"Baik, mari kita coba."Senyum Ibu berbinar bahagia melihatku yang akhirnya mau setuju dengan usulan beliau yang ingin agar aku mulai membuka hati dan berkenalan dengan orang-orang baru. Tadinya aku menolak mentah-mentah semua ide tersebut karena masih merasa trauma dan memikirkan masa lalu yang pernah gagal, hingga membuat hati ini ketakutan untuk membuka hubungan baru."Memang harusnya begitu Nak, umurmu masih 27 tahun, kamu masih cantik dan seharusnya berada di puncak kebahagiaanmu, ayo lakukan sesuatu akan membuat dirimu senang dan bahagia.""Tentu, kupikir aku harus menikah karena dengan demikian beberapa orang tidak akan pernah mencemburui diri ini lagi.""Ya, terutama indra dan Intan."*Hari Minggu yang sudah ditetapkan untuk pertemuan keluargaku berkunjung ke keluarga Radit akhirnya datang. Aku kebetulan sedang libur bekerja, jadi bisa menyesuaikan jadwal dengan pertemuan itu. Kukenakan gamis panjang berwarna biru gelap, serta anakku kupakaikan gaun warna senada.Pukul 4 s
Pukul delapan aku dan keluargaku memutuskan untuk berpamitan kepada keluarga tante Ratna, salaman dan berjanji untuk berjumpa lagi minggu depan."Terima kasih atas makan malamnya makanannya enak dan luar biasa," ujar Ayah pada Tante Ratna."Ya makan malam kali ini lebih bermakna karena aku bisa melihat calon menantuku dan cucuku." Pecahlah tawa dan kebahagiaan di rumah keluarga itu. Mereka kembali saling merangkul dan bersalaman dengan penuh kebahagiaan sementara aku hanya bisa berdiri sambil tersenyum melihat pemandangan yang menyejukkan hati itu."Kau lihatkan keluargaku sangat bahagia dengan kedatanganmu, apalagi adikku Elis sejak dia diberitahu bahwa aku akan punya calon istri, ia sangat bahagia sekali, sayangnya dia sedang berada di luar kota saat ini.""Apa yang dia lakukan di sana?""Dia menyelesaikan kuliah sekaligus menjaga keluarga kecilnya. Adikku itu menikah lebih cepat dariku.""Oh begitu rupanya.""Justru aku yang anak sulung ketinggalan dan sampai membujang tua seperti
Dengan merangkum segenap nafas dan kekuatanku untuk masuk ke dalam butik, aku segara melangkahkan kaki dan mendorong pintu.Kuucapkan salam dan mengedarkan senyuman kepada semua orang yang kebetulan ada di dalam butik. Di kursi tunggu sudah duduk intan dan Mas Indra yang terlihat sudah tidak sabar lagi dan langsung berdiri begitu melihatku datang." Ada yang bisa saya bantu nyonya?""Gak usah beri salam dan pura-pura ramah demi formalitas, orang juga sudah tahu perangaimu. Aku datang kemari untuk minta ganti rugi gaunku.""Anda pikir dengan membawa suami anda akan mendapatkan ganti rugi?""Ya, karena dengan begitulah kalian lebih mengerti omongan!""Benar begitu, Pak?" Aku melirik pada mantan suamiku yang terlihat sangat mendukung istrinya. Secara tidak sengaja aku memasang ekspresi jijik yang luar biasa kepadanya dengan tarikan urat bibir dan mataku."Iya, kamu harus segera mengganti rugi kerugian istri saya.""Kasihan sekali kamu ya, sampai hidupmu gak tenang, bahkan hari ini
