Sebulan penuh setelah vonis perceraian dijatuhkan aku dan Ambar mulai sedikit-sedikit terbiasa dengan kehidupan kami yang hanya berdua saja, mulai bahagia dan yakin bahwa kami bisa berdiri sendiri tanpa bayang Mas Indra.Kudengar bahwa dia pun telah menikah dengan kekasihnya dengan upacara yang begitu mewah dan itu pun dengar dari saudara jauh beliau yang kebetulan berpapasan denganku di jalan. Wanita itu bilang bahwa prosesi pernikahan berlangsung penuh kemeriahan tapi sayang sang pengantin terlihat sedih entah apa masalahnya.Aku sendiri tidak mau ambil pusing karena bisa saja apa yang dikatakan wanita itu bohong atau hanya sekedar untuk menghibur perasaanku. Aku tidak begitu peduli, yang kupedulikan adalah bagaimana aku bisa bekerja dengan baik dan menabung.(Uang belanja untuk Ambar sudah kukirim.)Tiba-tiba aku yang sedang menyusun stok barang di butik kedatangan pesan dari Mas Indra. Sebenarnya aku tidak lagi menyimpan nomornya tapi aku ingat betul berapa digit angka yang meny
Akh ... Si Jalang ini benar-benar memusingkan kepalaku, beraninya dia datang menyerangku ke rumah ini padahal apa yang sudah kami bahas sebelumnya di persidangan tentang hak asuh dan nafkah anak sudah tuntas."Hei, aku ini belum tuli Jadi kau tidak perlu berteriak-teriak Apakah niatmu ingin memperdengarkan para tetangga bahwa kau sudah tidak punya akal dan tidak tahu malu.""Aku tanya padamu hei, kenapa kau masih minta uang kepada mas Indra?!""Aku tidak minta uang, Aku tidak pernah merasa minta uang sedikitpun.""Lalu apa ini .... kenapa bukti SMS banking yang mengarah ke rekeningmu masuk ke pemberitahuan rekeningku?!""Ya mana kutahu ... Mas Indra mengirimkan biaya hidup untuk anaknya dan kurasa itu tidak ada salahnya sebab Ambar adalah anak kandung mantan suamiku dan kewajiban dia sebagai ayahnya untuk bertanggung jawab atas hidup anaknya. Kenapa, keberatan, bukannya kau sudah tahu tentang ini dan aku telah mengajukannya dari awal jauh sebelum kau menikah?!""Tetap saja kau sudah
"Astaga kau sudah gila Nadira, perbuatanmu bisa dilaporkan ke kantor polisi andai Intan sadar dan menuntutmu, tapi tenanglah Aku akan berusaha agar dia tidak melakukan semua itu. Untuk sementara kau bisa kabur jika kau mau, agar keluarganya tidak mencarimu," ucap Mas Indra sambil menggotong istrinya ke mobil."Aku tidak akan kemana-mana, tidak akan pernah, lagi pula aku tidak menyulit pertengkaran atau berusaha menyerangnya lebih dahulu. Dialah yang menyerangku," jawabku sambil mengusap wajah, tertawa sinis lalu masuk ke dalam rumah.Kulihat mobilnya meluncur pergi dari jendela kaca, aku hanya tersenyum petir sambil berusaha menata perasaanku dan rencanaku bagaimana cara menghadapi keluarganya Andai mereka datang menyerangku suatu saat nanti. Herannya tidak terbesit sedikitpun perasaan takut atau khawatir, Aku justru menikmati sekali ya bagaimana melihat wanita itu pingsan dan berdarah. Aku bahagia melihatnya lemah saat dia telah berhasil menginjak-injak diriku dan anakku, merebut hid
