-gila padanya. Apakah yang kulakukan adalah bentuk obsesi agar pria itu terus terhubung denganku dan tidak bisa tenang dalam hidupnya? Apa untungnya bagiku.Mengapa aku masih mau saja berkomunikasi dengan orang yang sudah menyakiti diri ini sedemikian rupa. Sudah menyakiti dan berencana membunuh kini dia memfitnah diriku. Lengkap sudah alasan untuk melupakan diri yang sampai titik terdalam di mana aku benar-benar harus membuangnya dari hidupku. Lengkap sudah penderitaan yang dia berikan.(Jadi itu yang kau katakan kepada mereka tentang diriku?)(Ya, Aku harus bagaimana lagi. Tadinya aku setuju untuk menceraikan Intan tapi tiba-tiba kesadaranku kembali dan aku mulai mengetuk hatiku sendiri, Apakah aku bertanya apakah aku sebodoh ini mau saya jadi pelintir oleh seorang wanita yang sudah jadi mantan istri? Lalu kupilih untuk memba
Kasihan sekali...Itu adalah kalimat yang dia tuliskan di WhatsApp untukku. Dia bilang kasihan sekali karena aku tidak bisa menikmati hidupku karena harus berfokus untuk mencari uang dan menghidupi Ambar. Kedengarannya sangat memprihatinkan, tapi sebenarnya aku harus bangga pada diriku karena sejauh ia meninggalkanku aku dan anakku masih tetap makan. Kami tetap berpakaian dengan layak dan hidup kami baik-baik saja.Tuhan telah memberikan ujian dan sedikit demi sedikit aku meniti langkah untuk bisa menapaki semua itu. Aku tidak bisa mencemooh diriku hanya karena ucapannya yang mempengaruhi mental ini. Aku harus makan pada diriku dan menyemangati perasaan yang hampir jatuh ini."Akan kujadikan hinaannya sebagai motivasi untuk bekerja lebih giat dan menghasilkan banyak uang." Begitu tekadku.*Seperti biasa pagiku ditemani oleh mentari yang begitu cerah, kubuka jendela butik lalu membersihkan dan merapikan tempat itu sebelum orang-orang akan datang untuk bekerja. Kusapu halaman parkir
Akibat dari insiden yang terjadi, aku terlambat sampai di rumah ibu. Dari bawah aku terlambat datang Ibu terlihat gelisah di pintu gerbang. Ketika mendengar bunyi motorku mendekat wanita itu langsung tersentak dan berbinar saat memandang kami sudah sampai di rumah."Kok tumben lama banget ya...." "Ada sedikit kendala di jalan," jawabku sambil menghela nafas."Ada apa?""Mas Indra, ia berusaha mengejar dan menghadangku lalu ingin merebut Ambar setelah perdebatan kami.""Kenapa tidak diabaikan saja sih? kamu tahu sendiri kalau mereka itu hobi mencari gara-gara. Mereka senang membuat keributan sehingga menimbulkan alasan untuk bisa menyudutkan orang lain. Misi mereka mungkin adalah merebut Ambar jadi dengan cara apapun mereka akan lakukan.""Tidak akan kubiarkan itu terjadi ibu, aku akan mempertahankan anakku apapun caranya.""Sebaiknya Ambar tidak perlu dibawa bersamamu. Kau saja yang sementara ini pulang pergi ke rumah Ibu, karena tinggal sendirian seperti itu Ibu merasa mulai khawati
Menyaksikan keangkuhan, keputusan serta kesombongannya aku hanya bisa menghela nafas sambil memunguti barang-barang yang dia bawa. Kudorong pintu butik lalu masuk dan berniat membawanya ke ruang belakang."Kenapa itu tadi?" tanya Irma saat aku melewati dirinya."Mantan suami, dia datang mengantarkan susu dan perlengkapan anak.""Oh, tapi kenapa kalian terlihat bertengkar?""Tidak juga," balasku setengah enggan bercerita."Tunggu dulu." Irma memegang lenganku sampai menatap mata ini."Ya?""Kalau kau sudah baik-baik saja kau bisa cerita padaku," ucapnya dengan tatapan tulus."Uhm, dia hanya bilang ingin berhenti memberi nafkah untuk Ambar.""Kalau begitu Iya kan saja aku yakin kau pasti bisa menghidupi anakmu Dan memberinya kehidupan lebih layak, dibandingkan mengharapkan uang dari pria yang tidak bertanggung jawab itu.""Ya, juga sih, Mungkin aku yang terlalu banyak terjebak dalam keraguan dan kurang percaya diri untuk bisa memberikan kehidupan lebih baik pada anak.""Jangan terlalu
