“Maaf Jod.. apa yang terjadi tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Mas Kristo hanya ngobrol kerjaan.” Sarlita merasa serba salah.
Tanpa banyak bicara, Jody tarik lengan Sarlita dan menyeretnya menjauh dari Kristo. Kristo hanya tercengang melihat perlakuan Jody pada Sarlita. Di dalam mobil, Jody tidak berkata sepatah kata pun. Dia memandang lurus ke depan dengan berbagai kekecewaan yang berkecamuk dibenaknya. “Jod.. aku salah, maafin aku ya..” Sarlita memelas pada Jody“Udahlah.. nanti saja kita bicarakan, jangan salahkan aku kalau nanti aku selalu mencurigai kamu, Sar.”Sarlita hanya bisa menitikkan airmata, posisinya memang sedang salah. Tidak ada pembelaan yang patut dia lakukan. Sampai di kosan, Jody langsung mencecar Sarlita dengan berbagai pertanyaan, “Seperti apa sih sebetulnya hubungan kamu dengan Kristo? Kok dari awal aku kenal kamu, dia sangat intens mendekati kamu?”“Lho? Kan aku selalu terbuka sama kamu, Jod? Setiap ada job dari mas Kristo, kamu selalu tahu?”Rahang Jody mulai mengeras, wajahnya pun memerah, “Soal jobnya aku tahu, Sar!! Tapi, hubungan dibalik itu yang aku tak tahu!!”Sarlita merasa kalau Jody sedang mencari-cari kesalahannya. Dan itu merupakan siasatnya untuk melepaskan tanggung jawabnya. “Saat kamu mulai mendekati aku, kamu tidak mempersoalkan kedekatan ku dengan mas Kristo. Kenapa baru sekarang kamu persoalkan!!?” Sarlita pun meluapkan amarahnya. “Beda, Sar!! Sekarang kamu isteri aku, aku harus menjaga kehormatan kamu!!”“Bullshit!! Kamu munafik, Jod!! Kamu sudah merenggut kehormatan aku, Jod!!”Jody terhenyak karena ucapan Sarlita, di luar dugaannya kalau Sarlita akan mengungkit soal itu. Sarlita sangat sedih, karena Jody sudah merampas segalanya dari dirinya, bahkan kebebasannya. Jody mencoba untuk mengalah, dia tidak ingin Sarlita malah semakin tertekan perasaan. “Sar.. aku ini suami kamu, setidaknya kalau kamu mau jalan minta izin dulu sama aku.”“Ajarkan aku untuk mempercayai kamu, Jod. Kamu sendiri selalu berbohong sama aku, apa aku harus selalu percaya sama kamu?”Jody tidak menyangka kalau Sarlita sangat kritis dalam berpikir. Padahal selama ini di mata Jody Sarlita sangat lugu dan polos. Jody sampai kehabisan kata-kata menghadapi Sarlita. Namun, sedikitpun dia tidak ingin introspeksi diri. “Kamu tahu gak? Job dari mas Kristo itu sangat aku butuhkan, Jod! Hanya itu cara aku meringankan beban kamu.. Kan kamu tidak bekerja, Jod?”“Sar.. Meskipun aku tidak bekerja, aku mampu menjamin kehidupan kamu dan anak kita.”Sarlita tetap pada pendiriannya, dia tidak ingin hanya mengharapkan bantuan Jody yang bukan hasil jerih payahnya. Sarlita tetap ingin punya penghasilan sendiri, walaupun tidak seberapa. “Aku juga bisa hidup dari kiriman orang tua, Jod. Tapi, kita kan harus bisa mandiri dari sekarang. Sampai kapan kita hidup dari bantuan orang tua, Jod?”Jody yang tidak pernah berpikir seperti itu, dia menganggap cara berpikir Sarlita sangat rumit. Dan Jody merasa tidak sefaham dengan Sarlita dalam hal itu. “Ke depan, aku akan berpikir seperti itu, Sar. Tapi, sekarang ini aku tidak mau rumit memikirkan hal itu. Sekarang aku cuma bisa hidupi kamu dari bantuan orang tuaku.”Jody tetap bertentangan dengan prinsip hidup Sarlita. Dia tidak peduli Sarlita setuju atau tidak. “Kalau dipikir aneh juga ya? Kita ini sangat berbeda, tapi kita bisa dipersatukan.”