Merasa bahwa perbuatan yang sudah direkam kamera CCTV akhirnya seluruh anggota keluarga Intan menjauh dari rumahku. Tapi sebelum mereka benar-benar pergi salah satu kakaknya yang tadi bicara denganku kembali mengancam."Kau sudah menghancurkan muka adikku, lihat saja bagaimana pembalasan kami nanti.""Hanya sedikit lebam tak masalah, ganjaran dari merebut suami orang dan menyakiti anak-anakku.""Kurang ajar," ucapnya lagi."Aku hanya membalas perbuatan adikmu," balasku sambil melipat tangan di dada.Melihat mereka pergi tanpa mengatakan apa-apa aku hanya bisa tertawa, kututup kembali gerbang sambil menghela nafas selalu pergi membersihkan diriku dan anakku. Kurasa dalam hidup ini kita terlalu banyak ketakutan dan khawatir, tadi aku juga begitu saat keluarga intan datang, aku sangat bimbang dan khawatir mereka akan menghajar, sangat takut padahal jika dihadapi ketakutan tersebut tidaklah seseram yang dibayangkan.Bahkan, jika kita menunjukkan keberanian, teror itu dengan sendirinya ak
Ucapan dari kedua teman gue teman buat diri ini terpengaruh dan merasa penting untuk memastikan Apakah Mas Indra tahu yang sebenarnya, terlibat atau tidak.Karena merasa sakit dan masih gemetar aku putuskan untuk minta izin kepada Irma dan pulang. Teman sekaligus pimpinanku yang saat itu berada di luar butik segera mengingatkan dan mengizinkanku untuk pulang. Aku berterima kasih padanya dan sesaat kemudian meluncur pergi.Tidak langsung pulang ke rumah aku mampir dulu ke rumah Ibuku untuk menjemput Ambar dan menceritakan apa yang terjadi kepada kedua orang tuaku yang kini sudah bahagia menikmati hari tuanya sebagai pensiunan.Sebenarnya aku tidak ingin mengganggu ketenangan mereka dan membuat mereka khawatir tapi, aku tidak punya pilihan lain selain ini.Saat mematikan motor dan kebetulan Ibu tengah bermain di ruang tamu bersama Ambar memperhatikanku, dia nampak terkejut melihat pakaian ini yang robek dan diriku yang terlihat meringis kesakitan."Ada apa denganmu," tanyanya."Seseoran
"A-aku tidak bilang begitu!" Wanita itu segera mengelak dari pertanyaanku."Rupanya seperti itu ya...." Aku mulai menangkap kesimpulan."Terserah apa katamu!"Klik.Panggilan langsung berakhir begitu saja tanpa ada penyelesaian. Kuletakkan kembali ponsel sambil mendudukkan diri di sofa dan mencoba berpikir jernih. Kucoba menelaah dengan benar apakah dugaanku tentang Mas Indra yang ingin menyakiti diri ini benar adanya."Ya Allah, Aku tidak tahu cara membuktikan dugaanku tapi aku yakin Engkau Maha penolong dan Maha memberi petunjuk karenanya, tolong cerahkan jalan yang hamba lewati." Aku menggumam sambil mengusap wajah dan beranjak bangkit untuk beristirahat.*Pagi-pagi sekali pintu gerbang sudah digedor oleh orang dari luar sana. Aku yang saat itu masih tertidur mencoba untuk segera bangkit dan mengumpulkan kesadaranku agar aku bisa segera beranjak ke depan untuk melihat siapa yang datang."Permisi assalamualaikum," ucap seorang wanita."Ya, walaikum salam, siapa ya, subuh subuh beg
"Memangnya Ibu tahu Apa alasan mantan suami ibu melakukan itu?'"Saya tidak tahu tapi mungkin polisilah yang harus mencari tahu.""Baiklah, kalau begitu, boleh berikan KTP ibu dan alamat lengkap mantan suaminya?""Iya.""Kami mohon untuk tetap tenang dan bersabar selagi kami akan meminta keterangan dan memeriksa Pak Indra.""Baik, terima kasih Pak.""Sama sama."Seusai mendaftarkan laporan dengan cepat, aku segera berpamitan dan meluncur pulang karena diri ini tidak mau melewatkan waktu untuk menjemput Ambar. Hari ini Ibu ada pengajian jadi beliau tidak bisa menjaga putriku sampai malam, mau tak mau aku harus menjemputnya secepat yang aku bisa.Sesampainya di rumah Ibu aku segera memarkirkan motor lalu mengucapkan salam di pelataran rumah. Jam tangan ibu dan ayah yang saat itu sedang duduk di depan televisi bersama Ambar."Gimana kabarnya Buk, Pak?""Kami baik kamu sendiri bagaimana apakah pekerjaanmu lancar dan apakah sakit di kakimu sudah agak reda?""Tadinya sakit di kaki ini suda