Nampaknya Semua orang belum bisa berdamai dengan kenyataan dan belum ingin melepaskan diri untuk bisa hidup dengan tenang dan damai. Sebenarnya apa sih yang mereka dapatkan dengan mencari gara-gara dan membuat masalah? Apakah itu serupa dopamin yang memberikan efek puas, bahagia dan tenang di dalam kepala. Ah, aku tak tahu.Sekali lagi ku perhatikan wajah wanita yang masih beringasan dan bersikeras minta ganti rugi padahal dia tidak membelinya dari cabang butik yang kukelola."Jika kau tidak menggantinya, maka aku akan membuatmu berurusan dan kesulitan.""Hei, dengar, aku hanya pengelola di tempat ini bukan pembuat gaun dan kau tidak pula membeli langsung kepadaku pakaian itu. Di sini tentu saja kami tidak bersalah. Kau beli di mana, komplain di mana?""Tapi sama saja kan, butik kalian pemiliknya satu dan produksinya juga di satu tempat, sebaiknya kamu mengganti uangku sebelum aku memviralkan peristiwa ini ke sosial media.""Silakan viralkan, Kami pikir kami akan takut dan gentar?
"Baik, mari kita coba."Senyum Ibu berbinar bahagia melihatku yang akhirnya mau setuju dengan usulan beliau yang ingin agar aku mulai membuka hati dan berkenalan dengan orang-orang baru. Tadinya aku menolak mentah-mentah semua ide tersebut karena masih merasa trauma dan memikirkan masa lalu yang pernah gagal, hingga membuat hati ini ketakutan untuk membuka hubungan baru."Memang harusnya begitu Nak, umurmu masih 27 tahun, kamu masih cantik dan seharusnya berada di puncak kebahagiaanmu, ayo lakukan sesuatu akan membuat dirimu senang dan bahagia.""Tentu, kupikir aku harus menikah karena dengan demikian beberapa orang tidak akan pernah mencemburui diri ini lagi.""Ya, terutama indra dan Intan."*Hari Minggu yang sudah ditetapkan untuk pertemuan keluargaku berkunjung ke keluarga Radit akhirnya datang. Aku kebetulan sedang libur bekerja, jadi bisa menyesuaikan jadwal dengan pertemuan itu. Kukenakan gamis panjang berwarna biru gelap, serta anakku kupakaikan gaun warna senada.Pukul 4 s
Alhamdulillah pesta berjalan lancar dan meriah, meski tadi sempat ada insiden seseorang ketumpahan sup, tapi tetap saja itu tidak menyurutkan euforia kebahagiaan pesta. Mungkin orang orang tidak terlalu terpengaruh atas musibah yang menimpa mantan maduku itu karena track recordnya yang jahat.Pada akhirnya dia sendiri akan menyadari bahwa perbuatannya selama ini menimbulkan kebencian dan kekecewaan banyak orang, bahkan bukan itu saja, orang orang mulai kehilangan simpati dan respect pada Intan.Buktinya tadi, tidak seorang pun memperdulikan intan meski mereka banyak berkerumun, hanya Mas Indra yang bantu membangunkan dia dan membawanya pergi, selebihnya para tamu kembali dengan kegiatan mereka larut dalam kemeriahan pesta.“Ayo pulang,” ucap Mas Radit menyadarkan lamunanku barusan, pesta sudah usai dan semua tamu sudah kembali, hanya tinggal anggota keluarga inti dan tim WO yang sedang membereskan sisa catering dan membersihkan tempat acara."Ayo pulang ke rumah kita," ujarnya, aku
Terlambat ya, kata yang paling tepat untuk Mas Indra menyadari semuanya, dia bilang aku berlian yang sudah dia tukar dengan batu biasa, kini berlian itu sudah akan jadi milik orang lain dan akan melanjutkan hidupnya dengan bahagia, memang sulit menerima kenyataan terlebih berdamai dengan kesalahan, tapi segala sesuatu memang harus diterima dengan lapang dada.*Minggu jam empat sore, sebulan kemudian.Keluarga Mas radit datang dengan iringan ramai dan tetabuhan rebana, mereka datang degan baju warna seragam dan paket hantaran yang tertata cantik dalam kotak akrilik yang dihiasi bunga dan pita. kami sekeluarga duduk saling mengelilingi dan beramah tamah akan rencana pernikahan kami yang harus sekali dalam waktu dekat.“Kami ingin segera tali pernikahan ini berlangsung agar kami bisa lega melihat radit dan Nadira bersatu, kami ingin anak anak hidup bahagia dan tenang sehiggga kita pun bisa ikut senang,” ujar ibunda Mas radit.“Bagaimana nadira?”“saya setuju.”“ALhmdulillah.” seluruh
