“Hadiah untukku?”
“Ya. Katakan saja.”
“Nggak perlu, aku nggak ingin merepotkan—”
“Kamu nggak merepotkanku, Vero. Kamu kan adik perempuan kesayanganku. Satu-satunya keluarga yang kupunya. Nggak perlu sungkan. Kebetulan minggu depan aku gajian.”
“Ka—kalau begitu, akan kupikirkan nanti. Aku masih belum tahu sekarang.”
“Jangan terlalu lama mikirinnya,” kakak perempuannya menjawabnya santai. “Ah, aku sampai lupa. Apa kamu akhir-akhir ini menonton berita?”
“Berita? Berita apa yang kamu maksud?” Halo semuanya,
Terima kasih karena sudah meluangkan waktu kalian untuk membaca Choosing Between Dragon and Werewolf. Jika kalian suka dengan ceritanya, kalian bisa tinggalkan kesan kalian pada ceritaku di kolom komentar dan dukung ceritaku dengan memberikan gem agar membantuku untuk tetap bisa menulis karya ini.
Instagram: @zhenxinxin5081
Febrina mengakhiri panggilannya, menjejalkan smartphonenya ke dalam saku straight jeans-nya, kembali memusatkan perhatiannya pada Gavin yang masih sabar menunggunya sedari tadi."Sudah selesai? Bagaimana kabar adikmu?""At least she is fine. She still did not know the news until I mentioned it, though," dia tertawa kecil menanggapi pertanyaan Gavin seraya mengendikkan bahu. "Aku kadang ragu kalau adikku itu benar-benar ingin menjadi pengacara di lembaga sosial atau tidak. Berita seperti ini saja dia nggak tahu. Kerjaannya nonton Netflix terus. Benar-benar mengkhawatirkan.""Wajar, lah. Anak-anak seumuran Vero memang sering seperti itu. Biarkan saja dia.""Ya. Memang, sih. Jauh lebih baik adikku yang seperti itu diba
Proses pemulihan tubuhnya berjalan lancar sesuai yang diperkirakan oleh seorang warlock wanita kenalan kakeknya yang bernama Nora Lavender, sehingga ia tidak lagi harus terus berada di dalam kamarnya dan berdiam diri tanpa bergerak terlalu banyak seperti sebelumnya. Seperti sekarang. Ia tengah melatih tubuhnya yang sudah lama tidak ia gunakan untuk bertarung bersama kakak laki-lakinya, Klauss Berthold, yang mengurangi kecepatan frekuensi dari serangannya untuk memberikan waktu pada tubuhnya yang baru saja pulih agar bisa beradaptasi. Pertarungan jarak dekat tidak memungkinkan baginya untuk sementara, sehingga kakak laki-lakinya itu memusatkan jadwal latihan bertarung baru untuknya dengan pertarungan jarak jauh. “Kita sudahi dulu. Gerakanmu sudah jauh lebih baik,” Klauss menyeka keringat di keningnya, menawarkan diri u
Ia tiba di ruang makan keluarga tepat sebelum acara makan malam dimulai. Kakek dari pihak ayah––Pierre Berthold––tampak senang begitu mendapati keberadaannya, mempersilakannya untuk langsung duduk. Sepertinya di mata kakeknya, kakeknya masih melihatnya seperti orang yang baru saja pulih dari kematian dan rapuh sehingga harus diperlakukan dengan penuh kehati-hatian seperti layaknya vas bunga koleksi kakeknya. Begitu juga dengan keluarga besarnya. Bahkan ibunya langsung menghampirinya, memutar tubuhnya berulang kali untuk memastikan bahwa ia sudah benar-benar pulih dari lukanya. “Aku baik-baik saja, Ma. Tidak ada yang perlu dikhawatirkan,” ia mencoba menarik kursi yang ada di sebelah kanannya agar bisa langsung duduk, namun kakak perempuannya––Cassandra––langsung mengambil inisiatif dengan membantunya menarik kursi tersebut.
