Sesekali Diandra melirik ke arah laki-laki di sampingnya yang masih terlihat cuek. Andra memainkan ponsel hingga makanan yang mereka pesan tersaji di hadapan mereka.
"Silahkan tuan ini pesanan anda," ucap pelayan itu sembari meletakkan beberapa piring menu makanan di atas meja.
"Terimakasih," balas Andra.
Pelayan itu pun meninggalkan Andra dan Diandra.
"Makanlah, nanti keburu dingin!"
Andra mulai membuka pembicaraan, tapi Diandra makin bingung dengan reaksi Andra yang datar seolah tak mendengar ungkapan perasaan gadis itu.
"Ya," jawab Diandra singkat.
"Gila ni cowok, bisa-bisanya ia secuek dan sedatar itu setelah aku mati-matian ngungkapkan perasaanku untuknya. Tidak ada jawaban ataupun respon apapun. Nih orang terbuat dari apa sih!"
"Bisa-bisanya aku jatuh cinta sama kulkas semacam dia, sadar Diandra dia sama sekali gak peduli sama kamu," gumam Diand
Mata Diandra terbelalak karena tingkah Andra, jantung gadis itu berdetak kencang. Dan karena situasi yang menegangkan bagi Diandra, gadis itupun memilih untuk memejamkan matanya. Melihat reaksi Diandra yang menggemaskan Andra tersenyum dan menarik kembali tubuhnya ke sandaran kursi tempat duduknya semula. Dibukanya kaca jendela tempatnya duduk dan Andra mulai menghisap rokok yang ada di saku miliknya. Mata Diandra perlahan terbuka, dan apa yang ada difikirannya sama sekali tidak terjadi. Gadis itu menghela nafas lega, lalu menatap Andra dengan penuh kekesalan. "Kenapa kamu suka membuat orang lain marah?" "Sikapmu itu sungguh menyebalkan!" Gadis itu mengungkapkan kekesalannya, tapi yang terjadi malah membuat si Andra tersenyum. "Memangnya apa yang nona fikirkan?' " Apa nona berharap aku akan mencium nona?" Goda Andra
"Jika ini adalah kegilaanku mencintai sosok seperti dia, tapi setidaknya aku tidak membiarkan perasaan ini berlalu begitu saja. Setidaknya aku sudah mengungkapkan dan berusaha merebut perasaan laki-laki dingin itu. Jika suatu saat aku menyerah semoga saat itu Andra mampu memahami apa yang kurasa untuk dirinya."Diandra melontarkan harapan akan perasaannya malam itu. Hingga hari semakin larut tanpa sadar gadis itu mulai terlelap dalam tidurnya.Hingga mentari kembali bersinar terang disambut riuh kicauan burung-burung yang bersahutan membangunkan Andra dari tidurnya. Sayup-sayup laki-laki itu membuka kedua matanya. Pandangannya tertuju pada jam dinding yang tepat di hadapan ranjang tempat tidurnya."Sudah pagi, lebih baik aku bersiap untuk rutinitas hari ini."Andra mulai b
Diandra meghampiri ibu Andra. "Maaf atas sikap Andra ya bu, anda ibunya Andra ya, saya Diandra putri dari Angkasa Raditya," ucap Diandra sembari menjabat tangan wanita di hadapannya. "Saya ibunya Andra non, maaf saya mengganggu nona dan tuan," ucap wanita itu parau. "Tidak kok, ibu jangan berfikiran begitu, tapi anak ibu itu keterlaluan. Maaf bu saya jadi ikutan kesal lihat sikap dan tingkahnya," ucap Diandra. "Tidak apa-apa non, sebenarnya Andra tidak salah. Saya yang salah karena saya meninggalkannya sejak ia masih bayi hingga ia harus bergelut dengan hidup yang keras dan menyakitkan. Jika saja saya tetap bersamanya dan merawatnya, ia tak perlu merasakan semua kepahitan itu. Jangan ma
Andra mencoba menenangkan emosinya, dia memilih bangkit dari tempat duduknya dan melenggang meninggalkan ruangan kamarnya. Tiba-tiba secara tidak sengaja ia berpapasan dengan Diandra.Andra menghentikan langkahnya."Maaf saya ijin keluar sebentar jika anda membutuhkan saya, silahkan hubungi saya," ucap Andra.Belum sempat Diandra membalas ucapan laki-laki itu, Andra sudah lebih dulu melenggang tanpa perduli jawaban sang anak tuannya itu."Hufts!""Dasar!""Bisa-bisanya ia pergi saat aku belum memberinya ijin!""Andra itu manusia terbuat dari apa?""Mengapa ia sering terkesan angker, seolah tak perduli apapun?""Lama-lama bisa gila menghadapi manusia
