_Tidak semua yang kita inginkan dapat terwujud dengan gampang, ketika takdir sudah bermain, sebagai hamba kita bisa apa?_
“Hai Mac, apa kabar! Sudah dapat ganti rupanya. Tapi kenapa selera kamu menurun drastis seperti ini.”
Aku dan bang Genta seketika langsung berbalik, mendengar suara yang sepertinya menyapa ke arah meja kami. Meski sapaan yang digunakan tak pernah aku dengar.
“Hai ...” Ohw, Mac ... Mackenzie!
Aku nggak terima, kenapa dengan wanita lain dia juga tersenyum semanis itu!
Dan apa kata wanita tadi?! Selera dia menurun drastis?
Bukanya malah naik pesat ya?! Dia aja dandanannya kek gitu. Pakai dres mini, mungkin pinjam ke adiknya. Sampai bentuk tubuhnya aja terekspos sempurna.
Sedang aku? Tentu lebih anggun, memakai rok span, kemeja panjang, tak lupa memakai kerudung. Seperti itu dinamakan selera turun drastis? Bukan main!
Aku terus melihat gerak gerik kedua. Alhamdulillah tak ada cipika-cipiki seperti dalam dunia televisi yang sering aku lihat.
“hehe” Bang Genta tersenyum kikuk. Mungkin sadar jika sedari tadi aku perhatikan.
“Siapa?” Tanyaku berbisik, khawatir terdengar oleh manusia jadi-jadian yang sedang menata rambut. Mungkin agar bang Genta terpesona, entahlah.
Jika dari ucapan wanita yang pakai baju kekecilan itu, bisa dipastikan bahwa itu mantan calon tunangan aku.
Eh gimana sih? Calon dari calon tunangan aku. Eh? Mantan dari calon tunangan aku, Yap bener!
Bisa dipastikan wanita itu adalah mantan bang Genta. “Dia mantan aku, hehe” Gemes nggak sih, belum apa-apa tapi udah ada gangguan dari mantan!
Mendengar apa yang dia ucapkan seketika aku melotot. Tapi kenapa aku harus merespon dengan seperti ini? Bukannya aku belum cinta sama dia? Tapi kenap seperti orang cemburu begini?!
“Cuma mantan Yank!” Jiah! Jomblo karatan ini sudah dipanggil Yank! Uhui,wkwkwk
“Boleh aku ikut duduk di meja ini?” Nggak suka sama seseorang nggak dipidana kan? Kenapa bang Genta punya masa lalu modelan kek gitu, nggak banget!“Maaf, jangan duduk di meja kami! karena sebentar lagi pesanan kami akan datang.”
“Lagian ada-ada saja mau duduk kok di meja, seperti tak diajari sopan santun saja!”
Dahlah! Oang modelan kek gitu nggak perlu dibaikin. Yang ada nanti ngelunjak. Kalau dia mengerubut calon suami, aku bagaimana donk!?
“Hah?!” Ucapnya, sepertinya tak paham dengan yang aku ucapkan.Jiah, ternyata nggak paham bahasa manusia dia, lah, mungkin memang berasal dari kalangan setan. Eh, ... Astaghfirullah!
Bukan, ... Bukan lantaran cemburu aku berbicara seperti itu. Hanya saja, seperti yang dikatakan bang Genta dalam obrolan tadi.
“Meski kita baru mengenal, tapi hubungan kita saat ini tak main-main. Keluarga sudah kompak, tinggal kita yang bagaimana menyenangkan hati mereka” Duh, dalem banget ucapkan.
“Rasanya tak akan sanggup jika menolak perjodohan ini” Eh, aku mikir gitu bukan karena aku sudah kepincut sama bule sipit ini kan?
“Mac, pacarmu ketus amat siih, cantik juga enggak, masih juga cantikkan aku. jauh banget!” Semprul, bicara sama mantan dari calon suami memang harus ketus, apalagi yang modelan gini.
Tapi kalau soal cantik, ... Dia nggak salah bicara gitu?! Aku sama dia aja lebih cantik aku, hahahaha.