Stephen terus memandangi Nikki yang tengah mendengarkan penjelasan dari Karl dengan penuh seksama. Tampang serius yang dipasang Nikki itu jika ia boleh jujur, sebenarnya tidak begitu cocok dikenakan oleh wanita berwajah imut itu. “Karena itu, sampai sekarang aku dan Stephen belum bisa memastikan seperti apa situasinya,” Karl berdeham, mengakhiri sesi presentasi tentang kasus yang sedang mereka tangani. Hal yang sejujurnya enggan ia beritahukan pada Nikki. Ia tidak ingin Nikki tahu tentang masalah besar yang melibatkan nasib dunia bawah tanah. Kalau bukan karena Karl yang terus memaksanya untuk memberitahu semua fakta yang baru mereka temukan beberapa waktu yang lalu, mungkin ia akan terus diam saja. Membiarkan wanita itu tidak mengetahui apa pun. Baginya, semakin sedikit Nikki mengetahui soal dunia makhluk supernatural, semakin bagus. Itu berarti ia tidak perlu menempatkan wanita itu
Ia bergeming, tidak bisa memercayai apa yang baru saja kakek dari pihak ayahnya katakan padanya baru saja. Matanya mengerjap penuh tidak percaya, memandangi kakek dari pihak ayahnya, Pierre Berthold, yang memberikan anggukan pelan dengan senyum simpul terlukis di wajah pria tua yang sudah berumur ribuan tahun tersebut. Buru-buru ia meletakkan peralatan makannya di atas meja makan. Memandang ke semua anggota keluarga Berthold yang tidak begitu banyak di ruang makan tersebut yang juga memberinya respon yang sama seperti kakek dari pihak ayahnya tersebut. “Keputusanku barusan sudah bulat. Aku akan memberikan jabatanku pada keturunan Berthold yang memiliki kekuatan yang sama denganku. Seperti yang selalu kukatakan sejak dulu,” lanjut kakek dari pihak ayahnya. “Apa ada yang keberatan?”
Erick memandangi sosok Theo yang saat ini berdiri di hadapannya dari atas ke bawah, berulang kali, hingga membuat pacar laki-lakinya itu kebingungan dengan reaksinya. “Ada apa? Apa ada yang aneh denganku?” Ia mengangguk, membenarkan perkataan pacar laki-lakinya itu tanpa ragu. “Apa tidak ada pakaian yang lebih santai lagi dibandingkan pakaian yang kamu kenakan sekarang? Kita hanya akan pergi ke museum dan pantai, bukan ke teater.” “Tidak pergi ke teater?” pacar laki-lakinya tampak terperangah tidak percaya begitu mendengar perkataannya. “Ta––tapi kupikir tadi kita akan kencan.” “Memang. Tapi aku nggak bilang kalau kita akan pergi ke teater. Hari ini,” ia mendekati pacar laki-lakinya yang kini menunduk
Karl menghentakkan kaki kanannya segera begitu ia duduk di kursinya, merutuki Stephen yang lebih memilih untuk keluar dari ruang kerja pria itu sendiri dan meninggalkan ia dan Nikki di sana. Berulang kali ia mendecak penuh frustrasi. Ingin rasanya ia melempari sahabatnya itu menggunakan sepatunya jika ia tidak ingat bahwa sepatu yang ia kenakan itu baru saja selesai ia buat kemarin. Perhatiannya lalu teralih pada Nikki yang kembali memusatkan perhatian pada laporan yang ia tunjukkan pada Nikki. Walaupun ia yakin seratus persen bahwa wanita itu juga sebenarnya menyimpan perasaan jengkel yang sama terhadap Stephen, namun wanita itu malah jauh lebih berhasil tidak menunjukkannya di wajah imut wanita itu saat menanggapi sikap Stephen. Malah, wanita itu berhasil melakukan hal yang tidak pernah ia lihat dari seluruh wanita lain yang pernah mendekati Stephen atau berada di sekeliling Stephen
Nicholas Southampton kembali terbangun dari tidur mereka pagi ini dengan perasaan kesal bercampur kebencian. Akhir-akhir ini sejak mereka berhasil keluar dari masa kritis mereka akibat proses pemulihan tubuh mereka yang berjalan lebih lambat dibandingkan selama ini membuat mereka mulai terus memimpikan hal yang tidak pernah mereka alami sebelumnya. Di dalam mimpinya, mereka menjadi sosok seorang anak kecil yang selalu dikelilingi oleh orang-orang di sekitarnya dengan perhatian dan kasih sayang. Semua yang selama ini mereka harapkan akan mereka dapatkan dari keluarga mereka dulu ada pada diri anak kecil yang ada di dalam mimpi mereka. Tawa anak itu, dan juga sambutan hangat dari seluruh keluarga anak itu memunculkan sedikit ingatan pahit yang tidak pernah ingin mereka ingat kembali.
