“Sendirian?” tanya Aksara.“Nganter nona rumah belanja,” ucap Arkash. “Kebetulan dompetsaya ketinggalan di mobil. Jadi mau ambil dulu,” timpal Arkash kembali.Aksara tersenyum, “Nona rumah memang paling berkuasa.”Arkash terkekeh, “Seperti Pak Aksara bukan?”“Sebelas, dua belas.”“Baiklah, saya permisi dulu ya, Pak. Takut Nona rumah marahkalau kelamaan.” Arkash menepuk punggung Aksara dan berlalu.“Kenapa harus bilang kalau Celine itu istri kecil?” protesCeline ketika Arkash telah berlalu.“Apa saya salah? Bukankah kamu memang masih kecil? Tubuhkamu saja gak ada sebahu saya.”“Tapi ....”“Tapi apa?”“Celine tengah mengandung, itu artinya Celine sudah dewasa.Mana ada anak kecil yang bisa mengandung?”Aksara terkekeh. ”Iya-iya, saya yang salah. Maafkan saya,Sayang.”Ketika Aksara hendak mendaratkan kecupan di pipi istrinya.Celine menghindar. Seperti biasa, wanita cantik dengan rambut sebahu itu tidakingin kemesraannya disuguhkan di tempat umum.“Maaf, saya tidak bisa menahan rasa suka s
“Total semuanya -.”“Langsung bayar saja,” ucap Aksara sambil menampakkan kartu debit miliknya. Ia tidak ingin Celine mendengar nominal yang tertera dalammesin kasir itu. Istri kecilnya yang super hemat itu pasti akan menyayangkan nominalnya jika tahu berapa total harganya.“Baik, Pak,” ucap kasir tersebut sambil menerima benda plastik dari Aksara.Celine terdiam. Ia hanya menundukkan pandangan. Sampai saat ini, ia hanya merasa menjadi beban untuk Aksara.Aksara berjalan dengan menenteng 2 paper bag besar ditangannya. Celine tidak diizinkan untuk membawa karena tidak ingin istrinya kenapa-kenapa. Cukup fokus dengan kesehatannya dan kehamilannya.Usai memasukkan benda itu ke dalam mobil, Aksara membuka kanpintu untuk istrinya. Baru, ia duduk di belakang kemudi, menjalankan kendaraan mewahnya.Ponsel berdering membuat Celine ikut menoleh ke arah bendamilik Aksara.“Dari siapa?” tanya Aksara.“Pak Baskoro, Mas.”“Angkat saja, aktifkan speakernya,” ucap Aksara.Pria itu memang sengaja, bi
Aksara mengambil ponselnya. Ia menghubungi Baskoro, mau memintanyamencarikan pizza sampai dapat. Namun, beberapa kali panggilan dilayangkan tetaptidak diangkat. Sepertinya sopir sekaligus asistennya itu masih terjaga dalammimpinya.“Kenapa, Mas? Kalau gak bisa gak apa-apa. Celine bisamenahan lapar,” ucap wanita kecil itu dengan lirih.“Bisa-bisa, Sayang. Saya carikan ya. Kamu di sini sendiriberani kan? Saya hanya sebentar,” tanya Aksara yang dijawab dengan anggukan.Pria itu bergegas berlalu. Ia mencari tempati penjual pizzaseperti apa yang diinginkan istrinya. Tapi dua sampai tiga tempat yang telahdikunjungi sudah tutup. Hingga di tempat ke empat pun, berakhir sama.“Ya Tuhan, kasihan Celine kalau sampai gak dapat pizzanya,”ucap Aksara sambil menghentikan laju kendaraan di depan toko.Seorang pria dan wanita tengah ke luar dari toko lewat pintubelakang. Seragamnya menjelaskan kalau mereka adalah pekerja di tempattersebut. Bergegas Aksara turun dan menyapa mereka.Awalnya mereka menga
