“Kamu gak perlu menyesali apa yang sudah terjadi Sar, percuma saja. Keperawanan kamu tidak akan bisa kembali dengan menyesalinya. Kamu harus pikirkan, bagaimana agar Jody tidak pindah kelain hati.”
Kristo tanyakan pada Sarlita, bagaimana mereka bisa aman berhubungan intim. Kristo juga tanyakan, apakah setiap berhubungan dengan Jody memakai alat kontrasepsi? “Jody selalu memberikan aku Pil Anti Hamil mas, alasannya agar aku tidak hamil.”“Aku gak bisa mencampuri urusan kamu dan Jody terlalu jauh Sar, tapi aku kasihan sama kamu.”“Sebagai lelaki apakah mas Kristo mau menerima gadis yang sudah tidak perawan?”“Kalau aku sih tidak pernah mempersoalkan masalah itu Sar.. bagi aku yang penting aku suka dan cinta."Mendengar jawaban Kristo, Sarlita lega hatinya. Dia merasa masih mempunyai peluang untuk mendapatkan cinta seorang lelaki. Itu kalau seandainya Jody meninggalkannya. “Aku suka dengan sikap mas Kristo, karena sangat bijak dalam menentukan pilihan.”“Kamu gak usah terlalu terbebani dengan kondisi kamu saat ini Sar. Tuhan sudah tentukan siapa jodoh kamu, tinggal bagaimana ikhtiar kamu aja.”Sarlita sangat berharap Kristo ingin mengemukakan perasaannya padanya. Namun, Kristo tidak pernah menganggap kalau Sarlita akan menjadi kekasihnya. Kristo tahu diri kalau sudah berkeluarga, dia hanya butuh Sarlita sebagai modelnya. Sebaliknya Sarlita menganggap Kristo mendekati dirinya karena perasaan suka. Memang secara gesture tubuh dan perhatian yang diperlihatkan Kristo, diterima Sarlita sebagai isyarat itu. Sarlita menganggap Kristo masih lajang, karena performanya memperlihatkan kalau dia masih lajang. “Kalau suatu saat ada laki-laki yang mau menerima aku apa adanya, aku akan tinggalkan Jody mas.”“Kenapa kamu gak mau teruskan hubungan dengan Jody? Kan dia yang merenggut kesucian kamu? Enakan dia dong kalau kamu tinggalkan?” Sarlita masih merahasiakan status hubungannya dengan Jody.***
Windi melihat ekspresi wajah Jody yang kecewa, “Kok kamu jadi lesu gitu Jod? Kamu kalau aku lagi PMS selalu gitu, paling sebentar lagi kamu pamit pulang deh.” Windi sangat kesal dengan Jody. “Gak usah ngomong gitu Win.. emangnya aku butuh kamu cuma buat begituan aja?”“Jody.. perilaku kamu seperti itu sudah menjadi pembicaraan di kampus. Semua mantan kamu itu cerita tentang keburukan kamu.”“Serius kamu Win? Apa yang kamu ketahui? Apa perilaku yang dibicarakan mantan-mantan aku?” Jody menanyakan itu dengan penuh penasaran. Windi jelaskan pada Jody, bahwa Jody sering cuek dengan pacarnya yang lagi PMS. Jody banyak gombalnya, tidak satupun ucapannya yang layak dipercaya. Mendengar penjelasan Windi, Jody protes, “Itu mah lebay Win.. gila aja kalau aku seperti itu. Kadang hanya kebetulan aja, tapi sebenarnya aku tidaklah seperti itu. Sekarang aku biasa aja sama kamu, emang aku cuek sama kamu?”Jody tinggalkan Windi begitu saja, dia tidak ingin hubungannya dengan Windi menjadi meruncing. Di tengah perjalanan Jody menerima sebuah panggilan telepon, “Okey.. tengkyu infonya brow..” Jody menutup sambungan telepon dan tancap gas. ***Sarlita bingung mau jawab pertanyaan Kristo, karena hatinya benar-benar gundah menghadapi sikap Jody. “Kalau ada laki-laki yang lebih baik dari Jody, mendingan aku pilih lelaki lain mas. Jody bukanlah laki-laki yang setia.”