“Denim ....”“Mas, jangan marah sama Denim. Kasihan. Anak kecil itu belum paham benar dengan apa yang dilakukan. Belum tahu itu salah apa tidak, dia ....”“Saya nggak lagi marah, Sayang. Saya hanya gemas saja. Lagian, siapa juga yang berani memarahi mahkota keluarga Aksara?” Aksara kini mencium kedua pipi anaknya. Setelahnya ia menoleh ke arah gadis disebelahnya, “Mau dicium juga gak kayak Denim?”Celine menggeleng, “Enggak, Mas.”Aksara dan Celine memandikan Denim bersama, mereka bermain air dan bermain buih dengan tawa yang menghiasi bibir mereka. Sesekali Aksarajail menempelkan buih itu ke pipi Celine, lalu di balasnya dengan menempelkan buih di pipi Aksara.“Habis ini mandiin saya ya!”Celine mendelik. “Bukankah mas sudah besar? Kenapa harus dimandiin kayak Denim?”“Iya, karena saya ingin dimanja istri saya. Waktumu terus dihabiskan untuk Denim. Saya nganan.”“Nganan?”“Ngiri maksudnya, Sayang. Tiap hari kamu selalu cium Denim tanpa dia meminta. Sedangkan saya, terus meminta pun b
“Apa, Sayang?” tanya dari sebrang sana.“E … itu,Mas. Wajah Mas Aksara ganteng sekali kalau seperti tadi.” Celine meringis. Ia sengaja berdusta untuk menjaga hati suaminya.Aksara tersenyum, “ Baiklah, kita main nanti malam. Siapkan dirimu, Baby.”Celine menggaruk kepalanya, “Mas Aksara, sudah dulu ya. Denim bangun.” Wanita kecil itukembali berdusta. Tanpa menunggu jawaban dari sebrang sana. Ia langsung mematikan panggilan secara sepihak.“Mas Aksara me sum sekali beberapa hari ini.” Celine memegang dadanya dengan detak jantung yang berantakan.“Dia kan memang suamimu, Celine. Jadi wajar. Kamu tahu, kamu bakal berdosa kalau menolak keinginan suami.” Batinnya kembali berucap.“Tapi, aku merasa belum siap,” imbuhnya lagiIni adalah hari pertama Celine menjadi nyonya di rumah ini. Tak banyak yang berubah. Ia mengurus Denim, ia juga yang menyiapkan makanan untuk anaknya. Simbok Atun melarang, termasuk babysitter baru yang datang. Tapi, gadis itu tetap kekeh dengan apa yang dilakukan.Baby
Celine ke luar kamar mandi dengan perasaan yang bercampur aduk. Ia dihantui rasa bersalah karena telah membohongi suaminya. Tapi, ia juga belum bisa membuang jauh-jauh rasa trauma itu. Andai pernikahan itu bukan lah perintah. Tentu Celine tak akan mengiyakan ajakan tuannya itu.“Wajah kamu pucat. Kamu sakit?” tanya Aksara menatap istrinya. Gadis kecil itu menundukkan pandangan, tak berani menatap Aksara.“Tidak, Mas. Mungkin hanya kelelahan.”“Ya sudah tidurlah. Sini, tidur sini.” Aksara menepuk bantal yang ada di sebelahnya. Lagi-lagi membuat jantung Celine berdetak tidak normal.“Ya Tuhan, kalau seperti ini setiap hari, aku bisa kena penyakit jantung,” batin wanita cantik itu.“Kenapa berdiri di situ saja, Sayang. Ayo ke sini.”“Apa ini perintah, Mas?”Aksara tersnyum, “Anggap saja iya.”“Baik, Mas.”Wanita itu mulai berbaring di sebelah Aksara, di mana hatinya semakin tidak baik-baik saja. Aksara mulai menyadari keanehan dari istrinya. Celine yang biasanya ceria dan tertawa riang k
