Aldo tersedak beberapa kali. Sontak perhatian Arvin dan Nayra langsung tertuju kepadanya. Arvin hendak meraih gelas mineral di dekat tangannya, namun Aldo secepat kilat sudah meminum jus kepunyaannya sendiri. Tampak wajah pria itu jadi bersemu merah.Begitu meneguk jusnya dengan bengis, Aldo lantas mengusap mulutnya secara kasar. Tatapannya masih menerawang tak percaya. Mendadak kepala Aldo pusing.Dunianya hampir terbalik jika ia tidak segera melompat berdiri dari duduknya."Eh?" Suara terkejut Nayra lolos begitu saja. Begitu juga Arvin yang sama bingungnya."Loh, Pak Aldo mau kemana?" Dari balik lensa kacamatanya, ia mengikuti gerakan Aldo yang enyah dari sana."Sebentar, aku mau ke toilet dulu," deham Aldo saat melangkahkan kakinya menjauh, namun masih bisa didengar oleh Nayra dan Arvin.Kemudian baik Nayra maupun Arvin saling melempar pandang heran selama sekian detik. Keduanya lantas menghela napas karena tak menemukan jawaban apapun."Ada yang salah ya, Pak?" tanya Nayra mula-mu
Hari itu langit biru cerah lambat laun terselubung oleh cakrawala pekat yang berhias beribu bintang. Hari yang cukup melelahkan untuk seorang Aldo yang seakan menopang seluruh perusahaan beserta tanggung jawabnya.Namun sewaktu ia sedang memutar setir mobilnya di pertengahan jalan, senyumnya terkembang mengingat dirinya telah berhasil mengemban permintaan Budi yang ditujukan padanya. Entah kenapa, ia bahagia bisa mewujudkannya. Menurutnya Budi adalah sosok yang rendah hati dan menyayangi anaknya. Orang seperti itu pantas bahagia. Dan Aldo senang bisa menjadi salah satu dari kebahagiaan orang tua tersebut Tak terasa mobilnya telah memasuki pekarangan rumah. Dengan pola yang sama, ia langsung memasuki garasi lalu menggiring kaki menuju kamar lewat perbatasan pintu garasi-ruang tamu. Ia juga sempat melirik Rianty yang diam membeku berada di depan televisi dengan wajah yang datar."Aduh…" pekik halus Rianty setelah Aldo berderap beberapa langkah mendekati anak tangga.Hal tersebut langsu
Arvin segera mengerem laju mobil, lantas membanting setir ke kanan. Nayra yang berada di jok belakang sampai nyaris terlempar.Mobil itu melesat cepat menyalip beberapa antrean kendaraan di depannya. Bahkan sejumlah klakson harus mereka abaikan. Nayra menggigit bibir bawahnya. Apa yang terjadi dengan ibu Aldo? Batinnya mencoba menerka.Setiba di salah satu mall yang dimaksudkan, Aldo dan Nayra lekas berlari cepat ke dalam. Sementara Arvin harus memarkirkan mobil dahulu di basemen mall.Ketika netra Aldo tak sengaja menangkap sosok pembantunya di sana, ia langsung bergerak menghampiri dengan raut wajah amat khawatir."Mbak, dimana Mama? Gimana kondisinya?" kejar Aldo selagi ia mencoba mengatur napas.Asisten rumah tangga tersebut tampak cemas. Dengan sesekali melirik ke arah Nayra. "Anu, Ko. Ibu ada di dalam. Koko langsung ke dalam saja," tuding wanita berusia sekitar 35-an itu ke arah restoran chinese food.Aldo sempat mengernyit samar. Namun segera masuk karena ia sangat mengkhawatir
"Sel, jangan marah lagi…" racau Guna kembali. Sekarang tangan pria itu berusaha meraih bahu Marsella dan mengusapnya pelan. "Kau mau kubelikan apa? Ha?"Marsella menekuk wajah. Tapi di sisi lain ia merasa kasihan. Sekali lagi ia menoleh ke sekitarnya dengan air muka cemas. Tak ada yang bisa ia lakukan selagi berada di rumah besar ini."Mending kamu cepetan pulang, deh. Aku nggak mau kalau kamu sampai berurusan dengan papiku!" desak Marsella ketakutan. Ia tahu bahwa ayahnya bisa melakukan apapun."Ng.. nggak. Nggak mau sebelum kamu memaafkan aku, membalas pesanku, mengangkat teleponku…" Guna mengangkat tangannya tanpa tenaga dan mulai menghitung jarinya dalam posisi masih melantur.Marsella menggigit bibir bawahnya gemas. Ia berusaha meraih tubuh Guna dan menegakkannya. Setelah itu, ia mengguncang badan Guna sekilas."Ayo, kamu harus cepet sadar!" Marsella cemas. Ia segera mengambil ponsel dan mengotak-atik benda persegi panjang tersebut. "Aku pesankan ojek mobil, kamu harus cepet perg
