Beranda / Horor / Catur Rogo / Gambaran kematian

Share

Gambaran kematian

Penulis: Triana Dewi1403
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

"Lo serius?" Wajah Bagas mendekat ke wajah Mahes. Matanya melebar dengan kedua alis terangkat. Ia terkejut dengan cerita Mahes. 

Dengan gemetaran Mahes menjawab, "iya, gue enggak bohong. Itu yang gue lihat."

Bagas berbalik dan pergi menuju dapur untuk mengambil segelas air. Kemudian dengan cepat pula ia kembali dan memberikannya pada Mahes di ruang tamu. "Minum dulu. Tenangin diri lo," ucap Bagas dan mengelus pundak Mahes. 

"Lo tenangin diri dulu. Gue panggil Asep sama Taksa."

Mahes menenangkan dirinya. Tubuhnya gemetar dengan napas sedikit tersengal-sengal. Keringat dingin bercucuran. Ia seperti orang berlari maraton dengan jarak cukup jauh. Setelah meneguk air minum, ia mencoba menetralkan degub jantungnya. Menarik napas, lalu diembuskan. Begitu terus dan berulang. 

Sementara itu Bagas keluar mencari Asep dan Taksa. Mereka berdua pamit untuk ke warung sebentar untuk membeli beberapa bungkus mi instan dan kopi. Saat sampai di j

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Catur Rogo   Komunikasi

    Angin berembus tenang malam ini. Meski begitu, pintu, dan jendela yang ada di rumah itu ditutup oleh Bagas. Sementara Mahes menyiapkan beberapa lilin yang disusun melingkar dan tetap diberi jarak satu dengan lainnya. Tidak terlalu lebar tidak pula terlalu sempit. Pas untuk dua orang di dalamnya. Jarum jam menunjuk pukul tujuh malam. Asep berkali-kali mencoba menenangkan diri. Menarik napas panjang, mengembuskannya perlahan, begitu terus secara berulang. Taksa sedang di kamar dan berbicara dengan penjaganya. Memastikan bahwa akan baik-baik saja. Dan meminimalisir keadaan dan mengurangi resiko gagal. Tangan Taksa menepuk pelan pundak Asep yang sedang bersandar di dinding dengan memejamkan matanya saat keluar dari kamar. Bibirnya tersenyum dengan tatapan menenangkan. Mengatakan seolah jangan takut dan semua akan baik-baik saja. Mahes menyalakan lilin yang sudah disusun melingkar di tengah ruang tengah. Bagas menyilangkan tangannya di depan dada

  • Catur Rogo   Tato?

    "Jangan sampai ada yang tertinggal. Jam delapan kita berangkat." Taksa mengingatkan mereka agar mengemasi barang-barangnya dengan baik dan tak ada yang tertinggal. Pagi ini, setelah sarapan mereka akan kembali ke rumah. Tak terasa sudah satu minggu mereka ada di rumah itu. Ada banyak hal yang mereka dapatkan dari sana. Bahkan hal-hal yang tak terduga sebelumnya. Kematian kakek mereka yang awalnya dikira tidak wajar sebenarnya adalah karena ilmu hitam. Angkoro Darso adalah orang yang bertanggung jawab untuk kematian mereka. Niat hati ingin menghentikan kebengisan dan kekejaman, tetapi nyawa mereka yang menjadi taruhannya. Kakek mereka tak hanya diserang langsung. Santet, guna-guna, dan lainnya digunakan Angkoro Darso untuk mempercepat kematian mereka selain dengan bertarung. Ia tak puas hanya dengan kematian musuhnya itu. Ia juga berniat menghabisi anak keturunannya. Karena jika tidak kemungkinan keturunan mereka bisa mengalahkannya.

  • Catur Rogo   Rumah Tusuk Sate

    Setelah diingatkan Asep, Taksa sedikit membenarkan. Tak benar jika dia terus menyalahkan. Meski begitu ia belum bisa menerima sepenuhnya. Malam itu mereka tidur cepat. Karena esok mereka akan menangani toko. Ditambah laporan Seto bahwa ada kenaikan penjualan membuat esok harus membeli barang dagangan kembali. Hari sebentar lagi berganti. Jam menunjukkan pukul sebelas lewat empat puluh lima malam. Asep terbangun, keluar kamar perlahan menuju ruang tengah. Langkahnya sangat hati-hati, sebisa mungkin tak menimbulkan suara karena Taksa tengah tertidur pulas sesudah ia nasehati. Ia menghidupkan lampu tengah. Dengan tangan kanan ia menutup mulutnya yang menguap. "Masak mi enak kali, ya," gumamnya seraya mengucek mata. Tangannya membuka lemari dapur, mengambil sebungkus mi instan kuah dan sebutir telur di kulkas. Menghidupan kompor dan membiarkan air mendidih sementara ia mencuci wajahnya. Saat keluar kamar mandi, ia melihat Pethak ad