Nicholas tidak percaya apa yang baru saja mereka dengar dari bibir Schneider barusan karena dia baru saja selesai makan siang yang disiapkan Askarovich beberapa menit yang lalu. Matanya melebar, berkedip tak percaya, menatap sosok yang sama sekali tidak menunjukkan ekspresi di wajahnya yang menciptakan rasa takut yang kuat dalam dirinya. Semua sel di tubuhnya seakan berhenti bergerak dengan otaknya sulit mencerna situasi saat ini. "Aku sudah selesai denganmu. Apa yang baru saja kukatakan cukup jelas untukmu, Nicholas Southampton?" Pria itu mengulangi kata-kata yang berhasil memberikan efek serangan yang kuat padanya. Dia menundukkan kepalanya, berusaha untuk tidak menangis di depannya. Apakah itu berarti mereka dibuang oleh William, seperti benda, setelah apa yang dia berikan kepada William Schneider — termasuk semua kekayaannya serta rumah besar miliknya milik pria itu? "Apa yang kamu lakukan di belakangku adalah mengacaukan rencana kita. Aku juga tidak ingin melakukannya karena ba
Ketika Erna membuka kedua matanya, dia menemukan bahwa dia tidak lagi berdiri di kamar tidurnya seperti yang terakhir dia ingat, tetapi sedang berbaring di tempat tidurnya dengan selimut yang menutupi tubuhnya. Pusing menyerangnya saat dia memaksa dirinya untuk bangun dari tempatnya. Dia melihat sekeliling, tidak melihat Bianca bersamanya di sini. Ingatannya yang hilang memang telah kembali, berhasil mengisi kekosongan yang dia rasakan selama ini. Dari saat ia dan Alec terpaksa meninggalkan kediaman setelah menemukan keberadaan monster dengan wujud yang sulit untuk dideskripsikan, ia berhasil membunuh semua penjaga yang ditempatkan di kediamannya, serta para pelayannya. Darah menggenang di hampir setiap sudut ruangan, dengan ekspresi masing-masing mayat yang dipenuhi rasa takut hingga sulit untuk dilupakan. Dia tidak bisa membayangkan rasa sakit yang mereka rasakan sebelum menghadapi kematian mereka sendiri. Mungkin mereka berteriak kesakitan. Atau mungkin monster itu membunuh mereka
Stephen meletakkan jarinya di sisi kanan tabletnya, membuka kunci layar. Sekarang layar tidak lagi menampilkan layar hitam kosong, menunjukkan kepada mereka titik-titik lokasi terjadinya serangan. Jari-jari Karl menggerakkan layar, sesekali mencubit untuk memperbesar atau memperkecil ukuran denah area Laurent, dan untungnya, Karl berbaik hati memberinya lebih banyak ruang sehingga dia juga bisa melihat apa yang ada di layar tablet. Ada banyak titik merah di sana—pertanda bahwa area tersebut telah berhasil diambil alih oleh kelompok musuh, menyisakan dua titik hijau yang menjadi satu-satunya area yang tersisa.Artinya, Schneider berada di balik serangan ini, gumamnya pada dirinya sendiri.Perhatian Stephen kemudian beralih padanya, menatapnya dengan tatapan bersalah. "Dan untuk informasi Anda, saya memberi tahu Anda bahwa tidak ada sesi latihan dengan Isabella hari ini, bukan karena saya melarang Anda--seperti yang mungkin Anda pikirkan--""Dan itulah yang kupikirkan," dia menyela, seka
Pria itu masih menatapnya dengan alis terangkat ketika dia mendengar kata-katanya, sementara dia berdehem, mencoba menghentikan suasana canggung yang tercipta begitu dia selesai berbicara. "Kamu bilang apa? Kamu sudah tahu tentang itu?" Dia mengangguk, membenarkan kata-kata pacarnya. Pria itu bergumam dengan suara yang lebih rendah pada dirinya sendiri, berbicara dalam bahasa yang terdengar asing di telinganya sebelum wajahnya berubah muram. "Apakah kamu baik-baik saja?" "Daripada itu, kenapa kamu tidak memberitahuku tentang kakak laki-laki Stephen?" dia meludah, berusaha menahan amarah yang dia tidak tahu mengapa mulai muncul di dalam dirinya. "Kenapa kamu tidak memberitahuku bahwa makhluk yang menyerangku berumur dua belas tahun bukanlah serigala biasa, tapi manusia serigala?" Pria itu tidak mengatakan sepatah kata pun. Diam saja, seolah laki-laki itu ingin memberinya kesempatan melampiaskan seluruh amarahnya pada laki-laki itu. Sikap pacarnya saat ini sedikit mengingatkannya pa
Sejak hari itu, semuanya telah berubah. Itu tidak seperti dulu.Mata Veronica tertuju pada Stephen yang sedang berbicara dengan beberapa orang di depan pintu masuk dengan wajah tegang, tidak langsung mengajak mereka masuk ke dalam mansion. Tangannya mencengkeram smartphone-nya erat-erat, membiarkan saluran TV di ruang tamu memutar serial N*****x favoritnya, Shadowhunters, dengan episode terakhir Season 4 yang tak lagi menarik baginya."Situasinya terlalu berisiko bagi kami, Bos."Dia mendengar salah satu orang berbicara dengan nada yang sedikit lebih tinggi daripada yang lain di sekitarnya yang berbicara dengan nada setengah berbisik — kemungkinan besar permintaan Stephen untuk memastikan dia tidak mendengar apa yang mereka diskusikan di pintu masuk mansion. . Lagipula, Stephen sudah aneh sejak awal. Jika pria itu tidak ingin dia mendengar seluruh percakapan 'rahasia', mengapa dia tidak membawa 'tamu' ke ruang pertemuan dan mengunci ruangan dengan rapat agar dia tidak mendengar semuany
