"Sebenarnya dia ngapain, sih?" tanya Aksa jengah. Begitu ia masuk ke dalam toilet, penampakan suram Ayanalah yang tertangkap oleh matanya. Gadis itu berjongkok tidak jelas di pojok toilet seperti mahasiswi sengsara yang setiap harinya diomeli dosen killer dan dibully teman sekelas."Kenapa dia jadi kayak hantu penunggu toilet begitu?"Kala ikut bertanya, tapi tatapan para penghuni toilet membuat Aksa maupun Kala dalam sekejap melupakan pertanyaan mereka sendiri. Bulu kuduk Aksa tiba-tiba berdiri dan tengkuknya terasa kaku, entah karena kolesterolnya yang tiba-tiba naik atau memang tatapan teman-temannya yang terasa tajam menusuk. Tatapan tajam, sinis dan kepo semua tertuju kepada Aksa yang berdiri bingung."Kenapa kalian menatapku begitu?" tanya Aksa merinding."Perasaanku nggak enak, lho, Sa." Kala menyeletuk. "Jangan-jangan...."
"Kak Aksara!!!" Cassie berteriak histeris sembari mengacung-acungkan ponsep pintarnya ke depan kedua mata Aksa. Aksa yang tengah menyeret Ayana terlonjak kaget karena serangan tiba-tiba adik tingkatnya itu. Nyaris saja mata Aksa kecolok hape Cassie yang sebesar telapak tangan. Cassie heboh memperlihatkan video pendek berisikan kejadian di toilet tadi."Apa lagi?" gerutu Aksa. Tapi, dalam hitungan detik ia ingat untuk segera mengubah ekspresi wajahnya. Topengnya jangan sampai terlepas untuk kedua kalinya. Ia harus tampak tenang, elegan dan manis seperti malaikat yang tak pernah tersentuh dosa."Kak Aksa, pleaseeee. Bilang kalau ini semua nggak benar. Masa model pangeran kayak kakak tunangannya sama upik abu begini? Aku pernah dengar cerita Beauty And The Beast, tapi aku enggak rela kalau posisinya sampai dibalik. Kakak pantas dapat yang lebih baik," pekik Cassie nyaris melolong. Mata Cassie mendelik ke arah Ayana yang berdir
"Ya ampun, kamarnya rapi banget. Ini kamar punya cowok apa cewek, sih?" Pujian itu keluar begitu saja dari mulut Ayana begitu ia membuka pintu kamar Aksa.Dirinya baru saja mendapat mandat dari calon mertua untuk membantu membangunkan Aksa yang tumben hari ini tidur kayak kerbau habis dipaksa kerja rodi membajak sawah. Sepanjang perjalanan menuju rumah Aksa tadi Ayana habiskan dengan mengomel dan menguap. Bisa-bisanya ia yang rumahnya dengan rumah Aksa jauhnya dari ujung ke ujung ditelpon, dipaksa dan diiming-imingi ajakan makan malam dengan mengemban tugas mulia, yakni membangunkan si Tuan Muda seolah-olah di rumah Aksa sudah tidak ada lagi makhluk hidup lain yang bisa disuruh-suruh.Karena jengkel dan dongkol tidurnya terganggu, Ayana bertekad akan langsung menendang Aksa begitu sampai di kamar pria itu. Tapi, niat jelek itu auto buyar begitu Ayana melongokkan kepalanya ke dalam kamar Aksa. Kamar serba putih bersih nan ra
Aksa tidak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum melihat ekspresi horor yang terpampang nyata di wajah Ayana. Ia bahkan bisa saja tertawa seandainya ponselnya tidak berbunyi sebagai tanda kalau seseorang tengah menghubunginya. Ditambah lagi karena nama yang tertera di layar ponselnya adalah nama Saga. Mana mungkin Aksa mengabaikan panggilan telepon itu, kan?Telinga Ayana sontak berdiri begitu mulut Aksa menyebut nama Saga. Ayana teringat pada ancaman bundanya yang akan mengubah Pao menjadi sate kelinci. Ditambah lagi dengan kenyataan kalau Aksa termasuk golongan pemakan sate kelinci. Tiba-tiba Ayana ingin membuat Aksa merasakan kepanikan dan kehororan yang tadi Ayana rasakan. Rasa terancam dan tidak aman karena kelincinya yang bisa kapan saja berakhir di piring menjadi salah satu menu makan malam."Hey, kenapa kamu marah? Apa? Soal pertunangan itu?"Aksa masih sibuk membujuk Saga yang seperti