Lelaki itu pulang dengan langkah gunting setelah aku menegaskan keinginanku bahwa dia harus bercerai dari intan agar aku tidak perlu menuntut perbuatannya.Dia merasa ketakutan dan terus memohon kepadaku agar aku tidak memberinya pilihan sulit, namun aku yang selama ini tidak punya kesempatan untuk balas dendam memilih untuk menyusahkannya, dibandingkan harus mempermudah orang yang telah menyakitiku itu. Di sisi lain sebenarnya dia tidak perlu terlalu goyah mengingat bahwa di belakangnya banyak orang-orang yang akan memberinya support dan perlindungan tapi mungkin mentalnya kali ini benar-benar sedang lemah. "Untuk apa aku bercerai Apakah itu akan memuaskanmu?""Aku juga ingin memberikan sensasi rasa yang sama kepada Intan, seperti apa yang dia lakukan padaku dulu!""Tapi tidak akan bagus merusak rumah tangga orang lain....""Kenapa tidak kau katakan hal itu kepada Intan Kenapa kau tidak memberinya nasihat dan pencerahan bahwa tidaklah baik seorang wanita lajang datang dan memporak-p
Alhamdulillah pesta berjalan lancar dan meriah, meski tadi sempat ada insiden seseorang ketumpahan sup, tapi tetap saja itu tidak menyurutkan euforia kebahagiaan pesta. Mungkin orang orang tidak terlalu terpengaruh atas musibah yang menimpa mantan maduku itu karena track recordnya yang jahat.Pada akhirnya dia sendiri akan menyadari bahwa perbuatannya selama ini menimbulkan kebencian dan kekecewaan banyak orang, bahkan bukan itu saja, orang orang mulai kehilangan simpati dan respect pada Intan.Buktinya tadi, tidak seorang pun memperdulikan intan meski mereka banyak berkerumun, hanya Mas Indra yang bantu membangunkan dia dan membawanya pergi, selebihnya para tamu kembali dengan kegiatan mereka larut dalam kemeriahan pesta.“Ayo pulang,” ucap Mas Radit menyadarkan lamunanku barusan, pesta sudah usai dan semua tamu sudah kembali, hanya tinggal anggota keluarga inti dan tim WO yang sedang membereskan sisa catering dan membersihkan tempat acara."Ayo pulang ke rumah kita," ujarnya, aku
Terlambat ya, kata yang paling tepat untuk Mas Indra menyadari semuanya, dia bilang aku berlian yang sudah dia tukar dengan batu biasa, kini berlian itu sudah akan jadi milik orang lain dan akan melanjutkan hidupnya dengan bahagia, memang sulit menerima kenyataan terlebih berdamai dengan kesalahan, tapi segala sesuatu memang harus diterima dengan lapang dada.*Minggu jam empat sore, sebulan kemudian.Keluarga Mas radit datang dengan iringan ramai dan tetabuhan rebana, mereka datang degan baju warna seragam dan paket hantaran yang tertata cantik dalam kotak akrilik yang dihiasi bunga dan pita. kami sekeluarga duduk saling mengelilingi dan beramah tamah akan rencana pernikahan kami yang harus sekali dalam waktu dekat.“Kami ingin segera tali pernikahan ini berlangsung agar kami bisa lega melihat radit dan Nadira bersatu, kami ingin anak anak hidup bahagia dan tenang sehiggga kita pun bisa ikut senang,” ujar ibunda Mas radit.“Bagaimana nadira?”“saya setuju.”“ALhmdulillah.” seluruh