“Maaf Key, dia bukan pacarku” What, apa katanya!“Baguslah kalau bukan pacarmu, enggak level juga sepertinya sama kamu”“Tahu apa kamu Key, tentang levelku, dia memang bukan pacar aku Keyra, tapi dia calon istriku!” Meski dengan suara rendah namun penuh penegasan. “Yang benar saja kamu Mac? Masak calon istrimu seperti itu, kalah jauh dari aku.”Diam, mungkin kata itu yang lebih baik aku lakukan saat ini. Jika tadi saja dibela, mungkin kali ini akan dibela lagi.Dan ternyata, aku sudah diakui calon istri gaes! Wkwkwk
Padahal, aku sendiri belum mampu menerima takdir yang menurutku terlalu buru-buru ini. “Kalah? Ma kamu apa, Key?”“Justru aku bersyukur telah menemukan dirinya. Dan ya, ... Aku menyesal telah menjadi mantanmu” Ada nada getir yang terlihat saat mengucapkan kalimat kedua.
Sedangkan untuk Kalimantan pertama ... Bikin aku klepek-klepek. Tapi apakah omongan play boy cap komodo seperti dirinya bisa dipercaya?
Ahs, sudahlah setidaknya meski beberapa kali si mantan itu menyudutkanku, tapi bang Genta membelaku.
Tanpa sempat ikut duduk, Keyra akhirnya pergi. Dan memang itu yang aku harapkan. Meski hari kecil ini mengakui, bahwa Mun dia lebih cantik dan seksi, tapi jika terus-menerus diucapkan, hati juga bisa meradang.
Sekian menit berlalu akhirnya makanan yang sudah dipesan, datang.
“Maaf, Al” ucap Bang Genta menghentikan gerakanku yang hendak menyuap ayam Kentucky, dilihat dari raut mukanya, seperti merasa bersalah. Namun karena hal apa?
“Maaf karena apa Bang?” Jawabku sebelum aku benar-benar melahap ayam yang sudah di atas Awang. Sebab setahuku, tidak ada masalah sedikitpun, kecuali tadi.“Maaf, jika aku memiliki masa lalu kelam. Jika tahu akan seperti itu, mungkin dulu aku akan menghindarinya”Masa lalu memang kadang selalu di sesali, entah itu kapan tapi pasti.
“Aku tak punya hak untuk menghakimi masa lalu seseorang. Termasuk masa lalumu”
“Thanks” Hanya itu. Dan hanya itu saja yang keluar. Padahal aku sudah merangkai kata dengan begitu indahnya, huek!
“Ternyata Abang seramah itu ya, kalau sama orang.”“Maksudnya?” Jiah, gitu aja nggak paham. Tahu nggak sih para pria?! Kalau wanita sudah berucap kata yang agak ambigu, tandanya dia kesel!
“Sama mantan Aja senyum di manis-manisin!” Eh, aku kayak pacaran lagi cemburu nggak sih? Padahal sih aku nggak cemburu lho, sumpah!
“Cemburu?” Gila! Kenapa kalau dia ngedipin mata yang sipit itu, terus alisnya naik turun, bikin gemes.Astaghfirullah, jangan terpesona sama laki-laki ini. Aku sama dia bukan siapa-siapa, dan tak ada hubungannya spesial.
“Kamu tahu kan, kalau senyum adalah ibadah, aku hanya sedang menjalankan ibadah itu”
Padahal, ibadah kan nggak harus senyum sama mantan. Senyum sama yang lain kan bisa, kalau kepepet bisa senyum terus di depan aku, duh! Wkwkwk
“Cemburu? Aku bahkan tak tahu perasaan seperti apa itu. Lalu ... Aku lagi nggak cemburu kan?!” Aku terus bermonolog dalam hati. Aku nggak mungkin cemburu, dan tidak secepat itu.Ah, wajah itu ... Meski ada perasaan jengkel namun ketika menatap wajahnya serasa tenang.
Melihat bibirnya bergerak-gerak semakin melihat bibir agak tebal itu semakin seksi. Sepeda ada yang ia ucapkan, namun ketampanan yang ia miliki seakan mengalihkan seluruh kesadaranku.
