Tak ada percakapan kali ini setelah Ophelia memilih untuk bungkam dan Ilkay yang ternyata juga tidak berniat untuk melanjutkan perdebatannya yang sia-sia.
Ilkay hanya melepas rasa bosan dan sekarang lebih memilih untuk menatap jalanan–melakukan hal yang sama dengan Ophelia, berdiri sambil menatap jalanan dengan pandangan kosong.
Tidak peduli dengan orang-orang yang berlalu lalang akan merasakan tidak nyaman dari tatapan mereka.
Sesekali, Ophelia menguap. Ia menutup mulutnya dengan rapat. Matanya tidak kuasa menahan kantuk. Ini semua karena Ilkay yang menuruhnya untuk bangun pagi, padahal tempat tidur di rumah sewa itu terlalu membuat dirinya nyaman.
Setelah menguap, matanya memandang lurus ke depan. Berharap seseorang berjalan mendekati mereka dan ternyata doanya terkabul.
Seorang wanita yang tidak asing baginya itu melambaikan sebelah tangannya yang mengarah ke arah mereka.
"Apa itu orangnya?" tanya Ilkay. Pria itu lebih dulu mengelua
"Ah, itu ...." Tanpa disadari, tangannya bergerak. Memainkan jemari yang menandakan bahwa dirinya merasa canggung. "Te–terima kasih."Ophelia terkejut.Yah, wanita berambut cokelat mahoni itu tidak menunggu ucapan terima kasih dari Helena. Ia berniat untuk tersenyum seraya meminta maaf. Akan tetapi, ucapan terima kasih dari Helena terdengar tulus meskipun wanita itu terasa canggung.Kali ini ... untuk yang pertama kalinya, Ophelia Aelios yang telah membuang nama Lotus setelah kehidupan keduanya menerima ucapan terima kasih dari seseorang.-oOo-"Aku sudah mengetahuinya," ucap Ilkay dengan nada santai yang dibuat-buatnya.Ophelia yang terkejut bukan main itu sukses membelalakkan matanya. Mulutnya terbuka lebar mendengar ucapan Ilkay."Darimana kau tahu?" tanya Ophelia. Ia berusaha untuk tetap tenang dalam keadaan apapun.Ilkay membalikkan tubuhnya. Semilir angin pada saat itu membawa hawa dingin yang menusuk tulang Ophelia
"Ah, iya ... aku mengatakannya pada saat itu," jawab Ophelia. Ia berusaha tersenyum selayaknya senyuman Ilkay, akan tetapi mengapa terasa sulit?"Kau membutuhkan teratai putih kuno setelah Kerajaan Lotus dihancurkan. Bukankah kekuatanmu dalam masa yang tidak stabil?" tanya Ilkay.Deg.Bagaikan jantungnya berhenti berdetak dan petir menyambar di benaknya secara berkali-kali, Ophelia benar-benar membungkam mulutnya pada saat itu."A–aku ....""Tidak masalah jika kau menyembunyikannya," sela Ilkay.Namun, bukan itu maksud dari wanita berambut mahoni tersebut. Dengan cepat ia menggelengkan kepala dan berdeham untuk memperbaiki jantung yang masih saja berdetak tidak karuan.Setelah jantungnya ia perbaiki dengan baik, mata nan indah itu menatap tajam pada Ilkay. Tentu saja, pria berambut kuning keemasan itu masih saja menunjukkan senyuman yang entah mengapa kali ini berhasil membuat Ophelia kesal."Dari mana kau mengetahuinya?"
Disakiti atau menyakiti?Ophelia tidak akan pernah mengetahuinya jika ia tidak pernah mengalaminya.Tak cukup waktu yang lama ia menyadari akan perubahan rasa hatinya pada Ilkay. Ke mana tingkat kewaspadaannya? Mengapa berubah menjadi rasa nyaman yang pernah membuatnya mual?Dia kembali mengangkat wajah, menatap rambut keemasan itu berpadu dengan warna alam yang dominan hijau.Mengingatkannya pada ksatria yang menjadi pengkhianat kerajaan hanya demi dirinya tak lagi hidup penuh penderitaan."Kau mengetahui bahwa aku pemilik kekuatan purnama merah, bukan?"Ilkay bungkam. Anehnya, pria itu tersentak dan menghentikan langkah kakinya. Aura gelap begitu terasa di sekitarnya membuat mau tak mau Ophelia menelan air ludahnya dengan begitu sulit.'Apa aku salah bicara?' pikir Ophelia. Akan tetapi, ia yakin bahwa dirinya tidak bersalah."Kau tahu tentang manusia abadi?" tanya Ilkay.Ophelia bertanya dan dibalas dengan pertanyaan I
“Teratai putih kuno adalah kuncinya.” “Lalu, ke mana kita akan pergi?” Ophelia mengernyit. “Reruntuhan Kerajaan Lotus.” Deg. Berkali-kali jantungnya dibuat terkejut setiap ucapan Ilkay. Berkali-kali juga keringat dingin merembes dari keningnya yang lebar. Tempat dan kejadian yang tidak diinginkan oleh Ophelia–menjadikannya trauma yang sulit untuk dihapus. -oOo- Ophelia POV Badai berlalu, berganti dengan teriknya sinar matahari. Berjalan melewati lumpur, semak belukar. Berlindung dari monster-monster yang mengerikan yang berada dalam hutan, lalu melarikan diri jika bahaya mengancam.
