“Sukurin,” ucap Celine sambil tersenyum kecil. “Gak jadi cium kan karena Denim protes,” imbuhnya lagi.“Nggak apa-apa. Nanti bisa saya lanjut di kamar.”Celine membulatkan mata yang justru dibalas dengan tawa oleh Aksara. Mereka mendekat ke arah Denim dan ikut makan cemilan yang ada di sebelah anaknya.“Denim mau ini?” tanya Celine sambil menyuapi Denim dengan biskuit susu. Pria kecil itu membuka mulutnya dan mulai menggigit biskuit itu dari bundanya.“Istriku mau ini? Buka mulutnya!” Ucap Aksara sambil mendekatkan biskuit yang sama ke bibir Celine. Wanita berambut pendek itu awalnya ragu, hingga akhirnya berkenan membuka mulut dan menerima suapan dari suaminya.“Bunda kayak anak kecil. Disuapi papa.”“Bunda kan memang kecil, Jagoan. Jadi temannya Denim.”Aksara tersenyum dengan lirikan mata ke arah istrinya. Lirikan yang mampu membuat hati setiap wanita meleleh. Tatapan mata dalam dengan penuh cinta.“Sudah gede, Mas. Sudah bisa buat anak kecil,” ucap Celine sambil sedikit berbisik ke
“Kenapa harus ditutup seperti itu? Saya jadi tidak bisa melihat wajah spek bidadari,” ucap Aksara.“Mas Aksara, hentikan!”“Saya gak ngapa-ngapain, Sayang. Saya aja di sini dan kamu di sana. Kita dipisahkan oleh jarak dan waktu, melewati jembatan tinggi dan puluhan lampu lalu lintas. Saya ....”“Mas!”“Apa?”“Sejak kapan Mas Aksara lebay seperti itu. Kenapa waung bisa jadi meong.”“Maksudnya?” tanya Aksara kebingungan.“Bagaimana mungkin macan bisa jadi kucing seperti itu. Mas Aksara tahu, mas manis banget kalau bicara seperti tadi. Seperti kembang gula. Bikin diabetes.”Layar pipih Celine yang tadinya menunjukkan wajah Aksarakini mulai beralih pandangan. Hanya tampak langit-langit ruangan yang dominan dengan warna putih dan biru. Sedangkan di seberang sana, Aksara melepasponselnya dan jingkrak-jingkrak tidak jelas. Baru kali ini ia dianggap manisoleh seseorang. Apalagi istrinya sendiri yang berkata seperti itu. Galak,jahat, otoriter, arogan, kaku, sifat buruk yang melekat pada diriny
“Maaf, bukan niat saya mau menyamakan.” Aksara tersenyum dan mengelus rambut istrinya. Ia mengambil handuk ke dalam almari.“Mau ikut?” tanyanya dengan salah satu alis yang terangkat.“Mandi?” Celine balik bertanya.“Iya. Habis ini mau nge-date sama pacar saya.”“Mas Aksara punya pacar?” tanya Celine kaget.“Iya. Dia lagi marah-marah hari ini. Lihatlah, ada di cermin itu,” ucap Aksara sambil menunjuk cermin rias di depan istrinya. Pria itu bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Sedangkan Celine yang dari tadi mematung menoleh ke arah cerminnya. Seorang wanita dengan tubuh mungil dan rambut pendek tengah tersenyum. Wajahnya kemerah-merahan.“Mas Aksara tuh selalu saja punya cara buat aku tersenyum,”ucap wanita kecil itu.***Celine menatap pizza besar di depannya. Dengan toping beraneka ragam dan taburan keju yang melumer. Ia mengambil sepotong dan menyuapkan ke mulut suaminya. Meskipun ia sangat ingin. Tapi tetap saja, Aksara selalu nomor satu di hatinya.“Makan kamu saja.”“Celine gak