“Al!?”Sial, kenapa aku bisa begitu terpesona dengan laki-laki blasteran ini. Dan untuk pertama kalinya, untuk pertama kalinya aku terpesona pada sosok pria, yang bahkan tak pernah terpikirkan sebelumnya.
Suaranya meninggi, namun malah kembali menyadarkan aku. Bahwa dia memiliki mata yang sangat indah. Mata hazel itu ... Antara hijau atau kuning.
Ckckck, memang calon suami idaman!
“Al kamu itu dengerin aku ngomong enggak siih sebenarnya?!” Dan lagi-lagi aku tersadar dari lamunan. Mata yang sempat dan masih aku kagumi itu menatapku dalam, seperti sebuah ancaman atau ... Entahlah. “Eh, apa Bang?”Malu! Sumpah malu. Dia tahu nggak ya, kalau dari tadi aku perhatiin dia?! Huwaaaaaaa!
_Menolak adalah hak, tapi titah orang tua? Kadang menjadi prioritas di atas segalanya!_“Mac, pacarmu ada berapa sekarang?!Aku mulai was-was ketika Papa bertanya hal yang menurutku tak biasa.“Enggak ada Pa!” Aku berusaha berucap yakin. Padahal, jika boleh jujur, wanita yang sedang berstatus pacar denganku ada dua. Ya, aku memang play boy! Bukan karena kebutuhan tapi karena ada kesempatan.“Jangan coba-coba bohong sama Papa! Kau pikir Papa tak tahu kelakuanmu itu?!” Setua ini, aku kadang masih di anggap anak kecil oleh Papa dan Mama. Salah satunya adalah hal percintaan, seperti saat ini. “Putuskan semua pacarmu itu! Umur 28 tapi kelakuan masih seperti anak TK.” Kalau anak TK, nggak mungkin juga aku mampu mengurus perusahaan, huh!“Jika pacarmu tak seperti yang kamu gandeng kemarin siang, mungkin Papa tak masalah. Wanita-wanita dengan pakaian kurang bahan seperti itu yang kamu pilih?!”“Besok ikut Papa, Papa sama mama sudah pilihkan calon yang tepat untukmu!” Papa terus berucap p
Kami makan dengan diam, sesekali aku melirik tingkahnya. Sungguh menggemaskan. Cara makannya yang belepotan, sungguh membuat tanganku gatal, hingga refleks aku mengambil tisu dan mengelap sudut bibirnya. Jika biasanya adegan seperti ini akan berakhir pada mata saling menatap. Maka tidak untuk kisahku kali ini. Plak! Benar, tanganku di tampar sebelum tisu yang kupegang mendarat pada bibir yang menggiurkan itu. Eh Tak ada ucapan menyalahkan atau semacamnya, hanya tatapan tajam dari mata jernihnya. Sungguh lucu dan ... menggemaskan. Ia sama sekali tak membahas akan mantan yang tiba-tiba datang. Membuat hati merasa sedikit lega, setidaknya aku tak terlalu merasa bersalah dengan adanya masa lalu. Meski ketika melihat semua tingkah menggemaskannya, aku merasa begitu berdosa. Dia yang masih suci tak tersentuh, harus mendapatkan aku, yang mungkin tanganku sudah kotor dengan berbagai bakteri bernama mantan. Selesai menyantap hidangan, kami beranjak. Waktu penayangan tiket film yang kami
_Tidak ada perjalanan yang seluruhnya mulus. Ada masanya terjalnya jalan menghiasi langkah menuju esok. Namun yakinlah semua takdir akan berjalan dengan baik jika kita melaluinya dengan bersyukur_[Oke, aku tunggu, besok jangan lupa kabari, takut tiba-tiba aku amnesia, wkwkw] Jawab Alyah pada ajakan Genta. Setelah sesi perkenalan lewat jalan berdua, sepertinya ia ingin perkenalan yang lebih. Menggunakan alasan bahwa Mamanya ingin bertemu dengan calon menantu. Nampaknya hal tersebut berhasil meluluhkan Hati Anin Yang sebelum tak ingin pergi. [wkwkwkwk, bercandanya besok saja pas di rumah. Bercanda lewat chat nggak begitu menyenangkan, nggak bisa lihat ekspresimu yang sedang tertawa]Ada senyum yang terbit dari bibir tipis milik gadis yang rambutnya sedang terurai sebahu itu. Rambut lurusnya sedang tak dibalut dengan kerudung karena memang sedang di dalam kamar. Entah sadar atau tidak, tapi sepertinya gadis bernama Alyah itu sudah diam-diam menyimpan nama seseorang dalam hatinya.