Andra tetap menggandeng tangan Diandra tanpa perduli tatapan orang yang menuju pada mereka. Tak berapa lama Andra berhasil membawa Diandra keluar dari tempat itu. Andra meletakkan kedua tangannya di saku celananya sambil memandang wajah gadis di hadapannya. Alis laki-laki itu bertaut menjadi satu. Tak ada kata yang keluar dari mulutnya selain tatapannya yang dingin. 'Hadeh... kenapa nih cowok diam terus ngelihatin aku begitu sih," gumam Diandra. "Kamu kenapa ngelihatin saya seperti itu?" Tanya Diandra gugup. "Anda belum menjawab pertanyaan saya!" Balas Andra. "Pertanyaan yang mana?" sambung Diandra. "Kenapa anda disini?"
"Baiklah kita mulai kencan esok hari, aku harap kamu tidak keberatan. Dan satu lagi jangan memanggilku nona, cukup panggil Diandra saja agar tidak aneh. Jadi hari ini kita resmi jadian kan?" Diandra tak dapat menyembunyikan betapa bahagianya ia hari itu. Tapi Andra masih terlihat datar meski ia mengikuti permintaan gila anak tuannya itu. "Terserah nona, resmi atau tidaknya di tangan anda. Bukankah ini ide anda?" ucap Andra. "Apa kamu tidak ikhlas?" Tanya Diandra. "Anda mau saya jujur?" Andra membalikkan kalimat gadis di hadapannya. "Ya, katakan!" Diandra tahu manusia seperti Andra sangat susah di taklukkan tapi justru itu yang membuat Diandra makin penasaran. "Saya terpaksa karena saya sudah berjanji, itulah faktanya," ucap Andra membuat Diandra kecewa. "Aku terlalu berharap tapi tak masalah aku akan membuatmu menyukaiku," balas Diandra. "Kalau begitu saya permisi!" An
Tak lama berselang bus yang mereka nantikan pun tiba. Andra menggenggam tangan Diandra tanpa kata dan segera naik ke dalam bus. "Lagi-lagi ia membuat jantungku tak menentu!" gumam Diandra sembari mengikuti langkah sang bodyguard. Diandra duduk di samping Andra yang terlihat sangat santai dan terbiasa dengan kendaraan yang ditumpanginya, akan tetapi hal sebaliknya bagi Diandra. "Ini kali pertama aku naik bus, ternyata seperti ini rasanya?" celetuk Diandra sambil memandang wajah Andra yang duduk sambil melipat kedua tangan di dada yang ada tepat di sampingnya. Tanpa menoleh Andra hanya tersenyum simpul. "Kenapa kamu hanya tersenyum apa ada yang lucu?" tanya Diandra. "Ini bus ekonomi nona, coba amati sekitarmu. Jangan hanya fokus pada dirimu!""Lihat penumpang lain di kanan kirimu, mereka ada yang terlihat baik-baik saja, akan tetapi hal sebaliknya yang terjadi," ucap Andra memgejutkan anak tuannya itu. "Mereka biasa saja, memangnya apanya yang
Pemandangan pantai dengan suara ombak serta hembusan angin mendamaikan hati seorang Diandra. Kedua pasangan itu duduk sambil menikmati debur ombak yang membasahi kaki keduanya."Jangan mengatakan hal yang sama!" ucap Diandra. "Terserah aku mau jatuh cinta dengan siapa, kamu tidak bisa melarangku," sambung gadis itu. "Kalau begitu apa yang dilakukan orang saat kencan?" Pertanyaan Andra membuat gadis disampingnya langsung tersedak. "Uhuk.. uhuk.. uhuk!""Minum!" Tiba-tiba Andra menyodorkan sebotol minuman pada Diandra. "Terimakasih, kapan kamu beli minuman ini?" tanya Diandra. "Tadi, waktu anda berjalan cepat menuju pantai saya mampir kesebuah kedai membeli ini. Anda pasti tak menyadarinya karena anda terlalu antusias, dan tidak perhatikan sekitar," terang Andra. "Jadi apa jawabannya?" Andra kembali membuat gadis itu berkeringat dingin. "Gila nih cowok!""Bisa-bisanya ia bertanya demikian saat kencan pertama kami!"