“Ke–kenapa?” Bahkan, bermain pedang saja tidak bisa, bagaimana caranya aku bertahan hidup? “Dengan kekuatan itu, kau pasti bisa melakukannya,” jawab Ilkay. Kernyitan muncul di keningku. “Kau … sungguh pria yang tidak dapat ku mengerti hanya dengan kata-kata saja.” -oOo- Author POV Masih berlanjut dengan berjalan kaki menuju tempat yang tidak diketahui. Ophelia hanya bisa mengikuti pria yang ada di depannya seperti anak ayam. Sesekali mendengus karena merasa letih, lalu menatap tanah yang berubah setiap daerah baru mereka lewati. ‘Mau sampai kapan kita berjalan?’ pikir Ophelia. Pada akhirnya, ia menengadah hanya untuk melihat langit yang cerah. ‘Hari ini cuaca sangat cerah, untungnya aku berada di dalam hutan,’ sambungnya. Bagi wanita itu, beruntung karena panas yang tidak mengenai dirinya sehingga tidak terlalu letih ketika dalam perjalanan, akan tetapi ia harus menerima bahaya yang mengancam dari hewan buas yan
Ilkay menjentik kening Ophelia yang terlihat mengernyit. "Jika itu masalah bayaran, kau tidak perlu khawatir. Koin dapat dicari, tapi nyawa tidak dapat diganti."Itu benar. Nyawa tidak dapat diganti dan tentunya kehidupan itu hanya ada satu kali. Akan tetapi … menurut Ophelia, itu tidak berlaku padanya, sebab Ophelia telah mengalami kehidupan kedua dengan pikiran yang masih utuh.-oOo-Aku melangkahkan kaki setelah orang yang ada di depanku melangkah. Begitu hati-hati, sampai aku bosan untuk menatap tanah– lebih tepatnya lumpur.Pada akhirnya, aku memutuskan untuk berhenti dan menatap punggung Ilkay yang kekar seperti ksatria.“Ada apa? Kau marah?” tanyaku.
"Kau ...."Ilkay mengeluarkan suaranya, tapi suara tersebut terhenti begitu saja, sampai tangannya bergerak menuju tangan dan menutup wajahnya. Ia mendengus sambil mengusap wajah dengan kasar.Sebenarnya, aku tidak peduli dengan reaksinya. Tapi, melihat pria pengembara itu terlihat frustasi, aku pun mengalihkan pandangan.Aku mencoba untuk berdiri dan membersihkan kedua tangan dengan baju, tapi– ah, sayang sekali jika baju ini kotor. Hanya ada satu baju yang tidak dapat diganti sebelum pria pengembara dengan rambut pirang itu mau membelikanku baju lagi; meskipun itu tidak mungkin.Ilkay yang ada di sampingku menjangkau tanganku, memegangnya dan membersihkannya dengan sapu tangan yang tiba-tiba ada dari dalam jubahnya.&
Aku pun menggeleng hebat yang membuat Ilkay mengernyit.“Kenapa?” tanya Ilkay meminta penjelasan akan sikapku.“Kau ingin melawannya?” tanyaku.Mendengar pertanyaan yang dilontarkan padanya, Ilkay pun menjawab,“Jika aku tidak melakukan itu, mereka akan tetap berada di sini.”Pandangannya berganti pada Hydra yang tak kunjung beranjak dari tempatnya. Sorot mata Ilkay menajam dan tangan yang disembunyikan dari jubah yang sedang dikenakan itu ia keluarkan. Terlihat jelas pedang yang pernah sekali ia gunakan.“Hydra dapat mencium bau manusia dan selama kita tidak muncul, mereka akan tetap berada di tempat ini.”
