Part: 6
***Aku masih berbincang dan bertukar cerita dengan, Dokter Wiliam! Ternyata dokter tampan di sebelahku ini adalah pemilik rumah mewah yang berada tepat di hadapan kontrakkanku.Dokter Wiliam ternyata masih membujang. Usianya sudah sangat matang untuk berumah tangga. Namun, seorang dokter kan tentu pilih-pilih mencari calon istri. Lagian jika ia mau, pasti banyak yang sudah mengantri."Oya, Suci. Saya pamit pulang dulu, kamu mau mampir sekalian ke rumah saya?" "Terima kasih, Dok! Nanti pasti saya berkunjung, lagi pula cuma lima langkah dari sini.""Baiklah," ucapnya sembari berlalu.Hari ini Dokter Wiliam tidak ada jadwal ke rumah sakit. Kedua orang tuanya akan datang dari luar negeri. Tadi ia telah menceritakan semuanya padaku.Aku masuk kembali ke dalam kontrakkan. Seperti biasa, aku mulai menuliskan cerita rutinku. Sebelum melanjutkan menulis, aku membaca dulu komentar dari pembacaku. Aku membagikan ke beberapa grup untuk sebuah promosi, ada beberapa komentar yang pedas, namun memang benar kata-kata dari pembacaku itu. Salah sendiri pakai nutupi segala. Ya, jadi tanggung sendiri juga akibatnya! Harusnya jujur aja dari awal, karena dari kebohongan itu akan membuat malapetaka untuk dirimu sendiri.Tetap semangat, semua sudah takdir!Buat saja mereka menyesal.Nah macam-macam komentar. Aku pun sependapat dengan mereka! Harusnya aku tidak berbohong. Harusnya aku katakan saja kebenarannya. Namun, itu sudah berlalu. Aku kira, Mas Aryo akan bersikap sama sepertiku. Ikhlas menerima kabar buruk itu. Ternyata dirinya pun tidak mampu bertahan dengan pernyataan mandulku.Aku memang salah presepsi. Aku fikir, ia akan menerima kekuranganku, seperti aku yang tetap menerima kekurangannya.Aku membalikkan keadaan, tetapi aku benar-benar keliru.Setelah membaca masukan demi masukan dari sahabat penaku, kini aku mulai melanjutkan tulisan yang aku beri judul. Bukan aku yang mandul, Mas!"Akhirnya selesai juga!" gumamku.Tiba-tiba aku mendapat satu komentar pertama dari part yang baru saja aku terbitkan.Semangat Suci! Jangan selalu menyalahkan diri sendiri.Hah, aku melotot, melihat profilnya. Ia adalah, Dokter Wiliam!Aku tidak pernah bercerita padanya tentang rutinitasku ini. Bagaimana bisa ia menemukan tulisanku? Aku juga membuat nama pena yang jauh dari nama asliku, begitu pun photo profilku, aku hanya memasang gambar kartun saja.Ah, tapi sudahlah! Menulis bukan suatu dosa, bukan! ***Ketika malam sudah datang. Aku mulai kesepian, karena hanya tinggal sendirian di sini. Aku masih menyimpan kontak Mas Aryo dan mantan mertuaku itu.Dengan iseng, aku mengecek status watsapp. Terpampang kembali, gambar Ibu dan Desy yang sedang memamerkan sebuah cincin.Lalu ada juga status watsapp, Mas Aryo. Terlihat ia sedang tersenyum dengan perempuan yang bergelayut manja di pundaknya.Namun, perempuan itu