Beranda / Romansa / Cahaya di Ujung Jalan / Malam Bertabur Bintang

Share

Malam Bertabur Bintang

Penulis: Fafafe 36
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-26 08:57:00

Sarah menatap layar ponselnya sejenak, lalu menghela napas panjang. Ia tahu, jika ia terus memikirkan pesan itu, malam indah ini akan sia-sia. Dengan senyum yang dipaksakan, ia menekan tombol hapus pesan tersebut tanpa membacanya lagi.

"Aku nggak mau hal-hal kayak gini merusak malamku," gumamnya dalam hati.

Ia meletakkan ponsel di meja, berbalik ke arah Fajar, dan mendapati suaminya sedang memperhatikannya.

"Beneran nggak apa-apa?" tanya Fajar dengan nada khawatir.

Sarah mendekat, duduk di samping Fajar sambil menggenggam tangannya. "Nggak apa-apa, Mas. Malam ini aku cuma mau fokus sama kita berdua."

Fajar tersenyum lega, lalu mengusap kepala istrinya penuh kasih. "Kamu ini memang luar biasa. Selalu tahu cara bikin aku merasa lebih tenang."

Setelah selesai makan, Sarah mengajak Fajar keluar ke balkon. Angin malam yang sejuk menyelimuti mereka, dan bintang-bintang bersinar terang di langit. Sarah sudah menyiapkan dua cangkir teh hangat, yang ia letakkan di meja kecil di balkon.

"Malam
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Cahaya di Ujung Jalan   Romansa di Setiap Detik

    Hari itu, mereka memutuskan untuk menghabiskan waktu hanya berdua. Tanpa gangguan pekerjaan, tanpa interupsi dari dunia luar, hanya Sarah dan Fajar, menikmati setiap momen kebersamaan.Setelah sarapan selesai, Fajar menarik tangan Sarah, membawanya ke ruang tamu. Ia melempar dirinya ke sofa dan menarik Sarah untuk duduk di sampingnya."Sekarang giliran aku yang nanya," ucap Fajar sambil memutar tubuh Sarah hingga menghadap ke arahnya."Nanya apa?" Sarah mengangkat alis, mencoba menebak apa yang akan dikatakan suaminya."Kenapa kamu cantik banget hari ini? Apa aku terlalu jatuh cinta sampai ngelihat kamu kayak bidadari setiap hari?" Fajar mengedipkan mata nakal.Sarah menutup wajah dengan kedua tangannya, malu dengan gombalan itu. "Mas, kamu ini nggak bosen, ya, ngegombalin aku terus?"Fajar menarik kedua tangan Sarah dari wajahnya, menatap istrinya dengan serius namun lembut. "Kalau tiap hari aku bilang cinta, apa itu juga bikin kamu bosan?"Sarah terdiam, wajahnya memerah. Ia menundu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27
  • Cahaya di Ujung Jalan   Malam Panjang

    Di rumah sakit, Fajar melangkah cepat menuju ruang ICU. Suasana di sana dipenuhi ketegangan. Beberapa perawat bergegas keluar-masuk ruangan dengan wajah serius."Dokter Fajar, terima kasih sudah datang," kata seorang dokter senior, sambil menyerahkan laporan kondisi pasien.Fajar membaca sekilas, alisnya mengernyit. "Kondisi jantungnya melemah drastis. Ada komplikasi paru-paru juga? Apa sudah dilakukan intubasi?""Sudah, Dok, tapi responsnya minim," jawab seorang perawat.Fajar segera mengganti pakaian dengan scrub steril dan masuk ke ruang ICU. Seorang pasien paruh baya tampak terbaring lemah, alat-alat medis memenuhi sekeliling tubuhnya. Dengan fokus penuh, Fajar memimpin tim untuk mencoba menstabilkan kondisi pasien.Malam itu terasa panjang. Jam demi jam berlalu dengan berbagai upaya yang tak henti dilakukan. Hingga akhirnya, saat mendekati subuh, pasien menunjukkan sedikit tanda stabilitas."Pasien sekarang berada di zona aman, tapi kita tetap harus waspada," ujar Fajar kepada ti