“Siapa gadis itu, Yang Mulia?”Aku menutup mulutku dengan rapat. Kedua alis terangkat dan tubuhku seperti menjadi patung.Bisikan-bisikan semakin terdengar jelas dari belakang. Para pelayan itu semakin menunjukkan rasa penasarannya satu sama lain.Tak bisa berkata-kata, aku pun terus menatap punggung kekar Ilkay yang dibalut jubah kumuh.“Vander,” panggil Ilkay.Pria bernama Vander itu menatap Ilkay penuh penasaran. Tatapan seolah tidak ada tujuan untuk hidup, hanya mengikuti perintah dari seseorang.“Akan kujelaskan nanti setelah kita makan malam. Kau pastinya belum makan malam, bukan?” tanya Ilkay.Terlihat bahwa Vander tertegun. Dia membungkuk, tangan kirinya di letakkan di dada. Tanpa melihat Ilkay, pandangannya tertuju pada tanah.“Ya, Yang Mulia. Akan saya pinta pada kepala koki untuk memasakkannya,” balas Vander.Ilkay mengangguk. Dia berbalik secara tiba-tiba, membuatku terperanjat kaget.Wajah berseri tak pernah pudar di wajahnya setelah memasuki mansion ini. Matanya menatap
“Aku akan jelaskan nanti– jadi, kalian akan membiarkanku berdiri di sini?”Lantas, dua wanita yang tampaknya sangat mengenal Ilkay itu segera berdiri. Mereka beranjak, sambil membungkuk, dan salah satu mereka berjalan mendekati pintu.Pintu tersebut digedor, sampai seorang pria berzirah membuka pintu dengan raut wajah masamnya.Mulutnya hendak terbuka menanyakan apa yang terjadi, tapi kembali tertutup bersamaan dengan mata membelalak kaget.“Oh– Astaga– HORMAT SAYA PADA YANG MULIA.”Aku tercengang. Melihat ksatria tersebut juga menunjukkan sikap yang sama dengan dua pelayan wanita itu.‘Sebenarnya, apa yang terjadi?’Tidak mungkin jika pria di hadapanku saat ini merupakan orang yang disegani atau bisa dibilang dari keluarga kerajaan.Namun, jika dilihat-dilihat, perawakan yang berwibawa dengan senyum profesional, terlihat seperti bangsawan ataupun keluarga kerajaan yang telah diajarkan cara menyimpan masalah melalui senyum manis mereka.Pelajaran etika yang tidak pernah diajarkan pada
Aku hanya mengikutinya dari belakang. Lagi dan lagi, entah mengapa aku terlalu menurut pada pria itu.Langkah demi langkah, kudengar terus suara tebasan semak belukar yang ada di depanku. Hanya menggunakan pedang panjang, dia memotongnya dalam sekali tebasan. Begitu hebat dan kuat.Aku pun menengadah. Secara perlahan, langit mulai menggelap. Kini, langit berwarna jingga telah berubah menjadi biru gelap yang dihiasi oleh bintang-bintang.Suara hewan yang ada di hutan ini cukup mengerikan, sunyi senyap yang ditemani dengan suara lolongan.Ilkay tadi mengatakan akan membawanya ke tempat istirahat, tapi maksud dari istirahat tersebut apa?Tak berani mulutku bergerak untuk menanykanannya. Aku diam membisu seperti anak ayam yang baru saja dikenai berang sama induknya. Lalu, mengekor ke sana kemari dalam diam.“Kita sampai,” ucap Ilkay.Aku mengalihkan pandangan. Menatap kakinya yang tidak lagi melangkah. Aku pun ikut berhenti.Kutatap punggungnya yang lebar, lalu bergerak menyamping untuk m
“Kekuatan?” tanya Ilkay. Aku mengangguk. “Purnama bulan merah.” Dapat kurasakan keheningan yang mencekam. Melihat Ilkay dengan mata yang sedikit melebar, menunjukkan manik mata biru permata yang indah, lalu mulut tertutup rapat seakan dia terkejut mendengar ucapanku tadi. “Kau tahu cara mengendalikannya?” tanya Ilkay. Barusan, kekuatanku muncul bisa kemungkinan karena untuk melindungiku … tapi, dibilang melindungi, kenapa saat itu aku tidak dilindunginya? Tubuh yang mudah hancur ini tidak tahu cara mengeluarkan kekuatan, apalagi mengendalikannya. Aku pun menggeleng hebat. Menatap Ilkay dengan rasa penuh bersalah dengan kening mengernyit dan mulut cemberut. “Tidak. Aku tidak tahu. Kekuatan itu muncul begitu saja,” jawabku. Entah mengapa … aku merasa diriku yang dulu, bahkan yang sekarang sama-sama merepotkan. “Jadi, dia muncul saat-saat yang genting, huh?” Ilkay bergumam, tapi aku dapat mendengar ucapannya dengan jelas. Kepalaku terangkat untuk melihat wajahnya lagi. Sambil b