Dengan terhuyung, Guna melangkahkan kaki menuju rumah kontrakannya setelah turun dari mobil polisi. Tadi ia harus diwawancarai di sana, sedang polisi berusaha mencari tahu tentang dua preman tadi dengan melacak nomor plat mobil.Karena bertanya kepada Guna tidak terlalu berguna, maka polisi membiarkan pria itu pergi. Bahkan diantarkan oleh salah satu polisi yang kebetulan tengah berangkat dinas.Kini kondisi wajah Guna lebih lebam dari sebelumnya. Jika sebelumnya ia merutuki Aldo yang menyebabkan sakit luar biasa di sekitar mulutnya, maka kali ini pun sama. Ia tetap menyebut Aldo sebagai "om brengsek" dan mengumpati semua orang yang menyebalkan termasuk Nayra.Sore ini Guna sudah malas mengurus wajahnya. Jadi, ia lebih memilih langsung melempar tubuhnya sendiri di atas kasur. Tidur lelap hingga sejumlah pesan dan telepon tak ia hiraukan.Di tempat lain, mobil Aldo berderum memasuki area rumahnya. Seperti biasa, ia akan turun dari mobil dan melewati pintu ambang batas garasi-ruang teng
Aldo menatap Nayra lekat-lekat. Menjadikan sosok Nayra di depannya bergerak canggung. Nayra mengerjapkan kedua matanya. Menunggu suara yang keluar dari mulut Aldo dengan kalut.Sementara itu, Aldo sedang menimbang-nimbang suatu hal. Di satu sisi, ia sangat penasaran dengan sosok Nayra yang selalu mengingatkannya pada Nia kecil yang telah berbaik hati padanya dulu. Lalu, satu ide tebersit dari benaknya."Nayra, apakah kamu ingin gaji tambahan dariku?"Seketika Nayra tercenung. Salah satu alisnya terangkat keheranan."Maaf, apa maksud, Pak Aldo?" sahut Nayra akhirnya. Ia memiringkan sedikit kepala demi memperhatikan air muka Aldo."Begini. Aku butuh kamu untuk jadi pacar sewaku."Sekaligus ingin tahu kenapa kamu mirip dengan Nia, batinnya.Mendengar jawaban dari Aldo, sontak membuat Nayra terperangah. Ia bahkan dengan tak sadar membuka mulutnya, lantas meraup oksigen di sekitarnya secara serakah."Jangan salah paham. Aku hanya akan melakukan kontrak denganmu, lalu akan kubayar sesuai ke
Di hadapan Guna yang tengah tak sabar, perlahan Marsella meluruhkan satu per satu pakaian. Guna menyaksikan sambil menelan keras salivanya. Begitu terpesona dengan tubuh polos di hadapannya sekarang.Marsella melangkah menuju Guna, duduk di pangkuan dan membantu mengurai busana pria itu juga. Setelahnya, kedua netra mereka terpaut kembali.Guna mendorong Marsella ke atas kasur. Dengan liar, langsung menindih wanita tersebut dan melakukan serangkaian gerakan yang membuat keduanya dialiri sensasi candu dan mata berkunang-kunang.♡♡♡Hari semakin sore ketika Nayra memandang ke arah jendela sekilas sedangkan tangannya tengah sibuk merapikan sejumlah dokumen secara cepat. Aldo sempat menatap ke arahnya juga. Alasannya karena pria itu merasa ditatap oleh Nayra, sedikit merasa percaya diri.Namun, berbeda dengan anggapan Nayra yang merasa bahwa Aldo mencuri pandang ke arahnya karena memastikan dirinya harus cepat membawa dokumen-dokumen tersebut. Dengan kata lain, Aldo tidak sabar menungguny
"Buat apa?" bisik Nayra lagi. Matanya tetap terpaut pada lembar kertas tersebut. Ternyata itu adalah salah satu alasan uang bulanannya raib dan entah kemana.Nayra kemudian teringat oleh sikap Ida yang aneh akhir-akhir ini. Tiap malam jarang berada di rumah dan ia sering mendengar wanita tersebut bertelepon entah dengan siapa. Dugaan Nayra semakin mengarah kepada perselingkuhan yang dilakukan oleh orang itu.Nayra meremas kertas kecil yang ada di dalam tangannya. Pandangannya menerawang lurus. Bagaimanapun ia bertekad untuk menemukan siapa pria yang berada di belakang ini untuk menjadikan alasan perceraian Budi dan Ida. Dengan begitu, Ida tidak akan membebani dirinya lagi.Setelah cukup memikirkan hal itu, Nayra segera memasukkan nota tersebut ke dalam saku celana dan menyambar dua tempat sampah yang sempat ia turunkan tadi.Dengan gontai, Nayra melangkahkan kaki kembali menuju rumah. Sementara kekesalan tengah menghinggapinya. Pertama-tama ia menuju kamar Ida dan meletakkan tempat sa