“Ini bukan soal setia atau tidak setia Sar, tapi soal tanggung jawab. Dia harus menikahi kamu, karena dia sudah merenggut kesucian kamu.”Sarlita menatap kedua bola mata Kristo, dia merasa kalau Kristo adalah lelaki impiannya. Tapi, Kristo menganggap tatapan Sarlita itu biasa saja. Dia sering menerima tatapan seperti itu dari model-modelnya. “Mas... kamu pernah gak memikirkan aku? Maksud aku.. mas punya rasa gak sama aku?”“Pastilah Sar.. kamu kan cantik, gila aja kalau ada laki-laki yang gak tertarik sama kamu. Tapi, soal rasa itu kan tafsirnya luas sekali Sar..”Sarlita hatinya berbunga-bunga mendengar pengakuan Kristo, dia merasa tidak bertepuk sebelah tangan. Padahal, Kristo katakan itu semua hanya ingin menyenangkan hati Sarlita. Kristo sendiri belum bisa menerjemahkan sebatas apa rasa sukanya pada Sarlita. “Kok aku senang ya mendengar jawaban kamu, mas. Aku pikir cuma aku yang suka sama mas Kristo.”Kristo semakin tambah bingung dengan reaksi yang diberikan Sarlita. Dia merasa ucapannya ditafsirkan secara berlebihan oleh Sarlita. Kristo sangat sadar kalau apa yang dikatakan Sarlita hanyalah pelampiasan kekecewaannya pada Jody. Sebaliknya, Sarlita merasa mendapat peluang untuk mendapatkan cinta Kristo. Sayangnya dia tidak tahu kalau Kristo sudah berkeluarga. Tanpa mereka sadari, tiba-tiba Jody muncul dihadapan mereka. Sarlita dan Kristo terpana melihat kehadiran Jody. Sarlita tidak menyangka sama sekali kalau Jody tiba-tiba muncul.“Maaf Jod.. apa yang terjadi tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku dan Mas Kristo hanya ngobrol kerjaan.” Sarlita merasa serba salah. Tanpa banyak bicara, Jody tarik lengan Sarlita dan menyeretnya menjauh dari Kristo. Kristo hanya tercengang melihat perlakuan Jody pada Sarlita. Di dalam mobil, Jody tidak berkata sepatah kata pun. Dia memandang lurus ke depan dengan berbagai kekecewaan yang berkecamuk dibenaknya. “Jod.. aku salah, maafin aku ya..” Sarlita memelas pada Jody“Udahlah.. nanti saja kita bicarakan, jangan salahkan aku kalau nanti aku selalu mencurigai kamu, Sar.”Sarlita hanya bisa menitikkan airmata, posisinya memang sedang salah. Tidak ada pembelaan yang patut dia lakukan. Sampai di kosan, Jody langsung mencecar Sarlita dengan berbagai pertanyaan, “Seperti apa sih sebetulnya hubungan kamu dengan Kristo? Kok dari awal aku kenal kamu, dia sangat intens mendekati kamu?”“Lho? Kan aku selalu terbuka sama kamu, Jod? Setiap ada job dari mas Kristo, kamu selalu tahu?”Rahan
Waktu berlalu begitu cepat, penderitaan Sarlita semakin berat. Sudah satu minggu Jody menghilang begitu saja, ponselnya tidak bisa dihubungi sama sekali. Sarlita tidak mungkin mencarinya di kampus. Dalam kepanikankannya, Sarlita berniat untuk ambil cuti semester. Dia ingin mencari pekerjaan yang bisa untuk menutupi kebutuhannya sehari-hari. Meskipun, kiriman dari orang tuanya masih lancar. Tapi, Sarlita ingin mengantisipasi keadaan, kalau tiba-tiba orang tuanya tahu keadaan yang sebenarnya. Dengan berat hati, Sarlita menghubungi Kristo, “Hai mas.. apa kabar? Mas kecewa ya dengan kejadian waktu itu?”“Sar.. aku tidak ingin kamu menghadapi masalah, kamu sedang hamil, Sar.”“Justeru aku sedang bermasalah, mas. Aku butuh pekerjaan, Jody Ghosting, mas. Aku bingung menghadapi masalah ini sendirian.”Kristo memberikan saran pada Sarlita, agar mencari Jody ke rumahnya. Sementara Sarlita menghindari itu, dia tidak ingin bertemu dengan orang tua Jody. “Ya gak bisa gitu, Sar, kamu harus lakuk
