Pintu di buka membuat Ara menoleh dan menemukan sosok perempuan yang sedikit familiar di ingatannya. Hingga memori Ara berputar kembali dan membuatnya ingat dengan perempuan di depannya.
"Kau dokter itu!" Ucap Ara dan Melly tersenyum mendengarnya.Perempuan itu berjalan masuk dan mendekati ranjang. Hingga sebuah kernyitan muncul di dahi perempuan itu."Pria brengsek" gumam Melly yang membuat Ara menatapnya dengan wajah bingung.Melly mendekati ranjang dan menaruh tas miliknya di bawah ranjang sebelum berbalik tanpa mengatakan apapun.Perempuan itu keluar kamar dan menghilang untuk beberapa menit. Sebelum kembali dengan seorang pria yang terlihat murung seperti baru saja di omeli."Katakan dengan bos bodohmu! Bagaimana bisa dia memborgol perempuan hamil" Omelan Melly meluncur dengan mulus yang membuat Ara paham siapa yang baru saja mengomeli pria itu.Dengan cepat pria itu melepaskan borgol di tangan Ara. Rasa lega langsung menghampiri Ara, setidaknya tangannya tidak akan pegal terlalu lama lagi."Kau bisa menguncinya dari luar jika kau tidak percaya padaku" ucap Melly dan pengawal itu hanya menundukkan tubuhnya.Ara memegangi pergelangan tangannya yang memerah dan helaan nafas berat membuat Melly langsung menoleh menatapnya."Ehem... Hari ini aku akan memeriksa mu" ucap Melly yang membuat Ara mendongak menatap perempuan itu."Kau dokter kandungan ?" tanya Ara dan Melly menganggukkan kepalanya.Melly terlihat menyiapkan beberapa keperluan yang di butuhkannya. Langkah kaki mendekat sebelum pintu kamar itu terbuka memunculkan Belva dengan makan siang Ara."Mrs. Ladeva" ucap Belva dengan menundukkan tubuhnya. Melly hanya tersenyum dan menghadap Ara."Belva kemari karena di suruh untuk mengawasimu. Pria brengsek itu takut kau pergi" ucapan Melly cukup membuat Ara paham maksud ucapannya.Belva yang disindir seperti itu hanya menampilkan senyuman tipisnya dan menaruh nampan makanan di atas nakas. Kemudian perempuan itu hanya berdiri di ujung ruangan dalam diam."Kau baik-baik saja ?" Ucap Melly ditengah-tengah pemeriksaanya yang membuat Ara mengernyit bingung"Maksudku, perempuan yang dihamili cenderung stress tetapi aku melihatmu kau biasa saja" ucapan Melly membuat Ara menghela nafas dan menerawang."Jelas aku tidak pernah membayangkan akan hamil. Tetapi bukankah ini anugrah ? Jarang sekali aku mendapatkan anugrah begitu spesial seperti ini" ucap Ara pelan."Aku bukan perempuan di drama yang akan mengancam bunuh diri karena diketahui hamil anak pria antah berantah""Awalnya aku ingin menggugurkannya tetapi temanku menyadarkan sesuatu padaku" Lanjut Ara dengan mengusap perutnya pelan.Melly terlihat diam mendengarkan apa yang dikatakan Ara. Perempuan itu diam dan menatap manik mata Ara yang menampilkan sebuah pancaran mata kesedihan."Tidak semua wanita beruntung bisa memiliki anak. Ini anugrah dan dulu ibuku saja tidak pernah menentang kehadiranku, aku di terima" ucap Ara dan Melly tersenyum."Kau perempuan tangguh, tidak salah Axton memilihmu" ucapnya dan Ara hanya terkekeh."Axton tidak memilihku, dia hanya terjebak denganku" sahut Ara dan Melly hanya menganggukkan kepalanya kemudian terkekeh."Axton memang pria kaku. Kurasa sedikit belaian hangat dia akan luluh denganmu" ucapan