“Sudahlah! Saya gak apa-apa, Pak Aksara. Kayak gak pernah muda saya,” ucap pria berpakaian rapi itu.Aksara tersenyum.“Saya juga seperti bapak.” Pria itu kembali bersuara. Ia menggaruk kepalanya sambil menoleh ke arah istrinya. Usai percakapan kaku tersebut semua kembali mencair.***Waktu terus terlewati di mana Celine sudah tak mengalami ngidam yang berarti. Rasa mual dan lemas itu berangsur hilang, menjadi nafsu makanyang berlebihan. Ia gemar makan baik itu camilan maupun makanan besar. Sepertisiang ini, Celine sudah makan berat sebanyak 3kali. Belum dengan cemilan dan buah yang sepertitak lekang dari tiap menitnya. Bibirnya terus bergoyang menikmati apa pun yangada di sekelilingnya.“Sayang, sudah makan belum?” tanya Aksara dari panggilanvideo di ponselnya. Pria dengan cambang tipis itu menatap wajah istrinya yangsemakin bulat. Pipi tembem itu terus mengembung layaknya bakpao.“Mas Aksara mau ngehina, Celine? Bilang aja Celine gendutankan?” tanya wanita kecil itu yang kini mudah
“Memang modelnya seperti itu, Mbak Celine. Kan yang terakhir memperlihatkan perutnya.”“Apa?” tanya Celine dengan mata yang melotot.“Iya, Mbak. Pakaian ini juga yang request Pak Aksara. Wajar kok pakai busana seperti ini untuk foto maternity.”“Pakai baju tipis dan kurang bahan seperti ini dibilang wajar?” tanya Celine sambil menatap perutnya. Sedikit gerakan tangannya saja membuat perut buncit itu terkespos.“Mari, Mbak. Pak aksara dan Denim pasti sudah menunggu.”“Enggak-enggak, Celine gak mau pakai baju ini.” Ketika wanita cantik itu hendak melepas pakaiannya, suara pintu yang berderit membuat fokusnya hilang.“Sayang, kenapa lama sekali?’ tanya Aksara yang mendekat.“Bajunya kurang bahan, Mas. Celine mau ganti baju lain.”“Memang bajunya seperti itu, sayang. Itu wajar kok. Foto maternity pakai bikini saja sudah jadi hal yang lumrah.”“Enggak, Celine gak mau. Lagian, Mas Aksara hobi sekali ngumbar tubuh istrinya kepada orang lain.” “Ngumbar gimana? Semua fotografer yang saya pan
Aksara sudah memejamkan mata. Namun, Celine masih juga terjaga. Pikirannya terus berkelana dengan HPL nya yang tinggal beberapa hari. Ada rasa haru, rasa bahagia, yang juga bercampur dengan rasa takut.“Sayang, kamu belum tidur juga?” tanya Aksara yang menyadari istrinya belum tidur.“Kamu masih lapar, Sayang? Atau, Danisa nendang-nendang?” tanya Aksara lembut sambil mengelus perut Celine yang membuncit.Wanita berambut pendek itu mendongakkan wajah. Ia menatap suaminya yang tersenyum dengan mata memerah karena kantuk. “Nggak kok, Mas. Danisa anteng. Kayaknya dia sudah tidur. Celine juga sudah kenyang.”“Terus, kenapa kamu belum tidur juga, Sayang?” Aksara membubuhkan kecupan di dahi istrinya. Sangat lembut dan penuh cinta.“Nggak apa-apa, Mas.” Wanita cantik itu mendekatkan diri kelengan suaminya. Hingga tak selang lama, Celine pun turut masuk ke alam mimpi.***“Selamat pagi, Mas Aksara. Semoga hari ini menyenangkan,” ucap Celine sambil menyisir rambutnya yang basah dan menatap ke a
“Sayang, tarik nafas, hembuskan dari mulut secara perlahan,” ucap Aksara mencoba tenang sambil menyetir kendaraannya. Ia mempraktikkan apa yang diajarkan oleh instruktur senam ibu hamil yang diikutinya. “Nggak kuat, Mas. Celine pengen mengejan. Mules.” Celine mencengkram tangan Aksara hingga kulit pria di sbeelahnya itu terluka. Lagi-lagi Celine tidak menyadari. Ia hanya terfokus dengan rasa sakit yang menghampirinya. Ilmu-ilmu yang diajarkan ketika senam ibu hamil langsung lenyap dalam pikiran ketika gelombang cinta itu datang.“Sayang, bayangkan ada Danisa di sebelah kita. Tahan ya, Sayang! Semua demi Danisa. Andai rasa sakit itu bisa dipindah, saya ikhlas untuk menggantikannya,” ucap Aksara yang menoleh dan menatap sendu istrinya. Ia tidak tega melihat Celine seperti itu. Celine mencoba tenang. Ia duduk sambil menarik nafas lembut seperti apa yang diucap Aksara. Perlahan, kontraksi itu pun lenyap. “Sudah mendingan, Mas. Kita balik lagi apa bagaimana?” tanya Celine sambil mengamb