‘Bajunya–’ Mata Ophelia melebar. Mulutnya sedikit ternganga. ‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’ Hingga, dia kembali pada keadaan Ilkay yang saat ini bertarung melawan Hydra.[]Ophelia POV‘Bajunya–’ Aku melebarkan mata dan bahkan mulutnya menganga melihat ujung bajunya sedikit robek dan penampilannya yang kusut.Kucoba untuk tenang, sambil menatap Ilkay.‘Ledakan tadi pasti membuat Ilkay kehilangan fokus.’Aku pun mengalihkan pandangan. Menjatuhkan pandanganku pada monster yang ternyata sudah menyadari keberadaan kami. Akan tetapi, Ilkay tampak tidak mengetahui ada monster yang sedang menatap kami dengan intens.Tanganku bergerak mengarah ke monster tersebut dan monster itu pun bergerak bersamaan aku memegang tangan kananku.Kedua bahuku terangkat, spontan mataku memejam melihat monster besar tersebut bergerak cepat.‘Bagaimana cara mengeluarkan kekuatan tadi!?’ pikirku.Pikiranku terus tertuju pada kejadian yang sebelumnya. Dimana secara tiba-tiba ledakan terjadi
“Apa tidak ada yang bisa aku bantu?" tanyaku, meskipun tak ada orang yang mendengar pertanyaanku. Lagi-lagi aku mendengus. Tapi, kali ini perasaanku berbeda dari sebelumnya. Tubuhku secara tiba-tiba menggigil dan sesuatu yang ada di belakangku membuat tubuhku membeku. Bayangan yang besar ada di bawah, dan aku dapat menduga siapa yang ada di belakang hanya dengan hangatnya nafas yang mengepul mengenai puncak kepalaku. Mataku melebar, mulutku terkunci, dan suaraku tercekat hanya untuk berteriak. Aku dapat menduga bahwa sesuatu yang besar mengancam nyawaku dan ketika aku berbalik– Ledakan pun terjadi. [] Ilkay berusaha menghindari serangan semburan api yang keluar dari mulut Hybrid. Dia terperanjat kaget ketika mendapati suara ledakan yang begitu nyaring dan besar berada di dekatnya. “Suara apa itu!?” tanyanya. Sempat untuk membalikkan tubuh, mengalihkan pandangan tepatnya pada tempat Ophelia bersembunyi. Ilkay melebarkan mata. Dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi, tapi
“Setidaknya, biarkan aku membantumu,” pintaku, seakan memelas kepada Ilkay.Namun, alih-alih mendapat izin, Ilkay justru tertawa sinis. Ya, aku yakin dia sedang merendahkanku.“Apa yang bisa kau lakukan?” tanya Ilkay.Pada saat itu, suara lolongan dari serigala terdengar dari dekat. Itu berasal dari monster yang baru saja datang ke tempat ini. Badannya sangat besar, tapi bisa dikatakan sebagai badak. Pada pundaknya, terdapat duri-duri seperti landak dengan ujungnya yang berwarna merah. Seolah merah merupakan darah para penjelajah atau pemburu yang gagal melawannya. Sedangkan wajahnya … seperti serigala dengan mulut yang panjang dan telinga seperti singa. Semua giginya merupakan gigi taring dan itu pun dipenuhi dengan lendir.‘Mo
Aku pun menggeleng hebat yang membuat Ilkay mengernyit.“Kenapa?” tanya Ilkay meminta penjelasan akan sikapku.“Kau ingin melawannya?” tanyaku.Mendengar pertanyaan yang dilontarkan padanya, Ilkay pun menjawab,“Jika aku tidak melakukan itu, mereka akan tetap berada di sini.”Pandangannya berganti pada Hydra yang tak kunjung beranjak dari tempatnya. Sorot mata Ilkay menajam dan tangan yang disembunyikan dari jubah yang sedang dikenakan itu ia keluarkan. Terlihat jelas pedang yang pernah sekali ia gunakan.“Hydra dapat mencium bau manusia dan selama kita tidak muncul, mereka akan tetap berada di tempat ini.”
"Kau ...."Ilkay mengeluarkan suaranya, tapi suara tersebut terhenti begitu saja, sampai tangannya bergerak menuju tangan dan menutup wajahnya. Ia mendengus sambil mengusap wajah dengan kasar.Sebenarnya, aku tidak peduli dengan reaksinya. Tapi, melihat pria pengembara itu terlihat frustasi, aku pun mengalihkan pandangan.Aku mencoba untuk berdiri dan membersihkan kedua tangan dengan baju, tapi– ah, sayang sekali jika baju ini kotor. Hanya ada satu baju yang tidak dapat diganti sebelum pria pengembara dengan rambut pirang itu mau membelikanku baju lagi; meskipun itu tidak mungkin.Ilkay yang ada di sampingku menjangkau tanganku, memegangnya dan membersihkannya dengan sapu tangan yang tiba-tiba ada dari dalam jubahnya.&