Terima kasih, telah memberiku ruang di hatimu, aku tak akan mengusik apa yang menjadi masa lalumu, biar ia tetap ada dalam hatimu. Namun doaku semoga aku yang memiliki hak istimewa di hatimu, memberi warna yang baru_Aku mencoba menetralisir gugup yang sebelumnya mendera. Bagaimana nggak gugup, meskipun itu hanya sebagian bentuk dari kata salah paham.Namun setelah itu, ia mampu membuka percakapan yang mampu membuat kecanggungan di antara kami.Tak ada kecanggungan lagi antara kami, aku pun kembali bisa membuka diri. Bang Genta juga terus mencari topik untuk mencairkan suasana, tugasku hanya... ya begitulah“Sampai” ucapnya semangat namun wajahnya sedikit murung “Kenapa?” Tanyaku yang agaknya mulai penasaran.“Sampai, berarti kita enggak bisa berduaan lagi Al.” Astaga! Jawaban macam apa itu?! Bahkan mampu membuat pipiku menghangat.Dan bahkan masih sempat-sempatnya memberikan kerlingan mata yang hampir saja akan menggoda iman dan tawaku. Jangan sampai itu terjadi.Aku bergegas turun m
Sampai segitunyakah? Hanya karena pesannya tak aku jawab? Yang benar saja!Perasaan bersalah makin menjadi dalam hatiku. Meski tadi perkataan maaf sudah sempat terlontar, tapi aku tak tahu jika bang Genta sampai menanggapi acuhku hingga seperti itu.“Hehe iya Tan, Alhamdulillah kalau begitu.” Yakin! Bingung, canggung, sebab aku juga belum begitu akrab. Bahkan jika diingat, baru dua kali pertemuan antara aku dan tante Ayumi.Pagi setengah siang itu akhirnya kami gunakan untuk brkutat di dapur. Aku, Anin dan Tante Ayumi bukan hanya memasak untuk makan siang, sebelum itu kami membuat cupcake yang bahkan baru pertama kali aku ikut membuatnya. Sungguh pengalaman baru dan dengan orang yang baru pula. Senda gurau menjadi pengiring di antara kami. Menjadikan bang Genta sebagai objek yang kami bicarakan. Tentang kisah lucu yang bahkan mampu membuat aku tak malu tertawa terpingkal. Semuanya selesai tepat sebelum waktunya makan siang. Tante Ayumi menyuruh aku dan Anin untuk mengantar rantang
Jika cinta saja tidak pernah dikehendaki untuk ada,Lalu apakah dosa, bila cinta itu kini datang tiba-tiba?Aku mencintainya tanpa tahu kapan rasa itu bermulaTanpa tahu, bahwa apakah nanti akan berakhir bahagia._Dalam beberapa hari ini, aku bingung dengan Alyah. Semua pesan yang aku kirimkan tak ada satupun yang ia balas. Membuat hari-hari yang memang sudah lelah semakin membuatku tak bergairah. Ternyata aku sudah serindu itu dengannya. Dan kenapa cinta ini begitu menyiksa. Hingga saat sore hari Mama menyuruhku untuk menjemput Alyah dan mengajaknya ke sini. Sungguh suatu kesempatan yang sudah aku tunggu, mungkin menyebutkan Mama, Alyah akaa segera membalas pesanku. Dan tepat saat setelah makan malam aku coba lagi untuk mengirimkan pesan. Menggunakan kata Mama dari awal kalimat bagar ia mau membuka. Selang beberapa waktu, ternyata benar. Pesan yang kukirimkan kini berubah centang biru. LucuAku ingin menelefonnya, namun aku bingung juga dengan alasan apa. Aku takut jika pada akh