“Sayang, sudah siap belum?” tanya Aksara dengan tas koper di tangannya. Sesuai janji lelaki berumur matang itu, hari ini Celine dan Denim diajak berlibur ke Bali. Terlihat sekali gadis berambut panjang itu begitu antusias. Ia sedikit menundukkan pandangan, menyisir rambut Denim yang berlari-lari kecil ke segala ruangan. “Rambutnya dikuncir saja, biar gak mengganggu.”“Tapi, Mas? Bukankah Mas Aksara tidak suka kalau rambut Celine dikuncir?”“Itu dulu. Tidak sekarang.""Kenapa, Mas?""Saya hanya takut, kalau saya tidak bisa menjaga diri saya.”Dahi Celine mengernyit, “Maksudnya?”“Saya itu macan dan kamu itu daging. Paham kan maksud saya?”"Enggak, Mas. Apa hubungannya macan dan daging dengan rambut dikuncir?”Aksara terkekeh, “Saya itu tergoda tiap kali lihat leher kamu yang jenjang. Darah saya berdesir hebat. Masih belum paham?”Celine yang tadinya mengangkat rambut panjangnya, kini langsung menghentikan aktifitas. Rambut panjang sampai menutupi punggung itu dibiarkan menjuntai beg
“Mas Aksara, maaf.” Celine menutup mulutnya. Rasa mual itu belum beranjak pergi.“Gak apa-apa, Sayang.”Ini kali pertama, Aksara terkena muntahan seseorang. Apalagi sampai mengenai kemeja mahal yang dikenakannya.“Huek ....” Lagi-lagi Celine mengeluarkan isi perutnya kembali. Kali ini mengenai hampir semua kemeja Aksara bagian depan, berikut dengan sepatu mahal yang dikenakan lelaki itu.Aksara menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Andai yang melakukan ini orang lain, tentu dia akan marah besar. Aksara yang super higienis dan gampang jijik terhadap sesuatu, kini tubuhnya berlumuran dengan muntahan istrinya.“Kita ke toilet ya. Kita bersihkan di sana!”Celine terus mencengkeram tangan suaminya, karena takut dengan kapal yang bergerak tidak menentu. Ombak-ombak kecil itu nyatanya membuat Celine ketakutan. Aksara dengan telaten membersihkan bibir istrinya lalu ke tangan yang terkena percikan muntahan. Setelahnya, ia baru membersihkan diri. Melepas semua pakaiannya dan menggantinya yang b
“Saya bantu.”“Tidak usah, Mas,” ucap Celine sedikit menjauh. Ia masih terbayang dengan adegan itu, yang membuat wajahnya memerah tersipu.“Kenapa sih, Sayang? Kamu anggap saya ini apa? selalu saja menghindar kalau didekati.”“Maaf, Mas.”Celine menundukkan pandangan. Handuk dari tangannya kini diambil alih oleh Aksara. Lelaki itu mulai meremas rambut panjang Celine, dan mengusap rambut basahnya.“Rambutmu bagus, panjang dan hitam.”“Sebenarnya ingin saya potong, Mas. Dari dulu saya suka rambut pendek.”“Kenapa?”“Biar nggak perlu nguncirnya.” Gadis itu meringis.“Ya sudah nanti saya antar ke salon.”“Di antar, Mas? Salon di Bali?”“Iya. Kenapa?”“Ini kan tempat wisata. Sudah pasti harganya lumayan. Nggak ah. Saya potongnya kalau pas pulang kampung saja. Lumayan cuman 8 ribu, kadang masih dikeramasin.”Aksara terkekeh, “Kamu pelit sekali.”“Bukan pelit, Mas. Tapi hemat. Lagian, 8 ribu untuk tetangga saya itu berarti banget. Eh, untuk aku juga berharga.” Gadis itu tersenyum tipis. “Ini
“Kalau kamu mau sih, Sayang. Kalau enggak ya sudah. Padahal enak. Candu.”“Memangnya narkoba?”“Lebih enak dari itu.”“Mas Aksara pernah?”Lelaki itu mengangguk.“Mas, saya tidak bercanda.”“Saya juga tidak bercanda, Sayang.”“Ngeri.” “Lebih ngeri lagi kalau kamu tolak. Kamu tahu nggak, kalau narkoba, saat saya pengen saya bisa beli. Tapi kalau sama kamu dan kamu nolak. Rasanya pengen ....”“Berhenti pakai barang haram itu.”“Sudah. Lah itu masa-masa sebelum saya menikah.”“Sekarang?”“Sudah enggak, Sayang. Kenapa malah bahas ginian sih? Udah. Ayo kita belajar renang.” Aksara membuka tas koper miliknya. Iya mengambil sebuah baju renang sexy berwarna merah muda. Barang tipis itu diberikan kepada istrinya.Celine membelalakkan mata. Diputar-putarnya barang tersebut. Mengamati dengan detail.“Baju renang, Mas? Dapat dari mana? Bukankah saya yang menyiapkan pakaian Mas Aksara di koper tersebut.”Aksara menarik sudut bibirnya, “Saya sudah merencanakan ini lama, Sayang. Bagaimana, surprise