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Cahaya di Ujung Jalan   Menjaga Janji di Tengah Ujian

    Fajar menatap pesan di ponselnya dengan ekspresi tenang, meski pikirannya bekerja keras mencari cara untuk meredakan situasi. Ia menoleh ke arah Sarah yang tampak gelisah, menggenggam ponselnya dengan erat seolah itu adalah perisai yang melindunginya.Fajar menghela napas panjang, mendekati Sarah dan berlutut di depannya. "Sayang, aku tahu ini nggak mudah buat kamu. Tapi aku mohon, jangan terlalu memikirkan pesan-pesan ini."Sarah menatap Fajar, matanya berkaca-kaca. "Mas, kalau orang ini benar-benar tahu banyak tentang kamu... tentang kita, aku takut. Apa dia bisa menyakiti kita?"Fajar menggenggam tangan Sarah dengan lembut. "Nggak ada yang bisa menyakiti kita selama kita saling percaya. Pesan-pesan ini cuma cara orang pengecut untuk membuat kita ketakutan. Aku nggak akan biarkan itu terjadi."Sarah mengangguk kecil, meski hatinya masih penuh dengan kecemasan. "Tapi kalau dia terus-terusan ganggu kita, Mas? Aku nggak mau hidup kita jadi nggak tenang."Fajar tersenyum tipis, mencoba

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-28
  • Cahaya di Ujung Jalan   Teror

    Bab 34: Bayang-Bayang Masa LaluFajar menatap layar ponselnya yang terus bergetar. Nama pengirim tak teridentifikasi, tapi ia bisa merasakan aura ancaman yang kian mendekat. Sarah yang melihat raut wajah suaminya langsung bangkit, bergegas mendekatinya."Mas, siapa itu?" tanya Sarah, mencoba membaca situasi.Fajar mengangkat tangannya, meminta Sarah untuk tenang. Dengan napas yang tertahan, ia menggeser tombol hijau dan menerima panggilan video itu.Wajah di layar ponsel langsung membuat Fajar menggertakkan giginya. Seorang wanita dengan senyum penuh kepalsuan dan sorot mata yang dingin muncul di layar. Mira."Lama tak jumpa, Dokter Fajar," kata Mira dengan nada sarkastik. Ia mengenakan pakaian rapi, namun senyumannya menyiratkan niat buruk yang tak tertutupi.Fajar menarik napas panjang, mencoba menjaga nada suaranya tetap tenang. "Apa yang kamu inginkan, Mira?"Mira menghela napas dramatis. "Oh, tenang saja. Aku hanya ingin memastikan kamu tahu bahwa aku selalu ada, memperhatikan da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-29
  • Cahaya di Ujung Jalan   Kehadiran yang Tak Terduga

    Pagi itu, sinar matahari menerobos tirai kamar mereka, membawa kehangatan yang biasanya membuat Sarah tersenyum. Namun, hari ini berbeda. Sarah bangkit dari tempat tidur dengan langkah tergesa, langsung menuju kamar mandi. Suara muntah terdengar jelas, membuat Fajar yang tengah bersiap untuk ke rumah sakit segera berlari menghampirinya."Sayang, kamu kenapa?" Fajar mengetuk pintu kamar mandi, suaranya dipenuhi kekhawatiran."Kayaknya masuk angin, Mas," jawab Sarah lemah dari dalam.Fajar menghela napas, mencoba tetap tenang. Namun, saat Sarah keluar dengan wajah pucat, nalurinya sebagai dokter langsung mengambil alih. "Masih mual?"Sarah hanya mengangguk, mencoba berjalan ke tempat tidur. Tapi sebelum ia bisa duduk, tubuhnya oleng dan jatuh ke pelukan Fajar."Sarah!" Fajar memeluknya erat, panik melihat wajah istrinya yang mulai kehilangan warna.Dengan sigap, Fajar mengangkat tubuh Sarah dan membaringkannya di sofa. Ia memeriksa denyut nadinya yang lemah, lalu menggenggam tangan istr