"Gyaaaa."Ayana yang tengah bergelayut dengan tidak romantis di leher Aksa tersentak kaget. Ia tak ubahnya seperti seseorang yang terkena hipnotis dan baru bisa mendapatkan kesadarannya kembali ketika mendengar mama Aksa berteriak. Wanita paruh baya itu berdiri dengan ponsel di tangan, memotret adegan pencekikan yang entah kenapa di matanya justru terlihat begitu romantis nan harmonis."Hapus foto itu!" perintah Aksa cepat sembari mengulurkan tangannya ke arah sang mama yang mengulum senyum. Sibuk mengotak atik ponsel dan mengedit foto hasil jepretannya."Kenapa aku meluk Mas Aksa, sih?" gerutu Ayana sambil menjauhi Aksa. Gadis itu menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal.Aksa melengos. Bertanya dengan nada dongkol. "Kenapa ekspresimu jadi begitu? Kamu yang memelukku, bukan aku yang meluk kamu," sergah Aksa. Jelas-jelas yang memeluk duluan adalah Ayana, tapi
Jemari Tante Anna dengan lincah bergerak di layar ponsel pintarnya. Mengedit foto Aksa dan Ayana dengan filter yang maha dahsyat ditambah emoticon lope-lope untuk menambah kesan romantis. Bibir wanita yang sudah ngebet pingin punya mantu itu melengkung ke atas melihat hasil karyanya. Merasa bangga dan puas dengan kerja kerasnya, foto itu langsung dipajang menghiasi feed instagramnya. Tentu saja tidak lupa ditambah caption pamer kalau ia sebentar lagi akan punya menantu."Untuk keperluan feed supaya terlihat estetik, mama harus punya banyak koleksi foto Aksa dan Ayana. Tapi, mereka berdua malah berantem mulu. Kapan akurnya sih itu anak dua?" keluh Tante Anna masih sibuk dengan layar ponselnya.Kala yang sedang menyeruput kopi di sebelah Tante Anna ikut melirik ke arah layar ponsel tantenya. "Memang Aksa nggak marah fotonya dipajang begitu?" tanya Kala begitu melihat foto Aksa dan Ayana yang dipenuhi emoticon lope-lope. Kala
"Aku ada di mana, ya? Gimana ceritanya sampai aku bisa kepisah dari Bang Kala? Perasaan tadi aku mau diantar ke kamar, deh!" gumam Ayana sambil menggaruk pipinya. Padahal tadi ia berjalan beriringan bersama dengan Kala, tapi entah sejak kapan tiba-tiba saja ia sudah berjalan seorang diri menelusuri koridor. Ayana menggembungkan pipinya sembari berpikir apa Kala punya kemampuan teleport hingga bisa menghilang tiba-tiba atau jangan-jangan memang dirinya sendiri yang ngelindur memisahkan diri.Trak!Ayana yang tengah menggerutu sontak menghentikan langkah kakinya, lalu memundurkan tubuhnya dan mengintip ke arah sumber suara yang tadi mengejutkannya. Dari pintu, Ayana bisa menangkap penampakan punggung Aksa yang berdiri membelakanginya. Pria itu tampak sedang memotong-motong sesuatu."Wow. Ternyata Mas Aksa beneran bisa masak. Aku kira Mama Anna cuma asal bicara buat membanggakan si Kangmas," ujar A
"Haciiih." Untuk yang kesekian kalinya Ayana bersin. Dengan cepat ia menggosok hidung guna mengurangi rasa gatal di hidungnya. Belum sempat ia berlari dramatis di bawah rinai hujan bak Anjeli pasca patah hati di film Kuch Kuch Hota Hai, Ayana sudah nyaris terserang flu. Gemetar dengan tubuh yang separuh basah."Rasanya mau mati," gerutu Ayana nelangsa sambil duduk berjongkok di depan warung yang kebetulan tutup dan berlindung dari air hujan yang membuat kepalanya sakit. Belum lagi ditambah dengan hembusan angin yang membuat tubuhnya menggigil kedinginan. Lengkaplah sudah penderitaannya."Harusnya tadi aku pakai jaket. Aku nggak mau mati di tengah hujan begini," keluh Ayana penuh sesal sembari memeluk lengannya. Piyama lengan pendek yang dipakainya benar-benar tidak bisa melindunginya dari hembusan angin yang dingin."Apa kamu sedang syuting film?" tegur seseorang dengan suaranya yang terdengar d