“Donatur itu penentu lo, Sayang.”“Tapi, lahan juga sangat berpengaruh, Mas. Tidak akan ada buah kalau tidak ada lahan untuk ditanam.”“Ada. Kan bisa pakai hidroponik.”“Maksud Mas Aksara, mau ke rahim wanita lain?”“Tidak, tidak, Sayang. Ampun. Saya salah ucap,” ucap Aksaramenangkupkan kedua telapak tangannya.“Mas Aksara ngeselin tahu.”“Celineku ngangenin tahu.”Wanita cantik dengan rambut berantakan itu mendelik.“Memang Celineku. Kenapa? Mau protes?” Aksara mengambilsisir kecil dari sakunya, lalu menyisir rambut istrinya yang sedikit berantakanitu. Sedangkan Celine masih terus fokus menyusui bayi kecilnya.“Apa masih sakit, Sayang?” tanya Aksara.“Enggak.”“Berarti, kita sudah bisa ....”“Enggak.” Celine menoleh ke belakang. Di mana suaminya hanyamampu meringis.“Kamu paham sekali arah ucapan saya,” ucap pria itu.“Iya. Aku kan tahu pikiran Mas Aksara ke mana.”“Maklum, sudah lama, Sayang. Semenjak kamu hamil besar sayakan tidak tega.”“Salah sendiri.”“Danisa menggemaskan ya.” A
“Itu tadi lihatin saya.” Aksara tersenyum smirk, “Kamu itutidak pandai berdusta, Sayang. Terlihat dari matau,” ucapnya kembali.“Iya-iya, Mas. Celine ngaku kalau lihatin Mas Aksara.”Wanita itu masih menunduk tidak berani menatap. Diingatkan tentang hal sepertiini membuatnya malu.“Kenapa tidak jujur dari awal? Lagian, gak ada masalah kankalau kamu pandangin saya. Saya juga sering melakukan itu ke kamu. Karena sayasayang sama kamu.” Aksara memegang kedua pipi istriya dan mendongakkan wajahitu untuk menatapnya, “Kita sudah menikah, Sayang. Untuk apa harus malumengakuinya? Kita seorang suami istri, bukan masa pacaran lagi.”Celine tersenyum. Wajahnya masih memerak bak buah tomatlayak panen.“Ini tuh yang buat saya semakin sayang sama kamu. Wajahmulangsung memerah ketika tersipu.”“Tuh kan digodain mulu.”“Saya tampan kan sampai kamu lihatin terud tadi?”“Iya-iya mas Aksara itu tampan.”Pria itu puas dengan jawaban istrinya. Lalu melepas bajukerja dan celana yang dipakainya. Terlihat tela
“Kenapa sayang? Sah-sah saja kan, sepasang suami istri beli baju dinas seperti itu?”“Mas Aksara emang agak lain, kalau Denim bertanya tentang baju kurang bahan itu bagaimana?”“Saya berniat hanya makan berdua bersama kamu. Sekalian kita kencan. Kamu tahu, kita sudah lama sekali tidak berjalan berdua.”“Ngak-nggak, Celine gak setuju. Denim dan Danisa harus ikut, Mas.”“Sayang ... Danisa masih terlalu kecil. Gak bagus terkena angin malam.”“Ya sudah, kalau begitu Denim saja yang ikut.”“Ok lah. Dari pada kamu menolak makan malam bersama saya.”“Mas Aksara tuh yang aneh-aneh. Di rumah saja, makanan dan lauk banyak, tapi tetap saja ingin makan di luar.”“Ganti suasana saja, Sayang.” Aksara membubuhkan kecupan di dahi istrinya. Tak lupa di kedua pipi berisi yang terasa candu untuk pria bertubuh kekar itu. “See you, Baby. I love you.”“I lop you too, Mas,” ucap Celine dengan logatnya yang terasa kaku berbicara bahasa Inggris. *** Celine kembali berjibaku dengan aktifitasnya seperti biasa