Melly membuat Ara menggeleng."Pria itu hanya membutuhkan anak di kandunganku, tidak ada maksud lebih"Suara tawa Melly membuat Ara mengernyitkan keningnya. Tetapi Melly masih sibuk dengan ingatannya ketika mengingat jika Axton merecokinya dengan berbagai pertanyaan seputar perempuan hamil.Bukan tentang kandungan melainkan perempuan hamil. Axton bukan pria yang peduli akan sekitarnya dan Melly cukup bisa mengartikan seperti apa perhatian Axton."Kau harus percaya jika Axton sama sekali tidak pernah mengharapkan anak" ucapan Melly sukses membuat Ara mengernyitkan keningnya."Apa maksudmu ?"Bukannya sebuah jawaban yang dia dapatkan melainkan Melly terlihat berdiri dari duduknya. Perempuan itu tersenyum lembut."Bukan hakku mengatakannya dan tugasku sudah selesai. Semua laporannya akan kusampaikan pada Axton" ucap Melly dengan membereskan beberapa perlengkapannya."Hey! Kau tidak bisa meninggalkanku dengan berbagai pertanyaan" omel Ara dan Melly terkekeh kembali."Bukan aku yang harus menjelaskannya. Aku senang bisa mengobrol hangat denganmu" ucap Melly sambil melambaikan tangannyaPerempuan itu berjalan sampai ke depan pintu yang diikuti oleh Belva setelah pelayan pribadinya itu memberikan bungkukkan badannya sedikit.Ara berusaha memikirkan apa maksud perkataan Melly. Hingga pintu yang sudah tertutup itu kembali terbuka dan memunculkan kepala Melly yang masuk ke dalam."Mungkin sedikit olahraga ranjang bisa membuatmu mengontrol pria itu" ucap Melly sebelum benar-benar menghilang.Meninggalkan Ara yang sudah bingung dan memerah akibat ucapan perempuan yang baru saja akrab dengannya.'Olahraga ranjang sialan!'*-*-*"Sejak kapan tanganmu terlepas" ucap seseorang membuat Ara yang sedang berdiri di samping jendela menoleh.Axton masuk dengan kemeja kerjanya yang sudah lecek dimana-mana. Ini hari ketiga setelah Ara tidak melihat Axton kembali ke rumah ini.Oh atau tidak mengunjungi kamar ini."Sejak beberapa hari yang lalu" jawab Ara dengan membalikkan badannya dan memilih duduk di ranjang.Axton memandang Ara dengan tatapan tak suka. Pria itu menutup pintu dan berjalan memasuki kamar lebih dalam."Siapa yang berani melepasmu ?" tanya Axton lagi."Mrs. Ladeva" ucap Ara dengan nada biasanya lagi."Ck, perempuan sialan itu" bisik Axton lagi dan terlihat tatapan mata pria itu memandang ke segala arah mencari sesuatu.Ara yang refleks ikut melihat sekitar padahal dirinya sedang tidak mencari apapun."Kemana borgolnya ?" Tanya Axton dengan melangkah mendekat.Ara mengangkat tangannya yang membuat Axton seketika menghentikan langkahnya. Pria itu menatap Ara dengan tatapan bingungnya."Kau akan memborgolku lagi ? Oh tidak bisa, aku tidak mau" ucap Ara"Memangnya siapa yang meminta persetujuan mu?" Sahut Axton dan Ara mendengus."Kata Melly, perempuan hamil tidak baik untuk di ikat karena itu bisa membuatnya stress"Ara meneguk ludahnya dengan susah payah. Berharap jika alasannya akan di terima oleh pria sialan di depannya ini.Wajah tampan yang datar itu membuat Ara tidak bisa menebak apa yang ada di dalam pikiran pria itu. Sialan! Kenapa Ara malah memuji pria di depannya ini."Oh benarkah?" Ucap Axton dengan melangkahkan kaki mendekat.Ara sedikit panik karena berpikir Axton akan