"Canggung banget," ucap Yusa buka suara. Beberapa menit sudah berlalu, tapi baik Aksa ataupun Saga, tidak ada satupun dari kedua orang itu yang membuka mulut. Padahal kedua orang itulah yang mengajak Yusa, lebih tepatnya lagi memaksa untuk bertemu di atas atap. Bukannya berbicara, mereka bertiga malah saling melempar tatapan tidak nyaman satu sama lain. "Kalian berdua masih nggak tahu apa yang mau dibicarakan? Kalau memang nggak ada yang mau dibicarakan, kenapa mengajakku ketemu di sini? Kan, buang-buang waktu. Mana panas lagi. Mending aku menemani Ayana di ruang kesehatan," kata Yusa pelan. Ia yang sudah merasa bosan ingin secepatnya angkat kaki meninggalkan tempat itu."Kenapa kamu bisa ada di sini?" tanya Aksa to the point, mencegah Yusa yang tidak sabar ingin menyelonong pergi."Kenapa aku ada di sini?" ulang Yusa dengan ekspresi mencemooh. "Ini kampus, Aksa. Tentu saja aku ada di sini untuk belajar. Memangnya aku mau apa lagi? Nggak mungkin mau jual
"Kalian itu ngapain, sih?" tanya Aksa bingung melihat kelakuan Ayana dan Karin di depan pintu kelas. Karin dengan gigihnya berusaha menyeret Ayana untuk masuk kelas, begitupun dengan Ayana yang tidak kalah gigih bertahan di daun pintu. Saking gigihnya, Ayana nyaris menggigit pintu. Bosan berlagak seperti kelinci yang suka loncat ke sana ke mari, sepertinya Ayana ingin berubah menjadi tikus yang menggerogoti kayu."Kak Aksa, lihat 'nih kelakuan tunangan Kakak. Dia nggak mau menuntut ilmu dengan baik dan benar," lapor Karin dengan tangan masih menarik tali tas punggung Ayana."Kamu itu kenapa? Masa stress hanya gara-gara aku nggak mau ke kampus bareng?" tanya Aksa pada Ayana."Mas Aksa, Mas Aksa bisa merasakan atau ngelihat hantu nggak?" tanya Ayana tidak nyambung, membuat Aksa semakin yakin kalau Ayana benar-benar mabok akibat kebanyakan makan daging sapi. Sepertinya otak Ayana ketutupan lemak sampai-sampai hari ini Ayana semakin menggila dan bersikap tidak
"Pagi-pagi anak itu sudah membuatku sakit kepala," sungut Aksa.Ia berjalan dengan tergesa sambil menyugar kasar rambutnya sendiri. Setelah kemaren ia nyaris mati kebosanan menunggu lama bunda Ayana berbelanja daging, pagi-pagi buta Ayana kembali berbuat ulah dengan menelponnya. Sepertinya gadis itu mabok kebanyakan makan daging sapi sampai-sampai tidak ada angin tidak ada hujan merengek minta berangkat ke kampus bareng. Sejak kapan coba mereka punya hubungan semesra itu?"Ayo, kita ke kampus bareng!"Begitu Aksa mengangkat panggilan telpon dari Ayana, suara cempreng itulah yang menerobos gendang telinga Aksa. Tidak ada ucapan salam ataupun basa basi. Bahkan sekedar say halo pun tidak diucapkan Ayana, apalagi ucapan Assalamualaikum yang jauh lebih panjang. Aksa yang masih mengantuk bahkan langsung sadar dari alam bawah sadarnya. Matany
"Akhirnya aku sehat dan bisa bersih-bersih rumah," ujar Ayana berbicara sendiri.Ia menyapu lantai ruang tamu dengan begitu bersemangat. Setelah mendapat pelatihan memasak dari Tante Anna yang tidak juga membuahkan hasil, Ayana berinisiatif untuk latihan beberes rumah yang baik dan benar. Meskipun kemungkinan untuknya menjadi istri Aksa sangatlah kecil, Ayana tetap bersemangat berlatih menjadi ibu rumah tangga. Karena itu dengan senang hati Ayana mengambil alih pekerjaan asisten rumah tangganya untuk bersih-bersih teras."Tapi, kenapa lantai yang kusapu nggak bersih-bersih juga, ya?" tanya Ayana bingung."Arah sapuanmu salah, Yan!" tegur seseorang.Ayana sontak menoleh ke arah suara yang menegurnya. Kakak sulungnya berdiri sambil menutup hidung dengan sapu tangan, menghindari debu yang beterbangan agar tidak masuk ke dalam hidungnya