bukan Desy. "Lho kok, Mas Aryo terlihat mesra dengan perempuan itu, bukannya ia bilang akan menikahi Desy." Sejuta pertanyaan hadir dalam benakku.Bukan ingin ikut campur lagi dalam kehidupannya. Namun, jika Mas Aryo memiliki perempuan lain, pastinya ia sudah menjalani hubungan itu jauh sebelum berpisah denganku.Atau memang baru ketemu dan cocok?Em, atau mungkin itu temannya. Tetapi terlihat mesra.Tok-tok-tok!Aku menghentikan putaran otakku yang memikirkan siapa perempuan yang bersama Mas Aryo itu, ketika mendengar ada yang mengetuk pintu.Aku bergegas membukanya. Ternyata ...."Assalamualaikum," ucap Dokter Wiliam dengan lembut.Aku terdiam. Dokter tampan ini lagi yang datang."Saya beri salam, pamali kalau gak dijawab," ucapnya lagi."Walaikum sallam. Maaf, dokter! Saya tadi tidak fokus," sahutku salah tingkah."Tidak fokus karena mikirin kelanjutan cerita novelmu ya?" godanya membuat aku tambah kikuk."Eh, he-he ... Mari masuk dulu," ajakku basa-basi."Tidak perlu. Saya hanya ingin mengundang kamu makan malam, kebetulan keluarga saya sudah datang. Tadi saya sudah menceritakan bahwa di sini ada tetangga baru. Kemudian mereka menyuruh saya mengundang kamu," paparnya dengan jelas."Ta-tapi, Dok ....""Sudahlah, keluarga saya tidak galak kok," ucapnya memotong perkataanku."Baiklah," sahutku pasrah.Aku sungguh gugup memasuki rumah yang sangat mewah itu. Ketika aku sampai di dalam, terlihat kedua orang tuanya sudah duduk di meja makan. ibunya masih cantik, dari wajahnya terlihat beliau adalah orang Jawa. Begitu pun Ayahnya, masih terlihat tampan diusia yang sudah senja, wajahnya putih kemerah-merahan, sudah pasti bule dong!Nah ada satu lagi, perempuan muda yang ku tafsir usianya sekitar 17 tahunan. Ia tersenyum sangat manis ke arahku, menurut cerita dari Dokter Wiliam tadi sore, ia memiliki seorang Adik perempuan beda Ibu. Mungkin gadis cantik di hadapanku ini orangnya."Silahkan duduk," ucap Tante itu dengan ramah.Aku mengangguk sembari menarik kursi dengan sangat gugup."Rilex dong," goda Dokter Wiliam padaku.Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapan, Dokter Wiliam."Siapa namamu?" tanya wanita paruh baya ini."Suci, Tante," jawabku tersenyum malu."Oh, nama yang manis. Kamu panggil saja, saya Tante Ratna, ini suami saya, namanya Wilson," papar Tante Ratna.Om Wilson pun tersenyum memandangku."Saya Jeniffer, salam kenal," ucap gadis cantik itu pula. Jeniffer ini bahasa Indonesianya belum terlalu pasih. Menurutku malah terdengar unik. Makan malam kami berlangsung sangat ceria. Aku tidak menyangka keluarga kaya seperti Dokter Wiliam ini, bersikap sangat ramah pada orang bawahan sepertiku.Sungguh sempurna!Kini aku telah bersiap untuk kembali ke kontrakan. Dokter Wiliam mengantarkanku ke depan."Terima kasih, telah sudi berkunjung ke rumah saya," ucapnya di depan