“Kenapa kamu baru persoalkan sekarang, Sar?”“Ya.. karena baru sekarang kita bermasalah dalam hal ini. Dan aku baru tahu kalau kamu laki-laki tidak mau berpikir rumit.”Jody merasa kalau Sarlita terus menyudutkannya, dia merasa tidak ada benarnya di mata Sarlita. Jody sudah tidak bisa berdalih apapun, dia serahkan pada Sarlita sepenuhnya. “Inilah aku, Sar... Suka tidak suka, kamu harus terima aku apa adanya.”“Apa rencana kamu dengan pernikahan kita sekarang ini? Seperti apa kamu mau hidupi anak yang akan aku lahirkan nanti?”“Kok kamu sepertinya gak yakin aku bisa hidupi anak kita, Sar?”“Bukan tidak yakin, Jod!! Aku Cuma ingin tahu apa rencana kamu ke depan!!”Waktu berlalu begitu cepat, penderitaan Sarlita semakin berat. Sudah satu minggu Jody menghilang begitu saja, ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Sarlita tidak mungkin mencarinya di kampus. Dalam kepanikankannya, Sarlita berniat untuk ambil cuti semester. Dia ingin mencari pekerjaan yang bisa untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Meskipun, kiriman dari orang tuanya masih lancar. Tapi, Sarlita ingin mengantisipasi keadaan, kalau tiba-tiba orang tuanya tahu keadaan yang sebenarnya. Dengan berat hati, Sarlita menghubungi Kristo, “Hai mas.. apa kabar? Mas kecewa ya dengan kejadian waktu itu?”“Sar.. aku tidak ingin kamu menghadapi masalah, kamu sedang hamil, Sar.”“Justeru aku sedang bermasalah, mas. Aku butuh pekerjaan, Jody Ghosting, mas. Aku bingung menghadapi masalah ini sendirian.”Kristo memberikan saran pada Sarlita, agar mencari Jody ke rumahnya. Sementara Sarlita menghindari itu, dia tidak ingin bertemu dengan orang tua Jody. “Ya gak bisa gitu, Sar, kamu harus lakuk
Jody dan Windi terperanjat di atas tempat tidur, Jody tidak mengira kalau Sarlita seketika datang. Sarlita seakan kehabisan kata-kata, dia terduduk di lantai meluruh dalam kemarahan yang memuncak. Jody menghampiri Sarlita dan tangannya menggapai Sarlita untuk mengajaknya bangkit, namun Sarlita menepis tangan Jody. “Ini sangat menyakitkan, Jod.. Apa salah aku Jod.. ?” ucap Sarlita lirih. Sarlita tertunduk menumpahkan kesedihannya dalam tangis pilu. Jody menatap Sarlita yang ada di bawahnya, tidak ada usaha Jody untuk mensejajarkan dirinya dengan Sarlita. Bahkan, dari raut wajahnya tidak terlihat perasaan merasa bersalah. “Kamu Cuma lihat aku ngobrol sama mas Kris, kamu begitu murka. Sekarang, perlakuan kamu lebih dari itu, Jod!!” suara Sarlita meninggi, namun masih terasa pilu. “Aku salah, Sar.. Aku minta minta maaf..”“Untuk apa, Jod? Kalau itu tidak mengubah perilakumu? Aku udah capek, Jod!!” Sarlita katakan itu tanpa menatap Jody. Dia tidak ingin mempresentasikan dirinya mengham