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-30
  • Cahaya di Ujung Jalan   Menjaga Kesehatan dan Cinta

    Setelah beberapa hari di rumah sakit, akhirnya Sarah diperbolehkan pulang. Seiring berjalannya waktu Fajar yang sangat perhatian tak pernah lepas dari sisinya, memastikan segala kebutuhan Sarah terpenuhi. Suasana yang tadinya tenang berubah menjadi lebih hangat dengan perhatian Fajar yang selalu berada di dekatnya.Pagi itu, Fajar menyiapkan sarapan ringan untuk Sarah. Ia memasak bubur hangat dan mengatur semuanya dengan penuh perhatian. Sarah yang duduk di meja makan memandang suaminya dengan penuh rasa terima kasih."Mas, kamu benar-benar nggak perlu terlalu khawatir. Aku baik-baik saja," kata Sarah, meski matanya sedikit lelah.Fajar menatapnya dengan lembut. "Sayang, kamu harus berhati-hati. Kamu harus menjaga kesehatanmu, terutama sekarang. Ada dua nyawa yang harus kita jaga."Sarah tersenyum, menyentuh perutnya yang mulai sedikit membuncit. "Aku tahu, Mas. Aku akan hati-hati."Namun, Fajar masih belum merasa tenang. Ia duduk di depan Sarah dan dengan serius memandang matanya. "S

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-01
  • Cahaya di Ujung Jalan   Sebuah Pengakuan

    Malam telah tiba. Sarah duduk di ruang tamu, menunggu Fajar pulang. Perasaan cemas kembali menghampiri, mengingat pesan terakhir dari suaminya. Ia mencoba menenangkan diri dengan mengelus perutnya yang mulai menunjukkan tanda kehidupan baru di dalamnya.Pintu depan akhirnya terbuka, dan Fajar masuk dengan langkah tenang namun wajahnya terlihat serius. Ia menggantung jas dokternya di gantungan dekat pintu dan langsung menghampiri Sarah."Sayang, kamu kelihatan tegang. Ada apa?" Fajar menatapnya lembut sambil menggenggam tangan istrinya.Sarah menarik napas panjang. "Seharusnya aku yang tanya, Mas. Kamu bilang ada sesuatu yang ingin dibicarakan."Fajar tersenyum kecil, tetapi ada sorot mata yang sulit diterjemahkan. Ia duduk di samping Sarah dan menatapnya dalam-dalam. "Sebelum aku bicara, aku mau tahu dulu, apa kamu sudah benar-benar mempercayai aku?"Pertanyaan itu menusuk hati Sarah. Ia mengangguk perlahan. "Aku percaya, Mas. Tapi aku juga manusia, kadang rasa takut itu muncul."Faja

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-03
  • Cahaya di Ujung Jalan   Langkah Awal Kejujuran

    Sarah terperangah ketika mendengar suara bel pintu. Dengan napas tertahan, ia mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu, mengira pengirim pesan misterius itu benar-benar ada di luar rumah. Namun, alih-alih wajah asing yang menakutkan, ia mendapati Fajar berdiri dengan senyuman hangat di bawah sorotan lampu teras."Kenapa, Sayang?" tanya Fajar, melihat wajah Sarah yang pucat dan matanya yang tampak resah. Ia segera meletakkan tas kerjanya di lantai dan menggenggam tangan istrinya dengan cemas.Sarah tak langsung menjawab. Ia hanya berdiri terpaku, mencoba menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. "Kamu… pulang cepat?" katanya terbata-bata, berusaha mengalihkan perhatian Fajar.Fajar mengerutkan kening, matanya meneliti wajah Sarah yang penuh kegelisahan. "Sarah, kamu kenapa? Kamu kelihatan ketakutan."Sarah mencoba tersenyum, meskipun senyuman itu terlihat dipaksakan. "Aku cuma... kaget. Kupikir kamu masih di rumah sakit."Fajar mengangguk pelan, tapi sorot matanya tetap