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis
"Hm.. rasanya jiwa pembantaiku lenyap ketika berhadapan denganmu," celetuk Andra. "Bagus kalau begitu, aku jadi bisa berbangga karena bisa menjinakkanmu," balas Diandra. "Aku sudah kenyang, taruh saja di makanannya di meja," ujar Andra. "Oh.. ya sudah tapi minum dulu lalu minum obatmu, aku harap kondisimu bisa lekas pulih. Tapi kenapa kamu tidak ke rumah sakit dan malah memilih pulang kemari?" Diandra heran terhadap laki-laki di hadapannya, bukannya saat terluka orang akan memilih bergegas ke rumah sakit tapi Andra justru sebaliknya. "Jika aku ke rumah sakit dan musuhku tahu itu akan jauh lebih buruk untukku. Alexs juga bisa menyerang mu dan ayahmu karena kondisiku ini, aku tak mau itu terjadi," terang Andra. "Ehm.. sepertinya hidup mu jauh dari kedamaian," celetuk Diandra. "Memang seperti itu, apa kau sekarang ingin mundur?" tanya Andra. "Aku bukan gadis pengecut, aku akan tetap bersamamu apapun kondisimu!" Diandra sangat teguh pada pendiriannya dan itu cukup membuat Andra t
"Kau benar-benar buas!" ledek Andra sambil tersenyum. "Aku begini karena aku hampir berhenti bernafas karena mencemaskanmu, tahukah kamu betapa takutnya aku melihatmu terluka dan berdarah!" ujar gadis itu kepada kekasih yang hanya tersenyum ke arahnya. "Kamu harus terbiasa, karena mungkin ini bukan yang pertama dan bisa terjadi lagi," celetuk Andra yang tanpa sadar semakin memancing amarah kekasihnya itu. "Apa kamu sama sekali tak perduli kecemasanku?""Bisakah kamu menganggap ini serius, dan lebih hati-hati!""Tak bisakah kau menjauh dari bahaya!" Gadis itu mencecar Andra dengan kalimat emosi yang ia rasakan. "Aku ini dulu bajingan!""Bagaimana bisa aku menjauh dari bahaya jika musuhku saja tak terhitung nona?""Kamu bisa mencari orang lain jika tak ingin jantungan tiap hari, aku akan mengikhlaskanmu. Dari pada kamu tersiksa bersamaku," ucap Andra. "Apa tak ada solusi lain selain memintaku menjauh darimu?""Apa aku tak berarti apa-apa?" ucap Diandra. "Aku malas berdebat, aku b
Penjaga itu mencabut pisau yang menancap di punggung Andra secara perlahan, lalu ia membaringkan tubuh Andra yang terluka di atas ranjang tempat tidurnya. "Aku harus segera melaporkan ke tuan!"Penjaga itu bergegas berlari menuju ruangan Angkasa. "Tok.. tok.. tok!"Penjaga itu menggedor ruangan sang tuan dengan keras. "Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam ruangan. Penjaga itu pun tanpa fikir panjang mempercepat langkahnya. "Maaf tuan!""Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini tuan Andra sedang terkapar di kamarnya, sepertinya ia diserang karena ada pisau tertancap di punggungnya," ucap sang penjaga. "Apa..!!!""Bagaimana sekarang kondisinya?""Kenapa tidak membawanya ke rumah sakit?" Angkasa tampak panik dan bergegas menuju ruangan sang ajudan. "Maaf tuan, tapi beliau meminta saya untuk membawanya ke ruangannya," terang sang penjaga berjalan mengekori Angkasa. Diandra yang mendengar langkah kaki pun akhirnya keluar dari kamarnya untuk memastikan apa yang terjadi. "Kenapa ada