Satu minggu sudah berlalu sejak Emma dan Ethan memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Ethan menyibukkan diri dengan perkerjaan yang tiada habisnya. Setelah satu pekerjaan selesai, dia akan mencari pekerjaan lain agar tidak ada kesempatan bagi kepalanya untuk memikirkan Emma.Tapi sebesar apapun usahanya untuk melupakan Emma, gadis itu tidak pernah bisa keluar dari pikirannya."Tuan, semua perkerjaan sudah selesai. Bukankah sebaiknya anda makan malam dulu, Tuan?" tanya Tony yang mengkhawatirkan Ethan."Aku belum lapar.""Tapi Tuan, anda belum makan apapun sepanjang hari ini. Selain itu beberapa hari ini anda sering sekali melewatkan waktu makan anda. Kalau begini terus anda bisa sakit, Tuan," bujuk Tony dengan nada memohon.Ethan menatap Tony lalu menghela napas panjang."Baiklah, pesankan tempat. Aku akan makan setelah selesai memeriksa ini," jawab Ethan membuat Tony merasa lega.Dia segera keluar dari ruangan Ethan dan memesan tempat di salah satu restoran favorit Ethan.Dia ba
Ethan melihat tawa bahagia Dods dan bagaimana pria itu sesekali menepuk tangan Emma."Sial!" maki Ethan yang berusaha sekuat tenaga untuk menahan diri.Dia sangat ingin menarik kerah pria itu dan memintanya berhenti untuk bersikap kurang ajar kepada Emma. Tapi siapa dia hingga berani melakukan itu? Ethan sadar, saat ini dia bukan siapa-siapa Emma.Ethan memanggil pelayan dan segera membayar makanannya, lalu mengirimkan pesan kepada Tony untuk menjemputnya. Dia harus keluar dari tempat ini, sebelum dia kehilangan kendali.Ethan berjalan dengan cepat ke arah pintu keluar. Emma melirik orang yang berjalan keluar itu dan menyadari kalau itu Ethan. Dia segera berdiri dan berencana untuk mengejar Ethan, tapi dia hanya berdiri dan membeku. Tiba-tiba dia ingat kalau dia tidak punya kepentingan apapun untuk mengejar pria itu."Ada apa?" tanya Dods berpura-pura tidak tahu.Emma segera duduk dengan cepat dan menatap Dods dengan canggung. "Tidak ada apa-apa," jawab Emma dengan wajah sedih."Ayo
Ethan sangat ingin membantu kepindahan Emma dan mengetahui dimana alamat Emma yang baru. Tapi dia sangat kesal begitu melihat mobil Dods yang sudah diparkir di depan rumah Emma. "Mengapa pria ini selalu muncul di hadapan Emma?" gumam Ethan kesal, lalu memarkir mobilnya tidak begitu jauh. Ethan sempat senang melihat Dods masuk ke dalam mobil sendirian. Ethan berencana menemui Emma begitu Dods pergi. Namun dia tidak menyangka, Emma akan muncul dari dalam dan berjalan menuju ke mobil Dods.Tapi gadis itu tiba-tiba berhenti dan menatap lurus ke arah Ethan. Dia yakin Emma tidak mengenali mobil ini, karena Ethan tidak pernah memakainya ketika menemui Emma. Ethan juga yakin Emma tidak bisa melihatnya karena kaca depan mobil ini gelap. Tapi entah mengapa Emma tampak terpaku.Ethan yakin Emma mengetahui kalau ini Ethan karena hatinya mengenali Ethan. Rasanya Ethan ingin memberontak dan mengingkari janji yang sudah dia buat, tapi kemudian bayangan ibunya dan Emma yang menangis, membuatnya sad
"Bukankah ini nomor telepon Ethan Navarro?" tanya Emma sambil kembali memeriksa layar teleponnya."Benar, ini nomornya. Dia sudah tidur karena kelelahan. Kalau ada yang penting katakan saja, nanti akan aku sampaikan," jawab wanita itu dengan nada kesal."Tidak usah. Maaf mengganggu."Emma segera menutup teleponnya dan mematung menatap dinding kamarnya."Bukankah itu suara Lea? Apa mereka tidur bersama?" gumam Emma pelan. Ini adalah kejutan yang sama sekali tidak dia duga. Emma begitu terkejut hingga kesulitan mencerna keadaan ini. Ethan dan Lea memang lebih sepadan daripada dirinya dan Ethan. Tapi ..."Apa semua sudah benar-benar berakhir? Apa dia sudah memutuskan untuk melakukan hal yang sama dengan ayahnya?" Emma terus bertanya-tanya sambil menatap layar teleponnya. Dia bahkan tidak bisa menangis, karena sama sekali tidak menyangka Ethan akan mengambil langkah seperti ini. Emma merebahkan tubuhnya perlahan sambil menghela napas dalam, dia tidak tahu kalau hidupnya bisa seironis ini.
