“Ada ayam kecap, mau juga?” tawarku ketika ingat bahwa masakan kesukaan laki-laki itu adalah ayam kecap.Seperti antara nasi kuning dan ayam kecap lebih serasi ketimbang disandingkan dengan rawon.“Emang ada? Kalau ada sekalian deh,”Kukira, permintaan sebel akan dibatalkan saat mendengar ayam kecap. Nyatanya tidak.“Siapa yang mau makan oplosan kek gitu?” Mama yang berada tepat di belakangku seketika membuatku kaget dengan pertanyaannya.“Bang Genta, Ma ...” jawabku singkat setelah mengisi piring sesuai kemauan bang Genta. Nasi kuning, dengan kuah rawon beserta ayam kecap.“Kok aneh-aneh saja mantuku itu,” Udah berubah gelar ya sekarang. Yang kemarin masih memanggil Nak Genta, sekarang sudah menantuku.Mama akhirnya beranjak dan aku juga mendekat ke arah bang Genta yang masih asyik duduk berdiam di sofa yang sebelumnya dibuat berkumpul. Ha
Waktu terasa begitu cepat, tiga bulan lagi menjelang wisuda. Hari-hari sibuk benar-benar telah terlewati. Mungkin, karena kesibukan kami berdua, hingga doa-doa mereka belum dikabulkan tuhan. Aku mendamba ada anak kecil di tengah-tengah kami. Bang Genta juga selalu berharap berlebihan ketika aku mengidam saat akan ada tamu bulanan. Selalu berharap, bahwa itu adalah keinginan Malaikat kecil yang ada dalam perutku.Tak bisa dipungkiri, aku juga selalu berharap seperti itu. Apalagi tamu bulananku yang memang tidak pernah teratur.Pernikahanku sudah setengah tahun lebih tapi masih tidak ada tanda-tanda akan kehamilan. Tetangga juga sudah sering menanyakan, untung saja Mama dan ayah serta Mama dan Papa mertua tak terlalu memperhatikan. Entah memang seperti itu, atau hanya sedang menjaga perasaanku saja, entahlah.Selain kuliah, aku hanya duduk di rumah, menunggu suami pulang. Jika saja Malaikat kecil itu sudah ada di perutku, mungkin aku tak akan sesepi itu. Mungkinkah keinginanku terla
Malam ini berbeda, jika biasanya setiap malam bang Genta lah yang bermanja, layaknya anak kecil. Kini Anin yang terus minta ditemani. Untungnya, Anin bukanlah bang Genta. Sebab, Anin hanya minta ditemani untuk bercerita saja. Bukan seperti bang Genta yang selalu bertingkah seperti anak kecil. Meski kadang buas, ooops!“Mumpung Kakak di sini, besok kita jalan-jalan yuk. Aku udah lama nggak jalan-jalan ke mall,” Ajaknya yang hanya aku tanggapi dengan anggukan. Karena aku pun sama, hari-hari sibuk sebelumnya telah terlewati. Meski belum semuanya tuntas, namun sedikit senggang. “Oke, yuk! Besok kita habiskan uang Kakakmu!” Kadang, aku juga sedikit bingung. Aku sudah terbiasanya memanggil dengan Bang, namun Anin Memanggil dengan Kakak. Hingga bagaimanapun aku harus memposisikan saat berhadapan dengan orang lain. Saat aku katakan bang Genta, maka kebanyakan orang tak akan paham.Sangat berbeda jika mengatakan Mac, karena memang sebenarnya panggilan itu yang digunakan sejak kecil. Mack