pintu."Saya yang berterima kasih pada, dokter!" sahutku yang tiba-tiba menjadi gugup.Aku bergegas pergi. Entah kenapa bibirku tidak pandai lagi berkata-kata lebih banyak. Seperti mati kutu di hadapan keluarga hebat itu.Sampai di kontrakan, aku langsung merebahkan tubuhku dan tertidur ....Bersambung.Part: 7***Seminggu telah berlalu. Kini aku mulai terbiasa dengan kehidupan baruku.Aku berfikir ingin membuka usaha, agar ada kegiatan tambahan selain menulis.Dari kemarin aku memutar otak untuk berfikir, namun, aku belum juga mendapatkan ide yang bagus. Akhirnya aku memutuskan untuk bertemu dengan teman lamaku, sekalian meminta pendapat padanya[ Di cafe tempat kita nongkrong dulu, aku tunggu setengah jam lagi ] aku mengirim pada Rena teman lamaku itu.[ Oke, aku otw bentar lagi ] balas Rena.Aku bersiap-siap untuk segera meluncur ke tempat yang sudah ku janjikan itu.Di depan cermin, aku merapikan jilbab panjangku. Ya, aku lebih suka memakai jilbab instan yang menutupi dada. Memang terkesan sangat sederhana.Setelah merasa cukup untuk menatap wajah sendiri di balik cermin ini, aku pun segera bergegas menuju cafe.Aku memesan taxi online, dan ia te
Part: 8***Setelah bertemu dan bercerita banyak dengan Rena. Kini aku sudah pulang kembali ke kontrakan.Aku beristirahat di kamar sambil merenung."Mas! Mau kemana?" tanyaku pada Mas Aryo."Mau ke pesta temen, Dek! Tapi khusus para lelaki saja yang hadir. Maaf ya, Dek, kali ini Mas gak bisa ngajakin kamu.""Iya, gapapa toh, Mas!"Aku kembali terbayang masa-masa bersama Mas Aryo itu. Bagiku ia adalah sosok suami yang sangat setia.Hingga aku teringat lagi, bahwa aku pernah menemukan jepit rambut wanita di saku jas kerjanya!"Mas, jepit rambut siapa ini? Adek ketemu di dalam saku baju, Mas itu.""Oh, itu ... Tadi Mas beliin buat kamu, Dek!""Adek kan gak pakai jepit rambut begini, Mas! Ini tuh pasti dipakai untuk yang tidak menggunakan hijab.""Ya, kalau tidur kan, Adek gak pakai hijab."Mas Aryo selalu bersikap tenang dan tidak se
Tetap tinggalkan jajak manteman! Respon pembaca adalah semangat untuk penulisđź’žPart: 9***Setelah selesai menata letak sofa dan meja makan, aku kembali beristirahat.Hari sudah semakin gelap. Aku kembali memainkan ponselku.Ternyata ada pesan watsapp dari Mas Aryo. Aku tidak menyadarinya sedari tadi.Aku membuka isi pesannya dengan penasaran. Kira-kira ada apa ia menghubungiku?[ Kamu tinggal di mana sekarang? ] Isi pesan Mas Aryo.Kenapa ia bertanya keberadaanku?Ah, sudahlah! Untuk apa aku memberitahunya. Sudah tidak ada urusan lagi.Namun, ponselku kembali bergetar, Mas Aryo mengirim pesan lagi.[ Kenapa hanya dibaca? Saya bertanya karena merasa iba, jika kamu terlantar di luaran! ]Dengan geram, aku pun membalas! [ Saya sudah memiliki tempat tinggal, dan tidak perlu merasa iba, karena saya bisa berdiri di atas kaki sendiri!