"Jikalau kamu masih mengusik hidupku maka aku tidak akan segan-segan lagi untuk menyeretmu ke kantor polisi. Aku bahkan akan menghajarmu dan menelanjangimu di depan umum meski ada suamimu yang akan membelamu, aku sama sekali tidak akan takut dengannya." Katakan kalimat itu tadi pada wanita yang masih tersedu menahan pipinya yang sakit.Orang-orang terhenyak dengan apa yang terjadi, begitu pula dengan Mas Indra yang seolah kehilangan simpati pada istrinya. Jangankan untuk menolong membangunkan dan mengambil hatinya malah Mas Indra hanya berdiri saja sambil menatap wanita itu menangis tersedu.Sesudahnya, pulang diri ini dengan hati puas karena sudah mempermalukan intan sedemikian rupa. Lega karena dengan daying dua pulau terlewati, dengan satu pukulan dua sasaran dihempaskan. Satu masalah pada pekerjaan dan satu lagi masalah intan wanita gila itu.Heran sekali, karena sampai hari ini wanita itu tidak ada jera-jeranya menyakiti diri ini. Apakah dia lupa sewaktu aku mewakilinya dengan
"Mas, ayo kita ketemu," ucapku di telepon pada Mas Indra."Bertemu?" Pria itu terdengar ragu dan terdiam beberapa saat."Iya, ayo ketemu. Aku ada hal penting yang ingin kubicarakan," jawabku."Kenapa tidak bicara saja dari telpon?""Entahlah, aku ingin bertemu sekalian saja agar semua yang ingin kusampaikan itu terdengar jelas dan masuk akal.""Baiklah, kalau begitu tunggu jam pulang kerja, temui aku di resto seafood favorit kita dulu.""Baiklah," jawabku sambil mengakhiri panggilan.Sekitar pukul 05.00 sore aku sudah menunggu Mas Indra di restoran seafood yang kami bicarakan, sekitar 5 menit kemudian dia datang dan langsung menyambangiku yang sudah duduk di bangku paling sudut agar suasananya lebih tenang."Selamat sore, gimana kabarmu?""Baik Mas," jawabku pelan. Kuperhatikan dia, mengenakan kemeja abu abu dengan rambut yang dipotong dengan model baru, terlihat rapi dan tampan."Uhm, kira kira apa yang ingin kamu bicarakan?""Oh, begini, aku ingin jujur tentang apa yang terjadi bebe
Dua hari berlalu setelah kejadian Irma memarahiku. Suasana butik sedikit lengang tanpa canda tawa karena kami masih berada dalam ketegangan dan kekhawatiran bahwa Irma bisa saja melaporkan kami ke kantor polisi dengan tuduhan penggelapan dan pencurian.Entah kenapa suasana butik yang selalu ramai penuh canda tawa dan semarak berubah menjadi lesu dan semua orang hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa banyak bicara. Keadaan sepi dan menegangkan. Aku sendiri masih berkutat dengan semua laporan keuangan dan memeriksa kembali hal-hal yang mungkin sudah terlewatkan. Nyatanya, memang tidak ada yang terlewatkan sampai akhirnya aku menemukan jawaban dari semua pertanyaan panjang ini.Tak sengaja diri ini pergi ke kamar mandi lalu melewati sebuah lorong kecil di mana ada mushola dan kamar tempat istirahat siang kami semua, di sana ada Mbak Vina yang diam-diam sedang menelpon dengan gestur yang mencurigakan, dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan lalu menelepon dengan