“Kenapa diam saja, Sayang? Kenapa pernyataan cinta saya tidak dibalas.”“Memang wajib dijawab kah, Mas? Bukankah itu bukan pertanyaan.”“Ya terserah.” Aksara mengacak rambut istrinya. Mendaratkan kecupan di pipi tembem itu dan bergegas masuk ke kamar mandi. Tidak selang lamasuara nyanyian dengan suara fals terdengar di ruangan tersebut. Seakanmenyiratkan betapa bahagianya Aksara saat ini. Lirik-lirik nyanyian cinta keluar dari bibirnya dengan semangat.Sementara itu, Celine terus tersenyum kala mengingatmalamnya bersama suami. Ia seperti orang tidak waras yang kadang kala berbicarasendiri. Umur pernikahan yang tidak dibilang muda lagi, nyatanya tidakmengurangi kadar cinta keduanya. Celine menyiapkan pakaian untuk Aksarabekerja. Ia memilah puluhan pakaian yang menggantung di almari.“Ambil yang mana ya?’ tanyanya bermonolog sambil menyibaksatu persatu pakaian itu.Hingga tiba-tiba, ia dikejutkan dengan lengan yang melingkardi perutnya dari belakang. Aksara memeluknya dengan kepala yang
“Papa mau main?”“Mas Aksara mau main?” tanya Celine dan Denim dalam waktu bersamaan.“Iya. Kenapa?” tanya Aksara menoleh ke arah istri dan anaknya bergantian.Wanita berambut pendek itu pun tertawa lebar. Begitu pun dengan anak prianya yang tengah memegang pistol mainan. “Door ... door ... door ... kejar aku papa! Papa jadi Pak Ladushing.” Denim mengarahkan pistolnya ke arah Aksara lalu berlari menjauh. Sedangkan Aksara menoleh ke arah istrinya dengan menaikkan alis hitamnya. Paham dengan maksud Aksara, Celine tersenyum dan memberikan pistol yang dipegangnya. “Pak Ladushing itu polisi India. Tokoh di serial Shiva. Orangnya gendut, hitam, kumisnya tebal.”Aksara memegang kumisnya yang tumbuh tipis. “Apa saya seburuk itu?”Celine meringis.“Apa maksud senyummu adalah iya?’ tanyanya kembali.“Ya gak lah, Mas. Mas Aksara itu ganteng.”“Apa? saya tidak mendengarnya, Sayang. Sepertinya indra pendengaran saya kembali bermasalah,” ucap aksara yang memang sengaja menggoda. Kalimat yang teru
“Mas, jangan yang itu. Untuk apa?” protes Celine ketika suaminya mengambil sebuah boneka besar berwarna merah muda.“Ya untuk main Danisa lah, Sayang.”Celine menggeleng. Ia mengembalikan boneka yang dipegang suaminya ke tempat semula.“Kenapa sih, Sayang? Apa karena harganya? Uang saya lebih dari cukup untuk membeli boneka itu bersama pabriknya.”“Mas, Danisa itu baru berumur beberapa hari. Belum pahamboneka sebesar itu. Mending ini saja,” ucap Celine sambil memperlihatkan sebuahmainan bayi dengan pegangan dan suara gemerincing.“Suara ini untuk menstimulus indra pendengarannya.” Celinemembunyikan suara mainan itu dengan menggerakkan ke kanan dan kiri.“Pegangan ini untuk menstimulus indra perabanya, Mas. Bonekajuga bisa. Tapi, gak sebesar itu.” Celine tersenyum. “Bukan karena Mas Aksarapunya banyak uang, terus membeli sesuatu yang tidak penting. Itu namanyamemubadzirkan sesuatu, Mas. Bisa menghambat rejeki.”Aksara tersenyum tipis. Kalimat dari istrinya yang panjangkali lebar dan te
“Pak, ini tidak mungkin,” ucap Celine masih tidak percaya.Ia mencubit lengannya sendiri berharap apa yang terjadi saat ini adalah mimpi.“Mbak Celine ada apa?” tanya Asih- babysitternya Danisa. Iamendapati wajah nonanya seputih susu.“Mbak Asih, tolong panggilkan Pak Baskoro,” ucap Celinedengan pandangan kosong. Wanita cantik itu dihantui rasa bersalah. Semua jauhdari apa yang dimimpikan. Semalam Aksara menelfon kalau ia hendak memberikejutan. Nyatanya, kejutan itu berhasil membuat Celine terperangah. Kejutanyang menggoreskan luka yang menganga.Seorang pria berlari menuju kamar Danisa. Baskoroterengah-engah. Ia menatap sendu ke arah majikannya, “Bu, Pak Aksarakecelakaan.”Entah, kabar itu didengar Baskoro oleh siapa. Meyakinkantentang kabar buruk yang tidak ingin didengar oleh Celine.Wanita itu masih tidak merespon. Hanya butiran air beningyang ke luar dari sudut matanya.Hening. Semua dalam kebisuan. Terkecuali Danisa yang kinimenangis dengan suara yang melengking.“Saya ijin ke lo