Celine mengumpulkan segala keberanian dan akhirnya mendaratkan kembali kecupan di pipi Aksara. Aksara yang tidak sadar, justru menoleh, hingga kedua bibir itu menyatu.Aksara tersenyum. Sedangkan jantung Celine kini justru berdetak tidak baik-baik saja. “Kenapa malah mendaratnya di bibir?”“Mas Aksara kenapa harus menoleh?” protes Celine.“Kan kamu gak bilang kalau mau mencium saya. Lagian ...”Aksara merasakan bibirnya sendiri. “Enak. Manis.”Lagi-lagi ucapan sederhana itu mampu membuat Celine tersipu.Wajah bantalnya ketika bangun tidur itu langsung memerah layaknya buah tomat siap panen.“Mas Aksara, kebiasaan ya, suka goda Celine.”“Nggak apa-apa. Dari pada saya goda wanita lain. Eh,sebentar, apa kamu bakal cemburu kalau saya goda wanita lain?” tanya Aksara yang baru tersadar kalau ia tidak pernah dicemburui istrinya.“Penting banget ya untuk dijawab, Mas?”“Ya sangat penting. Ini berkesinambungan dengan cinta kamu ke saya. Apa kamu benar cinta sama saya?”Celine tersenyum kecil. Ia
Aksara meringis. Seumur-umur hanya Celine lah yang berani memuntahi dirinya. Andai itu orang lain, tentu Aksara akan marah dan mengumpat secara kasar.“Nggak apa-apa, Sayang. Itu hanya sepatu, bisa dibeli lagi,”ucap Aksara sambil dipaksakan tersenyum. Sebenarnya sepatu hitam yang saat ini dipakainya adalah sepatu kesayangan, kenang-kenangan dari istrinya yang telah meninggal. Dibelikan di Belanda saat mereka berlibur di sana.“Atun, bersihkan!”“Iya, Tuan.”Aksara menemani istrinya ke kamar mandi yang dari tadi terus mengeluarkan isi perutnya. Bayangan tentang susu dan aromanya itu terus mengisi rongga pikiran Celine, hingga semua makanan kembali dikeluarkan dan membuat tubuhnya lemas.“Kita ke rumah sakit ya, Sayang.” Aksara memijat tengkuk leher istrinya.Celine menggeleng.“Kenapa gak bilang kalau susu hamil itu membuatmu mual?” tanya Aksara sambil memapah istrinya untuk duduk di ranjang.“Sayang, Mas, kalau dibuang. Apalagi sudah diseduhkan.”“Lebih sayang mana sama tubuhmu kalau
“Buat apa?” tanya Celine. ”Yang namanya sofa, pasti buat duduk lah, Mas.”Aksara kembali menggaruk kepalanya, “Iya, sayang, untuk duduk.”Mereka melihat ke ruang tamu, di mana sofa berukuran besar itu mulai dimasukkan ke dalam rumah. Sebuah sofa berlengkok itu diminta Aksara untuk dibawa ke kamar.“Ngapain dimasukkan kamar, Mas?” tanya Celine bingung.“E ... itu ... kamu beneran gak tahu, sayang?”“Gak tahu apalagi? Kenapa dari tadi mas aksara membingungkan?” tanya Celine yang pikirannya dipenuhi tanda tanya besar.“Owh, iya, iya, Celine tahu,” ucap wanita cantik berambut pendek itu dengan senyuman.“Syukurlah, kalau kamu sudah tahu. Saya tidak perlu menjelaskan panjang kali lebar kali tinggi.”“Emangnya mau cari luas bangun ruang?” Celine terkekeh. "Sofa diletakkan kamar, supaya Mas Aksara bisa duduk nyaman di kamar kan? MasAksara tuh aneh-aneh, duduk di kasur juga enak, empuk. Gak harus buang uang untuk beli sofa kayak gituan.”Aksara hanya tersenyum tipis. Bingung bagaimana cara me
“Sukurin,” ucap Celine sambil tersenyum kecil. “Gak jadi cium kan karena Denim protes,” imbuhnya lagi.“Nggak apa-apa. Nanti bisa saya lanjut di kamar.”Celine membulatkan mata yang justru dibalas dengan tawa oleh Aksara. Mereka mendekat ke arah Denim dan ikut makan cemilan yang ada di sebelah anaknya.“Denim mau ini?” tanya Celine sambil menyuapi Denim dengan biskuit susu. Pria kecil itu membuka mulutnya dan mulai menggigit biskuit itu dari bundanya.“Istriku mau ini? Buka mulutnya!” Ucap Aksara sambil mendekatkan biskuit yang sama ke bibir Celine. Wanita berambut pendek itu awalnya ragu, hingga akhirnya berkenan membuka mulut dan menerima suapan dari suaminya.“Bunda kayak anak kecil. Disuapi papa.”“Bunda kan memang kecil, Jagoan. Jadi temannya Denim.”Aksara tersenyum dengan lirikan mata ke arah istrinya. Lirikan yang mampu membuat hati setiap wanita meleleh. Tatapan mata dalam dengan penuh cinta.“Sudah gede, Mas. Sudah bisa buat anak kecil,” ucap Celine sambil sedikit berbisik ke