Part: 10***Seminggu sudah berlalu. Kini acara pernikahan, Mas Aryo dan Desy segera dilaksankan.Aku berfikir dua kali untuk hadir ke sana. Bukan apa-apa, hanya tidak ingin mendengar sindiran dari mantan mertuaku itu lagi.Saat aku masih dalamdilema, tiba-tiba aku kembali mendapat pesandari Ibu.[ Jangan sampai tidak datang! Nanti nyesel, kami membuat pesta yang besar. Kan lumayan bisa numpang makan gratis! ]Aku hanya menggeleng-gelengkan kepalaku saat membaca isi pesan dari mantan mertua julid itu.Aku semakin ragu untuk pergi ke sana.Kini aku lebih memilih bersantai di sofa empukku. Lalu terdengar suara ketukan pintu!Aku bergegas membukanya, ternyata Dokter Wiliam dan Jeniffer.Mereka berdua terlihat kompak menggunakan pakaian bagus."Eh, pada mau ke mana? Dandanannya kayak mau ke pesta." Aku berkata sambil mempersilahkan k
Part: 11***Saatsampai di kontrakkan. Aku kembali terbayang kejadian diacara Mas Aryo itu.Sungguh pernikahan yang paling spektakuler! Aku bergidik ngeri membayangkan keluarga itu.Bisa-bisanya aku tidak menyadari perselingkuhan Mas Aryo dengan Widya selama ini.Namun, aku bersyukur, karena aku baru mengetahui setelah sah bercerai dengannya. Jika tidak! Mungkin lukaku akan terasa lebih perih.Dari pada aku terus memikirkan hal yang tidak berguna itu, lebih baik aku memasak saja di dapur.Aku membuat sup kembali. Niatku ingin mengantar sup buatanku ini pada Jeniffer nanti.Dengan semangat 45 aku siap dengan cepat!Aku segera menyisihkan sebagian untuk, ku berikan pada keluarga Jeniffer. Semoga saja Tante Ratna dan Om Wilson juga menyukainya.Sedangkan Dokter Wiliam, ia telah pergi ke rumah sakit setelah usai kembali dari pesta tadi. Katanya dinas malam
Part: 12***Saat aku hendak melangkahkeluar pintu, aku berpapasan dengan Tante Ratna.Ia menunduk ketika melihatku."Tante ....""Pergi! Jangan buat dirimu terlibat dalam masalah!" ucapnya yang memotong perkataanku.Aku semakin merasa ada yang tidak beres. Tante Ratna buru-buru berlalu setelah mengatakan itu. Aku pun segera keluar."Suci!" teriak Dokter Wiliam ketika aku sudah berada di depan gerbang.Aku memutar balik tubuhku, dan menoleh ke arah Dokter Wiliam. Namun, terlihat dari jendela lantai atas, Om Wilson memperhatikanku.Aku sungguh merasa ngeri melihat tatapan dinginnya itu."Suci, mau kamana?" tanya Dokter Wiliam yang kini sudah berada di depanku."Pulang, Dok. Saya ada pekerjaan rumah yang belum selesai tadi," ucapku berusaha tenang."Oh, baiklah!" sahutnya tersenyum.Aku bergegas melangkah. Ketika sampai di kont
Part: 13***Hari berlalu ....Aku dan Rena bersemangatmengelola toko pakaianku ini.Semua sudah tersusun rapi. Pengunjung juga mulai berdatangan.Rena sangat handal dalam urusan tawar menawarkan. Aku sangat terbantu dengan adanya Rena di sini."Oya, Ren! Kamu belum sarapan kan?" tanyaku.Ia mengangguk dengan cepat. Aku mengerti maksudnya."Baiklah, aku beli lontong sayur yang ada di ujung itu ya," ucapku sembari berlalu.Tidak terlalu jauh dari toko pakaianku, ada sebuah warung kecil yang menjual berbagai makanan. Aku melangkah dengan santai.Ketika aku melewati salah satu ruko yang berisi pakaian lengkap wanita, aku melihat ada Desy di dalamnya.Aku bersembunyi di balik sudut pintu. Ternyata Desy sedang bersama mantan mertuaku.Sepertinya butik besar ini milik Desy.Ah, kenapa bisa kebetulan begini.