"Ada apa?" Ethan menjawab panggilan telepon ayahnya dengan suara serak karena baru saja terbangun dari tidurnya."Temui papa di kantor, sekarang juga.""Untuk apa? Aku sedang tidak ingin bertengkar.""Datang saja. Papa menunggumu!" perintah Jonathan tanpa memedulikan penolakan Ethan.Ethan segera bangun dan berjalan sempoyongan ke kamar mandi. Dia tidak tahu apa yang diinginkan ayahnya, tapi tidak ada salahnya dia datang dan mencari tahu.Ethan berangkat ke kantor ayahnya dengan pakaian kasual dan tanpa sarapan. Akhir-akhir ini selera makannya benar-benar menurun, dia jarang merasa lapar, kalaupun lapar dia hanya bisa makan sedikit. Ethan menyadari itu karena keadaan psikologisnya. "Apa yang papa inginkan?" tanya Ethan begitu masuk ke dalam ruangan ayahnya."Duduklah, papa ingin bicara," ajak sang ayah yang sudah duduk di sofa menunggu kedatangan Ethan."Aku dengar hubunganmu dengan Emma sudah berakhir. Kenapa?"Ethan mengangkat kepalanya sambil menatap ayahnya dengan tatatap tidak pe
Ethan teringat kejadian semalam dan memutuskan untuk menemui ibunya.Vivi tentu saja menyambut putra kesayangannya itu dengan penuh sukacita, namun dia berubah menjadi waspada begitu melihat raut wajah Ethan."Mama, aku tidak meminta tapi memohon. Berhentilah meminta Lea mendekatiku. Sudah berapa kali aku katakan, aku tidak akan pernah menikahinya. Lebih baik aku sendirian seumur hidupku daripada kembali kepada Lea!" tegas Ethan dengan wajah marah."Maafkan mama, tapi mama sangat mengkhawatirkanmu. Kata Tony kau tidak memperhatikan kesehatanmu dan sering melewatkan waktu makan. Karena itu mama meminta Lea mengantarkan makanan kepadamu," jawab Vivi berkelit."Kalau sekali lagi Lea muncul di hadapanku karena mama. Maka aku tidak akan mau menemui mama lagi," ancam Ethan lalu segera meninggalkan Vivi yang mematung dalam penyesalan.Dia tidak tahu Ethan benar-benar sudah tidak memiliki perasaan lagi kepada Lea."Kalau begitu aku harus menghentikan Lea mendekati putraku. Aku akan mencari wa
Emma segera menutupi kepalanya dengan tangannya sendiri dan memejamkan matanya dengan pasrah. Dia menunggu dalam diam, tapi tangan Oliver tidak pernah sampai ke kepalanya. Emma membuka matanya perlahan dan menatap ke arah tangan Oliver. Emma sangat terkejut hingga hampir melompat melihat Ethan sedang menahan tangan Oliver sambil menatap pria itu dengan marah.Ethan sedang berjalan menuju restoran di seberang jalanan tempat dia dan Emma pertama kali bertemu, ketika dia melihat Emma, Jessica dan Oliver sedang berdiri berhadapan di seberang jalan. Dia segera mendekati mereka dan sangat terkejut melihat Oliver yang berteriak kepada Emma dan mau memukul gadis itu."Berani-beraninya kau mencoba menyakiti milikku. Apa kau juga ingin kumasukkan ke penjara seperti ayahmu?" tanya Ethan dengan tenang namun terdengar menakutkan lalu segera menghempaskan tangan Oliver."A ... aku. Bukannya kalian sudah putus? Apa hakmu melakukan itu?" tanya Oliver dengan suara keras namun sambil mundur beberapa l