mendekatinya. Tetapi dugaannya salah pria itu malah duduk di sofa sebrang ranjang.Sedikit kekecewaan terasa di hati Ara. Salahkan saja apa yang ada di perutnya saat ini. Entah kenapa Ara seketika ingin mencium aroma pria itu saat ini.Semenjak Axton masuk ke dalam kamar ini aroma tubuh Axton sudah menguar memenuhi kamar. Hal itu membuat Ara makin tergiur untuk menciumnya dari tempatnya langsung."Ya, udara segar juga cocok untuk ibu hamil, Melly mengatakan hal itu padaku" ucap Ara dan sebuah senyuman muncul di sudut bibir Axton."Oh, begitu" sahut singkat Axton dan Ara hanya menganggukkan kepalanya.Melihat Axton tak merespon apapun dan hanya menatapnya membuat Ara merasa terintimidasi. Ara menundukkan badannya dan menatap kedua kakinya yang menggantung di ranjang."Kau ingin mendapatkan semua itu ?" Ucapan Axton sukses membuat Ara mendongakkan kepalanya dan menghadap AxtonTak bisa di tutupi jika Ara terlihat berharap dengan ucapan Axton. Tentu saja! Siapa yang tidak berharap sebuah kebebasan yang sudah direnggut secara paksa.Ara tak menganggukkan kepalanya dengan semangat. Axton yang melihat hal itu menampilkan senyum tipisnya dan berdiri dari tempatnya.Axton berjalan mendekati ranjang dan berdiri menjulang di depan Ara. Hal itu membuat Ara mau tidak mau mendongak menatap Axton."Tentu saja ada syaratnya" ucap Axton dan Ara terlihat mengernyitkan keningnya."Apa ?" Ucap Ara pelan dan Axton menundukkan tubuhnya.Jarak wajah mereka berdua begitu dekat bahkan hembusan nafas satu sama lainpun terasa. Ara meneguk ludahnya susah payah merasakan Axton begitu dekat dan...Panas"Cium aku"Ucapan Axton sukses membuat suasana semakin panas. Hembusan nafas Axton membuat Ara memejamkan matanya dan dapat dipastikan jika wajah Ara saat ini memerah."Jika kau menciumku, kau akan kuberikan kebebasan di rumah ini" lanjut Axton dan Ara membuka matanya.Ara melirik sebentar kearah bibir menggoda yang sudah terpampang nyata di depan matanya.Dengan cepat Ara memajukan kepalanya dan menempelkan bibirnya tepat di atas bibir Axton. Hanya menempelkan beberapa detik sebelum memundurkan badannya.Wajah Ara terasa begitu panas dan bingung harus melakukan apa karena Axton tak memberikan respon apapun. Pria itu masih di posisinya."Aku tak merasakannya. Lumat bibirku" ucapan Axton sukses membuat Ara melebarkan matanya."Ak.. aku tidak tau, ehm... Caranya" ujar Ara dengan kejujuran tingkat dewa.DanDemi tuhan Ara melihat sebuah senyuman di sudut bibir Axton. Bukan senyuman sekilas tetapi memang sebuah senyuman tulus."Begini..."Belum sempat Ara mencerna bibir Axton sudah menempel di bibirnya dan memberikan lumatan perlahan.Ara terbuaiTerjebakTerpikatAxton hendak menyentuh Ara lebih jauh lagi. Tetapi suara pintu digedor membuat Ara dan Axton melepaskan ciuman mereka."Saudara sialan!" Umpat Axton sebelum melangkah menjauh meninggalkan Ara dengan wajah memerahnya.Sialan!