Sungguh tak kusangka kalau mereka saling mengenal dan akrab, rupanya sepupu dan mereka kerabat. Hal yang mengagetkan adalah ternyata Irma pernah meminta Mas radit untuk mendekatiku, meminta untuk berjodoh denganku dan menyambung tali kekeluargaan.“Aku pergi kerja dulu ya, semoga akalian selalu akur bersama,” ujar Mas radit sambil menjauh, membuka pintu dan melambaikan tangan.“Tenang saja aku akan menjaga calon istrimu, bekerjalah dengan tenang,” jawab Irma.Kembali lagi ke pekerjaan, kami saling melirik dengan sedikit ekspresi wajah tak senang mingingat dua manusia menyebalkan itu masih menunggu di ruang kerja irma."Kita harus bagaimana dengan mereka?""Kau mau ikut masuk untuk mendengarkan semua pembicaraanku?""Iya.""Ayo," ajaknya menarik tanganku.Anggur lalu membuka kursinya dan duduk dengan gestur paling terhormat sebagai seorang bos. Ia sungging kan senyum penuh wibawa sampai membenahi blazernya."Ada apa Mbak?""Begini, baju ini saya beli di butik Anda dan ketika saya paka
Aku terkejut saat kulit kami bersentuhan dan dia tiba-tiba menggenggam tanganku, kupandangi matanya dan dia pun mengedipkan mata dengan lembut sambil tersenyum."Jangan gugup, tetaplah nyaman tetap saat berada di sisiku karena aku ingin kau selalu seperti itu.""Eh, mu-mungkin kegugupan yang saya rasakan karena kita baru berjumpa setelah puluhan tahun, saya seperti bertemu orang asing dengan sisi berbeda dan sikap-sikapnya membuat saya meleleh jadi ....""Kau menyukaiku kan?" Dia mendesak, membuatku tidak punya pilihan semakin menatap mataku membuat jantung ini berdebar-debar dan tidak sanggup melawan tatapan matanya. Aku tertunduk."Saya menunggu jawaban.""Iya, saya menyukai anda.""Alhamdulillah." Senyum lega tersungging dari bibirnya seakan-akan Dia pernah mendapatkan jawaban yang benar-benar membuat dia sangat bahagia."Jadi, bolehkah kita makan, aku agak lapar," ujarku."Boleh. Maaf aku terlalu terbawa suasana hingga aku lupa memesan makanan," jawabnya. Aku tergelak mendengarnya
Mas Radit membayar tagihan makanan yang bahkan belum selesai kami makan lalu menarik tanganku dan mengajakku pergi dari tempat itu. Betapa malunya karena semua orang-orang melihat kami, mereka menatap dengan tatapan penuh pertanyaan dan kekhawatiran.Mas Indra masih tergolek di lantai, berusaha bangkit selagi aku dan Mas Radit melewatinya. Baru lima langkah kami berjalan, tiba tiba ia berteriak dan bangun cepat, lalu menyerang. Ia menyerang dengan tinjuan yang siap ia layangkan ke wajah Mas Radit. Tapi sayang, belumlah sampai tujuan itu tiba-tiba Mas Radit langsung mencekal tangan mas Indra lalu membeli intinya dan mendorong pria itu hingga tersungkur dan menabrak menabrak meja bar, kepalanya terbentur, badannya juga mengenai kursi bar dengan keras, benda benda itu terjatuh, seiringnya dengan tumbangnya Mas Indra. Orang orang makin terhenyak dan kaget, ada juga yang tertawa karena tak kuasa melihat sikap konyol Mas Indra."Masih aja ingin menyerang, apa kau tidak heran juga," gumam M
"Makanan apa yang mereka kirim?""Satunya pasta dan satu lagi makanan Indonesia.""Baik, tolong letakkan saja di meja, Dik.""Iya, Mbak."Seusai menghitung total uang, kubuka paket yang tadi dikirimkan kedua lelaki itu untuk maka siangku. Ada sepiring pasta fetucini dengan saus jamur yang kelihatannya lezat, lalu satu lagi senampan aneka ragam makanan Indonesia dengan aromanya menggunggah selera kiriman Mas Indra, tapi, sayang aku tak tertarik sama sekali dan yakin tak akan bisa menghabiskan semuanya.Kuputuskan untuk membagi makan siang pada teman teman yang kebetulan sedang makan di dalam, mereka berterima kasih dan senang sekali menikmati hidangan yang berasal dari kedua restoran premium berharga mahal itu. Tapi, ada satu yang membuatku cukup penasaran, mengapa Mas Indra niat sekali mengirimkan makanan kepadaku. Apa tujuannya, minta maafkah, atau kurang kerjaan? Tidakkah ia berpikir bahwa istrinya akan cemburu dan makin salah paham denganku.Kuambil ponsel, lalu tanpa banyak p