“Kamu menginap di sini ? Sejak kapan?” Sapa Asfan.“Baru kok. Mas Asfan juga menginap di sini?”“Ini hotel milik istriku.” Lelaki itu mendekat dan berbisik ke telinga Celine, “Istriku ternyata kaya raya.”“Jangan dekat-dekat, Celine istri saya.” Aksara yang mulai cemburu sedikit mendorong tubuh Asfan. Ia mengalungkan lengannya ke bahu Celine, sebagai tanda memiliki.“Oh ya maaf, Pak. Saya lupa kalau Celine sudah menikah.”“Ini suami saya, namanya Mas Aksara.” Celine memperkenalkan.“Aku Asfan, Mas Aksara.” Lelaki dengan tubuh sedikit kurus itu mengangkat tangannya, menunggu tangan Aksara untuk membalas jabat tanga.“Jangan sok kenal saya, dengan panggilan Mas. Panggil saya Pak.”“Oh ya, maaf, Pak. Selamat menginap di sini, Selamat berlibur.” Lelaki muda itu menangkupkan tangan, terlihat begitu sopan.“Celine Sayang, ayo ke pantai. Waktu kita tidak banyak.” Aksara menatap kesal lelaki tersebut, sambil melangkahkan kaki dengan tangan yang masih dibahu Celine. Reflek kaki-kaki kecil Celi
“Itu tadi lihatin saya.” Aksara tersenyum smirk, “Kamu itutidak pandai berdusta, Sayang. Terlihat dari matau,” ucapnya kembali.“Iya-iya, Mas. Celine ngaku kalau lihatin Mas Aksara.”Wanita itu masih menunduk tidak berani menatap. Diingatkan tentang hal sepertiini membuatnya malu.“Kenapa tidak jujur dari awal? Lagian, gak ada masalah kankalau kamu pandangin saya. Saya juga sering melakukan itu ke kamu. Karena sayasayang sama kamu.” Aksara memegang kedua pipi istriya dan mendongakkan wajahitu untuk menatapnya, “Kita sudah menikah, Sayang. Untuk apa harus malumengakuinya? Kita seorang suami istri, bukan masa pacaran lagi.”Celine tersenyum. Wajahnya masih memerak bak buah tomatlayak panen.“Ini tuh yang buat saya semakin sayang sama kamu. Wajahmulangsung memerah ketika tersipu.”“Tuh kan digodain mulu.”“Saya tampan kan sampai kamu lihatin terud tadi?”“Iya-iya mas Aksara itu tampan.”Pria itu puas dengan jawaban istrinya. Lalu melepas bajukerja dan celana yang dipakainya. Terlihat tela
“Kenapa sayang? Sah-sah saja kan, sepasang suami istri beli baju dinas seperti itu?”“Mas Aksara emang agak lain, kalau Denim bertanya tentang baju kurang bahan itu bagaimana?”“Saya berniat hanya makan berdua bersama kamu. Sekalian kita kencan. Kamu tahu, kita sudah lama sekali tidak berjalan berdua.”“Ngak-nggak, Celine gak setuju. Denim dan Danisa harus ikut, Mas.”“Sayang ... Danisa masih terlalu kecil. Gak bagus terkena angin malam.”“Ya sudah, kalau begitu Denim saja yang ikut.”“Ok lah. Dari pada kamu menolak makan malam bersama saya.”“Mas Aksara tuh yang aneh-aneh. Di rumah saja, makanan dan lauk banyak, tapi tetap saja ingin makan di luar.”“Ganti suasana saja, Sayang.” Aksara membubuhkan kecupan di dahi istrinya. Tak lupa di kedua pipi berisi yang terasa candu untuk pria bertubuh kekar itu. “See you, Baby. I love you.”“I lop you too, Mas,” ucap Celine dengan logatnya yang terasa kaku berbicara bahasa Inggris. *** Celine kembali berjibaku dengan aktifitasnya seperti biasa