*-*-*Ara membuka pintu di depannya dengan rasa ragu luar biasa. Mungkin pria itu hanya mengerjainnya.Ara paling benci jika harus merasa ragu ataupun sampai di kerjai. Perasaan kesal selalu menghantuinya.Namun senyuman Ara melebar ketika pintunya terbuka dan tidak di kunci seperti sebelumnya.Axton menepati janjinya.Ara mengintip keluar dan menemukan seorang pria dengan baju hitam berdiri di depan kamar. Pria itu menoleh dan segera memberikan hormat pada Ara."Nona ingin turun ?" Tanya pria itu yang membuat Ara mengedipkan matanya sebelum menganggukkan kepalanya.Awalnya Ara mengira jika pria itu akan menahannya mungkin bahkan mendorongnya agar masuk. Ternyata pria itu tak menahannya membuat Ara membuka pintu semakin lebar. Suasana ruangan mewah langsung masuk ke dalam matanya.Sepertinya Axton adalah pria kaya. Sialan! Tentu saja pria itu kaya bahkan pria itu memiliki dokter pribadi yang bisa membiusnya sampai bisa di bawa kesini.Bagaimana Ara bis
Axton membuka pintu mobilnya dan menemukan salah satu pengawalnya ada di samping mobil. Pria itu menundukkan tubuhnya hormat pada Axton.Jam menunjukkan pukul sebelas malam. Pekerjaannya hari ini sangat menyita waktu dan tenaga. Kenapa juga banyak permasalahan akhir-akhir ini. Membuatnya semakin lelah saja."Bagaimana keadaan rumah ?" Ucap Axton yang membuat pengawal itu mendongak dan berdehem sebentar."Semuanya aman, Mr. Ellard. Tidak ada yang mencurigakan" ucapnya lancar dan Axton menganggukkan kepalanya.Axton berjalan menuju pintu tepat ketika mobilnya bergerak maju dipindahkan ke garasi rumahnya.Axton membuka pintu di depannya dan berjalan pelan di antara kegelapan di rumahnya ini. Jam sudah malam dan setiap sudut rumah pasti akan gelap gulita.Namun kali ini terasa beda. Kenapa ruang keluarga terlihat lampunya masih menyala. Tidak mungkin jika pelayan berani-beraninya menonton televisi di sana.Axton berdecak kesal dan berjalan menuju ruang keluar
Axton masuk ke dalam ruangan praktek yang membuat seorang perempuan di meja kerjanya menoleh. Sebuah tatapan tak menyangka muncul di wajah Melly."Seriusan ? Mr. Ellard datang ke sini ?" Ucap Melly sambil menggelengkan kepalanya pelan.Axton hanya memandang datar Melly dan memilih duduk di depan perempuan itu. Jam menunjukkan pukul sepuluh siang. "Jadi apa yang mau dikonsultasikan oleh Mr. Ellard nih ?" Ucap Melly sambil mengambil catat buku di mejanya.Di balik wajah tenang Axton sebenarnya Axton sedang mengumpati dirinya sendiri. Bagaimana bisa dirinya berakhir di sini, di ruang praktik Melly.Tidak lain tidak bukan adalah dokter kandungan. Pertanyaan yang sejak semalam terus berputar di pikirannya yang membuat Axton nekat pergi ke tempat praktik Melly."Urusan ranjang ya ?" Celetuk Melly yang membuat Axton berdehem pelan."Itu hal wajar katakan saja mau tanya apa" oceh Melly lagi yang membuat Axton berdehem dan menganggukkan kepalanya."Apa kau ya
Axton memasuki rumah besar itu dan menemukan kesunyian di sana. Menandakan jika orang yang sedang di carinya memang tidak ada di sini. Axton mengalihkan tatapan matanya pada seorang pelayan yang sedang berdiri di samping Vas dengan wajah ketakutannya. Semua orang takut terhadap Axton.Selama bertahun-tahun Axton tidak pernah lagi menginjakkan kakinya di mansion besar ini dan semua orang tau akan hal ituTetapi entah gerangan apa yang membuat Axton mau datang kesini dan menginjakkan kakinya lagi di sini. Tetapi pasti itu bukan hal yang baik."Dimana Austin ?" tanya Axton dengan suara dinginnya dan pelan itu terlihat meneguk ludahnya dengan susah payah."Mr. Ellard sudah seminggu tidak pulang" jawab pelayan itu dengan takut-takut.Wajahnya semakin memucat kala Axton mengumpat keras dan menghela nafas berat. Seminggu ? Waktu yang sama dengan Ara yang menghilang dari rumah.Sepertinya Austin kali ini tidak hanya sedang bermain-main kecil dengan Axton. Tetapi