_Keluarga tanpa seorang anak ibarat seperti perahu di tengah gelombang besar ombak dengan posisi yang tak seimbang. Mereka hanya butuh penengah_Anin akhirnya mengantarkan kakak iparnya itu pulang. Bukan, bukan ke rumah keluarganya atau rumah yang ditempati oleh Alyah dan Genta. Tapi pulang ke rumah orang tuanya.Aliyah sebenarnya juga tak begitu mempercayai yang ada di pikirannya, hatinya menolak dengan pikiran buruknya itu.Orang yang tengah patah hati kadang seperti orang yang kurang waras. Tidak bisa berpikir jernih untuk mendapatkan solusi.“Kita pulang saja Kak, atau masih mau jalan-jalan ke mall, biar Kakak bisa tenang. Kita ke salon, mungkin,”Ide Anin memang bagus, tapi “tidak!” bagi seseorang yang tengah patah hati. Mereka hanya membutuhkan waktu untuk sendiri. Bahkan untuk mengungkapkan perasaannya saat itu saja tidak bisa.“Kakak pulang ke rumah Tante Marsya saja ya, Kakak kan
“Lalu itu suara apa Bang?! Kupingku masih waras. Bahkan Anin juga mendengarnya!” Alyah langsung terengah-engah setelah mengucapkan apa yang mengganjal di hatinya. Dadanya juga ikut naik turun hingga anggota badan yang lain ikut bergerak menyeimbangkan.Sedang Genta, ia hanya diam tak berusaha menjelaskan atau menenangkan.Benar, setelah panggilan Rakhman, Genta bercerita duduk perkara saja tidak secara keseluruhan ia ceritakan. Menurutnya, ia harus bisa menyelesaikannya sendiri, selagi masih bisa dengan tanpa bantuan orang lain apalagi mertuanya sendiri.Hingga akhirnya Rahman memanggil putri semata wayangnya itu untuk keluar kamar. Sebenarnya Alyah masih enggan untuk menemui suaminya itu, namun ia tak kuasa ketika sudah terdengar nada ketegasan dari sang Ayah saat menyuruhnya untuk keluar kamar.“Kenapa Abang cuma diam?! Benar kan yang aku katakan, dan apa yang aku pikirkan memang itu yang sedang terjadi!” Tak terima melihat suaminya hanya diam mendengarkan sembari menatapnya dalam
“Al, sudah ya ... ayo kita pulang” Tak beruntungkah Alyah mendapatkan laki-laki seperti itu. Yang jarang sekali meninggikan suaranya ketika sedang marah.“Aku masih ingin di sini” Genta yang tak pandai menjelaskan atau Alyah yang menutup diri untuk menerima kebenaran.“Baik jika kamu memang masih ingin di sini, aku tak masalah. Kalau perlu aku akan melakukan seperti yang kau tuduhkan agar tuduhanmu itu tak menjadi fitnah” Genta tiba-tiba berucap dingin tak seperti biasanya. Bahkan ia langsung beranjak dari duduknya tanpa menoleh dan tanpa mengucapkan kata pamit untuk wanita yang baru saja dirayunya itu.Setelah kepergian laki-laki bergelar suami itu, Alyah seketika langsung kembali menangis. Hatinya kini kembali perih.“Salahkah aku? ...” Penyesalan memang kerap datang terlambat, memberi kenangan buruk bagi pemiliknya.“Apakah benar aku hanya berburuk sangka saja?”“Kenapa waktu itu aku tak masuk saja. seperti yang dikatakan bang Genta.” Beberapa pemikiran yang berakhir penyesalan k
“Assalamualaikum!” Aku berseru, tapi tak ada jawaban sama sekali. Ahs, bodoh! Bukankah jam sepuluh masih jam kerja. Kenapa aku jadi lebih bodoh akhir-akhir ini. HuftAku rindu, sungguh rindu. Hingga ... Kini aku tak mampu lagi berpikir dengan jernih. Sejak subuh tadi aku benar-benar bingung, apakah yang aku lakukan ini sudah benar. Namun aku benar-benar telah rindu. Biarlah, bila dikatakan bucin. Maka memang itu yang sedang terjadi padaku, lalu? Malah ada kejadian yang membuatku harus menyingkir seperti ini. Rasanya aku tak rela jika bang Genta di gondol pelakor, dan aku harus segera bertindak.Seminggu lebih aku pergi, tak ada yang berubah sama sekali, selain tanaman yang mulai kekeringan, lantai yang sepertinya tak pernah mendapat belaian sapu dan kain pel.Huft, sebergantung itu ternyata rumah ini padaku. Jika aku pergi, mungkin keadaan semakin kacau. Tak banyak yang aku lakukan, hanya duduk termenung pada kursi yang memang ada di depan rumah.Bukan lega karena tak harus cepat-