Jody memperlihatkan sikap manisnya pada Sarlita. Namun, Sarlita yang sudah mengenal watak Jody tidak mengubah sikapnya. Dia tidak ingin terhanyut dengan muslihat yang diperlihatkan Jody, Sarlita tidak terlalu menghiraukan kehadiran Jody. “Sar.. aku antar kamu ke dokter ya? Biar kita tahu bagaimana perkembangan janin yang ada dikandungan kamu.” Jody berusaha mengambil hati Sarlita. “Gak usah! Kalaupun aku mau periksa, tidak perlu kamu antar.”“Kenapa Sar? Apa aku sudah tidak pantas bersikap baik terhadap kamu?”“Bukan tidak pantas! Aku hanya ingin melatih diri tanpa kamu, Jod!!”Sarlita seakan tidak mempercayai semua kebaikan Jody. Baginya, apa yang sudah dilakukan Jody itu tidak termaafkan. Bahkan Sarlita sudah mempersiapkan diri jika harus berpisah dengan Jody. “Kenapa kamu tidak memberikan ruang sedikitpun padaku, Sar? Jangan bikin aku bingung menghadapi situasi ini.”“Pilihannya ada di tangan kamu, Jod. Aku hanya menerima apapun yang akan menjadi keputusan kamu.”***Hari demi ha
Saat Mama Sarlita sudah berada di Jakarta, hal pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah perubahan fisik Sarlita. “Wajah kamu kok tembem gitu, Sar? Kamu gak sedang hamil kan?”“Masak hamil sih, Ma? Perut rata gini dibilang hamil?” Sarlita balik bertanya sembari memegang perutnya. Mama Sarlita melihat perut Sarlita dan memegangnya, hampir saja Sarlita menepis tangan Mamanya. “Kamu sudah punya pacar?” Selidik Mama Sarlita“Kok Mama tiba-tiba tanya itu sih? Kan wajar Ma, seusia aku pacaran?”Mama Sarlita menatap wajahnya dengan pasat, “Kenapa? Kamu keberatan Mama tanya soal itu? Mama cuma mau ingatkan kamu, di Jakarta harus hati-hati bergaul.”Deg! Jantung Sarlita serasa dihujam mendengar kata-kata Mamanya, Sarlita berusaha memperlihatkan ekspresi wajah yang biasa saja. “Sarlita tahu diri, Ma .. Mudah-mudah Sarlita bisa menjaga diri.” jawab Sarlita dengan tenang. Mama Sarlita mengajak untuk pindah ke hotel, karena kamar Sarlita terlalu sempit dan tidak cukup untuk bertiga. S
Seketika wajah Jody pucat pasi melihat Windi yang ada disampingnya, “Kenapa Jod? Kamu tengsin sama aku?” canda Windi. “Eeh.. Win! Kenalin nih Dissa temannya Sarlita, aku kebetulan ketemu dia.” Jody salah tingkah sambil memperkenalkan Dissa pada Windi. “Gacoan baru, Jod?” Windi sengaja tanyakan itu di depan Dissa. Jody ajak Dissa segera meninggalkan club. Windi tersenyum puas menatap kepergian Jody dan Dissa. “Dasar playaboy cap topi miring!!” ucap Windi dengan kesal. “Itu siapa, Jod? Mantan kamu?” tanya Dissa sesaat sebelum masuk ke mobil. Setelah duduk di belakang stir, Jody baru jawab pertanyaan Dissa, “Dia pernah aku tolak cintanya, karena bukan tipikal cewek yang aku sukai. Mulutnya lemes, Dis.”“Oh ya? Bukannya Sarlita itu tipikal cewek yang kamu sukai? Kok kamu lepehin begitu aja, Jod?”“Menurut Sarlita, Mamanya gak suka sama aku. Jadi aku dilepehin sama dia.” ***“Nanti juga aku kenalin sama Mama, tapi anaknya cuek, Ma. Mama pasti suka deh, anaknya handsome kok.”“Nah! Gi