“Pa, lihat deh wajah kak Mac, pipinya udah kayak tomat busuk, merah banget!” Astaga Anin! Membuatku tambah tak punya muka saja di depan Alyah. Semua mata di ruangan ini langsung menatap wajahku. Bahkan Alyah juga sepertinya penasaran dengan apa yang dikatakan Anin. Makin panas saja wajahku iniWaktu berlalu begitu cepat, semula aku menawarkan untuk mengantar Alyah pulang, tapi langsung ditolak mentah-mentah. Bukan oleh Alyah, Tapi oleh Adik yang selalu mengajakku bertengkar itu. Katanya ‘Jangan mencari kesempatan, kalian itu belum halal!’ Aku pasrah saja meski sebenarnya aku ingin.“Papa, Mama! Kayaknya Kakak udah kebelet pengen nikah nih, udah beli cincin juga!” teriak Anin yang sepertinya sedang berada dalam kamarku. Saat aku sedang di dalam kamar mandi. Mungkin dia melihat dan membuka kotak cincin yang tadi lupa kusimpan dan hanya aku letakkan di atas nakas samping tempat tidur. EntahlahYa, setelah percakapan dengan Alyah di dalam mobil tadi pagi. Saat mengatakan tentang hubun
Jodoh memang sudah digariskan oleh tuhan. Tapi Tuhan juga memberikan kepada kita berupa hak untuk memilih, jadi jangan terburu-buru._“Dia itu siapa siih, Al?! Aku nggak percaya kalau cuma teman, selama ini teman kamu kan cuma aku. Apalagi teman cowok, wkwkwk” Bukan kata ‘selamat pagi Al’ atau ‘aku rindu' tapi langsung ditodong dengan pertanyaan tentang bang Genta.Aku memang kurang dan tak pandai untuk bergaul, tapi kalau sekali kenal tingkahnya nauzubillah. Dan memang hanya Zaila yang bisa akrab denganku.“Memangnya siapa siih Za?” Meski aku tahu arah pembicaraannya, tapi mencoba pura-pura lupa.Biar dia terus merasa penasaran. Bahkan aku juga langsung beranjak tak memedulikan dia yang terus mengekor.“Eleh, jangan ngeles kamu Al! Jangan pura-pura lupa juga. Kalau kamu nggak kasih tahu, aku bakal nyari tahu i formasinya sendiri!” Ucapannya bersungut-sungut kesal.“Gaya-gayaan mau nyari identitas orang, nggak ingat kalau lagi naksir sama cowok, aku yang disuruh jadi stalker?!” Akhirn
Selamat bulan November kawan, semoga kabar baik selalu menyertai pembaca semua.Cerita Genta dan layah pada akhirnya harus berakhir di sini. Ini adalah cerita pertama saya yang berhasil terbit di beberapa aplikasi dan tanda tangan kontrak.Dan sekarang cerita ini telah tamat, dan semoga saja menjadi novel yang bisa memberikan nilai harga bagi penulisnya ini.Berhubung ini adalah cerita pertama saya, maka maaf jika masih banyak typo apalagi kekeliruan tanda baca.Pembuatan novel ini juga tanpa persiapan apa pun sehingga sering mandek di tengah jalan.Jadi maafkan karena sering nggak konsisten dalam update bab baru. Dilain itu, saya juga ada pekerjaan lain, sehingga tidak bisa hanya fokus pada novel saja.Namun, lagi-lagi saya katakan bahwa cerita ini kini telah tamat, sedikit membuat hari saya bangga, bahwa pada nyatanya saya berhasil merampungkan apa yang saya sengaja mulai.Bagi yang telah membaca
Wajar jika seorang ibu hamil mengidam dan menginginkan banyak hal-hal aneh. Namun nampaknya bayi yang belum kelihatan wujudnya itu tahu kalau keluarganya kaya. Terbukti banyak makanan aneh atau hal-hal yang di luar nalar namun mampu menguras dompet.Seperti saat mengidam jamur matsutake atau jamur pinus, meski jamur dengan harga fantastis itu tidak membeli karena berburu sendiri, namun pengiriman juga menggunakan pesawat langsung dan tentunya menghabiskan dana yang tak sedikit.Semua berjalan normal, bayi yang di dalam kandungan juga sehat. Tentu karena Genta juga memiliki dokter langganan yang sudah ia bayar mahal untuk melihat perkembangan calon anaknya.Tentu bahkan anak yang masih belum terlihat wajahnya itu perlu proses empat tahun. Hingga sepatu ketika Genta pernah mengatakan.“Kalau tahu bulan madu ke Paris bisa langsung jadi, mungkin sejak awal kita bulan madu ke sana saja,” dan hal itu hanya ditanggapi senyuman