Jody dan Windi terperanjat di atas tempat tidur, Jody tidak mengira kalau Sarlita seketika datang. Sarlita seakan kehabisan kata-kata, dia terduduk di lantai meluruh dalam kemarahan yang memuncak. Jody menghampiri Sarlita dan tangannya menggapai Sarlita untuk mengajaknya bangkit, namun Sarlita menepis tangan Jody. “Ini sangat menyakitkan, Jod.. Apa salah aku Jod.. ?” ucap Sarlita lirih. Sarlita tertunduk menumpahkan kesedihannya dalam tangis pilu. Jody menatap Sarlita yang ada di bawahnya, tidak ada usaha Jody untuk mensejajarkan dirinya dengan Sarlita. Bahkan, dari raut wajahnya tidak terlihat perasaan merasa bersalah. “Kamu Cuma lihat aku ngobrol sama mas Kris, kamu begitu murka. Sekarang, perlakuan kamu lebih dari itu, Jod!!” suara Sarlita meninggi, namun masih terasa pilu. “Aku salah, Sar.. Aku minta minta maaf..”“Untuk apa, Jod? Kalau itu tidak mengubah perilakumu? Aku udah capek, Jod!!” Sarlita katakan itu tanpa menatap Jody. Dia tidak ingin mempresentasikan dirinya mengham
Jody memperlihatkan sikap manisnya pada Sarlita. Namun, Sarlita yang sudah mengenal watak Jody tidak mengubah sikapnya. Dia tidak ingin terhanyut dengan muslihat yang diperlihatkan Jody, Sarlita tidak terlalu menghiraukan kehadiran Jody. “Sar.. aku antar kamu ke dokter ya? Biar kita tahu bagaimana perkembangan janin yang ada dikandungan kamu.” Jody berusaha mengambil hati Sarlita. “Gak usah! Kalaupun aku mau periksa, tidak perlu kamu antar.”“Kenapa Sar? Apa aku sudah tidak pantas bersikap baik terhadap kamu?”“Bukan tidak pantas! Aku hanya ingin melatih diri tanpa kamu, Jod!!”Sarlita seakan tidak mempercayai semua kebaikan Jody. Baginya, apa yang sudah dilakukan Jody itu tidak termaafkan. Bahkan Sarlita sudah mempersiapkan diri jika harus berpisah dengan Jody. “Kenapa kamu tidak memberikan ruang sedikitpun padaku, Sar? Jangan bikin aku bingung menghadapi situasi ini.”“Pilihannya ada di tangan kamu, Jod. Aku hanya menerima apapun yang akan menjadi keputusan kamu.”***Hari demi ha
Saat Mama Sarlita sudah berada di Jakarta, hal pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah perubahan fisik Sarlita. “Wajah kamu kok tembem gitu, Sar? Kamu gak sedang hamil kan?”“Masak hamil sih, Ma? Perut rata gini dibilang hamil?” Sarlita balik bertanya sembari memegang perutnya. Mama Sarlita melihat perut Sarlita dan memegangnya, hampir saja Sarlita menepis tangan Mamanya. “Kamu sudah punya pacar?” Selidik Mama Sarlita“Kok Mama tiba-tiba tanya itu sih? Kan wajar Ma, seusia aku pacaran?”Mama Sarlita menatap wajahnya dengan pasat, “Kenapa? Kamu keberatan Mama tanya soal itu? Mama cuma mau ingatkan kamu, di Jakarta harus hati-hati bergaul.”Deg! Jantung Sarlita serasa dihujam mendengar kata-kata Mamanya, Sarlita berusaha memperlihatkan ekspresi wajah yang biasa saja. “Sarlita tahu diri, Ma .. Mudah-mudah Sarlita bisa menjaga diri.” jawab Sarlita dengan tenang. Mama Sarlita mengajak untuk pindah ke hotel, karena kamar Sarlita terlalu sempit dan tidak cukup untuk bertiga. S