“Kenapa harus ditutup seperti itu? Saya jadi tidak bisa melihat wajah spek bidadari,” ucap Aksara.“Mas Aksara, hentikan!”“Saya gak ngapa-ngapain, Sayang. Saya aja di sini dan kamu di sana. Kita dipisahkan oleh jarak dan waktu, melewati jembatan tinggi dan puluhan lampu lalu lintas. Saya ....”“Mas!”“Apa?”“Sejak kapan Mas Aksara lebay seperti itu. Kenapa waung bisa jadi meong.”“Maksudnya?” tanya Aksara kebingungan.“Bagaimana mungkin macan bisa jadi kucing seperti itu. Mas Aksara tahu, mas manis banget kalau bicara seperti tadi. Seperti kembang gula. Bikin diabetes.”Layar pipih Celine yang tadinya menunjukkan wajah Aksarakini mulai beralih pandangan. Hanya tampak langit-langit ruangan yang dominan dengan warna putih dan biru. Sedangkan di seberang sana, Aksara melepasponselnya dan jingkrak-jingkrak tidak jelas. Baru kali ini ia dianggap manisoleh seseorang. Apalagi istrinya sendiri yang berkata seperti itu. Galak,jahat, otoriter, arogan, kaku, sifat buruk yang melekat pada diriny
“Itu tadi lihatin saya.” Aksara tersenyum smirk, “Kamu itutidak pandai berdusta, Sayang. Terlihat dari matau,” ucapnya kembali.“Iya-iya, Mas. Celine ngaku kalau lihatin Mas Aksara.”Wanita itu masih menunduk tidak berani menatap. Diingatkan tentang hal sepertiini membuatnya malu.“Kenapa tidak jujur dari awal? Lagian, gak ada masalah kankalau kamu pandangin saya. Saya juga sering melakukan itu ke kamu. Karena sayasayang sama kamu.” Aksara memegang kedua pipi istriya dan mendongakkan wajahitu untuk menatapnya, “Kita sudah menikah, Sayang. Untuk apa harus malumengakuinya? Kita seorang suami istri, bukan masa pacaran lagi.”Celine tersenyum. Wajahnya masih memerak bak buah tomatlayak panen.“Ini tuh yang buat saya semakin sayang sama kamu. Wajahmulangsung memerah ketika tersipu.”“Tuh kan digodain mulu.”“Saya tampan kan sampai kamu lihatin terud tadi?”“Iya-iya mas Aksara itu tampan.”Pria itu puas dengan jawaban istrinya. Lalu melepas bajukerja dan celana yang dipakainya. Terlihat tela
“Kenapa sayang? Sah-sah saja kan, sepasang suami istri beli baju dinas seperti itu?”“Mas Aksara emang agak lain, kalau Denim bertanya tentang baju kurang bahan itu bagaimana?”“Saya berniat hanya makan berdua bersama kamu. Sekalian kita kencan. Kamu tahu, kita sudah lama sekali tidak berjalan berdua.”“Ngak-nggak, Celine gak setuju. Denim dan Danisa harus ikut, Mas.”“Sayang ... Danisa masih terlalu kecil. Gak bagus terkena angin malam.”“Ya sudah, kalau begitu Denim saja yang ikut.”“Ok lah. Dari pada kamu menolak makan malam bersama saya.”“Mas Aksara tuh yang aneh-aneh. Di rumah saja, makanan dan lauk banyak, tapi tetap saja ingin makan di luar.”“Ganti suasana saja, Sayang.” Aksara membubuhkan kecupan di dahi istrinya. Tak lupa di kedua pipi berisi yang terasa candu untuk pria bertubuh kekar itu. “See you, Baby. I love you.”“I lop you too, Mas,” ucap Celine dengan logatnya yang terasa kaku berbicara bahasa Inggris. *** Celine kembali berjibaku dengan aktifitasnya seperti biasa