Part: 14***Aku dan Rena salingmelempar pandangan, kira-kira siapa yang mengetuk pintu itu?Aku melangkah dengan pelan untuk membukakannya. Tidak ada suara, hanya sebuah ketukan saja.Entah kenapa aku menjadi gemetar, akhirnya aku memutuskan untuk mengintip dari balik tirai terlebih dahulu."Jeniffer," gumamku.Aku bergegas membukakannya pintu. Jeniffer terlihat begitu pucat.Tanpa berkata-kata, ia langsung masuk ke dalam. Aku mengunci kembali pintu kontrakkanku."Mari duduk dulu," ajakku.Jeniffer mengangguk, kami pun turut duduk di sofa dekat dengan Rena."Ada apa?" tanyaku dengan lembut.Jeniffer bergeming, wajahnya seperti orang yang sedang ketakutan.Aku dan Rena bertukar pandangan kembali. Jeniffer menunduk, tiba-tiba tubuhnya bergetar hebat.Aku melihat kondisinya itu merasa sangat cemas. Dengan sigap aku mendek
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 25.***POV Reno.***Hari ini adalah hari paling membahagiakan sepanjang hidupku. Ibu akan berangkat umroh memenuhi impiannya. "Titip Sita ya, Ren. Tolong jaga dia dengan baik selama Ibu tidak di rumah," kata Ibu. Sebelum ia berangkat.Aku tersenyum mengiyakannya. Betapa Ibu sangat menyayangi Sita..Waktu berjalan, aku dan Sita kompak mengurusi usaha yang kini tengah naik daun."Rumah terasa sepi ya, Mas tanpa Ibu," ucap Sita sedih."Iya, Dek. Tapi Ibu kan tidak lama di sana," sahutku."Aku sudah tak bisa jauh-jauh dari Ibu," papar istriku.Aku meraihnya ke dalam dekapanku. "Terima kasih, Dek. Terima kasih karena telah membuat Mas begitu bangga padamu.".10 hari kemudian ....Ibu pulang dan kami kembali berkumpul. Rasanya sangat membahagiakan."Ibu," lirih Sita memeluk tubuh Ibu."Kenapa, sayang? Kau pasti merindukan Ibu kan?" Ibu tersenyum sambil membelai kepala Sita.Sita menangis tanpa menjawab. Sedangkan aku turut bergabung da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 24.***POV Sita.Sore itu aku mendapat pesan dari aplikasi biru yang sedang aku buka. Seorang teman lama mengajakku bertemu dengan dalih ingin memperkenalkan produk kosmetik ternama miliknya.Aku yang memang sedang bosan di rumah, akhirnya setuju dan menemuinya.Kami bertemu di restoran yang sudah disepakati."Hay, Sita! Kamu tampak lebih cantik sekarang," sapa Budi sekaligus memuji.Ya, namanya Budi. Teman sekolahku dulu waktu masih SMA."Hey, terima kasih.""Oya, langsung saja aku kasih kamu lihat tentang produkku ini."Budi mengeluarkan berbagai jenis skincare. Aku memeriksanya satu persatu. Namun, aku ragu dan tak tertarik."Hem, aku sebenarnya sudah cocok dengan skincare lamaku, Bud.""Cobain dulu aja! Atau kamu coba lipstik ini. Biar aku pasangkan."Budi dengan sigap ingin mengoleskan lipstik itu di bibirku, tapi aku menepis tangannya dengan cepat."Jangan kurangajar! Aku sudah menikah, dan jika ada yang melihat maka pasti akan