Ara mendudukkan tubuhnya di kursi makan dan menatap beberapa temannya yang mulai bergabung di meja makan. Pagi ini mereka akan sarapan bersama sambil membahas apa yang akan dilakukan selanjutnya. Itu yang dikatakan Clark."Kau ingin makan sesuatu ?" Ucap Clark yang membuat Ara menoleh dan menggelengkan kepalanya."Aku tadi sudah makan apel. Oh atau bisakah kau membuatkan susu ibu hamil untukku ?" Ucap Ara dan Clark langsung mengiyakan ucapannya.Ara tetap menyandarkan tubuhnya dan mengelus perutnya pelan. Menatap Frank dan Dave yang mulai berbincang ke sana kemari. Tak lupa Ara juga melirik Austin yang juga bergabung dan makan sepiring roti bakar di hadapannya.Ketika asik dengan pikirannya tiba-tiba namanya disebut dan membuat Ara menoleh menatap Dave yang tadi menyebutnya."Apaan ?" Ucap Ara dan Dave menoleh kearahnya."Aku dan Frank berpikir jika sepertinya anakmu ini kan harus ada bapaknya. Nanti aku yang akan menjadi bapak untuk anakmu ini" uca
"Gimana kalau Ara suka denganmu ?" Ucap Austin yang sukses menghentikan langkah kaki Axton.Axton membalikkan badannya menatap Austin yang terlihat serius dengan ucapannya.Suka ? Ara suka padanya ? Pikiran seperti itu tidak pernah terlintas di pikirannya. Walaupun tidak pernah terlintas tetapi hal itu tak menutup kemungkinan jika Ara bisa saja menyukainya.Axton terdiam tidak tau harus mengatakan apa pada kembarannya. Ucapan Axton sangat tak terduga bahkan tak pernah terpikirkan jawabannya."Lebih tepatnya dalam kasus ini. Kau harus mencintainya, Axton. Posisinya tidak akan mudah karena janji bullshitmu. Kita tau akan hal itu" ucap Austin dan Axton langsung paham kemana arah pembicaraannya.Menjadi anak pertama dari Boss Mafia bukanlah hal mudah. Menjadi sosok yang diincar kematiannya oleh setiap musuh ayahnya adalah mimpi buruk bagi Axton.Dulu Axton adalah sosok yang ceria seperti anak pada umumnya. Hingga kematian Ibunya mengantarkannya menjadi sosok pend
"Aku tidak ingin pulang, Axton" ucap Ara dan cengkraman di pundaknya terasa sedikit menekan."Ara kau sedang hamil anakku, jadi kau milikku" bisik Axton lagi dan Ara menggelengkan kepalanya.Ara melepaskan tangan Axton dan maju menerima gelato yang sudah disediakan. Ketika tangannya akan memberikan uang kepada penjual.Tiba-tiba tangan Axton sudah terulur lebih dulu memberikan uang pada penjual gelato itu.Pria itu mengalihkan pandangan matanya ketika sudah menyelesaikan transaksi itu. Menatap Ara yang tentu saja tingginya jauh dari tinggi Axton.Ara tidak ingin kabur. Entah kenapa hatinya ingin mereka membicarakan hal ini. Sampai kapanpun kabur tidak akan menyelesaikan masalah.Buktinya walaupun Austin saudara pria itu sendiri yang membawanya kabur. Pria ini masih menemukannya.Apalagi jika dirinya kabur ke London. Pasti Axton juga bisa menemukannya dengan mudah. Jangan membuang waktu untuk kabur yang tau jawabannya akan sia-sia."London adalah rumahku, hidupku di sana Axton" ucap Ar