Melihatnya pergi secepat kilat, aku hanya bisa tertawa sambil merapatkan syal dan kembali masuk ke halaman rumah.*Seminggu kemudian.Tring ...Pukul tujuh pagi ponselku berdering, ternyata setelah kulihat itu adalah panggilan dari bosku Irma. Tumben sekali dia menelpon pagi-pagi begini biasanya Jika dia menghubungi itu artinya ada pesanan mendadak atau hal-hal yang harus segera dilakukan untuknya. Kutekan tombol hijau lalu menjawab panggilannya."Halo, assalamualaikum.""Walaikum salam.""Segeralah datang ke butik Karena aku telah mendapatkan laporan hasil audit dari akuntan pribadiku.""Oh, ada apa sebenarnya Bos?"Aku agak heran karena nada bicara temanku itu tiba tiba meninggi."Aku membutuhkanmu sekarang, jadi datanglah.""Siap."Aku agak kaget mendengar dia sedikit berteriak tapi aku berusaha untuk memaklumi bahwa mungkin bosku itu sedang pusing atau memiliki banyak masalah sehingga dia melampiaskannya sedikit kepadaku."Kira kira kenapa ya..." Ah, segera mengambil handuk unt
"Baiklah jika begitu, aku akan pergi," jawabnya.Meski pada akhirnya dia mengalah tapi aku tahu dia melakukannya dengan berat hati. Aku pun paham dia sudah datang kemari dengan mengumpulkan segala keberanian dan kemauannya, dia telah mengumpulkan keberanian untuk menghadapi ayahku dan semua perkataan pahit dari beliau, juga harus minta maaf pada Ibu. Kini aku sudah di kamar, menyibak tirai jendela sambil melihat Mas Indra yang membuka pintu pagar dan menjauh pergi. Kembali terbersit dalam benakku, andai segala kejadian pahit itu tidak pernah berlaku dalam hidupku, tentu aku masih bersamanya sampai sekarang. Andai Dia tidak berselingkuh dan memutuskan untuk memilih kekasihnya tentu sampai saat ini kita masih tidur di ranjang yang sama dalam posisi berpelukan. Hanya ada aku, dia dan anak kami."Tapi sayang tidak ada lagi yang bisa disesalkan."*Kunyalakan AC lalu merebahkan diriku di sisi putriku yang sudah tertidur pulas sejak tadi. Kuperhatikan wajahnya yang cantik, sebagian dirinya
*Di sinilah kami sekarang duduk di atas hamparan tikar dan menikmati pemandangan kota dari ketinggian, bukit yang hijau yang ditumbuhi bunga-bunga yang cantik membuat Ambar gembira serta antusias untuk bermain dan menikmati alam. Kubiarkan ia memetik bunga dan mengejar kupu kupu sementara aku dan Mas Radit duduk sambil menikmati tipuan angin sejuk dan matahari sore. Daun rumput bergoyang di tiup angin membuat suasana semakin semarak."Hmm, Kalau sudah seperti ini Aku merasa sangat tenang dan bahagia ucap Mas Radit sambil mengunyah roti yang ku bawa di keranjang piknik.""Aku juga Mas, Ingin rasanya setiap hari seperti ini setiap sore menatap matahari dan menikmati angin sepoi yang berhembus, suatu saat nanti melihat anak anak kita berkejaran gembira, sudah merupakan kesempurnaan untukku.""Hmm, benar," jawabnya sambil menepuk punggung tanganku. Lama berhubungan dengan Mas Radit tak sekalipun pria itu pernah ingin merangkul atau melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh tan
Karena dia tidak kunjung menjawab juga perkataanku, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah karena khawatir Mas Radit dan ibu akan menyusul keluar untuk memeriksa keadaanku."Kalau begitu Aku masuk dulu Mas Ibu dan Ayah pasti akan mencariku kalau aku terlambat.""Baiklah. Tapi tidak bisakah jika lain kali aku melihat Ambar?""Hmm, lain kali saja ya, namun aku tidak berjanji dengan semua itu. Jika suatu saat kau tidak sengaja melihatnya maka itu adalah rezekimu, tapi jika aku harus membawanya padamu, aku sama sekali tidak akan sempat dan tidak mau melakukan itu karena bapakku pasti akan marah.""Tak kusangka akan sesulit itu.""Kenyataan itulah yang kau pilih Mas, jadi bertahanlah.""Aku pulang," ujarnya yang tidak mampu menyembunyikan rasa kesal dan kecewa. Di sisi lain aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan kekesalan dan kekecewaannya karena segala sesuatu yang terjadi itupun adalah keputusan dirinya.Usai memastikan Mas Indra pergi dari depan rumah a