"Bibi, aku mau ke toilet sebentar," ucap Lea pada ibu Ethan sebelum pergi dengan terburu-buru.Dia mencari Emma dan menemukan gadis itu sedang berjalan ke arah pintu keluar. Lea berlari dan dengan sengaja menabrakkan tubuhnya ke punggung Emma hingga gadis itu hampir terjatuh."Aduh, maafkan saya. Anda tidak apa-apa?" tanya Lea berpura-pura tidak sengaja dan mengkhawatirkan Emma."Tidak apa-apa," jawab Emma yang terkejut begitu melihat orang yang menabraknya."Maafkan saya. Kakek dari calon suamiku sedang di ICU, jadi aku sedikit panik hingga tidak memperhatikan sekitarku," sahut Lea dengan ekspresi sedih yang palsu."Ca ... calon suami?" tanya Emma tidak percaya dengan apa yang di dengarnya."Iya, pria tampan bernama Ethan. Bukankah namanya saja terdengar tampan? Sebenarnya kisah kami sangat dramatis. Kami adalah kekasih waktu muda dulu. Tapi karena ambisiku untuk berkarir, aku meninggalkannya. Lucunya sekarang kami malah dijodohkan untuk menikah," jelas Lea dengan suara ceria. Emma h
"Calon istri? Apa yang kau katakan?" tanya Ethan bingung."Tidak apa-apa, aku sudah tahu semuanya. Aku akan membantumu, agar kau dapat menikah secepatnya. Meski aku tidak suka caramu menarik-ulur perasaan calon istrimu," jawab Emma berusaha tegar."Kau sudah tahu semuanya? Apa yang kau tahu? Aku menikah? Bagaimana kau bisa tahu aku akan menikah?" "Aku mengetahuinya dari sumber yang dapat dipercaya."Ethan menghela napas dalam, lalu menatap Emma dengan intens. Membuat dada Emma semakin sesak."Lalu, mengapa aku tidak tahu kalau aku akan menikah? Kalau kau memang mengetahui semuanya, tolong ceritakan padaku. Siapa calon istriku? Dan mengapa aku menarik-ulur perasaannya?" tanya Ethan sambil menatap Emma yang tampak mulai ragu."Bukan ... bukankah kau mau menikah dengan Lea sang Diva?" tanya Emma ragu-ragu.Ethan berusaha menahan tawa dan mencoba bicara dengan nada seserius mungkin sambil menatap mata Emma."Apa karena itu kau menangis? Karena kau berpikir aku akan menikahi Lea?" tanya
Semua orang mulai berbisik-bisik karena terkejut. Hingga direktur harus menenangkan mereka dengan mata melotot. Keluarga Lucero sepertinya menyadari kekagetan para pegawai dan saling menatap dengan penuh makna. Ethan mengangkat kepalanya dan menemukan, mata Emma yang bertemu dengan mata Dods. Ethan segera mengalihkan pandangannya. Dia tahu Emma pasti sangat terkejut melihat kehadiran Dods disana.Setelah selesai mengatakan ucapan duka, para pegawai mulai keluar satu persatu mengikuti direktur ke ruangan lain, dimana makanan disediakan. Para pegawai makan dengan lahap dan mencoba semua jenis makanan mahal yang disiapkan oleh katering milik Atlantis. Hanya Emma yang nampak tidak berselera. Dia hanya duduk di samping Hazel dan Leon yang sedang menyantap makanan sambil terus membahas tentang Dods.Emma juga cukup penasaran dengan Dods, tapi dia lebih peduli dengan Ethan yang tampak begitu terpukul. Dia tidak bisa mengalihkan pikirannya dari wajah sedih Ethan. "Hazel, aku mau ke toilet