Melihat tes yang masih ada di tangannya itu, seketika badannya bergetar. Tuhan ...Hanya dalam hitungan detik, Alyah sudah menangis di pelukan mertua. Kedua wanita itu kini berpelukan dengan tangis yang mengisi ruangan.Tentunya saat itu dokter sudah pergi. Tanpa diantar tanpa diberikan bayaran.Sedang Genta? Dadanya naik turun, terengah-engah mendengar kabar yang baru saja diterimanya.Ia hanya diam melihat istrinya menangis. Tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia tak tahu harus mengekspresikan kabar ini dengan cara seperti apa. Hingga tak terasa, bukit bening jatuh juga dari sepasang mata hazel itu. Tangannya kanannya bergerak menguap mata yang kian sembab. Sedang tangan kiri ya masih membawa tes kehamilan yang tadi ia minta dari istrinya.Ada garis dua di sana, meski garis satu masih terlihat samar. Namun, ada dua garis adalah anugrah yang sudah beberapa tahun mereka impikan.Hingga tahun ked
Bukan hanya dihari itu saja Genta dikejutkan oleh hal-hal aneh yang dilakukan oleh istrinya. Kadang bukan makanan, namun ingin mandi menggunakan sabun batangan warna pink.Hal-hal yang menurut Genta sangat aneh itu berjalan hingga sudah satu Minggu, dan puncaknya pada hari Minggu ketika Alyah menggigil tak karuan.Untungnya saat itu memang hari libur bagi keduanya, hingga akhirnya Genta juga bisa lebih fokus menjaga sang istri.Dan karena saking bingungnya dengan apa yang terjadi pada istrinya, Genta akhirnya memanggil namanya untuk datang ke kediaman.Wanita yang masih cantik meski bukan hanya satu atau dua keriput menghiasi di bawah kelopak mata. Bahkan, kini Anin juga akan segera melepas lajang dengan pemuda dari Amerika.Sungguh, mungkin wanita tua itu akan kesepian di hari tuanya kelak jika tidak segera diberi mainan berupa cucu.“Mac, Bagaimana keadaan menantuku!” Tanpa basa basi, Ayumi l
Genta hanya tersenyum hambar mendengar perkataan si penjual, namun meski begitu Genta juga masih menanggapi dengan santai.“Doakan saja ya, Pak. Kami sudah menikah selama empat tahun, tapi kami belum diberi kesempatan untuk memiliki anak.” Dan jawaban dari Genta berhasil membuat si penjual merasa tak enak.“Baik, Mas bule. Semoga saja cepat beberapa hari atau beberapa Minggu atau bulan ke depan kabar baik itu akan segera diterima. Saya buatkan dulu pesanannya,” Jawab si penjual.Namun bukan si kaya jika hanya memesan satu macam makanan saja. Genta juga merasa lapar, dan untungnya warung tenda itu menyediakan beberapa menu masakan.“Pak, saya mau tambah capcay satu porsi, kwetiau goreng satu porsi, sama ayam goreng dua.” Genta takut jika nanti istrinya itu seperti tadi siang. Yang seperti orang yang sudah beberapa hari tidak makan.Kini Genta dan Alyah duduk di tempat lesehan. Jika dulu saa