Ara melirik Axton yang sedang serius menyetir di sampingnya. Pria itu setelah mengatakan jika dirinya adalah 'Istrinya'. Axton membawanya pergi dari sana.Hal itu membuat Clark menjadi kesal tetapi Axton mengatakan jika ini adalah hal penting. Clark mau tidak mau mengiyakan dan tidak menutupi wajah kesalnya pada AxtonSekarang Ara sendiri tidak tau akan di bawa kemana. Axton hanya membantunya masuk ke dalam mobil dan sekarang pria itu sibuk dengan kegiatannya."Jika ada yang ingin dikatakan, katakan saja" ucap Axton tiba-tiba dan membuat Ara terkesiap langsung mengalihkan pandangan matanya."Tidak baik perempuan hamil memendam rasa" ucap Axton lagi setelah Ara tak mengatakan apapun dan hanya diam.Ara yang mendengar bahasa Axton yang berbeda langsung menatap pria itu dengan pandangan ngeri. Menatap Axton dari atas sampai bawah"Kau Axton ? Oh atau Austin ?" Ucap Ara yang seketika meragukan jika pria di sampingnya ini adalah Axton."Jadi kau sampai sekarang belum bisa membedakan ku dan
"Axton" suara lirih itu terdengar untuk ketiga kalinya.Hal itu membuat Axton mengerjapkan matanya beberapa kali dan berusaha mengumpulkan semua nyawanya yang berjejeran.Axton mengerutkan keningnya ketika suara panggilan itu terdengar kembali."Aku mau melahirkan" suara kecil itu terdengar begitu lemahAxton langsung menoleh kearah Ara yang terlihat sudah kesakitan. Mata Axton langsung melotot melihat hal itu dan menatap jam nakas yang menunjukkan pukul dua malam"Kau akan lahiran ?" Ucap Axton dan Ara tersenyum kecil kemudian menganggukkan kepalanya.Axton yang merasa panik langsung turun dari ranjang dan membuka pintu kamar. Axton masih dengan celana piyamanya terlihat kebingungan."Panggilkan Layla untuk menghubungi supir dan kau bawa aku ke rumah sakit" ucap Ara di tengah ringisannya.Hal itu membuat Axton berhenti dan langsung berbalik untuk lari ke kamar sebelah. Membangunkan Layla yang malam ini memang tidur di kamar Aerin.Layla
Ara berjalan menuju taman belakang dengan perutnya yang sudah terlihat sedikit membuncit. Usia kandungannya sudah menginjak umur 7 bulan.Hari ini Axton tengah berada di Japan. Ada beberapa perjanjian luar negeri yang harus membuat Axton untuk pergi.Alhasil Ara dan Aerin di titipkan di rumah Gaston. Ara tidak masalah akan hal itu. Sudah seminggu Axton belum kembali kemari.Tetapi Ara cukup tau jika suaminya itu tengah sibuk. Lagian setiap malam Axton selalu menyempatkan untuk menelfonnya ketika malam.Ketika Aerin sudah tertidur lelap di sampingnya. Mau tidak mau Ara membawa Aerin untuk tidur bersamanya karena anaknya itu semakin aktif kesana kemari.Ara tidak bisa memantaunya jika dengan leluasa jika mereka berbeda kamar. Apalagi dengan perutnya yang sudah sebuncit ini."Kau akan kemana ?" Ucap seseorang yang membuat Ara menoleh dan menemukan Gaston yang tengah berdiri di sampingnya."Ke gazebo, Daddy. Memangnya Daddy mau kemana ?" Ucap Ara denga