Emma menarik napas perlahan, dadanya sesak karena dekapan Ethan. Dia bahkan tidak dapat berpikir dengan baik. 'Apa ini?' Hanya pertanyaan itu yang terus muncul di benak Emma. Dia menutup mata sejenak mencoba menenangkan pikirannya."Ethan, apa yang kau lakukan?" tanya Emma pelan. Dia hanya ingin tahu apa maksud Ethan memeluknya seperti ini. Bukan karena Emma tidak menyukainya tapi karena ketakutan. Dia takut ini hanya sementara dan setelah ini dia tidak akan pernah lagi merasakan dekapan itu.Emma bertanya untuk memastikan, apakah dia masih bisa meletakkan harapannya pada Ethan atau tidak."Aku merindukanmu," bisik Ethan sambil mendekap Emma lebih kuat lagi. Emma menahan napasnya beberapa detik mencoba menenangkan jiwanya."Apa yang terjadi dengan kita Emma? Kesalahan apa yang kita buat hingga pantas mendapatkan semua ini? Aku pikir kita sangat kuat hingga tidak akan ada penghalang yang tidak dapat kita hancurkan. Tapi sekarang kita malah menjadi seperti ini."Emma tidak bisa lagi me
Emma kembali ke rumah sakit saat malam. Dia benar, keadaan sekarang sudah sepi jadi Emma bisa dengan leluasa menemui Ethan. Dia masuk ke dalam kamar Ethan dan sangat bahagia begitu melihat Ethan yang sedang duduk sambil bersandar tersenyum padanya."Apa kau benar baik-baik saja?" tanya Emma sambil berlari ke arah Ethan."Aku baik-baik saja, tapi aku merindukanmu. Mengapa kau baru datang sekarang?""Tadi banyak sekali orang yang ingin menemuimu. Karena itu aku menunggu mereka pulang, agar bisa berduaan denganmu," jawab Emma sambil tersenyum menggoda.Emma melihat sekelilingnya."Mengapa kau sendirian? Apa tidak ada orang yang menjagamu di sini?" "Aku akan pindah malam ini, Tony sedang mengurusnya dan kedua orangtuaku menunggu di rumah sakit Atlantis.""Malam ini?" tanya Emma terkejut."Ya, kau cukup beruntung karena masih sempat bertemu denganku," goda Ethan.Tidak lama kemudian Tony masuk bersama rombongan paramedis. Mereka memindahkan Ethan ke kursi roda dan membawanya."Tuan Tony,
"Keluarga pasien Ethan," panggil perawat dari pintu masuk UGD.Emma segera berdiri dan mendekati perawat, karena kedua orangtua Ethan belum datang. Hazel sudah pulang duluan agar dapat mengistirahatkan kakinya dan Tony sedang menghubungi rumah sakit milik Atlantis meminta mereka untuk mengurus kepindahan Ethan kesana."Ya, saya," jawab Emma."Ada beberapa tindakan yang harus kami lakukan namun membutuhkan izin dari dari keluarga. Apakah anda istrinya?" tanya sang perawat.Emma menggelengkan kepala."Adiknya?"Emma kembali menggeleng."Sepupu? Ibu? Tante?" tanya perawat lagi.Emma terus menggeleng sambil menangis."Kalau begitu anda tidak bisa menandatangani surat ini. Saya mohon, tolong hubungi keluarganya dan minta mereka datang untuk menandatanganinya, kami akan menunggu," ucap sang perawat kepada Emma.Emma benar-benar putus asa dia sedang berbalik ketika melihat ayah dan ibu Ethan berlari ke arahnya."Itu! Itu ayah dan ibunya!" seru Emma senang.Jonathan dan Vivi segera mendekati
[Aku harus kembali ke ibukota karena ada hal mendesak yang harus aku kerjakan. Aku sudah meminta Tony untuk mengurus kalian berdua.]Emma membaca pesan yang dikirimkan Ethan kepadanya. Dia bisa merasakan ada yang berubah dari cara Ethan bicara dengannya meski hanya melalui pesan. Meski berusaha tetap memberikan perhatiannya, tapi seperti ada jarak yang diciptakan oleh pria itu."Ada apa?" tanya Hazel melihat perubahan wajah Emma."Ethan pulang duluan ke ibukota, karena ada pekerjaan mendesak," jawab Emma berpura-pura baik-baik saja."Apa benar karena pekerjaan, atau dia menghindarimu karena kejadian semalam?""Tidak mungkin. Kami bicara baik-baik dan dia sangat bisa menerima penjelasanku. Aku yakin dia benar-benar bekerja," jawab Emma yang sebenarnya juga tidak yakin.Sebenarnya Emma ingin tetap berada di Calamba dan berencana membiarkan Tony dan Hazel pulang berdua saja. Namun Hazel mengancam tidak akan ke rumah sakit kalau bukan Emma yang menemaninya. Gadis itu sangat takut disuntik