Karena dia tidak kunjung menjawab juga perkataanku, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah karena khawatir Mas Radit dan ibu akan menyusul keluar untuk memeriksa keadaanku."Kalau begitu Aku masuk dulu Mas Ibu dan Ayah pasti akan mencariku kalau aku terlambat.""Baiklah. Tapi tidak bisakah jika lain kali aku melihat Ambar?""Hmm, lain kali saja ya, namun aku tidak berjanji dengan semua itu. Jika suatu saat kau tidak sengaja melihatnya maka itu adalah rezekimu, tapi jika aku harus membawanya padamu, aku sama sekali tidak akan sempat dan tidak mau melakukan itu karena bapakku pasti akan marah.""Tak kusangka akan sesulit itu.""Kenyataan itulah yang kau pilih Mas, jadi bertahanlah.""Aku pulang," ujarnya yang tidak mampu menyembunyikan rasa kesal dan kecewa. Di sisi lain aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan kekesalan dan kekecewaannya karena segala sesuatu yang terjadi itupun adalah keputusan dirinya.Usai memastikan Mas Indra pergi dari depan rumah a
Alhamdulillah pesta berjalan lancar dan meriah, meski tadi sempat ada insiden seseorang ketumpahan sup, tapi tetap saja itu tidak menyurutkan euforia kebahagiaan pesta. Mungkin orang orang tidak terlalu terpengaruh atas musibah yang menimpa mantan maduku itu karena track recordnya yang jahat.Pada akhirnya dia sendiri akan menyadari bahwa perbuatannya selama ini menimbulkan kebencian dan kekecewaan banyak orang, bahkan bukan itu saja, orang orang mulai kehilangan simpati dan respect pada Intan.Buktinya tadi, tidak seorang pun memperdulikan intan meski mereka banyak berkerumun, hanya Mas Indra yang bantu membangunkan dia dan membawanya pergi, selebihnya para tamu kembali dengan kegiatan mereka larut dalam kemeriahan pesta.“Ayo pulang,” ucap Mas Radit menyadarkan lamunanku barusan, pesta sudah usai dan semua tamu sudah kembali, hanya tinggal anggota keluarga inti dan tim WO yang sedang membereskan sisa catering dan membersihkan tempat acara."Ayo pulang ke rumah kita," ujarnya, aku
Terlambat ya, kata yang paling tepat untuk Mas Indra menyadari semuanya, dia bilang aku berlian yang sudah dia tukar dengan batu biasa, kini berlian itu sudah akan jadi milik orang lain dan akan melanjutkan hidupnya dengan bahagia, memang sulit menerima kenyataan terlebih berdamai dengan kesalahan, tapi segala sesuatu memang harus diterima dengan lapang dada.*Minggu jam empat sore, sebulan kemudian.Keluarga Mas radit datang dengan iringan ramai dan tetabuhan rebana, mereka datang degan baju warna seragam dan paket hantaran yang tertata cantik dalam kotak akrilik yang dihiasi bunga dan pita. kami sekeluarga duduk saling mengelilingi dan beramah tamah akan rencana pernikahan kami yang harus sekali dalam waktu dekat.“Kami ingin segera tali pernikahan ini berlangsung agar kami bisa lega melihat radit dan Nadira bersatu, kami ingin anak anak hidup bahagia dan tenang sehiggga kita pun bisa ikut senang,” ujar ibunda Mas radit.“Bagaimana nadira?”“saya setuju.”“ALhmdulillah.” seluruh