Dua hari berlalu, di mana koper Aksara telah dipersiapkan oleh Celine. Sedang pria itu masih terjaga dalam mimpinya. Tidak seperti hari biasa yang akan bangun pagi di tiap jam kerja. Sudah beberapa kali Celine membangunkan. Aksara tidak beranjak. Hanya menyaut “iya” tapi dengan mata tertutup. “Mas Aksara, nanti ketinggalan pesawat, Mas. Baju Mas sudah Celine siapkan, juga dengan perlengkapan lain di dalam koper.” Untuk kesekian kali, wanita cantik itu menggoyang lengan suaminya. “HM ....” Sautnya dengan mata yang enggan membuka.“Mas, jangan ham-hem aja. Ayo bangun!” Kali ini, Celine mengelus lembut pipi Aksara. Sedikit jambang yang membuat pria itu terlihat mempesona di mata wanita. Celine akui, terlalu banyak perempuan yang menginginkan suaminya. Saat ia berada di kantor Aksara, selentingan wanita yang mengagumi sosok Aksara terus terdengar di indranya. Sebagai wanita sederhana dan kolot, ia yakin sekali kalau perempuan di sana banyak yang luar biasa cantiknya dan kecerdasannya. M
“Ada-ada aja deh. Lagian, mana mungkin saya tega gigit MasAksara.”“Mencakar sampai berdarah saja biasa, Sayang. Apalagi hanyasekedar menggigit.”“Mas Aksara.” Wanita cantik itu mendelik.“Saya serius. Lihat saja lengan saya,” ucap Aksara sambilmemperhatikan tangan yang dimaksud. Beberapa bekas cakaran masih membekas.“Kenapa harus bahas itu lagi? Kan Celine gak sengajamelakukannya. Celine juga sudah minta maaf.” Celine merasa bersalah.“Iya, iya, Sayang. Maaf. Saya hanya bercanda.”“Nggak mau maafin.” Celine pura-pura marah. Ia melipattangannya di dada, sambil sedikit menghindar dari wajah suaminya.“Kamu itu gak pandai berbohong, Sayang. Kamu gak pandaimarah.” Aksara terkekeh dan mendaratkan ciuman di pipi istrinya. Seketika,wajah Celine memerah layaknya buah tomat layak panen. “Tuh kan, wajahnyalangsung memerah.”“Mas ...” Celine berucap manja sambil memegang keduapipinya. Menutup warna merah alami yang ke luar ketika ia tersipu.“Buka mulutnya! Kamu nanti gak bisa tidur kalau belu
Celine meminta Babysitter Danisa untuk ke luar kamar. Ia merasa risih jika harus menyusui dengan orang lain berada di sebelahnya. Celine menatap wajah Danisa dan membelai rambutnya yang tebal. Celine tidak menyadari ada sepasang mata yang tengah memerhatikan di ambang pintu.“Mas Aksara,” ucap Celine kaget ketika ekor matanya menangkap seorang pria berdiri bersandar di pintu.Ia sedikit bergeser. Supaya posisinya yang tengah menyusuitidak terlihat.“Kenapa harus ditutupi, Sayang? Saya kan sudah tahu.” Aksaratersenyum dan mendekat ke arah istrinya.“Mas Aksara tuh sedang haus. Celine takut kalau Mas Aksaratergoda.”Pria itu terkekeh. “Hm, seburuk itu saya di mata kamu?”“Kok buruk? Itu bukan buruk, Mas. Hanya saja, Celine belumbisa menuruti keinginan Mas Aksara.”“Saya juga tahu, Sayang. Mana mungkin saya meminta itu,sedangkan kamu baru saja melahirkan. Saya bukan jalang.” Pria itu turut dudukdi sebelah Celine dan membelai rambut anaknya. “Danisa cantik sekali ya.”“Ya. Bundanya kalah,