Egoisme memang kadang selalu membuat hubungan yang semua baik-baik saja menjadi retak tak berarah. Merusak segalanya yang semula terasa begitu indah. Aku kah, si pemilik egois itu? Jika dalam dunia pernovelan, mungkin akan banyak yang mengomentari kenapa suami kurus, kenapa tidak diurus, kenapa, dan kenapa lainnya akan sering terdengar. Mungkin memang alangkah baiknya jika mendengar penjelasannya. Pada akhirnya keputusan akan bisa diambil jika semuanya telah gamblang dan jelas. “Kenapa Abang kurusan?” Setelah pelukan erat itu mengendur, akhirnya aku berani bertanya. Meski aku masih tidak bisa menyembunyikan suaraku yang masih serak dengan sisa-sisa tangis kerinduan yang masih ada.“Kamu sendiri yang membersihkan sisanya bukan? Berbeda saat ada kamu. Semua apa yang kamu masak, akan aku makan dengan lahap” jawabnya dengan sedikit tawa yang terasa begitu hambar. Meski di sini aku juga tersakiti namun rasanya terlalu egois jika aku mengabaikan keberadaannya.“Aku ingin terus memeluk
Selamat bulan November kawan, semoga kabar baik selalu menyertai pembaca semua.Cerita Genta dan layah pada akhirnya harus berakhir di sini. Ini adalah cerita pertama saya yang berhasil terbit di beberapa aplikasi dan tanda tangan kontrak.Dan sekarang cerita ini telah tamat, dan semoga saja menjadi novel yang bisa memberikan nilai harga bagi penulisnya ini.Berhubung ini adalah cerita pertama saya, maka maaf jika masih banyak typo apalagi kekeliruan tanda baca.Pembuatan novel ini juga tanpa persiapan apa pun sehingga sering mandek di tengah jalan.Jadi maafkan karena sering nggak konsisten dalam update bab baru. Dilain itu, saya juga ada pekerjaan lain, sehingga tidak bisa hanya fokus pada novel saja.Namun, lagi-lagi saya katakan bahwa cerita ini kini telah tamat, sedikit membuat hari saya bangga, bahwa pada nyatanya saya berhasil merampungkan apa yang saya sengaja mulai.Bagi yang telah membaca
Wajar jika seorang ibu hamil mengidam dan menginginkan banyak hal-hal aneh. Namun nampaknya bayi yang belum kelihatan wujudnya itu tahu kalau keluarganya kaya. Terbukti banyak makanan aneh atau hal-hal yang di luar nalar namun mampu menguras dompet.Seperti saat mengidam jamur matsutake atau jamur pinus, meski jamur dengan harga fantastis itu tidak membeli karena berburu sendiri, namun pengiriman juga menggunakan pesawat langsung dan tentunya menghabiskan dana yang tak sedikit.Semua berjalan normal, bayi yang di dalam kandungan juga sehat. Tentu karena Genta juga memiliki dokter langganan yang sudah ia bayar mahal untuk melihat perkembangan calon anaknya.Tentu bahkan anak yang masih belum terlihat wajahnya itu perlu proses empat tahun. Hingga sepatu ketika Genta pernah mengatakan.“Kalau tahu bulan madu ke Paris bisa langsung jadi, mungkin sejak awal kita bulan madu ke sana saja,” dan hal itu hanya ditanggapi senyuman