Pagi menjelang siang, akhirnya Genta berangkat keluar, tentu tanpa Alyah yang tengah menikmati tayangan Detektif Conan.Tentu, mencari mie ayam goreng saat siang hari adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan . Sebab, biasanya mie ayam goreng akan dijual saat malam hari bersamaan dengan penjual nasi goreng.Namun tentu, tak ada usaha yang menghianati hasil. Di salah satu restoran yang ada di mall menjual mie ayam. Jika di restoran, maka tentu Genta bisa request yang mungkin akan menangani harga dari pesanan tersebut.Beberapa makanan juga Genta beli, sekaligus untuk makan siang. Karena tentu Alyah tak akan masak karena bahkan saat ini meminta untuk dibelikan mie ayam.Dua jam setelahnya Genta sudah sampai di rumah, dan mendapati Alyah yang tertidur pulas sembari memeluk banyak dengan tv yang masih menyala.Apakah secapek itu? Bahkan tak biasanya istrinya itu malas untuk membersihkan rumah hingga akhirnya memanggil j
Ketiganya tengah tegang, menunggu kalimat apa yang akan dikeluarkan oleh dokter berparas cantik itu.“Dengan berat hati, kami nyatakan proses Yang selama beberapa Minggu ini telah gagal. Hasil USG yang baru saja dilakukan tidak ada tanda-tanda telah tumbuh janin. Dalam artian lain, rahim kosong”Mendengar kalimat itu, Alyah langsung menahan nafas. Sebelumnya ia sudah menguatkan hari jikalau proses ini kembali menemukan kegagalan. Namun, saat merasakan kegagalan untuk kedua kalinya, ini tak seperti yang ia persiapkan sebelumnya.Bukan hanya Alyah, namun kedua orang yang juga ikut merasa sakit atas kegagalan itu. Kini, Alyah berada di dalam dekapan dada bidang suaminya. Sedang Marsha, hanya diam menyembunyikan kesedihan melihat anak perempuannya yang begitu rapuh itu.“Pelan-pelan saja, Bun. Meski hanya sedikit dan hanya beberapa persen saja, namun ibu masih memiliki kesempatan untuk hamil secara normal. Bukankah di dunia
Semua tentang waktu, beberapa hari merenung akhirnya Alyah mencoba untuk kembali hidup biasa. Tak ingin terlalu mengharapkan sesuatu yang bahkan ia tak tahu kapan datangnya.Hari-hari dilewati dengan sibuk, Alyah juga sudah mulai lebih aktif membantu ayahnya. Tentu, hubungan dengan Zaila kini tak seintens dulu.Kini keduanya sudah memiliki kehidupan masing-masing, bukan lagi gadis ABG yang apa-apa harus selalu dilakukan bersama. Kini, pasangan salah orang pertama yang harus diperhatikan. Apalagi, Zaila menjadi salah seorang istri yang bisa dikatakan bucin akut pada suaminya.Alyah mungkin bisa lebih bersyukur, saat bahkan bisa seharian penuh bersama suami. Setiap malam selalu bersama meski tak jarang suaminya pergi keluar kota. Namun tidak dengan Zaila.Suaminya yang seorang TNI tentu tidak akan memiliki waktu yang banyak untuk keluarganya. Juga tanggung jawab Zaila atas perusahaan papanya juga tak kalah menyita perhatian.
Pulang dengan hampa bukanlah pilihan, berangkat dengan niat liburan adalah pulang dengan harapan membawa kebahagiaan.Tak ada rencana sama sekali di hidup Alyah jika kedatangannya ke Jepang sekaligus untuk melakukan program bayi tabung.Program yang melambungkan segala keinginannya untuk segera memiliki momongan. Namun pada akhirnya ia lagi-lagi harus kembali lagi dengan tangan kosong.Tak ada rencana untuk sakit hati di dunia ini, semua atas kehendak Allah. Kita hanya tak tahu, esok hadiah seperti apa yang akan Allah berikan. Bahkan, mungkin apa yang akan kita terima esok lebih baik ketimbang apa yang kita harapkan saat ini.Satu hari setelahnya, kini Alyah, Ayumi dan tentunya Genta terbang kembali ke kota Jakarta. Hampir seperti seseorang yang baru pulang dari medan perang, namun membawa rasa kekalahan.Alyah yang biasanya terlihat ceria, kini terlihat sangat murung. Bagaimana tidak, tertundanya kehamilan adalah kare