Axton mendudukkan tubuhnya di kursi kerjanya. Pikirannya sedang kalut. Perpindahan perusahaan harus ditunda untuk beberapa hari.Pikirannya sedang kacau dan Ara sedang merajuk. Istrinya itu sudah memilih untuk tidur di kamar Aerin selama dua hari ini.Semenjak mereka pulang dari London. Istrinya itu memilih untuk tidak mengatakan apapun.Tetapi Axton sangat lega jika Ara tidak menunjukkan jika mereka sedang bertengkar dihadapan Austin maupun DaddynyaAra bahkan tetap memeluk Gaston dengan sayang sebelum mereka masuk ke dalam mobil. Istrinya itu benar-benar perempuan yang sangat baik hati.Sekaligus kejamIstrinya itu sangat kejam karena mengabaikannya. Ara membuatnya menjadi orang paling salah di sini.Padahal Axton juga kecewa dengan tindakan istrinya itu.Ara menyembunyikan semuanya dari Axton. Merayunya untuk memaafkan Gaston dengan iming-iming akan memberikan Axton anak lagi.Tetapi sialnya perempuan itu malah menggunakan kontrasepsi
Ara menata makanan di meja makan ketika jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Gaston terlihat sudah duduk di kursinya dan terlihat tengah menggoda Aerin yang berceloteh senang.Kemudian di susul dengan Austin yang masuk ke dalam ruang makan. Axton sedang mandi di atas jadi pria itu belum turun hingga saat ini."Vanessa minta tolong siapkan makanan untuk Melly. Aku akan membawanya nanti, dia sedang tidur" ucap Austin dan Vanessa yang memang sedang membantunya langsung menganggukkan kepalanya."Belva, tolong panggilkan Axton juga dia belum turun hingga detik ini" ucap Ara dan perempuan itu langsung menganggukkan kepalanya.Belva dipindahkan ke rumah ini agar bisa membantu Gaston ataupun Melly serta Austin yang sudah menetap di sini.Hanya Axton dan Ara yang sering terbang ke sana kemari dari London ke Las Vegas. Untuk menjenguk Gaston ataupun AustinKemarin Axton mengatakan jika mungkin dia akan mulai menetap di Las Vegas. Membangun perusahaannya di sini s
"Kau terlihat akrab dengan Gaston" ucap Melly yang membuat Ara menoleh.Ara saat ini sedang memilih beberapa tas yang mungkin sedang menarik perhatiannya. Mereka saat ini sedang berada di salah satu mall terbesar di Las Vegas.Melly mengatakan jika hari ini Austin yang akan membiayai mereka berdua. Sebagai bentuk rayuan karena Austin tidak bisa melanjutkan honeymoon mereka karena ada alasan yang mendesak.Ara tertawa mendengar penuturan Melly yang berapi-api. Alhasil Melly mengajaknya untuk menguras semua isi tabungan milik Austin."Gaston pria yang baik. Memang kau tidak akrab ?" Ucap Ara dan Melly tersenyum."Gaston awalnya tidak setuju jika Austin denganku" ucapan Melly sukses membuat Ara menghentikan gerakannya dan membalikkan badan menatap saudara iparnya itu."Kau serius ?"Melly menganggukkan kepalanya dan mengangkat tangan memanggil salah satu pelayan toko yang langsung mendekati mereka. Melly menyerahkan tas yang sudah di pilihnya."G
"Ayo sana. Katanya mau baikan" ucap Ara dengan menggendong Aerin yang tengah merengek karena baru saja bangun tidur.Mereka berdua tengah berdiri di depan balkon sambil memandangi Gaston yang terlihat di gazebo belakang. Dengan tablet di tangannya mungkin melihat berita.Axton yang berdiri di sampingnya terlihat melototkan matanya pada Ara. Tetapi misi Ara kali ini tidak boleh meleset."Bikin perjanjiannya kan baru semalem. Masa udah harus dijalankan" ucap Axton dan Ara yang gantian melototkan matanya."Hey Tuan Arogan! Kau sudah mengambil jatahmu semalam. Sekarang giliranmu untuk membuktikan" ucap Ara dan Axton terlihat mendengus."Aku sedang membantumu menenangkan Aerin" ucap Axton sambil berniat mengambil Aerin dari pelukan Ara.Tetapi Ara segera berpaling agar Axton tak sempat mengambil Aerin. Hal itu membuat Axton mencebikkan bibirnya.Entah bagaimana Axton dari hari ke hari antara semakin menggemaskan dan sedikit mengesalkan. Suaminya itu bisa berubah menc