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-04

Bab terbaru

  • Cahaya di Ujung Jalan   Cahaya di Ujung Cerita

    Waktu terasa berjalan lambat sejak kejadian malam itu. Sarah masih sering terbangun di tengah malam dengan napas memburu dan keringat dingin membasahi dahinya. Fajar, yang selalu ada di sampingnya, akan menggenggam tangan istrinya dengan lembut dan membisikkan kata-kata penenang. Namun, keduanya tahu bahwa selubung ancaman masih menggantung di atas mereka.Hari ini, Sarah duduk di teras rumah sambil memangku salah satu bayi kembarnya, Aisyah. Di dekatnya, Arfan tertidur di bouncer kecil. Mata Sarah terlihat kosong, pikirannya melayang pada sosok Raka, orang yang selama ini berada di balik semua kejadian buruk yang menimpa keluarganya.Fajar keluar dari dalam rumah dengan membawa dua cangkir teh hangat. Ia duduk di sebelah Sarah dan memandang wajah istrinya dengan penuh kasih sayang."Kau harus istirahat, Sayang. Kau tak bisa terus memikirkan hal ini." ujar Fajar sambil menyerahkan secangkir teh.Sarah menghela napas panjang. "Aku tahu, Mas Fajar. Tapi aku tidak akan merasa tenang samp

  • Cahaya di Ujung Jalan   Kebenaran yang Terungkap

    Bab 58: Kebenaran yang TerungkapMalam itu, Sarah duduk di ruang tamu dengan tangan gemetar sambil menatap layar ponselnya. Pesan singkat yang masuk beberapa menit lalu terasa seperti palu godam yang menghantam hatinya."Kau pasti tahu sekarang siapa di balik semua ini. Tapi berhati-hatilah, Sarah. Jangan gegabah jika kau ingin keluargamu selamat."Nama pengirim tidak ada, hanya nomor tak dikenal. Namun, Sarah tahu persis siapa yang dimaksud oleh pesan itu. Sebuah nama yang selama ini tak pernah ia duga, Raka, sepupu jauh Fajar, yang selama ini bersikap baik dan ramah di hadapannya.Sarah memejamkan matanya sejenak, mencoba menenangkan napas yang tersengal. Ia tak pernah berpikir bahwa orang yang dikenal keluarga mereka dengan baik bisa melakukan hal sekeji ini. Dengan tangan bergetar, ia menggenggam ponsel lebih erat.Fajar yang baru saja pulang dari pertemuan dengan Jo, masuk ke rumah dan langsung melihat wajah pucat istrinya. "Sayang, ada apa? Kau terlihat ketakutan."Sarah menatap

  • Cahaya di Ujung Jalan   Ancaman

    Malam itu, rumah terasa lebih sunyi dari biasanya meski suara tangisan Arfan sesekali memecah keheningan. Sarah duduk di tepi ranjang dengan Arfan dalam gendongannya, wajahnya masih terlihat pucat dan matanya sembab akibat tangisan sepanjang malam. Fajar berdiri di dekat jendela, memandang ke luar dengan tatapan kosong."Apa yang sebenarnya terjadi, Mas? Siapa yang tega melakukan ini pada kita?" suara Sarah lirih namun penuh tuntutan jawaban.Fajar berbalik, matanya bertemu dengan mata istrinya yang penuh kecemasan. Ia mendekat dan duduk di samping Sarah, tangannya menggenggam tangan istrinya erat."Aku tidak bisa memberitahumu detailnya sekarang, Sayang. Tapi yang jelas, ini belum berakhir. Aku sudah membuat kesepakatan dengan mereka demi Arfan," ucap Fajar dengan suara bergetar.Sarah terdiam, napasnya tercekat. "Kesepakatan apa? Kau… kau tidak melakukan sesuatu yang membahayakan, kan?"Fajar menggeleng pelan. "Aku hanya diminta untuk melakukan operasi pada seseorang. Aku tidak tahu