  • Catur Rogo   Rumah Tusuk Sate Bag. 2

    Satu minggu setelah percakapannya dengan Seto perihal rumah tusuk sate. Malam ini mereka berempat akan mendatanginya dan membuat konten. Setelah mengantongi izin, keempatnya sepakat akan pergi jam sepuluh malam setelah menutup distro. Awalnya Bagas menolak, karena sebelumnya mereka sudah menentukan tempat yang menurutnya tak semenyeramkan rumah tusuk sate. Namun, karena jaraknya yang cukup jauh dan ditro ramai. Mereka memutuskan untuk ke rumah tusuk sate saja yang lebih dekat. "Pastiin udah dibawa semua, jangan sampai ketinggalan," ucap Mahes mengingatkan saat membawa tas kamera ke dalam mobil. Bagas dan Asep menunjukkan jempolnya sebagai tanda bahwa semuanya sudah siap dan tak ada yang tertinggal. Sementara Taksa baru saja keluar dari rumah dan menguncinya. Ia menjinjing tas kecil berisi air mineral dan beberapa makanan ringan. "Kita satu jam aja untuk konten, estimasi waktunya paling lama sampai jam satu, ya," ujar Taksa mengingatk

  • Catur Rogo   Melati; korban pembunuhan

    Suasana canggung terasa di pagi hari setelah kemarin Bagas dan Asep berdebat. Bagas enggan menyapa, bahkan terbilang menghindari. Asep bersikap acuh tak acuh terhadap Bagas. Meski begitu ia masih tetap ceria dan humoris, tetapi tidak terhadap Bagas. Menurut Taksa keduanya salah, cuma ia memilih membiarkan mereka dahulu. Meredam keras kepala mereka berdua. Agar saat penyelesaian mau sama-sama disalahkan. Bagas salah karena pandangannya, begitu pun Asep salah memaksakan pendapatnya kepada Bagas sebelum menjelaskan tetang sosok itu. Karena manusiawi Bagas menolak karena takut. Mahes ikut bersikap sama seperti Taksa, toh memang sejak lama Asep dan Bagas sering bertengkar. Bahkan sejak di bangku sekolah dulu. Jadi, ia biasa saja dalam menghadapi pertengkaraan kali ini. Lihat saja, seminggu lagi juga akan kembali seperti semula. Tak usah menunggu satu minggu, tiga atau empat hari keduanya akan kembali seperti biasa dan melupakan pertengkaran itu. Namun, jika permasal

  • Catur Rogo   Diincar

    Angin malam ini berembus cukup beraahabat, tetapi tidak dengan hawa dinginnya. Hawa dingin kali ini menusuk kulit, meski Mahes sudah menggunakan jaket, rasanya masih saja terasa dingin. Ia mengendarai kuda besinya cukup kencang. Agar ia bisa segera pulang dan beristirahat, lagi pula suasana malam ini tak bersahabat untuk berada di luar ruangan. Jam yang melingkar di pergelangan tangan Mahes menunjukkan pukul sepuluh malam. Ia pergi sejak pagi, niatnya akan pulang cepat, tetapi keadaan membuatnya pulang malam. Memang pekerjaannya selesai siang tadi, tetapi karena sekalian keluar rumah. Ia menghampiri seseorang yang spesial dalam hidupnya. Ditambah ia mampir ke rumahnya untuk mengecek keadaan keluarganya. Belakangan, semenjak ia tahu bahwa ada musuh yang mengancam nyawanya Mahes lebih sering pulang ke rumah atau menepon orang rumah. Beberapa waktu belakangan Mahes gencar mendekati seorang wanita yang pernah menjadi adik kelasnya semasa SMA. Keduanya cukup d