Terpampang di ponsel Sarlita beberapa foto kemesraan Jody dan Dissa saat Berdansa. Sarlita merasa kalau Dissa sudah mendustainya, karena dari foto-foto itu jelas terlihat sebuah kemesraan. Sangat berbeda antara ucapan Dissa dengan kenyataan yang ada. Sarlita bertanya dalam hati, “Apa tujuan Dissa menceritakan pertemuannya dengan Jody?”Setelah sampai di tempat kost-nya, Sarlita mencoba untuk menenangkan diri. Meskipun berbagai pertanyaan dan kecurigaan terus bersemayam dalam benaknya. Sarlita kembali mengingat persahabatannya dengan Dissa. Tidak pernah Dissa memperlihatkan ketertarikannya pada Jody, saat dia perkenalkan Dissa dengan Jody. Namun, Sarlita tidak bisa menduga kalau Jody diam-diam menyukai Dissa. ***Di kamarnya, Jody tidak bisa memejamkan mata. Dia tidak menyangka kalau Dissa menolak ajakan kencannya. Bagi Jody, itu bak pukulan telak yang menghantam rahangnya. Belum pernah dia ditolak gadis yang diajaknya kencan, baru Dissa yang menolaknya. Malam menjelang larut Jody
“Mau apa kamu datang malam ini, Jod? Inikan sudah larut malam?”“Aku ingin menemani kamu tidur, Sar.” jawab Jody sembari memaksa masuk. Sarlita tidak kuasa menahan keinginan Jody, dia sadar kalau Jody adalah suami sahnya. Dibiarkannya Jody masuk, dia hanya bisa menatap Jody yang langsung berbaring di tempat tidurnya. “Okey.. aku izinkan kamu tidur di sini malam ini. Tapi, pagi-pagi kamu sudah harus bangun dan pergi dari sini. Aku tidak ingin Mama memergoki kamu ada di kamarku.” pinta Sarlita. Sarlita mengambil bantal dan gulingnya, serta selimut yang digelarnya di lantai. Melihat Sarlita ingin tidur di lantai, buru-buru Jody melarangnya. “Kamu sedang hamil, Sar, jangan tidur di lantai. Biar aku yang tidur di lantai, kalau kamu gak mau tidur bersamaku.” Jody turun ke lantai, dia minta Sarlita pindah ke atas tempat tidur. Sarlita tidak menyangka kalau Jody begitu perhatian dengan kondisinya yang sedang hamil. Sarlita mengikuti keinginan Jody dan pindah ke atas tempat tidur. Sement
Sarlita kembali kecewa, dia berharap Jody menginap di kosannya. Ternyata, setelah berhubungan intim, Jody ingin segera meninggalkan Sarlita begitu saja. “Gak salah kamu, Jod!? Emang kamu mau kemana lagi? Kok enak banget habis begitu kamu mau langsung pergi?” Sarlita bangun dari tidurnya dan menatap Jody dengan kecewa. “Kalau aku paksakan tidur di sini, aku akan bangun kesiangan, Sar. Lebih baik aku pulang dan tidur di rumah.”“Terus! Kamu ke sini Cuma mau melepaskan hasrat kamu aja? Aku Cuma kamu anggap sebagai tempat pelepasan ya!!?” Sarlita tak kuasa lagi menahan amarahnya. “Aku minta maaf kalau aku salah, Sar. Tapi, aku memang tidak mungkin tidur di sini.” Ujar Jody sembari terus ngeloyor pergi. Dia tidak lagi menghiraukan kata-kata Sarlita yang semakin tajam menghujam jantungnya. Sarlita hanya bisa menahan tangisnya, seakan tidak ada lagi airmata yang tersisa. Berbagai penyesalan menumpuk di dada Sarlita. Cincin pertunangan yang penuh kepalsuan itu menjadi sumber malapetaka y