Agak bingung dengan apa yang dikatakan Bianca atau apa yang terjadi, dia tetap menuruti permintaan Bianca yang sudah berjalan di depannya dengan langkah cemas melewati koridor. Dia merasa sedikit keberatan dengan alasan harus meninggalkan teh yang baru saja diisi ulang oleh salah satu pelayan yang bertugas mengisi ulang tehnya jika teh di cangkirnya habis tanpa perlu memberi tahu pelayan apa yang harus dilakukan. lakukan (berbeda dengan pelayan di rumahnya yang kurang responsif ketika datang ke hal seperti ini), dan harus meninggalkan jajanan lokal yang dia tidak tahu namanya tetapi dia tetap menyukainya karena rasanya yang tidak biasa dan berhasil membuatnya ingin terus menggigitnya lagi dan lagi. Selama dia mengenal Bianca sejak mereka bertemu di sekolah menengah hingga sekarang, satu hal yang dia ketahui dengan baik dari Bianca adalah bahwa sahabatnya tidak akan menjelaskan apa yang dia alami atau apa yang mengganggunya, seberapa besar masalahnya atau seberapa besar masalahnya. kua
Erna menyilangkan tangan di depan dadanya, menyembunyikan kekesalannya. Sudah hampir tiga jam sejak mereka dipaksa untuk kembali ke kediaman keluarga Zhang, diam-diam di ruang tamu ditemani oleh para pelayan keluarga Zhang – keluarga besar kakak Bianca, Erick Zhang – yang berdiri di sekitar mereka, menemani oleh aneka jajanan lokal dan teh hangat yang dari baunya saja ia langsung tahu bahwa itu adalah teh Biluochun, tanpa mendengarkan penjelasan apapun dari Bianca yang mondar-mandir di ruang tamu. Yang menahannya untuk tidak melampiaskan kekesalannya adalah ekspresi Bianca yang tampak gelisah, tidak seperti Bianca yang selalu bisa menghadapi situasi apapun dengan santai sebesar apapun masalahnya. Misalnya saat mereka duduk di bangku kelas tiga SMA dan pusing karena harus memikirkan ujian akhir dan juga persiapan masuk universitas dengan seleksi nilai yang sangat ketat. Alih-alih memfokuskan perhatiannya untuk belajar dan merencanakan masa depan seperti yang dia dan Vero lakukan, wanit
Tidak ada yang bisa dilakukan olehnya saat ini selain membiarkan Stephen berada di dalam pelukannya sampai perasaan pria itu membaik. Tiba-tiba ia merasa menyesal karena sudah memaksa pria werewolf itu untuk menjawab pertanyaan yang pasti bagi pria itu membuka luka lama yang tertanam di dalam hati pria itu. "I am sorry, Nikki ..." Again, Nikki menemukan Stephen kembali menggumamkan kata-kata yang membuat perasaan bersalah di dalam dirinya semakin bertambah. Tangannya bergerak mengusap puncak kepala Stephen, berharap bahwa apa yang ia lakukan barusan berhasil membuat Stephen merasa lebih baik. "It's not your fault--" "No, Nikki. It's my fault," Stephen menyela perkataannya sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya, melepaskan pelukannya sambil menyeka air matanya yang sedikit keluar membasahi pipi pria itu. Kedua mata pria itu menatap sayu ke arahnya, membuatnya sedikit lega karena akhirnya pria itu tidak lagi menghindar bertatapan mata dengannya. "Half of them was my fault," u
Erick memandangi sosok Theo yang kini duduk meringkuk di sudut ruangan dengan bibir gemetar, menggumamkan kalimat yang tidak bisa tertangkap jelas oleh telinganya saking kecilnya suara pria itu. Ia mengulum bibir bawahnya. Ia paham. Bagi Theo, ini pasti adalah fakta yang memukul telak pria yang selama ini hidup dengan membenci ibu tirinya tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Memang, ia tidak akan bisa memahami apa yang dirasakan oleh pacar laki-lakinya saat ini, karena semua hal itu tidak terjadi padanya. Dibandingkan dengannya yang hidup di keluarga latin yang selalu menjunjung tinggi keluarga dan mementingkan satu sama lain, keluarga besar Pedrosa di Waterford city jauh lebih rumit. "Tetap kondisikan dia agar tetap tenang saat menerima kenyataan yang sebenarnya. Aku tahu ini tugas yang sulit, tapi kurasa ini saat yang tepat untuk memberitahunya. Aku tidak mau semua usaha yang dilakukan Indri untuk melindungi anak-anaknya lenyap begitu saja." Kemarin, saat mereka tiba di kedia