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 23.***Aku menggeleng dan hendak berlalu dari gudang ini.Namun, pintu tak bisa dibuka."Tolong! Tolong!"Buk Fatma tiba-tiba menjerit minta tolong sembari merobek bajunya sendiri."Apa maksud Buk Fatma melakukan ini?" tanyaku dengan raut wajah entah bagaimana."Tolong! Tolong saya!" teriaknya lagi.Aku panik dan tak tahu harus berbuat apa. Berkali-kali aku memutar gagang pintu.Namun, seketika Buk Fatma memelukku dari belakang."Tolong!""Lepas, Buk! Anda sudah kehilangan akal!" hardikku.Buk Fatma terus berteriak minta tolong sambil mendekapku erat.Hingga tiba-tiba pintu dibuka dari luar."Tolong saya," lirih Buk Fatma yang ambruk ke lantai."Buk Fatma, ayo cepat bantu Buk Fatma," ujar sekuriti.Saat ini di depan gudang sudah ramai para pegawai berkumpul. Mereka menatapku tajam serta memaki berbagai umpatan kasar."Dasar tak tahu terima kasih! Sudah diberi jabatan tinggi, malah ingin memperkosa atasan sendiri," ucap para wanita ya
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 22.***POV Reno. Sore ini aku pulang dengan penuh semangat. Rasa rinduku menumpuk ingin segera bertemu Sita. Hubungan kami yang renggang membuah aku begitu tersiksa. Dan perubahan sikap istriku sudah cukup mengobati lukaku yang sebelumnya tercipta..Sampai di rumah, aku langsung masuk ke dalam kamar mencari keberadaan Sita. Namun, istriku tak ada di dalam kamarnya. Kemudian aku ke dapur untuk mengecek. "Bu, Sita ke mana?" tanyaku pada Ibu."Tadi katanya ada teman lamanya yang ngajak bertemu di luar. Ibu sudah menyuruh Sita untuk meminta izinmu terlebih dahulu," ujar Ibu."Oh, ya sudah kalau begitu." Aku tak ingin memperpanjang masalah kecil lagi. Mungkin Sita suntuk dan butuh hiburan di luar. Tentang izin dariku, aku mengerti Sita masih marah. Jadi mana mungkin dia mau menghubungiku terlebih dahulu..Hampir satu jam berlalu, Sita pulang dengan wajah sumringah."Kamu habis ketemu siapa, Dek?" tanyaku menyelidik."Seseorang, Mas
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 21.***POV Fatma.Setelah mendapat alamat rumah orang tua Sita, aku langsung bergegas menemuinya di sana. Sebelumnya aku juga sudah mengatakan pada keluarga Reno.Sampai di kediaman orang tua Sita, aku dipersilakan masuk oleh asisten rumah tangganya."Buk Fatma, dari mana tahu alamat rumah orang tuaku?" tanya Sita menatap sinis padaku."Dari siapa lagi kalau bukan dari Reno," jawabku santai.Sita semakin menatapku tak suka. Tak lama kemudian kedua orang tuanya turut bergabung duduk di dekat kami."Jadi kamu yang bernama Fatma?" tanya lelaki yang masih tampak gagah di usia yang tidak muda lagi itu.Aku mengangguk pelan sambil tersenyum."Wanita ini yang sudah merusak rumah tanggaku, Pa. Dibalik sikap lembutnya, tersimpan racun yang berbisa," cibir Sita.Aku berdehem pelan menanggapi ucapannya. Senyumku masih terpasang. Menghadapi orang seperti Sita cukup dengan ketenangan."Sebelumnya saya minta maaf. Namun, saya tak mau berlama-lama m
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 20***"Dalam rangka apa Ibu ingin mengundang Buk Fatma?" tanyaku menyelidik."Ingin meminta maaf. Ibu dan Sita sudah sepakat untuk meminta maaf secara langsung pada Fatma. Tolong kau undang dia malam ini ya, Ren." Lembut suara Ibu membuat aku tak bisa menolak."Baiklah, Bu."Aku berlalu ke dalam kamar dan meninggalkan mereka yang tengah sibuk memasak.Rasanya sedikit lega jika Sita benar-benar bisa menyayangi Ibuku seperti aku menyayanginya..Di dalam kamar, aku menelepon atasanku untuk memberitahu kabar bahagia ini.Panggilanku berdering dan dijawab dengan cepat."Halo, Ren! Tumben telepon. Ada apa?" tanya-nya terdengar senang."Iya, Buk Fatma. Maaf jika saya mengganggu. Saya hanya ingin mengundang Buk Fatma untuk makan malam. Ini adalah permintaan dari Ibu," ujarku."Alhamdulillah, saya senang sekali menerima undangan dari beliau. Saya pasti datang, Ren.""Terima kasih, Buk Fatma. Kami semua menunggu kedatangan Buk Fatma nanti mala
