"Bukankah kamu sedang makan siang?""Tuan pasti mencarimu," sambung Andra. "Aku tidak tertarik makan bersama mereka, dan aku juga tidak ingin berlama-lama disini. Bisakah kamu membawaku keluar dari tempat ini?" Diandra tidak ingin terlibat perbincangan terlalu jauh dengan calon dari sang ayah yang membuat gadis itu muak. "Kenapa?""Bukankah laki-laki itu cukup tampan?"Andra berucap dengan enteng menggoda Diandra yang makin kesal akibat tingkah sang bodyguard. "Apa menurutmu dia tampan?""Kalau begitu kenapa bukan kamu saja yang bicara dengannya, dan biar aku yang duduk disini!"Diandra mengumpat kesal. "Kembalilah sebelum tuan melihatmu disini nona!""Jika tadi aku yang menyuruh anda duduk sekarang aku menyuruhmu kembali," titah Andra sambil duduk bersandar. "Apa kamu mempermainkan aku?""Aku sudah bilang aku muak disana, jika kamu tidak mau membawaku pergi aku akan pergi sendiri dari tempat ini!"Diandra bangkit berdiri bersiap meninggalkan ruangan. Andra terdiam menatap Dian
Andra membuka pintu mobilnya dan mempersilahkan anak itu untuk masuk. Lalu bocah itu pun mengikuti kata-kata Andra dan duduk di bangku belakang. Andra menutup kembali pintu mobil itu dan kembali ke tempat duduknya sambil menyalakan mesin mobil. Diandra melirik ke arah Andra dan tersenyum menatap wajah yang rupawan yang membuat hati gadis itu semakin melayang tak karuan. Sadar akan Diandra yang terus menatapnya Andra pun membuyarkan lamunan gadis itu. "Aku tahu aku tampan, tapi tidak perlu menatapku seperti itu," ucap Andra sambil fokus ke jalanan di hadapannya tanpa menoleh ke arah gadis di sampingnya. Diandra pun lnagsung salah tingkah dan mengalihkan perbincangan mereka. "Di belakang itu siapa?" tanya Diandra sambil menoleh ke arah anak kecil yang sempat ia lupakan beberapa menit. "Dia anakku," jawab Andra. "APA... A.. A.. APA?" Diandra terkejut hingga ia gelagapan. "Kapan kamu menikah?""Kamu tidak berbohong kan?" tanya Diandra yang sudah mulai panik. "Apa wajahku terlih
Andra mulai menyalakan mesin mobilnya dan melaju ke arah rumah sakit terdekat. Setelah beberapa menit berlalu mereka sampai di salah satu rumah sakit besar di kota mereka. Andra bergegas turun dari mobil dan kembali merengkuh tubuh ibunda Arka. "Maaf permisi bu, ijinkan saya membawa ibu masuk ke UGD," pamit Andra. "Iya nak, maaf merepotkan. Ibu pasti berat," tutur wanita itu. "Tidak apa-apa bu," balas Andra. Andra masuk ke dalam ruang UGD rumah sakit disusul Diandra dan Arka yang mengikuti dari belakang. "Silahkan mendaftar di bagian administrasi dan baringkan pasien di sana," tunjuk salah seorang perawat ke salah satu ranjang pasien. Setelah membaringkan wanita paruh baya itu Andra segera menuju tempat administrasi. "Ibu tidak apa-apa kan Arka tinggal?" tanya bocah itu mencemaskan sang ibu. "Tidak apa-apa nak, kamu jangan khawatir" balas wanita itu. "Bu, ibunya ada keluhan apa?" tanya perawat yang sedang memeriksa kondisi ibu Arka. "Saya tidak bisa berjalan, kaki saya teras