Seketika wajah Jody pucat pasi melihat Windi yang ada disampingnya, “Kenapa Jod? Kamu tengsin sama aku?” canda Windi. “Eeh.. Win! Kenalin nih Dissa temannya Sarlita, aku kebetulan ketemu dia.” Jody salah tingkah sambil memperkenalkan Dissa pada Windi. “Gacoan baru, Jod?” Windi sengaja tanyakan itu di depan Dissa. Jody ajak Dissa segera meninggalkan club. Windi tersenyum puas menatap kepergian Jody dan Dissa. “Dasar playaboy cap topi miring!!” ucap Windi dengan kesal. “Itu siapa, Jod? Mantan kamu?” tanya Dissa sesaat sebelum masuk ke mobil. Setelah duduk di belakang stir, Jody baru jawab pertanyaan Dissa, “Dia pernah aku tolak cintanya, karena bukan tipikal cewek yang aku sukai. Mulutnya lemes, Dis.”“Oh ya? Bukannya Sarlita itu tipikal cewek yang kamu sukai? Kok kamu lepehin begitu aja, Jod?”“Menurut Sarlita, Mamanya gak suka sama aku. Jadi aku dilepehin sama dia.” ***“Nanti juga aku kenalin sama Mama, tapi anaknya cuek, Ma. Mama pasti suka deh, anaknya handsome kok.”“Nah! Gi
Terpampang di ponsel Sarlita beberapa foto kemesraan Jody dan Dissa saat Berdansa. Sarlita merasa kalau Dissa sudah mendustainya, karena dari foto-foto itu jelas terlihat sebuah kemesraan. Sangat berbeda antara ucapan Dissa dengan kenyataan yang ada. Sarlita bertanya dalam hati, “Apa tujuan Dissa menceritakan pertemuannya dengan Jody?”Setelah sampai di tempat kost-nya, Sarlita mencoba untuk menenangkan diri. Meskipun berbagai pertanyaan dan kecurigaan terus bersemayam dalam benaknya. Sarlita kembali mengingat persahabatannya dengan Dissa. Tidak pernah Dissa memperlihatkan ketertarikannya pada Jody, saat dia perkenalkan Dissa dengan Jody. Namun, Sarlita tidak bisa menduga kalau Jody diam-diam menyukai Dissa. ***Di kamarnya, Jody tidak bisa memejamkan mata. Dia tidak menyangka kalau Dissa menolak ajakan kencannya. Bagi Jody, itu bak pukulan telak yang menghantam rahangnya. Belum pernah dia ditolak gadis yang diajaknya kencan, baru Dissa yang menolaknya. Malam menjelang larut Jody
“Mau apa kamu datang malam ini, Jod? Inikan sudah larut malam?”“Aku ingin menemani kamu tidur, Sar.” jawab Jody sembari memaksa masuk. Sarlita tidak kuasa menahan keinginan Jody, dia sadar kalau Jody adalah suami sahnya. Dibiarkannya Jody masuk, dia hanya bisa menatap Jody yang langsung berbaring di tempat tidurnya. “Okey.. aku izinkan kamu tidur di sini malam ini. Tapi, pagi-pagi kamu sudah harus bangun dan pergi dari sini. Aku tidak ingin Mama memergoki kamu ada di kamarku.” pinta Sarlita. Sarlita mengambil bantal dan gulingnya, serta selimut yang digelarnya di lantai. Melihat Sarlita ingin tidur di lantai, buru-buru Jody melarangnya. “Kamu sedang hamil, Sar, jangan tidur di lantai. Biar aku yang tidur di lantai, kalau kamu gak mau tidur bersamaku.” Jody turun ke lantai, dia minta Sarlita pindah ke atas tempat tidur. Sarlita tidak menyangka kalau Jody begitu perhatian dengan kondisinya yang sedang hamil. Sarlita mengikuti keinginan Jody dan pindah ke atas tempat tidur. Sement