Melihat tes yang masih ada di tangannya itu, seketika badannya bergetar. Tuhan ...Hanya dalam hitungan detik, Alyah sudah menangis di pelukan mertua. Kedua wanita itu kini berpelukan dengan tangis yang mengisi ruangan.Tentunya saat itu dokter sudah pergi. Tanpa diantar tanpa diberikan bayaran.Sedang Genta? Dadanya naik turun, terengah-engah mendengar kabar yang baru saja diterimanya.Ia hanya diam melihat istrinya menangis. Tak ada yang bisa ia lakukan saat ini. Ia tak tahu harus mengekspresikan kabar ini dengan cara seperti apa. Hingga tak terasa, bukit bening jatuh juga dari sepasang mata hazel itu. Tangannya kanannya bergerak menguap mata yang kian sembab. Sedang tangan kiri ya masih membawa tes kehamilan yang tadi ia minta dari istrinya.Ada garis dua di sana, meski garis satu masih terlihat samar. Namun, ada dua garis adalah anugrah yang sudah beberapa tahun mereka impikan.Hingga tahun ked
Bukan hanya dihari itu saja Genta dikejutkan oleh hal-hal aneh yang dilakukan oleh istrinya. Kadang bukan makanan, namun ingin mandi menggunakan sabun batangan warna pink.Hal-hal yang menurut Genta sangat aneh itu berjalan hingga sudah satu Minggu, dan puncaknya pada hari Minggu ketika Alyah menggigil tak karuan.Untungnya saat itu memang hari libur bagi keduanya, hingga akhirnya Genta juga bisa lebih fokus menjaga sang istri.Dan karena saking bingungnya dengan apa yang terjadi pada istrinya, Genta akhirnya memanggil namanya untuk datang ke kediaman.Wanita yang masih cantik meski bukan hanya satu atau dua keriput menghiasi di bawah kelopak mata. Bahkan, kini Anin juga akan segera melepas lajang dengan pemuda dari Amerika.Sungguh, mungkin wanita tua itu akan kesepian di hari tuanya kelak jika tidak segera diberi mainan berupa cucu.“Mac, Bagaimana keadaan menantuku!” Tanpa basa basi, Ayumi l
Genta hanya tersenyum hambar mendengar perkataan si penjual, namun meski begitu Genta juga masih menanggapi dengan santai.“Doakan saja ya, Pak. Kami sudah menikah selama empat tahun, tapi kami belum diberi kesempatan untuk memiliki anak.” Dan jawaban dari Genta berhasil membuat si penjual merasa tak enak.“Baik, Mas bule. Semoga saja cepat beberapa hari atau beberapa Minggu atau bulan ke depan kabar baik itu akan segera diterima. Saya buatkan dulu pesanannya,” Jawab si penjual.Namun bukan si kaya jika hanya memesan satu macam makanan saja. Genta juga merasa lapar, dan untungnya warung tenda itu menyediakan beberapa menu masakan.“Pak, saya mau tambah capcay satu porsi, kwetiau goreng satu porsi, sama ayam goreng dua.” Genta takut jika nanti istrinya itu seperti tadi siang. Yang seperti orang yang sudah beberapa hari tidak makan.Kini Genta dan Alyah duduk di tempat lesehan. Jika dulu saa
Pagi menjelang siang, akhirnya Genta berangkat keluar, tentu tanpa Alyah yang tengah menikmati tayangan Detektif Conan.Tentu, mencari mie ayam goreng saat siang hari adalah hal yang sangat sulit untuk dilakukan . Sebab, biasanya mie ayam goreng akan dijual saat malam hari bersamaan dengan penjual nasi goreng.Namun tentu, tak ada usaha yang menghianati hasil. Di salah satu restoran yang ada di mall menjual mie ayam. Jika di restoran, maka tentu Genta bisa request yang mungkin akan menangani harga dari pesanan tersebut.Beberapa makanan juga Genta beli, sekaligus untuk makan siang. Karena tentu Alyah tak akan masak karena bahkan saat ini meminta untuk dibelikan mie ayam.Dua jam setelahnya Genta sudah sampai di rumah, dan mendapati Alyah yang tertidur pulas sembari memeluk banyak dengan tv yang masih menyala.Apakah secapek itu? Bahkan tak biasanya istrinya itu malas untuk membersihkan rumah hingga akhirnya memanggil j