  • Catur Rogo   Keterkejutan

    Jam menunjukkan pukul sembilan malam. Taksa memasak nasi goreng karena perutnya kembali merasa lapar. Ia tak hanya membuat satu porsi, tetapi empat porsi. Takut-takut ia akan nambah atau Mahes pulang. Aroma harum nasi goreng membuat perut Bagas berbunyi. Cacing-cacingnya kembali bangun karena aroma itu. Sebenarnya ia malas keluar karena ada Asep di sana. Namun, cacingnya memberontak dan menginginkan makanan. Dengan malas Bagas keluar kamar setelah mengganti pakaiannya dengan celana kolor hitam dan kaos oblong merah tua. Saat ia membuka pintu matanya beradu tatap dengan Asep yang juga menatap ke arahnya. Anehnya yang saat pagi Asep berekspresi datar kini menunjukkan senyumnya. Membuat matanya sedikit menyipit dan bibirnya membentuk lengkung senyum. Bagas sendiri tak membalas perlakuan itu. Ia hanya menatapnya sekilas dan menuju dapur. Mata Asep mengikuti ke arah perginya Bagas. Saat melihat arahnya ke dapur ia sedikit lega. Ternyata ide Taksa

  • Catur Rogo   Dimintai Tolong

    Setelah tahu dari Mahes bahwa Angkoro Darso mencari mereka. Keempatnya lebih berhati-hati dalam melakukan pekerjaannya. Mahes memberikan ciri-ciri Angkoro Darso. Seperti selalu berpakaian rapi, rambutnya hitam sedikit bervolume, ada kumis tipis dan kerutannya masih amat sedikit. Terlihat masih sangat-sangat muda. Padahal perkiraan mereka usianya sekitar delapan puluh tahun. Wajahnya terlihat seperti empat puluh tahunan. Bahkan badannya masih sangat segar dan bugar dibandingkan usianya. Sudah pastilah bahwa ia melakukan ritual untuk awet muda. Setidaknya itu yang mereka simpulkan. Melihat bahwa ia memiliki ilmu rawarontek dari yang Mahes lihat tempo hari. "Kalian harus menyiapkan diri. Setidaknya pagari diri kalian. Jangan lupa pelajari ajian yang ada dalam buku yang sudah didapatkan," ujar Pethak kepada keempat pria yang sedang duduk di ruang tengah sebelum mereka memulai pekerjaan. Setelah sarapan mereka mendapat wejangan dari Pethak. Sehin

Bab terbaru

  • Catur Rogo   Gangguan Toko Rengganis

    Rengganis menggigit bibir bawahnya. Ia melihat Taksa dari dalam toko sedang menanyakan beberapa orang yang membeli roti di tempat yang tak jauh dari toko Rengganis.Rengganis setia melihat Taksa dari kejauhan. Ia cemas, takut apa yang dikhawatirkan benar terjadi. Dan saat awal mereka memasuki toko semerbak harum bunga menusuk indra penciuman.Meski tak lama, hanya beberapa saat tetap saja sudah ada kejanggalan yang dirasa. Rengganis juga sempat bertanya pada karyawannya, tetapi menurut karyawan Rengganis semuanya normal-normal saja.Hanya saja tidak ada orang yang melihat ke arah toko roti Rengganis. Ada beberapa langganan yang hanya melihat dari kejauhan dan setelahnya berbalik arah menuju toko roti saingan Rengganis.Taksa kembali, setiap gerakannya tertangkap mata Rengganis."Bicarain di rumah aja. Enggak enak kalau di sini. Daripada rugi lebih banyak, mending sementara waktu tokonya tutup dulu. Soal roti, men

  • Catur Rogo   Kedekatan Rengganis dan Taksa

    "Jadi gini, Rengganis punya toko roti. Udah turun temurun, tapi belakangan sepi. Oke kalau orang jualan pasti ada sepinya. Tapi ini aneh, karena toko rotinya udah lama, dan pelanggannya udah tetap gitu. Jadi, ya, gue berpikir negatif, dong," papar Mayang tentang kecurigaannya. Meski sedang tak sehat mulut Mayang tetap berfungsi dengan baik. Buktinya bisa berbicara panjang lebar dengan baik. Hal itu membuat Rengganis sedikit tersenyum kecil. "Lo ada curiga sama seseorang, Nis?" tanya Asep membuat Rengganis menoleh ke arahnya masih dengan senyum kecil. "Eh, enggak. Aku enggak curiga. Itu pemikiran negatif Mayang aja. Udah jangan didengerin," pinta Rengganis. Karena menurutnya tak ada hal-hal seperti itu. Mungkin memang roti di toko baru yang tak jauh darinya lebih enak dan lebih murah. Jadi pelanggan berpindah tempat. "Udah berapa lama sepi?" tanya Taksa yang sedari tadi diam. Rengganis menoleh dan ber