"Jikalau kamu masih mengusik hidupku maka aku tidak akan segan-segan lagi untuk menyeretmu ke kantor polisi. Aku bahkan akan menghajarmu dan menelanjangimu di depan umum meski ada suamimu yang akan membelamu, aku sama sekali tidak akan takut dengannya." Katakan kalimat itu tadi pada wanita yang masih tersedu menahan pipinya yang sakit.Orang-orang terhenyak dengan apa yang terjadi, begitu pula dengan Mas Indra yang seolah kehilangan simpati pada istrinya. Jangankan untuk menolong membangunkan dan mengambil hatinya malah Mas Indra hanya berdiri saja sambil menatap wanita itu menangis tersedu.Sesudahnya, pulang diri ini dengan hati puas karena sudah mempermalukan intan sedemikian rupa. Lega karena dengan daying dua pulau terlewati, dengan satu pukulan dua sasaran dihempaskan. Satu masalah pada pekerjaan dan satu lagi masalah intan wanita gila itu.Heran sekali, karena sampai hari ini wanita itu tidak ada jera-jeranya menyakiti diri ini. Apakah dia lupa sewaktu aku mewakilinya dengan
"Mas, ayo kita ketemu," ucapku di telepon pada Mas Indra."Bertemu?" Pria itu terdengar ragu dan terdiam beberapa saat."Iya, ayo ketemu. Aku ada hal penting yang ingin kubicarakan," jawabku."Kenapa tidak bicara saja dari telpon?""Entahlah, aku ingin bertemu sekalian saja agar semua yang ingin kusampaikan itu terdengar jelas dan masuk akal.""Baiklah, kalau begitu tunggu jam pulang kerja, temui aku di resto seafood favorit kita dulu.""Baiklah," jawabku sambil mengakhiri panggilan.Sekitar pukul 05.00 sore aku sudah menunggu Mas Indra di restoran seafood yang kami bicarakan, sekitar 5 menit kemudian dia datang dan langsung menyambangiku yang sudah duduk di bangku paling sudut agar suasananya lebih tenang."Selamat sore, gimana kabarmu?""Baik Mas," jawabku pelan. Kuperhatikan dia, mengenakan kemeja abu abu dengan rambut yang dipotong dengan model baru, terlihat rapi dan tampan."Uhm, kira kira apa yang ingin kamu bicarakan?""Oh, begini, aku ingin jujur tentang apa yang terjadi bebe
Dua hari berlalu setelah kejadian Irma memarahiku. Suasana butik sedikit lengang tanpa canda tawa karena kami masih berada dalam ketegangan dan kekhawatiran bahwa Irma bisa saja melaporkan kami ke kantor polisi dengan tuduhan penggelapan dan pencurian.Entah kenapa suasana butik yang selalu ramai penuh canda tawa dan semarak berubah menjadi lesu dan semua orang hanya sibuk dengan kegiatan masing-masing tanpa banyak bicara. Keadaan sepi dan menegangkan. Aku sendiri masih berkutat dengan semua laporan keuangan dan memeriksa kembali hal-hal yang mungkin sudah terlewatkan. Nyatanya, memang tidak ada yang terlewatkan sampai akhirnya aku menemukan jawaban dari semua pertanyaan panjang ini.Tak sengaja diri ini pergi ke kamar mandi lalu melewati sebuah lorong kecil di mana ada mushola dan kamar tempat istirahat siang kami semua, di sana ada Mbak Vina yang diam-diam sedang menelpon dengan gestur yang mencurigakan, dia melihat ke kanan dan ke kiri untuk memastikan keadaan lalu menelepon dengan
Melihatnya pergi secepat kilat, aku hanya bisa tertawa sambil merapatkan syal dan kembali masuk ke halaman rumah.*Seminggu kemudian.Tring ...Pukul tujuh pagi ponselku berdering, ternyata setelah kulihat itu adalah panggilan dari bosku Irma. Tumben sekali dia menelpon pagi-pagi begini biasanya Jika dia menghubungi itu artinya ada pesanan mendadak atau hal-hal yang harus segera dilakukan untuknya. Kutekan tombol hijau lalu menjawab panggilannya."Halo, assalamualaikum.""Walaikum salam.""Segeralah datang ke butik Karena aku telah mendapatkan laporan hasil audit dari akuntan pribadiku.""Oh, ada apa sebenarnya Bos?"Aku agak heran karena nada bicara temanku itu tiba tiba meninggi."Aku membutuhkanmu sekarang, jadi datanglah.""Siap."Aku agak kaget mendengar dia sedikit berteriak tapi aku berusaha untuk memaklumi bahwa mungkin bosku itu sedang pusing atau memiliki banyak masalah sehingga dia melampiaskannya sedikit kepadaku."Kira kira kenapa ya..." Ah, segera mengambil handuk unt