"Ada banyak hal di dunia ini, yang tidak kita tahu. Tidak setiap orang terlahir dan tumbuh dengan beruntung. Banyak dari mereka yang harus berjuang setiap detiknya hanya untuk tetap bernafas meski kondisi dan sekitar rasanya memaksa mereka untuk meninggalkan dunia ini. Hidup di jalanan untuk anak sekecil itu sungguh seperti jurang kehancuran. Jalanan sarat akan kekerasan kriminalitas bahkan apapun bisa terjadi dan aku tidak ingin ada Andra ke dua ketiga atau pun kesekian. Selama aku bernafas aku ingin bisa membantu mereka agar tidak terjebak sepertiku. Mungkin terdengar klise tapi itu tekad dan tujuanku sekarang," terang Andra. Untuk sejenak Diandra semakin mengagumi sosok Andra, dibalik keras dan angkuh ada sosok lain yang penuh kelembutan yang mampu ditangkap oleh gadis itu. Andra kembali terdiam sorot matanya fokus pada jalanan di hadapannya, sedangkan Diandra terbungkam mengagumi sosok di sampingnya. Hingga gadis itu kembali menatap wajah tampan datar yang tidak banyak tersenyum
Kalimat Andra disambut tatapan sayu oleh Diandra, gadis itu merasa sedikit lega, meski penantiannya belumlah berakhir seperti yang diharapkan gadis tersebut. Andra mulai memacu kembali kendaraannya. Sesekali ia melirik ke arah gadis di sampingnya yang kini diam tak bersuara. Diandra menatap pemandangan dari kaca jendela mobilnya. "Apa kamu lapar?" tanya Andra. Diandra menoleh menatap laki-laki yang ia kagumi, lalu ia pun mengangguk sebagai jawaban. "Apa sekarang kamu sakit gigi?" ledek Andra mencoba menggoda gadis di sampingnya. "Apa..?" Diandra nampak terkejut mendengar Andra mencoba membuyarkan lamunan gadis itu. "Hufts..!" Diandra menghela nafas kali ini ia tidak lagi ingin berdebat dengan laki-laki di sampingnya. Gadis itu kembali terdiam sampai akhirnya Andra menepikan mobilnya di sebuah rumah makan. Andra segera turun dan membukakan pintu anak tuannya tersebut. Diandra pun turun dari mobil, lalu tiba-tiba Andra menggenggam tangan Diandra hingga gadis itu pun terkeju
"Ya tuan, kami berpacaran. Tapi saya akan membuat putri anda menjauh dari saya," ucap Andra. Angkasa merasa tak mengerti maksud ajudannya itu, mengapa ia berani memacari putrinya yang ia cintai lalu membuat gadis itu menjauh. "Apa maksudmu?""Apa kamu mau mempermainkan putriku?""Jika kamu mencintainya mengapa kamu mau menyakitinya?" tanya Angkasa yang tersulut emosi. "Maaf, saya tidak bermaksud mempermainkan atau menyakiti putri anda. Saya memang mulai mencintainya. Justru karena itu saya tidak ingin ia memasuki hidup saya terlalu jauh. Saya tidak ingin menyeretnya dalam bahaya, saya mantan pembunuh, musuh saya bebas berkeliaran dan saya tidak ingin Diandra jadi sasaran mereka. Saya mengatakan pada anda karena saya tidak ingin membohongi atau menyembunyikan apapun pada anda," terang Andra. Angkasa tertegun dan mulai memahami maksud sang bodyguard. "Aku mulai faham, tapi jika putriku patah hati dan terluka bagaimana aku bisa membiarkanmu melakukan itu!"Angkasa merasa keputu
"Apa...?" bisik Diandra. Gadis itu seakan melayang, dan semua terasa begitu indah kala itu hingga rasanya ia ingin meloncat mengekpresikan perasaannya memenangkan hati sang pujaan. Andra menatap sorot mata tajam yang mengarah padanya, tangan laki-laki itu merengkuh pinggul gadis itu lalu senyum tipis tersungging di bibir pria dingin tersebut. "Aku jatuh.. cinta!""Dan kamu orang yang bisa membuatku merasakan itu," ucap Andra. Mata Diandra seketika dipenuhi cairan putih yang siap tumpah membasahi wajah manisnya. "Apa perempuan itu aneh?""Kenapa malah menangis?""Apa kata-kataku menyakitkan?" tanya Andra menggoda gadis di hadapannya itu. "Hm.. ya. Kata-kata mu jahat!""Harusnya kata-kata itu tidak kau ucap di tempat dan suasana seperti ini!""Apa kau tak pernah melihat drama romantis?" tanya Diandra dengan tatapan sayu pada laki-laki itu. "Kalau begitu cancel saja, dan tunggu aku mempersiapkan moment itu untukmu!" Lagi-lagi kalimat tak terduga muncul dari manusia kulkas seribu