“Kenapa diam saja, Sayang? Kenapa pernyataan cinta saya tidak dibalas.”“Memang wajib dijawab kah, Mas? Bukankah itu bukan pertanyaan.”“Ya terserah.” Aksara mengacak rambut istrinya. Mendaratkan kecupan di pipi tembem itu dan bergegas masuk ke kamar mandi. Tidak selang lamasuara nyanyian dengan suara fals terdengar di ruangan tersebut. Seakanmenyiratkan betapa bahagianya Aksara saat ini. Lirik-lirik nyanyian cinta keluar dari bibirnya dengan semangat.Sementara itu, Celine terus tersenyum kala mengingatmalamnya bersama suami. Ia seperti orang tidak waras yang kadang kala berbicarasendiri. Umur pernikahan yang tidak dibilang muda lagi, nyatanya tidakmengurangi kadar cinta keduanya. Celine menyiapkan pakaian untuk Aksarabekerja. Ia memilah puluhan pakaian yang menggantung di almari.“Ambil yang mana ya?’ tanyanya bermonolog sambil menyibaksatu persatu pakaian itu.Hingga tiba-tiba, ia dikejutkan dengan lengan yang melingkardi perutnya dari belakang. Aksara memeluknya dengan kepala yang
“Papa mau main?”“Mas Aksara mau main?” tanya Celine dan Denim dalam waktu bersamaan.“Iya. Kenapa?” tanya Aksara menoleh ke arah istri dan anaknya bergantian.Wanita berambut pendek itu pun tertawa lebar. Begitu pun dengan anak prianya yang tengah memegang pistol mainan. “Door ... door ... door ... kejar aku papa! Papa jadi Pak Ladushing.” Denim mengarahkan pistolnya ke arah Aksara lalu berlari menjauh. Sedangkan Aksara menoleh ke arah istrinya dengan menaikkan alis hitamnya. Paham dengan maksud Aksara, Celine tersenyum dan memberikan pistol yang dipegangnya. “Pak Ladushing itu polisi India. Tokoh di serial Shiva. Orangnya gendut, hitam, kumisnya tebal.”Aksara memegang kumisnya yang tumbuh tipis. “Apa saya seburuk itu?”Celine meringis.“Apa maksud senyummu adalah iya?’ tanyanya kembali.“Ya gak lah, Mas. Mas Aksara itu ganteng.”“Apa? saya tidak mendengarnya, Sayang. Sepertinya indra pendengaran saya kembali bermasalah,” ucap aksara yang memang sengaja menggoda. Kalimat yang teru
“Mas, jangan yang itu. Untuk apa?” protes Celine ketika suaminya mengambil sebuah boneka besar berwarna merah muda.“Ya untuk main Danisa lah, Sayang.”Celine menggeleng. Ia mengembalikan boneka yang dipegang suaminya ke tempat semula.“Kenapa sih, Sayang? Apa karena harganya? Uang saya lebih dari cukup untuk membeli boneka itu bersama pabriknya.”“Mas, Danisa itu baru berumur beberapa hari. Belum pahamboneka sebesar itu. Mending ini saja,” ucap Celine sambil memperlihatkan sebuahmainan bayi dengan pegangan dan suara gemerincing.“Suara ini untuk menstimulus indra pendengarannya.” Celinemembunyikan suara mainan itu dengan menggerakkan ke kanan dan kiri.“Pegangan ini untuk menstimulus indra perabanya, Mas. Bonekajuga bisa. Tapi, gak sebesar itu.” Celine tersenyum. “Bukan karena Mas Aksarapunya banyak uang, terus membeli sesuatu yang tidak penting. Itu namanyamemubadzirkan sesuatu, Mas. Bisa menghambat rejeki.”Aksara tersenyum tipis. Kalimat dari istrinya yang panjangkali lebar dan te
“Pak, ini tidak mungkin,” ucap Celine masih tidak percaya.Ia mencubit lengannya sendiri berharap apa yang terjadi saat ini adalah mimpi.“Mbak Celine ada apa?” tanya Asih- babysitternya Danisa. Iamendapati wajah nonanya seputih susu.“Mbak Asih, tolong panggilkan Pak Baskoro,” ucap Celinedengan pandangan kosong. Wanita cantik itu dihantui rasa bersalah. Semua jauhdari apa yang dimimpikan. Semalam Aksara menelfon kalau ia hendak memberikejutan. Nyatanya, kejutan itu berhasil membuat Celine terperangah. Kejutanyang menggoreskan luka yang menganga.Seorang pria berlari menuju kamar Danisa. Baskoroterengah-engah. Ia menatap sendu ke arah majikannya, “Bu, Pak Aksarakecelakaan.”Entah, kabar itu didengar Baskoro oleh siapa. Meyakinkantentang kabar buruk yang tidak ingin didengar oleh Celine.Wanita itu masih tidak merespon. Hanya butiran air beningyang ke luar dari sudut matanya.Hening. Semua dalam kebisuan. Terkecuali Danisa yang kinimenangis dengan suara yang melengking.“Saya ijin ke lo