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 19***"Sita sudah berubah jadi lebih baik. Tak pantas jika Ibu mencampakkannya. Silakan keluar, Ren. Bawa ponselmu ini! Ibu tak butuh bukti rekaman semacam ini."Langkahku terdorong mundur. Rasanya tak percaya mendapat tanggapan seperti ini dari Ibu.Kenapa Ibu dibutakan oleh Sita?Apa yang telah Sita katakan pada Ibu?Benarkah ada ancaman?Akhirnya aku berjalan menuju kamar. Di dalamnya tentu ada Sita yang sedang bersantai."Mas," lirihnya canggung saat melihat wajahku.Aku menatap matanya tajam tanpa sebuah senyuman. Hatiku telah panas, sepanas suasana siang hari di ibukota ini."Apa yang kau lakukan terhadap Ibuku? Kenapa Ibu seolah melindungimu walau kenyataannya telah membuktikan kau bersalah, Dek." Bergetar suaraku mengutarakan hal tersebut."Kenyataan apa maksudmu, Mas?" tanya Sita berlagak heran."Jangan pura-pura lagi, Sita! Lihatlah ini!"Aku melempar ponselku ke ranjang dan membiarkan rekaman itu terputar.Sita meraihnya da
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 18***POV Reno.Aku ke kantor dengan perasaan resah dan gelisah. Melihat sikap Ibu yang bersikeras membela Sita, membuat aku ikut merasa bersalah.Kenapa aku sebagai seorang suami tak bisa mempercayainya sedikit saja seperti Ibu?Apakah istriku seburuk itu?.Sampai aku di kantor dan masuk ke dalam ruangan. Bukannya mengerjakan tugas, aku malah merenungi semua yang sedang terjadi.Tok! Tok! Tok!Suara ketukan pintu menyadarkan lamunanku. Dapat dipastikan yang datang adalah Buk Fatma."Masuk," lirihku dengan malas.Senyum indah Buk Fatma terukir saat menatap wajahku."Ren, maaf untuk keributan yang tercipta di rumahmu tadi. Saya benar-benar mengkhawatirkan Ibu. Tidak lebih dari itu Ren," ujarnya."Iya, Buk Fatma. Saya yang minta maaf atas sikap Ibu saya. Namun, biasanya beliau memang memiliki feeling yang kuat," paparku.Wajah Buk Fatma langsung berubah jadi kesal. Aku sadar, ucapanku mungkin sedikit menyinggungnya."Ibu terlalu baik d
Judul: Ibuku teraniaya di rumahnya sendiri.Part: 17***POV Sita.Setelah suamiku berangkat ke kantor. Tak lama bel berbunyi. Aku mengintip dari balik tirai, ternyata wanita munafik itu yang datang."Nak, kenapa tak dibuka pintunya?" tanya Ibu yang tiba-tiba berdiri di belakangku.Aku menarik pelan tangan Ibu untuk segera menjauh."Bu, di luar ada Buk Fatma. Apa Ibu mau bekerjasama denganku?"Alis Ibu mertua bertaut saat mendengar ucapanku."Bekerjasama apa, Sita?""Ibu bukain pintu, dan jangan bilang kalau aku sudah kembali. Aku ingin mendengar apa saja yang akan dia katakan.""Tapi, Nak. Ibu tidak terbiasa berbohong.""Ayolah, Bu. Aku hanya ingin membuktikan pada Ibu, kalau Buk Fatma itu tidak sebaik yang kalian kira."Dengan ragu, akhirnya Ibu mengangguk.Aku langsung bersembunyi di balik sudut pembatas ruangan.Setelah Ibu membuka pintu, keduanya pun segera duduk di sofa.Aku dapat melihat dengan jelas kalau saat ini Buk Fatma memasang wajah sedih dan sangat polos.Berbeda saat i