Kedua mahluk yang beda usia dan berlainan jenis itu berasyik-masyuk tanpa dibaluti sehelai benangpun, Windi memegang kendali. “Win.. ritmenya lebih lembut ya,” pinta Tantrianus yang di awal sudah menurun staminanya. Windi hanya menjawab dengan anggukan kepala sembari terus memacu laju gairahnya. Diantara dendam dan nafsu, Windi ingin melihat kebengalan ayah mantan kekasihnya. Belum sampai satu putaran Tantrianus sudah mencapai puncak pelepasan, Windi sangat kecewa. “Yah om.. kok nanggung gitu? Aku gimana dong?” gerutu Windi saat terpaksa menyelesaikan keintimanya. “Sorry Win, om memang sedang dalam stamina yang tidak bagus.” dalih Tantrianus ***“Maafkan Sarlita, Ma, situasinya memaksa Sarlita harus memilih cara itu.” Sarlita sadar apa yang dilakukannya adalah kesalahan. Mama Sarlita meminta agar Sarlita tetap memberitahukan Jody, walaupun hanya via telepon. “Izin suami itu penting Sar, tidak ada yang bisa kamu lakukan kalau suami kamu tidak izinkan!!” tegas Mama Sarlita“Aku
Kedatangan Sarlita yang tiba-tiba di Bali menjadi pertanyaan Mamanya. Sehingga Sarlita dicecar berbagai pertanyaan, “Kok kamu gak kasih tahu Mama mau pulang? Tadi malam kan Mama telepon kamu? Kamu ada masalah apa Sarlita?” cecar Mama Sarlita “Ntar Sarlita jelaskan, Ma, jangan sekarang ya.. Sarlita baru sampai Nih.. “Sarlita terlihat sangat lelah, dia berusaha menahan perasan kecewa, juga kesedihannya. Setelah cipika-cipiki dengan Mamanya, Sarlita duduk di ruang tamu. Mama Sarlita duduk menjajari disamping Sarlita, “Mama curiga, Sar, kamu lagi ada masalah dengan Jody, ya? Jangan ada yang kamu sembunyikan, Sar.” ucap Mama Sarlita dengan lembutSarlita ceritakan pada Mamanya, bahwa setelah menerima telepon dengan Mamanya tadi malam dia bertengkar dengan Jody. Sarlita jelaskan juga, Jody semenjak sudah bekerja sikapnya banyak berubah. “Sekarang kamu percaya gak dengan apa yang Mama katakan? Kan Mama sudah ingatkan kamu, Sar?”“Mama benar, Sarlita tidak mendengarkan nasehat Mama. Tap
Hubungan Sarlita dan Jody kembali menegang. Keesokan harinya selepas Jody berangkat kerja, Sarlita telepon seseorang. Sarlita pesan tiket ke Bali dan minta diantar ke airport. “Mas.. tolong aku dulu ya, carikan tiket ke Bali hari ini. Kalau udah dapat, tolong antar aku ke airport.”Setelah terlibat pembicaraan yang cukup panjang, Sarlita mengakhiri sambungan pembicaraannya. Sarlita segera mengemas barang-barangnya, pikirannya begitu kalut. Situasi di rumah Jody saat itu sangat sepi, kesempatan itu digunakan Sarlita untuk meninggalkan rumah Jody. Agaknya, Sarlita tidak lagi memikirkan apakah perbuatannya tersebut salah atau benar. ***Menjelang siang di sebuah Mall, Windi terlihat asyik jalan sendirian sembari window shopping. Di sebuah gerai tanpa sengaja dia melihat Tantrianus yang sedang memilih kemeja dan dasi. Windi menyapa Tantrianus dengan sok akrab,“Hai om.. Jody gimana kabarnya?” tanya WindiTantrianus memandang Windi dari ujung kaki sampai ke ujung rambutnya, “Baik sih..