"Jangan terus tersenyum, atau orang akan menganggapmu gila," celetuk Andra sambil terus menatap jalanan di hadapannya. "Apa...?""Disaat seperti ini saja kamu berhasil membuatku emosi, bukannya memuji pasangannya ini malah menguji emosi!" umpat gadis itu menggerutu akibat tingkah sang kekasih. Senyum kecil kembali tersungging di bibir laki-laki bertubuh tegap itu, ia semakin gemas melihat ekspresi gadis pujaannya. Andra bukanlah lelaki yang jago dalam urusan asmara, tak khayal ucapan yang keluar dari mulutnya bukanlah kata-kata romantis dan rayuan yang bisa membuat pasangannya seakan terbang, malah yang ada pasangannya dibuat kesal seperti yang dirasakan Diandra sekarang. "Apa pantainya masih jauh?" tanya gadis itu yang sudah mulai bosan. "Hm.. lumayan," balas Andra. "Krucuk.. krucuk!" terdengar suara yang berasal dari perut gadis itu, wajah Diandra memerah dan dengan sigap ia langsung mendekap perutnya. Andra menoleh dan menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Tanpa aba-aba l
Dua pasangan itu pun berlalu meninggalkan pantai dan berjalan menuju mobil untuk mencari rumah makan. Di dalam mobil pun tak ada perbincangan hingga suasana sangat sunyi. Sampai akhirnya Andra membuka suara. "Maaf anda mau makan dimana, Tuan?" tanya Andra sopan. "Ehm dimana ya, sayang menurut kamu, kita enaknya makan apa?" Dion malah balik bertanya pada Diandra yang asyik melamun. "Terserah kamu saja," balas Diandra lembut. "Kalau begitu di rumah makan terdekat saja, dari pada keburu kelaparan," sahut Dion yang masih menggenggam tangan Diandra. "Baik," jawab Andra. Andra melajukan mobilnya menuju tempat sesuai tujuan sang tuan. Tak butuh waktu lama mobil itu pun terhenti. Kedua pasangan itu turun dari mobil. Mereka berjalan masuk ke dalam restoran dan memesan beberapa menu, Dion mengajak Andra bergabung bersama dalam satu meja dengan dia dan Diandra. Tak berapa lama menu pesanan mereka pun tiba, mereka pun bersiap menikmati hidangan. Andra duduk di depan Diandra sedangkan Dio
Andra menatap ke arah Diandra yang masih mengalungkan kedua tangannya di leher Dion, dan pura-pura tak melihat bodyguardnya tersebut. "Apa kalian sedang menggunakan kami untuk memanas-manasi satu sama lain," bisik Lyli. Andra tersenyum frik kembali. Ia seakan tak ambil pusing dengan sikap mantan kekasihnya tersebut. "Apa menurutmu dia cemburu?" Andra menatap Diandra tanpa ekspresi apapun, laki-laki itu kembali menghisap rokok di tangannya tanpa menoleh ke arah Lyli yang sedari tadi duduk di sampingnya. "Ku rasa ia cemburu," balas Lyli. "Dia terlalu bodoh untuk bersandiwara," sahut Andra. "Ya, dia tak sepertimu yang terlalu ahli sampai seperti tak punya hati!" timpal Lyli. "Hatiku sudah lama mati," sahut Andra seakan tanpa dosa. "Kau bahkan menciumku, aku bisa saja salah mengartikan sikapmu itu. Bagaimana bisa kau melakukannya saat kau tak ada perasaan apapun terhadapku," ujar Lyli sambil mengeryitkan keningnya. "Mudah, aku hanya menganggapmu patung yang bisa aku mainkan sesu