Ketiganya tengah tegang, menunggu kalimat apa yang akan dikeluarkan oleh dokter berparas cantik itu.“Dengan berat hati, kami nyatakan proses Yang selama beberapa Minggu ini telah gagal. Hasil USG yang baru saja dilakukan tidak ada tanda-tanda telah tumbuh janin. Dalam artian lain, rahim kosong”Mendengar kalimat itu, Alyah langsung menahan nafas. Sebelumnya ia sudah menguatkan hari jikalau proses ini kembali menemukan kegagalan. Namun, saat merasakan kegagalan untuk kedua kalinya, ini tak seperti yang ia persiapkan sebelumnya.Bukan hanya Alyah, namun kedua orang yang juga ikut merasa sakit atas kegagalan itu. Kini, Alyah berada di dalam dekapan dada bidang suaminya. Sedang Marsha, hanya diam menyembunyikan kesedihan melihat anak perempuannya yang begitu rapuh itu.“Pelan-pelan saja, Bun. Meski hanya sedikit dan hanya beberapa persen saja, namun ibu masih memiliki kesempatan untuk hamil secara normal. Bukankah di dunia
Semua tentang waktu, beberapa hari merenung akhirnya Alyah mencoba untuk kembali hidup biasa. Tak ingin terlalu mengharapkan sesuatu yang bahkan ia tak tahu kapan datangnya.Hari-hari dilewati dengan sibuk, Alyah juga sudah mulai lebih aktif membantu ayahnya. Tentu, hubungan dengan Zaila kini tak seintens dulu.Kini keduanya sudah memiliki kehidupan masing-masing, bukan lagi gadis ABG yang apa-apa harus selalu dilakukan bersama. Kini, pasangan salah orang pertama yang harus diperhatikan. Apalagi, Zaila menjadi salah seorang istri yang bisa dikatakan bucin akut pada suaminya.Alyah mungkin bisa lebih bersyukur, saat bahkan bisa seharian penuh bersama suami. Setiap malam selalu bersama meski tak jarang suaminya pergi keluar kota. Namun tidak dengan Zaila.Suaminya yang seorang TNI tentu tidak akan memiliki waktu yang banyak untuk keluarganya. Juga tanggung jawab Zaila atas perusahaan papanya juga tak kalah menyita perhatian.
Pulang dengan hampa bukanlah pilihan, berangkat dengan niat liburan adalah pulang dengan harapan membawa kebahagiaan.Tak ada rencana sama sekali di hidup Alyah jika kedatangannya ke Jepang sekaligus untuk melakukan program bayi tabung.Program yang melambungkan segala keinginannya untuk segera memiliki momongan. Namun pada akhirnya ia lagi-lagi harus kembali lagi dengan tangan kosong.Tak ada rencana untuk sakit hati di dunia ini, semua atas kehendak Allah. Kita hanya tak tahu, esok hadiah seperti apa yang akan Allah berikan. Bahkan, mungkin apa yang akan kita terima esok lebih baik ketimbang apa yang kita harapkan saat ini.Satu hari setelahnya, kini Alyah, Ayumi dan tentunya Genta terbang kembali ke kota Jakarta. Hampir seperti seseorang yang baru pulang dari medan perang, namun membawa rasa kekalahan.Alyah yang biasanya terlihat ceria, kini terlihat sangat murung. Bagaimana tidak, tertundanya kehamilan adalah kare