“Emang kamu harus pulang malam setiap hari Jod? Kalau ada apa-apa dengan isteri kamu gimana?” Tantrianus tanyakan itu dengan baik-baik. “Ya.. habis gimana dong, Pa, kerja Jody memang seperti itu. Atau Jody fokus kuliah aja, gimana Pa?” Jody balik bertanya Tantrianus naik pitam mendengar jawaban Jody, “Terserah kamu Jod!! Silahkan kamu tentukan sendiri! Papa sudah capek nasehati kamu!!”Tantrianus tinggalkan Jody begitu saja, dia tidak peduli ada isterinya dan Sarlita di situ. Mama Jody membujuk Jody, “Jod.. kamu yang dewasa dong jawabannya, kok kamu selalu menjawab seperti itu dengan Papa kamu?”Sarlita tatap Jody yang sikapnya sangat cuek, Jody seperti tidak ingin disalahkan. Dia merasa bekerja itu bukanlah atas keinginannya. Sehingga merasa tidak punya beban. “Jody bingung, Ma, Papa selalu salahkan Jody. Sementara, Sarlita juga ingin Jody kerja.”“Kamu ini aneh ya.. Seakan-akan kamu gak punya beban hidup sama sekali! Kamu tahu gak kalau sekarang calon seorang ayah?”Jody hanya t
“Kalau aku diposisi Kiano, aku sudah buang kamu, Jod! Kecuali kalau kamu sebagai lelaki simpanan aku.”Jody katakan kalau Cathrine beda dengan Kiano, menurutnya Kiano mau melakukan itu karena punya kedekatan dengan Sarlita. “Gini Cathrine, Kiano mau lakukan itu semua, karena dia dekat dengan isteri aku. Dengan begitu dia bisa aman dekat dengan isteriku.”Diam-diam ternyata Jody sudah tahu apa tujuan Kiano mau menerimanya sebagai karyawan. Jody tahu kalau Kiano punya hati terhadap Sarlita. Cathrine malah aneh dengan sikap Jody, “Kok kamu bisa tidak mempermasalahkan kedekatan isteri kamu dengan Kiano? Kamu sengaja jual isteri kamu pada Kiano, Jod?”Apa yang dikatakan Cathrine itu seperti menampar wajah Jody, “Aku tahu kalau hubungan mereka biasa aja, Cathrine, gak mungkin Kiano berani lebih dari itu.”“Wah! Sok tahu kamu, Jod! Aku ini wanita, aku tahu seperti apa perasaan seorang wanita. Kamu aja gak peduli sama isteri sendiri!!”***Kiano ingin tahu apa rencana Sarlita ke depan, mes
Satu bulan kemudian Apa yang dikhawatirkan Tantrianus terhadap Jody benar-benar jadi kenyataan. Disamping bekerja dengan Kiano, Jody tetap menjalin hubungan dengan Cathrine. Jody rupanya sudah berubah selera, yang tadinya sangat terobsesi pada gadis perawan, sekarang malah takluk pada janda muda kinyis-kinyis. Sarlita kerap mengadu pada Kiano tentang rumah tangganya, “Dugaan aku gak salah Kiano, Jody semakin berubah sekarang. Padahal, kehamilanku sudah masuk pada bulan ke 6.”Cerita Sarlita pada Kiano ssat mereka bertemu di sebuah tempat, dipinggiran dermaga pada sebuah danau nan indah. “Sar.. biarin aja dia seperti itu, justeru itu yang akan menjadi alasan aku minta kamu dari dia nantinya.”Sarlita keberatan dengan cara Kiano itu, dia ingin situasi seperti itu tidak dijadikan alasan Kiano merebut Sarlita dari Jody. “Aku rasa jangan karena alasan itu, Kiano, aku tidak ingin Jody berpikir kita sengaja merencanakannya.”Kiano tetap berusaha menjaga sikapnya terhadap Sarlita, dia ti