Kedua mahluk yang beda usia dan berlainan jenis itu berasyik-masyuk tanpa dibaluti sehelai benangpun, Windi memegang kendali. “Win.. ritmenya lebih lembut ya,” pinta Tantrianus yang di awal sudah menurun staminanya. Windi hanya menjawab dengan anggukan kepala sembari terus memacu laju gairahnya. Diantara dendam dan nafsu, Windi ingin melihat kebengalan ayah mantan kekasihnya. Belum sampai satu putaran Tantrianus sudah mencapai puncak pelepasan, Windi sangat kecewa. “Yah om.. kok nanggung gitu? Aku gimana dong?” gerutu Windi saat terpaksa menyelesaikan keintimanya. “Sorry Win, om memang sedang dalam stamina yang tidak bagus.” dalih Tantrianus ***“Maafkan Sarlita, Ma, situasinya memaksa Sarlita harus memilih cara itu.” Sarlita sadar apa yang dilakukannya adalah kesalahan. Mama Sarlita meminta agar Sarlita tetap memberitahukan Jody, walaupun hanya via telepon. “Izin suami itu penting Sar, tidak ada yang bisa kamu lakukan kalau suami kamu tidak izinkan!!” tegas Mama Sarlita“Aku
Kedatangan Sarlita yang tiba-tiba di Bali menjadi pertanyaan Mamanya. Sehingga Sarlita dicecar berbagai pertanyaan, “Kok kamu gak kasih tahu Mama mau pulang? Tadi malam kan Mama telepon kamu? Kamu ada masalah apa Sarlita?” cecar Mama Sarlita “Ntar Sarlita jelaskan, Ma, jangan sekarang ya.. Sarlita baru sampai Nih.. “Sarlita terlihat sangat lelah, dia berusaha menahan perasan kecewa, juga kesedihannya. Setelah cipika-cipiki dengan Mamanya, Sarlita duduk di ruang tamu. Mama Sarlita duduk menjajari disamping Sarlita, “Mama curiga, Sar, kamu lagi ada masalah dengan Jody, ya? Jangan ada yang kamu sembunyikan, Sar.” ucap Mama Sarlita dengan lembutSarlita ceritakan pada Mamanya, bahwa setelah menerima telepon dengan Mamanya tadi malam dia bertengkar dengan Jody. Sarlita jelaskan juga, Jody semenjak sudah bekerja sikapnya banyak berubah. “Sekarang kamu percaya gak dengan apa yang Mama katakan? Kan Mama sudah ingatkan kamu, Sar?”“Mama benar, Sarlita tidak mendengarkan nasehat Mama. Tap
Hubungan Sarlita dan Jody kembali menegang. Keesokan harinya selepas Jody berangkat kerja, Sarlita telepon seseorang. Sarlita pesan tiket ke Bali dan minta diantar ke airport. “Mas.. tolong aku dulu ya, carikan tiket ke Bali hari ini. Kalau udah dapat, tolong antar aku ke airport.”Setelah terlibat pembicaraan yang cukup panjang, Sarlita mengakhiri sambungan pembicaraannya. Sarlita segera mengemas barang-barangnya, pikirannya begitu kalut. Situasi di rumah Jody saat itu sangat sepi, kesempatan itu digunakan Sarlita untuk meninggalkan rumah Jody. Agaknya, Sarlita tidak lagi memikirkan apakah perbuatannya tersebut salah atau benar. ***Menjelang siang di sebuah Mall, Windi terlihat asyik jalan sendirian sembari window shopping. Di sebuah gerai tanpa sengaja dia melihat Tantrianus yang sedang memilih kemeja dan dasi. Windi menyapa Tantrianus dengan sok akrab,“Hai om.. Jody gimana kabarnya?” tanya WindiTantrianus memandang Windi dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya, “Baik sih..