"Baiklah jika begitu, aku akan pergi," jawabnya.Meski pada akhirnya dia mengalah tapi aku tahu dia melakukannya dengan berat hati. Aku pun paham dia sudah datang kemari dengan mengumpulkan segala keberanian dan kemauannya, dia telah mengumpulkan keberanian untuk menghadapi ayahku dan semua perkataan pahit dari beliau, juga harus minta maaf pada Ibu. Kini aku sudah di kamar, menyibak tirai jendela sambil melihat Mas Indra yang membuka pintu pagar dan menjauh pergi. Kembali terbersit dalam benakku, andai segala kejadian pahit itu tidak pernah berlaku dalam hidupku, tentu aku masih bersamanya sampai sekarang. Andai Dia tidak berselingkuh dan memutuskan untuk memilih kekasihnya tentu sampai saat ini kita masih tidur di ranjang yang sama dalam posisi berpelukan. Hanya ada aku, dia dan anak kami."Tapi sayang tidak ada lagi yang bisa disesalkan."*Kunyalakan AC lalu merebahkan diriku di sisi putriku yang sudah tertidur pulas sejak tadi. Kuperhatikan wajahnya yang cantik, sebagian dirinya
*Di sinilah kami sekarang duduk di atas hamparan tikar dan menikmati pemandangan kota dari ketinggian, bukit yang hijau yang ditumbuhi bunga-bunga yang cantik membuat Ambar gembira serta antusias untuk bermain dan menikmati alam. Kubiarkan ia memetik bunga dan mengejar kupu kupu sementara aku dan Mas Radit duduk sambil menikmati tipuan angin sejuk dan matahari sore. Daun rumput bergoyang di tiup angin membuat suasana semakin semarak."Hmm, Kalau sudah seperti ini Aku merasa sangat tenang dan bahagia ucap Mas Radit sambil mengunyah roti yang ku bawa di keranjang piknik.""Aku juga Mas, Ingin rasanya setiap hari seperti ini setiap sore menatap matahari dan menikmati angin sepoi yang berhembus, suatu saat nanti melihat anak anak kita berkejaran gembira, sudah merupakan kesempurnaan untukku.""Hmm, benar," jawabnya sambil menepuk punggung tanganku. Lama berhubungan dengan Mas Radit tak sekalipun pria itu pernah ingin merangkul atau melakukan hal yang lebih dari sekedar menyentuh tan
Karena dia tidak kunjung menjawab juga perkataanku, akhirnya aku pun memutuskan untuk segera masuk ke dalam rumah karena khawatir Mas Radit dan ibu akan menyusul keluar untuk memeriksa keadaanku."Kalau begitu Aku masuk dulu Mas Ibu dan Ayah pasti akan mencariku kalau aku terlambat.""Baiklah. Tapi tidak bisakah jika lain kali aku melihat Ambar?""Hmm, lain kali saja ya, namun aku tidak berjanji dengan semua itu. Jika suatu saat kau tidak sengaja melihatnya maka itu adalah rezekimu, tapi jika aku harus membawanya padamu, aku sama sekali tidak akan sempat dan tidak mau melakukan itu karena bapakku pasti akan marah.""Tak kusangka akan sesulit itu.""Kenyataan itulah yang kau pilih Mas, jadi bertahanlah.""Aku pulang," ujarnya yang tidak mampu menyembunyikan rasa kesal dan kecewa. Di sisi lain aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk meredakan kekesalan dan kekecewaannya karena segala sesuatu yang terjadi itupun adalah keputusan dirinya.Usai memastikan Mas Indra pergi dari depan rumah a