Ethan berdiri mematung dengan tangan yang masih menggenggam sebuah cincin berlian di dalam kantongnya."Apa maksudmu?" tanya Ethan bingung dan berusaha keras mencerna maksud perkataan Emma."Mengapa kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak mencintaiku?" lanjut Ethan mulai sedikit kecewa.Emma menghela napas dalam sambil menatap Ethan sungguh-sungguh."Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi ... pernikahan adalah hal lain, dan aku belum siap untuk menjalaninya," jawab Emma sambil berdiri hingga berhadapan dengan Ethan."Apa kau ragu kepadaku? Kau takut tidak akan bahagia bila menikah denganku?""Ethan, ini sama sekali tidak seperti yang kau duga. Bukannya aku tidak percaya kepadamu, aku hanya belum siap menjalani pernikahan," jawab Emma hampir putus asa karena melihat wajah kecewa Ethan."Bagaimana kalau aku memberimu pilihan menikah atau kita putus?" tanya Ethan dengan wajah serius.Emma menatap Ethan dengan tatapan tidak percaya, lalu kembali duduk. Dia tidak menyangka Eth
Tony berdiri mematung begitu pintu dibanting oleh Hazel."Apa? Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya pelan. Dia meremas rambutnya dengan keras, karena menyesali kebodohannya. Dia sangat menyukai Hazel, bahkan dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis itu.Dia mencari tahu semua tentang Hazel dan itu membuatnya semakin menyukai gadis itu. Tapi dia juga sadar akan kedudukannya dan merasa tidak percaya diri mendekati Hazel.Pada saat Hazel mengatakan kalau dia menyukai Tony, pria itu hampir pingsan. Dia tidak menyangka kalau Hazel juga akan menyukainya. Tapi sistem pertahanan diri yang dia miliki, membuatnya mengeluarkan reaksi yang bertolak belakang dengan yang dia rasakan.Kini, dia mengulanginya lagi. Dia kembali mengatakan hal yang tidak dia maksud karena ketakutan. "Aku harus bagaimana sekarang?" Tony menghela napas dalam dengan penuh penyesalan, lalu tiba-tiba teringat kalau Emma dan Ethan belum kembali, jadi Hazel pasti tidak punya tempat menginap. Tony segera keluar
Tony menatap Hazel yang berlari begitu cepat. Dia tidak mengerti mengapa Hazel tiba-tiba mengamuk dan meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Tony menyadari gadis itu berlari tanpa tujuan dan dia pasti akan tersesat.Tony segera mengejar Hazel, tapi dia sudah menghilang. Tony mulai merasa khawatir dan mencari Hazel dengan panik. Tiba-tiba dia mendengar suara minta tolong dan segera berlari ke arah suara itu. Tony terkejut ketika melihat Hazel duduk di tanah sambil menangis."Nona Hazel, anda tidak apa-apa?" tanya Tony khawatir dan langsung berjongkok mendekati Hazel.Hazel yang ketakutan dan kesakitan langsung memeluk Tony dan menangis dengan kuat."Ayo, kita kembali ke penginapan," ajak Tony sambil melepaskan dekapan Hazel yang masih menangis."Kakiku sakit, aku tidak bisa berdiri," jawab Hazel sambil menangis.Tony kembali berjongkok."Letakkan tangan anda di leher saya," perintah Tony lalu langsung mengangkat tubuh Hazel seperti mengangkat seorang bayi.Hazel begitu terkejut hingga