“Emang kamu harus pulang malam setiap hari Jod? Kalau ada apa-apa dengan isteri kamu gimana?” Tantrianus tanyakan itu dengan baik-baik. “Ya.. habis gimana dong, Pa, kerja Jody memang seperti itu. Atau Jody fokus kuliah aja, gimana Pa?” Jody balik bertanya Tantrianus naik pitam mendengar jawaban Jody, “Terserah kamu Jod!! Silahkan kamu tentukan sendiri! Papa sudah capek nasehati kamu!!”Tantrianus tinggalkan Jody begitu saja, dia tidak peduli ada isterinya dan Sarlita di situ. Mama Jody membujuk Jody, “Jod.. kamu yang dewasa dong jawabannya, kok kamu selalu menjawab seperti itu dengan Papa kamu?”Sarlita tatap Jody yang sikapnya sangat cuek, Jody seperti tidak ingin disalahkan. Dia merasa bekerja itu bukanlah atas keinginannya. Sehingga merasa tidak punya beban. “Jody bingung, Ma, Papa selalu salahkan Jody. Sementara, Sarlita juga ingin Jody kerja.”“Kamu ini aneh ya.. Seakan-akan kamu gak punya beban hidup sama sekali! Kamu tahu gak kalau sekarang calon seorang ayah?”Jody hanya t
“Kalau aku diposisi Kiano, aku sudah buang kamu, Jod! Kecuali kalau kamu sebagai lelaki simpanan aku.”Jody katakan kalau Cathrine beda dengan Kiano, menurutnya Kiano mau melakukan itu karena punya kedekatan dengan Sarlita. “Gini Cathrine, Kiano mau lakukan itu semua, karena dia dekat dengan isteri aku. Dengan begitu dia bisa aman dekat dengan isteriku.”Diam-diam ternyata Jody sudah tahu apa tujuan Kiano mau menerimanya sebagai karyawan. Jody tahu kalau Kiano punya hati terhadap Sarlita. Cathrine malah aneh dengan sikap Jody, “Kok kamu bisa tidak mempermasalahkan kedekatan isteri kamu dengan Kiano? Kamu sengaja jual isteri kamu pada Kiano, Jod?”Apa yang dikatakan Cathrine itu seperti menampar wajah Jody, “Aku tahu kalau hubungan mereka biasa aja, Cathrine, gak mungkin Kiano berani lebih dari itu.”“Wah! Sok tahu kamu, Jod! Aku ini wanita, aku tahu seperti apa perasaan seorang wanita. Kamu aja gak peduli sama isteri sendiri!!”***Kiano ingin tahu apa rencana Sarlita ke depan, mes
Satu bulan kemudian Apa yang dikhawatirkan Tantrianus terhadap Jody benar-benar jadi kenyataan. Disamping bekerja dengan Kiano, Jody tetap menjalin hubungan dengan Cathrine. Jody rupanya sudah berubah selera, yang tadinya sangat terobsesi pada gadis perawan, sekarang malah takluk pada janda muda kinyis-kinyis. Sarlita kerap mengadu pada Kiano tentang rumah tangganya, “Dugaan aku gak salah Kiano, Jody semakin berubah sekarang. Padahal, kehamilanku sudah masuk pada bulan ke 6.”Cerita Sarlita pada Kiano ssat mereka bertemu di sebuah tempat, dipinggiran dermaga pada sebuah danau nan indah. “Sar.. biarin aja dia seperti itu, justeru itu yang akan menjadi alasan aku minta kamu dari dia nantinya.”Sarlita keberatan dengan cara Kiano itu, dia ingin situasi seperti itu tidak dijadikan alasan Kiano merebut Sarlita dari Jody. “Aku rasa jangan karena alasan itu, Kiano, aku tidak ingin Jody berpikir kita sengaja merencanakannya.”Kiano tetap berusaha menjaga sikapnya terhadap Sarlita, dia ti