“Kenapa diam saja, Sayang? Kenapa pernyataan cinta saya tidak dibalas.”“Memang wajib dijawab kah, Mas? Bukankah itu bukan pertanyaan.”“Ya terserah.” Aksara mengacak rambut istrinya. Mendaratkan kecupan di pipi tembem itu dan bergegas masuk ke kamar mandi. Tidak selang lamasuara nyanyian dengan suara fals terdengar di ruangan tersebut. Seakanmenyiratkan betapa bahagianya Aksara saat ini. Lirik-lirik nyanyian cinta keluar dari bibirnya dengan semangat.Sementara itu, Celine terus tersenyum kala mengingatmalamnya bersama suami. Ia seperti orang tidak waras yang kadang kala berbicarasendiri. Umur pernikahan yang tidak dibilang muda lagi, nyatanya tidakmengurangi kadar cinta keduanya. Celine menyiapkan pakaian untuk Aksarabekerja. Ia memilah puluhan pakaian yang menggantung di almari.“Ambil yang mana ya?’ tanyanya bermonolog sambil menyibaksatu persatu pakaian itu.Hingga tiba-tiba, ia dikejutkan dengan lengan yang melingkardi perutnya dari belakang. Aksara memeluknya dengan kepala yang
“Papa mau main?”“Mas Aksara mau main?” tanya Celine dan Denim dalam waktu bersamaan.“Iya. Kenapa?” tanya Aksara menoleh ke arah istri dan anaknya bergantian.Wanita berambut pendek itu pun tertawa lebar. Begitu pun dengan anak prianya yang tengah memegang pistol mainan. “Door ... door ... door ... kejar aku papa! Papa jadi Pak Ladushing.” Denim mengarahkan pistolnya ke arah Aksara lalu berlari menjauh. Sedangkan Aksara menoleh ke arah istrinya dengan menaikkan alis hitamnya. Paham dengan maksud Aksara, Celine tersenyum dan memberikan pistol yang dipegangnya. “Pak Ladushing itu polisi India. Tokoh di serial Shiva. Orangnya gendut, hitam, kumisnya tebal.”Aksara memegang kumisnya yang tumbuh tipis. “Apa saya seburuk itu?”Celine meringis.“Apa maksud senyummu adalah iya?’ tanyanya kembali.“Ya gak lah, Mas. Mas Aksara itu ganteng.”“Apa? saya tidak mendengarnya, Sayang. Sepertinya indra pendengaran saya kembali bermasalah,” ucap aksara yang memang sengaja menggoda. Kalimat yang teru
“Mas, jangan yang itu. Untuk apa?” protes Celine ketika suaminya mengambil sebuah boneka besar berwarna merah muda.“Ya untuk main Danisa lah, Sayang.”Celine menggeleng. Ia mengembalikan boneka yang dipegang suaminya ke tempat semula.“Kenapa sih, Sayang? Apa karena harganya? Uang saya lebih dari cukup untuk membeli boneka itu bersama pabriknya.”“Mas, Danisa itu baru berumur beberapa hari. Belum pahamboneka sebesar itu. Mending ini saja,” ucap Celine sambil memperlihatkan sebuahmainan bayi dengan pegangan dan suara gemerincing.“Suara ini untuk menstimulus indra pendengarannya.” Celinemembunyikan suara mainan itu dengan menggerakkan ke kanan dan kiri.“Pegangan ini untuk menstimulus indra perabanya, Mas. Bonekajuga bisa. Tapi, gak sebesar itu.” Celine tersenyum. “Bukan karena Mas Aksarapunya banyak uang, terus membeli sesuatu yang tidak penting. Itu namanyamemubadzirkan sesuatu, Mas. Bisa menghambat rejeki.”Aksara tersenyum tipis. Kalimat dari istrinya yang panjangkali lebar dan te
“Pak, ini tidak mungkin,” ucap Celine masih tidak percaya.Ia mencubit lengannya sendiri berharap apa yang terjadi saat ini adalah mimpi.“Mbak Celine ada apa?” tanya Asih- babysitternya Danisa. Iamendapati wajah nonanya seputih susu.“Mbak Asih, tolong panggilkan Pak Baskoro,” ucap Celinedengan pandangan kosong. Wanita cantik itu dihantui rasa bersalah. Semua jauhdari apa yang dimimpikan. Semalam Aksara menelfon kalau ia hendak memberikejutan. Nyatanya, kejutan itu berhasil membuat Celine terperangah. Kejutanyang menggoreskan luka yang menganga.Seorang pria berlari menuju kamar Danisa. Baskoroterengah-engah. Ia menatap sendu ke arah majikannya, “Bu, Pak Aksarakecelakaan.”Entah, kabar itu didengar Baskoro oleh siapa. Meyakinkantentang kabar buruk yang tidak ingin didengar oleh Celine.Wanita itu masih tidak merespon. Hanya butiran air beningyang ke luar dari sudut matanya.Hening. Semua dalam kebisuan. Terkecuali Danisa yang kinimenangis dengan suara yang melengking.“Saya ijin ke lo