  • Catur Rogo   Kegelisahan Rengganis

    "Anak buahku menemukan salah satu dari mereka, Mo."Pria dengan ikat kepala hitam dan rambut yang mulai memutih mengatakan kepada lawan bicaranya dengan raut wajah datar.Begitupun dengan sang lawan bicara. Raut tak suka jelas tergambar pada wajah yang mulai menua itu."Kalau anak itu bisa menghalau santet yang kau kirimkan. Artinya dia bukan anak sembarangan. Kita harus bertindak, To."Mereka adalah Angkoro Darso dan Ki Broto. Keduanya bersekutu untuk kepentingan masing-masing. Tujuan mereka sama, untuk menghabisi keturunan musuh mereka. Yang tak lain Taksa dan kawan-kawannya."Apakah kamu sudah bisa melacak tempat mereka?" tanya Angkoro Darso dan mengepulkan asap dari rokok yang sedang ia hisap.Ki Broto menyeruput kopi dan menaruhnya. "Belum pasti. Tapi tak jauh dari tempatmu bertemu salah satu dari mereka dulu. Mereka membuka toko pakaian," jelas Ki Broto yang mendapat informasi itu dari anak buahnya. Yang tak lain adal

  • Catur Rogo   Kebaikan Taksa

    Matahari baru saja keluar dari tempat persembunyian. Rambutnya yang dikuncir ala kadarnya membuat aura cantiknya keluar. Ditambah kemeja yang kebesaran dan bawahan hot pans adalah perpaduan bagus dan berhasil membuat mata Taksa tak berkedip. Pagi ini Asep dan Taksa pergi ke rumah Rengganis. Mereka mengambil keputusan ini setelah berpikir beberapa hari setelah Asep pergi ke rumah Rengganis. Bagas dan Mahes tak bisa ikut karena ada urusan. Bagas dengan kuliahnya dan Mahes dengan bisnisnya. Rengganis membulatkan mata saat melihat siapa yang datang. Ia segera menutup pintu rumah dengan kasar sampai menimbulkan bunyi keras. "Sebentar, tunggu di luar dulu!" teriaknya saat berlari menuju kamar. Suara debaman pintu yang keras mengembalikan kesadaran Taksa setelah menikmati pemandangan yang menakjubkan. Asep terkekeh kecil melihat sikap Rengganis yang begitu menggemaskan. Ia menyerngitkan dahi

  • Catur Rogo   Ki Broto dan Aura Rumah Rengganis

    Asep pulang dari rumah Rengganis setelah mengatakan akan membantu mencari orang yang bisa menyembuhkan Mayang. "Sa, lo kenal Ki Broto?" tanya Asep saat baru memasuki distro. Pertanyaan Asep membuat dahi Taksa berkerut. Ia seperti pernah mendengar nama itu. "Enggak asing. Tapi gue lupa," jawab Taksa tetap melanjutkan pekerjaannya yang sedang memeriksa catatan barang masuk. Suasana distro sepi. Karena karyawan sedang istirahat siang dan Bagas serta Mahes ada di rumah belakang. Tersisa Taksa dengan pembukuannya. "Sa, bukannya lo pernah bilang tentang dia?" Asep merasa Taksa pernah bercerita tentang Ki Broto. Cuma ia lupa kapan Taksa pernah bercerita. Ia menarik kursi dan duduk di sebelah Taksa. Ia juga mencoba mengingat-ingat. Kemudian mata Taksa membulat. Ia ingat nama itu. Nama yang tak sengaja ia dapat dari kemampuan prekognisionnya. "Lo