"Maaf ini tujuannya kemana?" tanya Andra. "Ke pantai saja," sahut Diandra"Apa kau tak keberatan?"Diandra memalingkan pandangannya kepada Dion yang duduk di sampingnya. "Tentu saja tidak, aku akan menemanimu kemana pun kamu mau," balas Dion. "Baguslah, kalau begitu cari pantai yang paling bagus pemandangannya!" titah Diandra pada Andra yang sedang fokus mengemudikan mobilnya. "Baiklah!" balas Andra. Tiba-tiba tanpa banyak bicara Lyli mengusap keringat di kening Andra dan itu membuat Diandra yang duduk di belakangnya langsung terperangah. "Kau tidurlah, tak usah repot membasuh keringatku!""Aku tak ingin mengotori tanganmu yang lembut," ucap Andra. Perasaan Lyli makin tidak terkontrol, gadis itu dibuat terus berbunga-bunga seakan ada banyak petasan di dalam dirinya yang siap membuatnya meloncat kegirangan. "Astaga.. untuk sejenak aku ingin melupakan jika ini hanya sandiwara. Andai kata-kata itu nyata untukku, aku akan jadi wanita terbahagia saat ini. Sudah lama aku menantikan
Diandra membalas pelukan Dion sambil melirik ke arah Andra. Tampak wajah Andra datar tak berekspresi mematahkan ekspetasi seorang Diandra yang berharap ia dapat melihat kekesalan di wajah Andra. Tapi pada kenyataannya laki-laki itu sama sekali tak menunjukkan kekesalan yang ada ia tampak acuh, meski dalam hati Andra ia sangat kesal. Laki-laki itu sangat pandai menyembunyikan perasaan amarahnya. "Sial.. dia sama sekali tidak perduli!""Jadi selama ini apa?""Aku benar-benar salah menilai dia!" umpat Diandra dalam hati. Perlahan gadis itu menjauhkan kembali tubuhnya dari Dion. "Ehm.. sudah malam apa kamu tidak ingin pulang?" tanya Diandra yang lelah dengan sandiwaranya. "Apa kau tidak suka aku disini?" tanya Dion. "Bukan begitu, hanya saja ini sudah malam. Besok kita kan bisa ketemu lagi," balas Diandra. "Baiklah.. tapi janji ya besok kita jalan!" cetus Dion. "Hm.. iya," balas Diandra. Andra hanya terdiam mematung berdiri di belakang pasangan baru tersebut. Dion mengusap lembu
"Keluarlah dari ruangan ini!" usir Andra. "Kau tak perlu terus menerus mengusirku, itu sama sekali tidak sopan.""Apa kau yakin menyuruhku pergi? Aku rasa kau akan membutuhkan bantuanku lagi," kata Lyli sambil tersenyum. "Aku lelah aku butuh istirahat!" sahut Andra. "Oke, jika butuh bantuan hubungi aku!" Gadis itu akhirnya menyerah dan pergi meninggalkan kamar Andra. Di tempat berbeda Diandra menemui sang ayah. "Yah, Dion datang jam berapa?""Aku akan menemaninya berbincang," ucap Diandra. Sontak sang ayah pun terkejut karena belum lama gadis itu ke ruangannya dan menyatakan ketidak setujuannya. "Nanti jam tujuh, tapi kenapa kamu berubah fikiran?" Angkasa mencoba mengulik alasan dibalik perubahan sikap sang putri."Aku menolak karena ada hati yang harus ku jaga, tapi sekarang hati itu telah berpindah tempat," balas Diandra. "Maksud kamu apa?" Angkasa mengeryitkan keningnya tak mengerti arti kalimat sang putri. "Nanti ayah juga akan tahu sendiri," balas gadis itu. Malam pun
"Andra adalah kekasih Diandra, dan dia sedang terluka. Bagaimana bisa Diandra malah menemani pria lain saat kekasih Diandra dalam kondisi tidak baik-baik saja Yah!""Saat Andra baik-baik saja pun Diandra tak akan mau duduk berbincang dengan pria lain apalagi di saat seperti ini, maaf jika ini yang ayah ingin bicarakan dengan Diandra, ayah tahu betul apa jawabannya. Diandra permisi Yah!" Gadis itu bangkit dan tak memperdulikan reaksi sang ayah sedikit pun. Diandra nampak sangat kesal ia pun memutuskan untuk pergi ke ruangan Andra. Diandra membuka pintu dan langsung masuk ke dalam ruangan Andra. Tapi matanya terbelalak saat melihat Andra yang terbaring sedang ada dalam dekapan seorang wanita. "Ehem..!"Gadis itu berdeham membuyarkan kegiatan di hadapannya. "Ah.. maaf!" ucap Lyli sambil bangkit berdiri menatap sepasang mata yang seakan siap menerkamnya. "Kamu siapa?" tanya Diandra tanpa basa-basi. "Aku Lyli cinta pertama Andra!"Lyli mengulurkan tangan kepada Diandra, tapi gadis