Sreeet.Aksa merobek bungkus obat pereda demam yang baru saja ia beli di apotek sambil menggeleng-gelengkan kepalanya tidak percaya. Begitu bangun dari pingsannya, Ayana tiba-tiba terserang demam sehingga membuat Aksa terpaksa singgah ke apotek dalam perjalanan pulang.Apa di tubuh Yusa tertempel jin sehingga bisa membuat seseorang yang dipeluknya terserang demam tinggi? Aksa bertanya-tanya dalam hati.“Kenapa kamu malah terkena demam begini? Segitu senangnya, ya, dapat pernyataan cinta dari cowok tadi?” tanya Aksa, tentu saja dengan maksud untuk menyindir Ayana yang duduk di sampingnya. Ayana yang masih menggigil mengabaikan Aksa dan sibuk menenggak air untuk mengenyahkan rasa pahit yang tertinggal di lidahnya.Aksa ingin fokus dengan setir kemudi di depannya, tapi suara gigi Ayana yang bergemeletukan membuat Aksa terpaksa menolehkan kepalanya k
"Lebih baik kita pulang sekarang," ajak Aksa."Lho, kenapa? Mas Aksa bahkan belum berbincang-bincang dengan Saga," tanya Ayana bingung. Disuguhkan minum pun belum, tapi Aksa sudah mengajak untuk pulang. Padahal tadi butuh waktu hampir dua jam mereka berdua berdebat karena Ayana yang ngotot ingin ikut dan Aksa yang juga bersikeras menolak membawa Ayana berkunjung ke rumah Saga. Masa belum apa-apa mereka sudah mau pulang? Kepala Ayana saja masih pusing karena pingsan tadi."Nggak ada gunanya juga aku bertemu Saga kalau ada kamu dan orang menyebalkan itu di sini," ujar Aksa dongkol.Ayana menggelengkan kepalanya. "Kenapa Mas Aksa selalu menganggap semua orang menyebalkan? Nggak boleh, lho, berburuk sangka kayak gitu mulu" tukas Ayana menasehati Aksa.Aksa mendengus. Ingin balas melemparkan nasehat pada Ayana yang dinilainya selalu berpikir kelewat positif terhadap orang
"Ngik!" Ayana yang baru sadar dari pingsannya sontak menutup hidungnya sendiri, berusaha menyamarkan suara nafasnya yang tak ubahnya seperti babi yang menguik. Ia kaget sendiri mendengar suara bunyi nafasnya yang mendadak terdengar seperti orang terserang asma. Dengan gugup, Ayana melirik seseorang yang duduk di tepi tempat tidur dan langsung menghembuskan nafas lega begitu tahu kalau orang yang menunggunya adalah Aksa, bukan orang lain. Ia tidak perlu malu karena Aksalah yang mendengar bunyi nafasnya yang terdengar seperti suara babi, bukan pria tampan yang tadi tiba-tiba memeluknya. "Bodoh," ejek Aksa. "Kenapa kamu malah pingsan?" "Mas Aksa?" "Dan wajahmu itu terus-terusan memerah. Jangan bilang kalau kamu tergoda dengan tampangnya itu!" sindir Aksa dengan wajah tidak percaya. &nb
"Bersaing?" desis Saga sinis. "Sayang sekali, selera kita berdua beda. Jadi lupakan saja!""Kamu benar-benar membuatku ingin tertawa," ledek Yusa dengan senyum terkulum. "Padahal aku punya banyak cewek can..."Lagi-lagi Saga berdecak dan menganggap perkataan Yusa tak lebih dari angin lalu. Angin lalu yang lebih baik jika diabaikan. Saga meraih ponselnya yang tergeletak di meja dan berjalan ke arah pintu menuju ruang tamu."Ga!!!" Yusa berteriak. "Kamu mau pergi ke luar?""Ya. Aku ada janji dengan seseorang," jawab Saga acuh."Kamu mau meninggalkan aku? Padahal hari ini aku mau mengajakmu ke cafe favoritnya ayah dan ibu," kata Yusa dengan nada memelas."Jangan harap aku mau!" tandas Saga cuek. Lagipula ibu yang Yusa maksud adalah ibunya, bukan ibu Saga. Lalu untuk apa ia peduli? Saga mendesah pelan. Ia dan Yusa
"Shit!"Saga mengumpat pelan sembari meremas rambutnya sendiri. Sedari tadi ia terus saja merasa gelisah. Ah, lebih tepatnya semenjak kejadian ia melihat Aksa menyentuh rambut Ayana di taman ria kemaren, Saga mulai merasakan kegelisahan yang sangat mengganggu. Ia seperti sedang diusik dan sialnya Saga tidak tahu di antara dua orang itu siapa yang sudah mengusik ketenangannya. Aksa atau Ayana?Saga memejamkan matanya, berusaha mengenyahkan adegan yang menggentayangi otaknya. Adegan yang membuatnya marah, kesal dan juga gelisah."Entah kenapa rasanya aku jadi kesal," desis Saga dengan mata terpejam. Ia bersandar di sofa yang seharusnya terasa nyaman, tapi sayangnya rasa nyaman itu tidak terasa sama sekali."Kamu mencemburui seseorang?"Saga menghela nafas panjang mendengar suara bisikan yang singgah di telinganya. Itu bukan suara ibun