"Maksudmu kau akan berpisah dengan Ethan?" tanya Hazel kaget. Emma tersenyum lalu menjawab dengan tenang."Tentu saja tidak. Aku sudah katakan aku sangat mencintainya dan tidak mungkin hidup tanpa dirinya.""Lalu apa maksudmu kau akan pindah ke Calamba? Sementara sudah jelas kehidupan Ethan ada di ibukota."Emma menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Dia tidak menjawab Hazel dan malah mengalihkan pembicaraan."Sudahlah, itu hanya rencanaku. Sekarang katakan padaku, bagaimana dengan kau dan Tony?"Hazel mendengus lalu memajukan bibirnya begitu mendengar nama Tony. Emma tersenyum, dia lega karena pembicaraan tentang dia dan Ethan akhirnya berhenti."Entahlah, aku tidak peduli. Aku sedang berusaha melupakannya.""Mengapa? Kalian bahkan belum memulai apa-apa, kenapa langsung berakhir?" "Emma, kau tahu aku menurunkan harga diriku hingga ke tanah dengan menyatakan perasaanku kepadanya. Tapi dia malah mengkritikku karena mengungkapkan rasa sukaku kepadanya, dan hingga hari ini dia sa
Emma menghela napas sambil menatap punggung Lea. Dia yang dulunya adalah penggemar berat Lea, berubah menjadi musuh sang diva dan berakhir menjadi orang asing yang saling memaafkan kemudian melupakan.Setelah menunggu beberapa saat, Emma bangkit dan keluar dari kafe itu. Kini dia tidak punya tujuan. Pulang ke rumah hanya akan membuatnya meringkuk kembali di atas tempat tidur, tapi dia tidak punya tujuan lain, selain pulang atau ke Calamba."Emma!" teriak Hazel yang sangat terkejut karena bertemu Emma di tempat yang tidak dia duga."Hazel, apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini masih jam kerja?""Aku baru selesai menemui klien di restoran itu," jawab Hazel sambil menunjuk sebuah restorang yang tidak begitu jauh."Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?""Aku baru saja bertemu Lea.""Apa? Untuk apa kau menemui wanita itu? Apa yang dia katakan? Apa dia mengatakan hal-hal yang buruk kepadamu?" cecar Hazel yang tidak suka kepada Lea."Jangan khawatir, kami hanya menyelesaikan apa yang
"Lea? Ada apa?" tanya Emma sambil duduk dengan wajah tegang."Apa kita bisa bertemu?" tanya Lea pelan."Sekarang?" "Ya, kalau kau tidak keberatan. Kalau kau sibuk aku bisa menemuimu siang, sore atau malam hari nanti," jawab Lea membuat Emma mengernyitkan dahi."Mengapa kau ingin bertemu? Setahuku tidak ada urusan apapun lagi diantara kita.""Ada yang ingin aku bicarakan. Jangan khawatir aku tidak akan menyerangmu. Kau tentukan saja dimana tempat yang membuatmu nyaman untuk kita bertemu," jawab Lea tenang."Aku ... Aku akan menghubungimu," sahut Emma lalu segera mematikan teleponnya.Emma menatap layar teleponnya sambil menyipitkan mata."Aku hanya ingin tidur seharian dan menenangkan tubuhku. Mengapa hal itupun tidak bisa kudapatkan? Mengapa kau harus bertemu denganku? Dan bodohnya, mengapa aku tidak langsung menolakmu?" gumam Emma sambil meletakkan teleponnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Emma memikirkan beberapa saat lalu mengirimkan pesan kepada Lea.[Mari bertemu sian