Dua hari berlalu, di mana koper Aksara telah dipersiapkan oleh Celine. Sedang pria itu masih terjaga dalam mimpinya. Tidak seperti hari biasa yang akan bangun pagi di tiap jam kerja. Sudah beberapa kali Celine membangunkan. Aksara tidak beranjak. Hanya menyaut “iya” tapi dengan mata tertutup. “Mas Aksara, nanti ketinggalan pesawat, Mas. Baju Mas sudah Celine siapkan, juga dengan perlengkapan lain di dalam koper.” Untuk kesekian kali, wanita cantik itu menggoyang lengan suaminya. “HM ....” Sautnya dengan mata yang enggan membuka.“Mas, jangan ham-hem aja. Ayo bangun!” Kali ini, Celine mengelus lembut pipi Aksara. Sedikit jambang yang membuat pria itu terlihat mempesona di mata wanita. Celine akui, terlalu banyak perempuan yang menginginkan suaminya. Saat ia berada di kantor Aksara, selentingan wanita yang mengagumi sosok Aksara terus terdengar di indranya. Sebagai wanita sederhana dan kolot, ia yakin sekali kalau perempuan di sana banyak yang luar biasa cantiknya dan kecerdasannya. M
“Ada-ada aja deh. Lagian, mana mungkin saya tega gigit MasAksara.”“Mencakar sampai berdarah saja biasa, Sayang. Apalagi hanyasekedar menggigit.”“Mas Aksara.” Wanita cantik itu mendelik.“Saya serius. Lihat saja lengan saya,” ucap Aksara sambilmemperhatikan tangan yang dimaksud. Beberapa bekas cakaran masih membekas.“Kenapa harus bahas itu lagi? Kan Celine gak sengajamelakukannya. Celine juga sudah minta maaf.” Celine merasa bersalah.“Iya, iya, Sayang. Maaf. Saya hanya bercanda.”“Nggak mau maafin.” Celine pura-pura marah. Ia melipattangannya di dada, sambil sedikit menghindar dari wajah suaminya.“Kamu itu gak pandai berbohong, Sayang. Kamu gak pandaimarah.” Aksara terkekeh dan mendaratkan ciuman di pipi istrinya. Seketika,wajah Celine memerah layaknya buah tomat layak panen. “Tuh kan, wajahnyalangsung memerah.”“Mas ...” Celine berucap manja sambil memegang keduapipinya. Menutup warna merah alami yang ke luar ketika ia tersipu.“Buka mulutnya! Kamu nanti gak bisa tidur kalau belu
Celine meminta Babysitter Danisa untuk ke luar kamar. Ia merasa risih jika harus menyusui dengan orang lain berada di sebelahnya. Celine menatap wajah Danisa dan membelai rambutnya yang tebal. Celine tidak menyadari ada sepasang mata yang tengah memerhatikan di ambang pintu.“Mas Aksara,” ucap Celine kaget ketika ekor matanya menangkap seorang pria berdiri bersandar di pintu.Ia sedikit bergeser. Supaya posisinya yang tengah menyusuitidak terlihat.“Kenapa harus ditutupi, Sayang? Saya kan sudah tahu.” Aksaratersenyum dan mendekat ke arah istrinya.“Mas Aksara tuh sedang haus. Celine takut kalau Mas Aksaratergoda.”Pria itu terkekeh. “Hm, seburuk itu saya di mata kamu?”“Kok buruk? Itu bukan buruk, Mas. Hanya saja, Celine belumbisa menuruti keinginan Mas Aksara.”“Saya juga tahu, Sayang. Mana mungkin saya meminta itu,sedangkan kamu baru saja melahirkan. Saya bukan jalang.” Pria itu turut dudukdi sebelah Celine dan membelai rambut anaknya. “Danisa cantik sekali ya.”“Ya. Bundanya kalah,