Selepas bertemu Kiano, Jody menemui Tantrianus di kantornya. Tantrianus kaget Jody menemuinya di kantor bukan di rumah, “Urusan begini kan kamu bisa bicara di rumah, Jod!”“Kalau di rumah repot Pa, Mama suka ikut campur, Jody ingin bicara serius sama Papa.”Jody ceritakan pada Tantrianus kalau dia sudah bertemu dengan Kiano, dan Kiano bersedia menerimanya bekerja dengan posisi sebagai partner. Tantrianus hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jody, “Itu permintaan kamu atau memang Kiano sendiri yang tentukan? Kamu jangan coba-coba tekan Kiano, Jod!” ancam Tantrianus. “Itu Kiano sendiri yang tentukan Pa, bukan aku yang minta, kok?”Jody jelaskan kenapa Kiano menempatkannya sebagai partner. Menurut Jody, Kiano menganggapnya sebagai teman, bukan karyawan. Kiano tidak ingin Jody merasa sebagai karyawan, Kiano melakukan itu agar Jody bisa merasa memiliki. “Okey.. Papa mengerti, itu artinya Kiano ingin kamu nyaman bekerja di perusahaannya. Tapi, kamu jangan besar kepala, Jod! Ka
Keesokan harinya Setelah memikirkan kembali desakan Tantrianus dan Sarlita, akhirnya Jody bersedia menerima tawaran Kiano. Jody menemui Kiano di ruang kerjanya, “Bro.. kamu gak usah keberatan bekerja di perusahaan ini, aku yakin kamu bisa beradaptasi dengan kondisi di perusahaan ini.”Kiano berusaha meyakinkan Jody, dia sangat memikirkan nasib Sarlita. “Gini Kiano.. aku gak mau kamu mau menerima aku karena permintaan Papa aku, itu satu. Kedua, kamu juga jangan karena dipengaruhi Sarlita.” pinta Jody“Sama sekali enggak, Jod! Aku hanya menghargai potensi kamu, aku sangat yakin kalau kamu bisa diandalkan.”Bagi Kiano, dengan Jody bekerja diperusahaannya, dia akan mudah berkomunikasi dengan Jody. Dengan begitu misinya untuk meminta Sarlita pada Jody peluangnya terbuka. Kiano juga tidak menganggap Jody sebagai karyawan, dan itu dia sampaikan pada Jody, “Asal kamu tahu Jod, aku tidak anggap kamu karyawan, aku posisikan kamu sebagai partner kerja. Gimana Jod? Kamu bisa terima gak?”“Ok
Jody pulang ke rumah bersama Mamanya, ternyata Jody diminta menemani Mamanya ke salon. Saat Mamanya di salon, Jody manfaatkan untuk bertemu Cathrine, itulah makanya mobil Jody ada di rumah. Jody bertemu Tantrianus di ruang tamu, “Jod! Tadi Kiano ketemu Papa di rumah, dia bersedia menerima kamu kerja di perusahaannya.. gimana? Kamu bersedia gak?” tanya Tantrianus “Bukan gak bersedia Pa, Jody sudah dapat pekerjaan baru di perusahaan kosmetik.” jawab Jody“Kok perusahaan kosmetik sih, Jod?” Kerja dibagian apa kamu?” tanya Mama Jody“Ya sama aja, sebagai marketing, Ma, gak masalah kan? Di perusahaan yang kemarin juga sebagai marketing, Ma.”Tantrianus tetap meminta Jody menerima tawaran Kiano, tapi Jody tetap menolaknya, “Papa minta kamu terima tawaran Kiano, karena kamu bisa belajar banyak dari dia bagaimana memimpin perusahaan.”“Jody gak enak Pa, Kiano itu kenal sama Sarlita, dan juga relasi om Wiryawan. Jadi ketahuan banget kalau Jody jadi karyawan Kiano.”Tantrianus menjanjikan pr