"Hm.. rasanya jiwa pembantaiku lenyap ketika berhadapan denganmu," celetuk Andra. "Bagus kalau begitu, aku jadi bisa berbangga karena bisa menjinakkanmu," balas Diandra. "Aku sudah kenyang, taruh saja di makanannya di meja," ujar Andra. "Oh.. ya sudah tapi minum dulu lalu minum obatmu, aku harap kondisimu bisa lekas pulih. Tapi kenapa kamu tidak ke rumah sakit dan malah memilih pulang kemari?" Diandra heran terhadap laki-laki di hadapannya, bukannya saat terluka orang akan memilih bergegas ke rumah sakit tapi Andra justru sebaliknya. "Jika aku ke rumah sakit dan musuhku tahu itu akan jauh lebih buruk untukku. Alexs juga bisa menyerang mu dan ayahmu karena kondisiku ini, aku tak mau itu terjadi," terang Andra. "Ehm.. sepertinya hidup mu jauh dari kedamaian," celetuk Diandra. "Memang seperti itu, apa kau sekarang ingin mundur?" tanya Andra. "Aku bukan gadis pengecut, aku akan tetap bersamamu apapun kondisimu!" Diandra sangat teguh pada pendiriannya dan itu cukup membuat Andra t
"Kau benar-benar buas!" ledek Andra sambil tersenyum. "Aku begini karena aku hampir berhenti bernafas karena mencemaskanmu, tahukah kamu betapa takutnya aku melihatmu terluka dan berdarah!" ujar gadis itu kepada kekasih yang hanya tersenyum ke arahnya. "Kamu harus terbiasa, karena mungkin ini bukan yang pertama dan bisa terjadi lagi," celetuk Andra yang tanpa sadar semakin memancing amarah kekasihnya itu. "Apa kamu sama sekali tak perduli kecemasanku?""Bisakah kamu menganggap ini serius, dan lebih hati-hati!""Tak bisakah kau menjauh dari bahaya!" Gadis itu mencecar Andra dengan kalimat emosi yang ia rasakan. "Aku ini dulu bajingan!""Bagaimana bisa aku menjauh dari bahaya jika musuhku saja tak terhitung nona?""Kamu bisa mencari orang lain jika tak ingin jantungan tiap hari, aku akan mengikhlaskanmu. Dari pada kamu tersiksa bersamaku," ucap Andra. "Apa tak ada solusi lain selain memintaku menjauh darimu?""Apa aku tak berarti apa-apa?" ucap Diandra. "Aku malas berdebat, aku b
Penjaga itu mencabut pisau yang menancap di punggung Andra secara perlahan, lalu ia membaringkan tubuh Andra yang terluka di atas ranjang tempat tidurnya. "Aku harus segera melaporkan ke tuan!"Penjaga itu bergegas berlari menuju ruangan Angkasa. "Tok.. tok.. tok!"Penjaga itu menggedor ruangan sang tuan dengan keras. "Masuk!" Terdengar jawaban dari dalam ruangan. Penjaga itu pun tanpa fikir panjang mempercepat langkahnya. "Maaf tuan!""Saya ingin menyampaikan bahwa saat ini tuan Andra sedang terkapar di kamarnya, sepertinya ia diserang karena ada pisau tertancap di punggungnya," ucap sang penjaga. "Apa..!!!""Bagaimana sekarang kondisinya?""Kenapa tidak membawanya ke rumah sakit?" Angkasa tampak panik dan bergegas menuju ruangan sang ajudan. "Maaf tuan, tapi beliau meminta saya untuk membawanya ke ruangannya," terang sang penjaga berjalan mengekori Angkasa. Diandra yang mendengar langkah kaki pun akhirnya keluar dari kamarnya untuk memastikan apa yang terjadi. "Kenapa ada