Selepas bertemu Kiano, Jody menemui Tantrianus di kantornya. Tantrianus kaget Jody menemuinya di kantor bukan di rumah, “Urusan begini kan kamu bisa bicara di rumah, Jod!”“Kalau di rumah repot Pa, Mama suka ikut campur, Jody ingin bicara serius sama Papa.”Jody ceritakan pada Tantrianus kalau dia sudah bertemu dengan Kiano, dan Kiano bersedia menerimanya bekerja dengan posisi sebagai partner. Tantrianus hampir tidak percaya dengan apa yang dikatakan Jody, “Itu permintaan kamu atau memang Kiano sendiri yang tentukan? Kamu jangan coba-coba tekan Kiano, Jod!” ancam Tantrianus. “Itu Kiano sendiri yang tentukan Pa, bukan aku yang minta, kok?”Jody jelaskan kenapa Kiano menempatkannya sebagai partner. Menurut Jody, Kiano menganggapnya sebagai teman, bukan karyawan. Kiano tidak ingin Jody merasa sebagai karyawan, Kiano melakukan itu agar Jody bisa merasa memiliki. “Okey.. Papa mengerti, itu artinya Kiano ingin kamu nyaman bekerja di perusahaannya. Tapi, kamu jangan besar kepala, Jod! Ka
Keesokan harinya Setelah memikirkan kembali desakan Tantrianus dan Sarlita, akhirnya Jody bersedia menerima tawaran Kiano. Jody menemui Kiano di ruang kerjanya, “Bro.. kamu gak usah keberatan bekerja di perusahaan ini, aku yakin kamu bisa beradaptasi dengan kondisi di perusahaan ini.”Kiano berusaha meyakinkan Jody, dia sangat memikirkan nasib Sarlita. “Gini Kiano.. aku gak mau kamu mau menerima aku karena permintaan Papa aku, itu satu. Kedua, kamu juga jangan karena dipengaruhi Sarlita.” pinta Jody“Sama sekali enggak, Jod! Aku hanya menghargai potensi kamu, aku sangat yakin kalau kamu bisa diandalkan.”Bagi Kiano, dengan Jody bekerja diperusahaannya, dia akan mudah berkomunikasi dengan Jody. Dengan begitu misinya untuk meminta Sarlita pada Jody peluangnya terbuka. Kiano juga tidak menganggap Jody sebagai karyawan, dan itu dia sampaikan pada Jody, “Asal kamu tahu Jod, aku tidak anggap kamu karyawan, aku posisikan kamu sebagai partner kerja. Gimana Jod? Kamu bisa terima gak?”“Ok
Jody pulang ke rumah bersama Mamanya, ternyata Jody diminta menemani Mamanya ke salon. Saat Mamanya di salon, Jody manfaatkan untuk bertemu Cathrine, itulah makanya mobil Jody ada di rumah. Jody bertemu Tantrianus di ruang tamu, “Jod! Tadi Kiano ketemu Papa di rumah, dia bersedia menerima kamu kerja di perusahaannya.. gimana? Kamu bersedia gak?” tanya Tantrianus “Bukan gak bersedia Pa, Jody sudah dapat pekerjaan baru di perusahaan kosmetik.” jawab Jody“Kok perusahaan kosmetik sih, Jod?” Kerja dibagian apa kamu?” tanya Mama Jody“Ya sama aja, sebagai marketing, Ma, gak masalah kan? Di perusahaan yang kemarin juga sebagai marketing, Ma.”Tantrianus tetap meminta Jody menerima tawaran Kiano, tapi Jody tetap menolaknya, “Papa minta kamu terima tawaran Kiano, karena kamu bisa belajar banyak dari dia bagaimana memimpin perusahaan.”“Jody gak enak Pa, Kiano itu kenal sama Sarlita, dan juga relasi om Wiryawan. Jadi ketahuan banget kalau Jody jadi karyawan Kiano.”Tantrianus menjanjikan pr