  • Catur Rogo   Pelaku kejahatan atas Mayang

    Rengganis kembali ke rumah dengan perasaan campur aduk. Ia marah karena Taksa tak mau menolongnya. Namun, ia juga mengerti alasan Taksa tak mau. Ia kemudian berjalan ke arah kamar yang ada di lantai dua. Ia membuka pintu dan melihat Mayang tengah terlelap. Ada perasaan lega saat melihat Mayang masih baik-baik saja. Ia menutup pintu pelan dan turun. Rumah Rengganis terdiri dari dua lantai. Rumah minimalis bergaya modern itu terlihat luas karena hanya ada Rengganis yang menempati. Saat ada Mayang pun rumah itu masih terasa luas. Ada pembantu yang membantu Rengganis mengurus rumah, tetapi hanya datang saat pagi dan pulang saat sore hari. Rengganis juga sebenarnya tak terlalu membutuhkan pembantu. Namun, saat banyak pesanan ia kerepotan. Rengganis memiliki toko bunga di pusat kota dan membuka toko bunga baru tak jauh dari rumahnya sekarang. Berawal dari kesukaannya merangkai bunga, ia mencoba membuka toko bunga dan berjalan baik.&n

  • Catur Rogo   Perkenalan; Rengganis

    Bagas membelalakkan mata. "Maksud lo ini pegangan gue?" Taksa mengangkat kedua bahunya. "Belum tentu juga." Bagas mendengkus. "Gimana, sih, lo." Taksa terkekeh. Amat sangat mudah membuat Bagas kesal memang. Ia berbalik dan kembali ke distro setelah mengambil air dingin dalam lemari es. Setelah perginya Taksa Bagas segera menganti baju dan menyusulnya. Lagipula sekarang jadwalnya membantu. Saat membuka pintu yang menghubungkan antara rumah dan distro Bagas melihat ada Asep di sana. Ia terlihat sedang berbicara serius dengan Taksa. Raut wajahnya terlihat khawatir, begitupun dengan Taksa. Mereka berbicara berdua di dekat pintu masuk distro. Sementara Mahes masih sibuk dengan gamenya. Karyawan melayani pembeli yang berdatangan. Bagas masih setia memperhatikan Asep dan Taksa. Karena tak biasanya Asep seperti itu. Ia coba mendekati Mahes. Berharap Mahes mengetahui apa yang didiskusikan oleh kakak

  • Catur Rogo   Cincin Bagas

    Sarapan pagi itu tampak sedikit canggung. Hal itu dipicu dengan adanya Mayang. Sebenarnya Mayang bersikap seramah mungkin, tetapi tak begitu kenyataannya. Selepas sarapan, Mayang yang awalnya ingin segera pulang dihentikan oleh interupsi Taksa. "Ada baiknya lo minta tolong sama orang lain. Jangan libatkan Asep dalam masalah ini." Ucapan Taksa sangat dingin. Mayang terdiam membeku. Selain karena nada bicaranya, wajah datar Taksa juga membuatnya takut. Asep yang akan mandi terkejut mendengar ucapan Taksa. Ia mengurungkan niat mandinnya. "Lo apaan, sih, Sa. Tenang aja, gue enggak bakal kenapa-napa. Lagian ada lo sama yang lain yang bisa bantuin gue kalau sampe ada hal-hal yang bahaya," ujar Asep dengan kekehan. Ia sengaja mengucapkannya dengan santai. Sebab bila serius, itu bukan cara Asep. Mayang hanya diam. Ia bingung sekarang. Karena tak berani, dirinya menunduk melihat kakinya yang terbalut kaus kaki berw

  • Catur Rogo   Akibat Ikut Campur

    Setelah beberapa hari dari pertemuan terakhir Asep dan Mayang. Mayang tiba-tiba datang pagi hari sebelum mentari meninggi. Kabut masih ada, tetapi Mayang sudah berada di depan pintu rumah Asep--rumah yang di belakang distro. Ia menggedor pintu dengan tergesa. Taksa yang sedang memasak di dapur menghentikan kegiatannya sejenak. Ia melihat jam saat berjalan ke arah pintu untuk melihat siapa yang bertamu pagi-pagi sekali. Saat melihat jam ternyata pukul enam pagi. Asep mengerutkan kening saat melihat ternyata yang bertamu seorang wanita. Ditambah wajah itu menunjukkan kegelisahan. "Nyari siapa?" tanya Taksa dingin. Taksa memang seperti itu. Ia akan bersikap dingin kepada wanita. Apalagi jia itu orang asing. Kenangan buruk di masa lalu tentang wanita membuatnya seperti itu. "Asepnya ada?" Taksa mengangguk sebagai jawaban. Ia memandang kursi di terasnya. Mayang mengerti, ia duduk di sana sementara masuk memanggil

DMCA.com Protection Status