Dua hari berlalu, di mana koper Aksara telah dipersiapkan oleh Celine. Sedang pria itu masih terjaga dalam mimpinya. Tidak seperti hari biasa yang akan bangun pagi di tiap jam kerja. Sudah beberapa kali Celine membangunkan. Aksara tidak beranjak. Hanya menyaut “iya” tapi dengan mata tertutup. “Mas Aksara, nanti ketinggalan pesawat, Mas. Baju Mas sudah Celine siapkan, juga dengan perlengkapan lain di dalam koper.” Untuk kesekian kali, wanita cantik itu menggoyang lengan suaminya. “HM ....” Sautnya dengan mata yang enggan membuka.“Mas, jangan ham-hem aja. Ayo bangun!” Kali ini, Celine mengelus lembut pipi Aksara. Sedikit jambang yang membuat pria itu terlihat mempesona di mata wanita. Celine akui, terlalu banyak perempuan yang menginginkan suaminya. Saat ia berada di kantor Aksara, selentingan wanita yang mengagumi sosok Aksara terus terdengar di indranya. Sebagai wanita sederhana dan kolot, ia yakin sekali kalau perempuan di sana banyak yang luar biasa cantiknya dan kecerdasannya. M
“Ada-ada aja deh. Lagian, mana mungkin saya tega gigit MasAksara.”“Mencakar sampai berdarah saja biasa, Sayang. Apalagi hanyasekedar menggigit.”“Mas Aksara.” Wanita cantik itu mendelik.“Saya serius. Lihat saja lengan saya,” ucap Aksara sambilmemperhatikan tangan yang dimaksud. Beberapa bekas cakaran masih membekas.“Kenapa harus bahas itu lagi? Kan Celine gak sengajamelakukannya. Celine juga sudah minta maaf.” Celine merasa bersalah.“Iya, iya, Sayang. Maaf. Saya hanya bercanda.”“Nggak mau maafin.” Celine pura-pura marah. Ia melipattangannya di dada, sambil sedikit menghindar dari wajah suaminya.“Kamu itu gak pandai berbohong, Sayang. Kamu gak pandaimarah.” Aksara terkekeh dan mendaratkan ciuman di pipi istrinya. Seketika,wajah Celine memerah layaknya buah tomat layak panen. “Tuh kan, wajahnyalangsung memerah.”“Mas ...” Celine berucap manja sambil memegang keduapipinya. Menutup warna merah alami yang ke luar ketika ia tersipu.“Buka mulutnya! Kamu nanti gak bisa tidur kalau belu
Celine meminta Babysitter Danisa untuk ke luar kamar. Ia merasa risih jika harus menyusui dengan orang lain berada di sebelahnya. Celine menatap wajah Danisa dan membelai rambutnya yang tebal. Celine tidak menyadari ada sepasang mata yang tengah memerhatikan di ambang pintu.“Mas Aksara,” ucap Celine kaget ketika ekor matanya menangkap seorang pria berdiri bersandar di pintu.Ia sedikit bergeser. Supaya posisinya yang tengah menyusuitidak terlihat.“Kenapa harus ditutupi, Sayang? Saya kan sudah tahu.” Aksaratersenyum dan mendekat ke arah istrinya.“Mas Aksara tuh sedang haus. Celine takut kalau Mas Aksaratergoda.”Pria itu terkekeh. “Hm, seburuk itu saya di mata kamu?”“Kok buruk? Itu bukan buruk, Mas. Hanya saja, Celine belumbisa menuruti keinginan Mas Aksara.”“Saya juga tahu, Sayang. Mana mungkin saya meminta itu,sedangkan kamu baru saja melahirkan. Saya bukan jalang.” Pria itu turut dudukdi sebelah Celine dan membelai rambut anaknya. “Danisa cantik sekali ya.”“Ya. Bundanya kalah,