"Jikalau kamu masih mengusik hidupku maka aku tidak akan segan-segan lagi untuk menyeretmu ke kantor polisi. Aku bahkan akan menghajarmu dan menelanjangimu di depan umum meski ada suamimu yang akan membelamu, aku sama sekali tidak akan takut dengannya." Katakan kalimat itu tadi pada wanita yang masih tersedu menahan pipinya yang sakit.Orang-orang terhenyak dengan apa yang terjadi, begitu pula dengan Mas Indra yang seolah kehilangan simpati pada istrinya. Jangankan untuk menolong membangunkan dan mengambil hatinya malah Mas Indra hanya berdiri saja sambil menatap wanita itu menangis tersedu.Sesudahnya, pulang diri ini dengan hati puas karena sudah mempermalukan intan sedemikian rupa. Lega karena dengan daying dua pulau terlewati, dengan satu pukulan dua sasaran dihempaskan. Satu masalah pada pekerjaan dan satu lagi masalah intan wanita gila itu.Heran sekali, karena sampai hari ini wanita itu tidak ada jera-jeranya menyakiti diri ini. Apakah dia lupa sewaktu aku mewakilinya dengan
"Mas, ayo kita ketemu," ucapku di telepon pada Mas Indra."Bertemu?" Pria itu terdengar ragu dan terdiam beberapa saat."Iya, ayo ketemu. Aku ada hal penting yang ingin kubicarakan," jawabku."Kenapa tidak bicara saja dari telpon?""Entahlah, aku ingin bertemu sekalian saja agar semua yang ingin kusampaikan itu terdengar jelas dan masuk akal.""Baiklah, kalau begitu tunggu jam pulang kerja, temui aku di resto seafood favorit kita dulu.""Baiklah," jawabku sambil mengakhiri panggilan.Sekitar pukul 05.00 sore aku sudah menunggu Mas Indra di restoran seafood yang kami bicarakan, sekitar 5 menit kemudian dia datang dan langsung menyambangiku yang sudah duduk di bangku paling sudut agar suasananya lebih tenang."Selamat sore, gimana kabarmu?""Baik Mas," jawabku pelan. Kuperhatikan dia, mengenakan kemeja abu abu dengan rambut yang dipotong dengan model baru, terlihat rapi dan tampan."Uhm, kira kira apa yang ingin kamu bicarakan?""Oh, begini, aku ingin jujur tentang apa yang terjadi bebe
Dua hari berlalu setelah kejadian Irma memarahiku. Suasana butik sedikit lengang tanpa canda tawa karena kami masih berada dalam ketegangan dan kekhawatiran bahwa Irma bisa saja melaporkan kami ke kantor polisi dengan tuduhan penggelapan dan pencurian.Entah kenapa suasana butik yang selalu ramai penuh canda tawa dan semarak berubah menjadi lesu dan semua orang hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa banyak bicara. Keadaan sepi dan menegangkan. Aku sendiri masih berkutat dengan semua laporan keuangan dan memeriksa kembali hal-hal yang mungkin sudah terlewatkan. Nyatanya, memang tidak ada yang terlewatkan sampai akhirnya aku menemukan jawaban dari semua pertanyaan panjang ini.Tak sengaja diri ini pergi ke kamar mandi lalu melewati sebuah lorong kecil di mana ada mushola dan kamar tempat istirahat siang kami semua, di sana ada Mbak Vina yang diam-diam sedang menelpon dengan gestur yang mencurigakan, dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan lalu menelepon dengan
Melihatnya pergi secepat kilat, aku hanya bisa tertawa sambil merapatkan syal dan kembali masuk ke halaman rumah.*Seminggu kemudian.Tring ...Pukul tujuh pagi ponselku berdering, ternyata setelah kulihat itu adalah panggilan dari bosku Irma. Tumben sekali dia menelpon pagi-pagi begini biasanya Jika dia menghubungi itu artinya ada pesanan mendadak atau hal-hal yang harus segera dilakukan untuknya. Kutekan tombol hijau lalu menjawab panggilannya."Halo, assalamualaikum.""Walaikum salam.""Segeralah datang ke butik Karena aku telah mendapatkan laporan hasil audit dari akuntan pribadiku.""Oh, ada apa sebenarnya Bos?"Aku agak heran karena nada bicara temanku itu tiba tiba meninggi."Aku membutuhkanmu sekarang, jadi datanglah.""Siap."Aku agak kaget mendengar dia sedikit berteriak tapi aku berusaha untuk memaklumi bahwa mungkin bosku itu sedang pusing atau memiliki banyak masalah sehingga dia melampiaskannya sedikit kepadaku."Kira kira kenapa ya..." Ah, segera mengambil handuk unt