  • Cahaya di Ujung Jalan   Ancaman dibalik Pisau

    Asap masih mengepul di sekitar dermaga tua ketika Fajar terduduk di papan kayu yang mulai retak. Napasnya tersengal, tubuhnya bergetar akibat luka dan kelelahan. Namun, di balik semua itu, satu hal memenuhi pikirannya, Arfan harus ditemukan.Sirene polisi semakin dekat. Beberapa petugas berlari menghampiri lokasi ledakan, namun Fajar sudah bangkit sebelum mereka sempat menanyakan apa pun."Pak, Anda tidak apa-apa?" tanya salah satu polisi."Saya baik-baik saja. Tapi anak saya diculik, dan pelakunya ada di sini!" Fajar berseru dengan nada panik namun tegas.Polisi itu menatap Fajar dengan serius. "Kami akan menyisir area ini. Anda sebaiknya diperiksa di rumah sakit dulu, Pak.""Tidak!" Fajar menepis tangan polisi yang mencoba menahan bahunya. "Waktu saya tidak banyak. Setiap detik yang terbuang bisa berarti perbedaan antara hidup dan mati untuk anak saya."---Fajar kembali ke mobilnya dengan langkah tergesa. Ponselnya bergetar, Jo menelepon."Jar, aku sudah melacak sinyal terakhir dar

  • Cahaya di Ujung Jalan   Jejak yang Hilang

    Pagi itu, mentari menyinari halaman kecil di belakang rumah Fajar dan Sarah. Kedua bayi kembar mereka, Aisyah dan Arfan, sedang berjemur di bawah sinar matahari pagi di dalam keranjang bayi masing-masing. Sarah duduk di dekat mereka sambil mengawasi dengan senyum lembut di wajahnya."Mbak, aku masuk sebentar ya, ambil jus buat kita," ujar Sarah pada pengasuh bayi mereka, Mbak Rina, yang sedang sibuk melipat selimut di samping keranjang.Mbak Rina mengangguk. "Iya, Bu Sarah, biar saya yang jaga di sini."Sarah bergegas masuk ke dalam rumah untuk mengambil jus segar di dapur. Namun, beberapa menit kemudian, suara jeritan Mbak Rina terdengar memecah keheningan."Bu Sarah! Bu Sarah! Arfan hilang! Arfan hilang!"Sarah berlari secepat mungkin ke halaman belakang. Matanya membelalak melihat salah satu keranjang bayi kosong, Arfan tidak ada di sana. Mbak Rina tampak gemetar dan menangis di samping keranjang yang kosong itu."Apa yang terjadi? Di mana Arfan?!" suara Sarah bergetar, matanya mul

  • Cahaya di Ujung Jalan   Momen Manis di Tengah Ketegangan

    Pagi itu, sinar matahari hangat menyinari halaman rumah kecil keluarga Fajar dan Sarah. Suara tawa kecil bayi kembar, Aisyah dan Arfan, memecah keheningan di taman kecil tempat mereka menggelar tikar piknik. Fajar dengan cekatan menyiapkan tempat duduk nyaman untuk Sarah dan memastikan kedua bayi mereka terlindungi dari sinar matahari langsung."Mas, ini pertama kalinya kita piknik lagi sejak bayi-bayi lahir," ujar Sarah sambil merapikan kerudungnya dan tersenyum lembut ke arah suaminya.Fajar mengangguk sambil menuangkan jus jeruk ke gelas kecil untuk Sarah. "Iya, Sayang. Aku pikir kita butuh momen seperti ini. Jauh dari keramaian, hanya kita berempat."Meski senyumnya lebar, Sarah bisa menangkap ada sesuatu di balik mata suaminya, kewaspadaan yang terus-menerus. Fajar selalu melirik ke sekeliling mereka, memastikan tak ada hal mencurigakan yang mendekati keluarga kecilnya."Mari kita nikmati momen ini, Mas. Aku ingin lihat senyum yang benar-benar lega dari kamu," kata Sarah sambil m