*-*-*Axton keluar dari mobil dengan jas super mewahnya. Beberapa pasang kamera langsung menyorotnya ketika pertama kali membuka pintu.Axton memutari mobil dan membukakan pintu untuk Ara. Mengambil alih Aerin yang sudah terlihat cantik dengan gaun mungil berwarna senada dengan mereka berdua. Gaun berwarna Navy.Istrinya itu terlihat ragu-ragu awalnya. Tetapi Axton memberikan sebuah senyuman manis dan uluran tangan.Seakan-akan mengatakan jika Ara ragu dia bisa menjadikan Axton pegangannya nanti. Ara dengan perlahan memegang tangan Axton dan membuat Axton semakin menyinggungkan senyumnya.Mereka berdua berdiri di samping mobil dan semua sorotan kamera langsung terarah kearah mereka.Axton menggandeng Ara untuk berjalan melewati beberapa wartawan itu. Axton sudah bisa menduga seperti apa pesta pernikahan saudaranya ini akan berjalan.Apalagi Melly bukan hanya dari keluarga biasa di Las Vegas. Lengkap sudah berita yang akan dibawakan oleh semua awak
"Selamat Malam, Chef Axton" ucap Ara pada Axton yang tengah berdiri di depan kompor dengan celemek yang dipasangkan Ara tadi.Jam menunjukkan pukul enam sore. Tadi Ara sedang memasak ketika Axton pulang dari kantor.Axton yang baru saja datang langsung beranjak untuk mencuci tangan dan menghampiri Aerin yang sedang berceloteh di tempat duduk bayinya.Axton menggendong Aerin dan memberikan godaan pada anaknya itu. Ara hanya diam saja melihat interaksi Anak dan Ayah tersebut.Hingga aroma menyedapkan tercium. Bukan aroma masakannya melainkan aroma dari Aerin yang buang air besar.Jika urusan buang air besar Axton belum mempelajarinya. Jadi mau tidak mau Axton yang harus melanjutkan acara memasak.Tak lupa juga Ara iseng menyuruh Axton untuk mengenakan Celemek. Suaminya itu tidak protes sama sekali dan segera mengenakannya.Dengan mengatakan jika Ara harus segera membereskan Aerin karena anaknya nanti akan menangis karena tidak nyaman.Bukankah A
"Aku haus" ucap Ara pada Axton yang terlihat duduk di sampingnya dengan beberapa berkas di tangannya.Sudah seminggu Axton mulai bekerja kembali. Tetapi tentu saja masih dalam jarak jauh. Mereka masih berada di mansion milik Gaston.Perang dingin masih terasa di antara anak dan bapak itu. Tetapi Ara tidak bisa mengomentari apapun bukan ?"Kau ingin minum apa ?" Tanya Axton setelah menaruh berkasnya dan mengulurkan tangannya menoel pipi Aerin yang terlelap di lengannya.Mereka saat ini tengah menonton televisi dengan Axton yang juga membawa pekerjaannya. Ara tidak bisa mencegahnya karena memang banyak sekali tugas Axton yang terbengkalai kalau kejadian akhir-akhir ini."Air putih saja" ucap Ara dan Axton menganggukkan kepalanya.Axton beranjak dari tempatnya dengan mencuri sebuah kecupan di puncak kepala Ara. Sebelum berbalik arah keluar dari kamar mereka di rumah ini.Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Ara dan Axton tidak bisa tidur. Kemudi