"Baiklah jika begitu, aku akan pergi," jawabnya.Meski pada akhirnya dia mengalah tapi aku tahu dia melakukannya dengan berat hati. Aku pun paham dia sudah datang kemari dengan mengumpulkan segala keberanian dan kemauannya, dia telah mengumpulkan keberanian untuk menghadapi ayahku dan semua perkataan pahit dari beliau, juga harus minta maaf pada Ibu. Kini aku sudah di kamar, menyibak tirai jendela sambil melihat Mas Indra yang membuka pintu pagar dan menjauh pergi. Kembali terbersit dalam benakku, andai segala kejadian pahit itu tidak pernah berlaku dalam hidupku, tentu aku masih bersamanya sampai sekarang. Andai Dia tidak berselingkuh dan memutuskan untuk memilih kekasihnya tentu sampai saat ini kita masih tidur di ranjang yang sama dalam posisi berpelukan. Hanya ada aku, dia dan anak kami."Tapi sayang tidak ada lagi yang bisa disesalkan."*Kunyalakan AC lalu merebahkan diriku di sisi putriku yang sudah tertidur pulas sejak tadi. Kuperhatikan wajahnya yang cantik, sebagian dirinya
*Di sinilah kami sekarang duduk di atas hamparan tikar dan menikmati pemandangan kota dari ketinggian, bukit yang hijau yang ditumbuhi bunga-bunga yang cantik membuat Ambar gembira serta antusias untuk bermain dan menikmati alam. Kubiarkan ia memetik bunga dan mengejar kupu kupu sementara aku dan Mas Radit duduk sambil menikmati tipuan angin sejuk dan matahari sore. Daun rumput bergoyang di tiup angin membuat suasana semakin semarak."Hmm, Kalau sudah seperti ini Aku merasa sangat tenang dan bahagia ucap Mas Radit sambil mengunyah roti yang ku bawa di keranjang piknik.""Aku juga Mas, Ingin rasanya setiap hari seperti ini setiap sore menatap matahari dan menikmati angin sepoi yang berhembus, suatu saat nanti melihat anak anak kita berkejaran gembira, sudah merupakan kesempurnaan untukku.""Hmm, benar," jawabnya sambil menepuk punggung tanganku. Lama berhubungan dengan Mas Radit tak sekalipun pria itu pernah ingin merangkul atau melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh tan
Karena dia tidak kunjung menjawab juga perkataanku, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah karena khawatir Mas Radit dan ibu akan menyusul keluar untuk memeriksa keadaanku."Kalau begitu Aku masuk dulu Mas Ibu dan Ayah pasti akan mencariku kalau aku terlambat.""Baiklah. Tapi tidak bisakah jika lain kali aku melihat Ambar?""Hmm, lain kali saja ya, namun aku tidak berjanji dengan semua itu. Jika suatu saat kau tidak sengaja melihatnya maka itu adalah rezekimu, tapi jika aku harus membawanya padamu, aku sama sekali tidak akan sempat dan tidak mau melakukan itu karena bapakku pasti akan marah.""Tak kusangka akan sesulit itu.""Kenyataan itulah yang kau pilih Mas, jadi bertahanlah.""Aku pulang," ujarnya yang tidak mampu menyembunyikan rasa kesal dan kecewa. Di sisi lain aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan kekesalan dan kekecewaannya karena segala sesuatu yang terjadi itupun adalah keputusan dirinya.Usai memastikan Mas Indra pergi dari depan rumah a