  • Cahaya di Ujung Jalan   Syukuran Pemberian Nama

    Matahari pagi menyinari halaman rumah Fajar dan Sarah, yang hari ini dipenuhi dengan dekorasi sederhana dan elegan. Nuansa putih dan emas mendominasi, dengan bunga-bunga segar menghiasi setiap sudut ruangan. Hari ini adalah momen spesial syukuran pemberian nama untuk bayi kembar mereka. Sarah sibuk memastikan semua persiapan sudah sempurna. Dengan balutan gamis berwarna lembut, ia terlihat anggun meski lingkaran kecil di bawah matanya menandakan kurang tidur karena merawat si kembar. Di sisi lain, Fajar membantu para tamu yang mulai berdatangan dengan senyum ramah. "Sayang, jangan terlalu capek. Duduk dulu, biar aku yang urus sisanya," ujar Fajar lembut sambil memegang bahu Sarah. Sarah tersenyum kecil dan mengangguk. "Iya, Mas. Aku cuma ingin memastikan semuanya berjalan lancar." Acara dimulai dengan lantunan doa yang dipimpin oleh seorang ustadz yang dihormati oleh keluarga mereka. Para tamu duduk dengan khidmat, menyimak setiap doa yang dipanjatkan untuk kesehatan dan kebaha

  • Cahaya di Ujung Jalan   Hari yang Penuh Cinta

    Pagi itu, sinar matahari menembus jendela kamar, membiaskan cahaya hangat ke seluruh ruangan. Sarah terbangun lebih dulu dan tersenyum melihat Fajar yang tidur nyenyak di sampingnya. Di antara mereka, dua bayi mungil dengan pipi kemerahan tampak tenang dalam tidurnya.Sarah mengulurkan tangan, membelai pipi Fajar dengan lembut. "Mas… bangun, ayo kita lihat si kembar," bisiknya.Fajar membuka matanya perlahan, kemudian tersenyum melihat wajah istrinya yang begitu tenang. "Selamat pagi, Sayang."Sarah tertawa kecil. "Lihat mereka, Mas. Lucu sekali. Aku masih nggak percaya mereka benar-benar ada di sini."Fajar mendekat ke salah satu bayi dan mengecup keningnya. "Mereka adalah anugerah terbesar dalam hidup kita, Sayang. Kamu luar biasa."Hari itu dipenuhi dengan tawa kecil bayi, obrolan ringan, dan kebersamaan yang penuh cinta. Fajar mengambil cuti untuk memastikan dirinya ada di rumah, menemani Sarah dan bayi mereka.Di ruang tengah, Fajar menggendong bayi laki-lakinya sambil berbicara

  • Cahaya di Ujung Jalan   Masa Lalu yang Lain

    Bab 48Suasana pagi di rumah Fajar dan Sarah terasa hangat. Cahaya matahari menembus tirai jendela, memantulkan bayangan lembut di wajah Sarah yang tengah menyusui salah satu bayi kembarnya. Sementara itu, Fajar bersiap untuk pergi menemui Jo, sahabat lamanya yang kini menjadi dosen di kampus."Aku harus pergi sebentar, Sayang. Jo bilang dia punya informasi penting," ujar Fajar sambil membetulkan kerah bajunya.Sarah menatap suaminya dengan penuh khawatir. "Hati-hati ya, Mas. Jangan terlalu memaksakan diri."Fajar mendekati Sarah, mengecup keningnya dengan lembut. "Aku janji akan berhati-hati. Fokus saja pada bayi kita, jangan pikirkan yang aneh-aneh."Setelah berpamitan, Fajar melesat pergi. Jo sudah menunggu di sebuah kafe kecil dekat kampus. Pria bertubuh atletis dengan rambut cepak itu menyambut Fajar dengan senyuman tipis."Sudah lama ya, kita nggak duduk bareng begini," ujar Jo sambil menyeruput kopinya.Fajar tersenyum lelah. "Iya, Jo. Tapi kali ini bukan untuk sekadar nostalgi

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status