Emma terkejut mendengar perkataan Ethan."Apa maksudmu?" tanya Emma sambil menatap Ethan yang memandang batu-batu nisan di hadapannya."Kalau kau mendapatkan kesempatan untuk menjadi seperti Lea, apakah kau akan mengambilnya?" tanya Ethan tanpa memedulikan pertanyan Emma."Tentu saja. Apa kau berharap aku membuang kesempatan bagus dan hidup seperti ini terus?" tanya Emma kesal karena Ethan tidak menjawab pertanyaannya."Lea adalah cinta pertamaku." Emma terdiam dan langsung merasa canggung. Dia tidak menyangka Ethan akan mengatakan kalimat itu. Emma menarik napas perlahan dan menunggu Ethan melanjutkan perkataannya."Kami masih sangat muda saat itu, tapi aku sudah yakin kalau dialah yang akan menemaniku seumur hidup."Ethan melirik Emma yang sedang menatapi ujung sepatunya sendiri sambil mengoyang-goyangkan kakinya yang tergantung di tepi gazebo."Aku bahkan membantunya mewujudkan impiannya untuk menjadi penyanyi, hingga dia terkenal dan meraih apa yang selalu dia impikan."Ethan kem
Ethan membalikkan tubuhnnya untuk kembali masuk ke rumah duka, namun lengannya segera ditarik oleh sang ayah."Mau kemana kau?" bisik ayahnya dengan tegas."Aku harus masuk dan memeriksa-""Tidak usah! Apa kau tidak melihat anak itu, siapa namanya? Oh iya, Dods. Dia sudah menolong perempuan itu.""Tapi, aku-""Untuk saat ini, sisihkan dulu rasa kemanusiaanmu terhadap orang lain. Lihat ibumu, dia sudah cukup berduka dengan kepergian kakekmu. Apa kau tega meninggalkannya demi rasa kemanusiaanmu?" bentak sang ayah tidak sabar lagi melihat Ethan."Berjalanlah dengan tenang dan masuk ke dalam mobil, kita harus segera berangkat ke pemakaman," perintah Jonathan Navarro sambil menarik lengan putra tunggalnya itu.Ethan yang tidak punya pilihan lain, segera menuruti sang ayah. Dia kembali membalikkan tubuhnya dan berjalan ke mobil yang akan membawanya ke pemakaman sang kakek."Ethan, apakah aku masih boleh meminjam lenganmu?" tanya Lea dengan senyum bahagia.Dia sempat kesal ketika Ethan melep
Emma terus menatap telepon genggamnya. Ethan dan Dods terus menghubunginya berganti-gantian, namun Emma sama sekali tidak mengangkatnya. Dia sengaja mematikan suaranya, namun terus menatap layarnya.Dia tidak tahu apa yang membuatnya lebih sedih, harapan kalau Ethan mungkin memiliki perasaan terhadapnya atau kenyataan kalau Ethan dan Lea memang adalah pasangan yang serasi."Kenapa terus menatap telepon genggammu? Lihatlah pemandangan indah di sepanjang jalan yang kita lewati," ucap seorang nenek yang duduk di samping Emma dalam bus menuju ke Calamba. Emma mengangguk lalu memasukkan telepon genggamnya.Dia memutuskan untuk menenangkan pikirannya atau lebih tepatnya melarikan diri beberapa hari dari kenyataan di ibukota. Dia tidak tahu apa yang akan dia lakukan di Calamba, tapi dia merasa terlalu sesak untuk tetap berada di ibukota. Setelah beberapa saat menatap pemandangan luar, dia kembali memeriksa telepon genggamnya. Sebuah pesan dari Hazel masuk ke telepon genggamnya.[Ethan data
Mata Emma membesar mendengar perkataan Ethan. Namun dia mengumpulkan keberanian yang tersisa untuk mengatakan satu hal yang cukup beresiko."Kehilanganku? Tapi aku bukan milikmu. Jadi kenapa takut kehilangan?" tanya Emma dengan suara bergetar. Ethan berjalan mendekat berusaha memperpendek jarak diantara mereka. Emma tetap berdiri dengan tegap, entah mengapa dia tidak ingin mundur dan membuat Ethan berpikir kalau dia ketakutan.Ethan tersenyum melihat ekspresi Emma yang berusaha keras untuk menunjukkan tekadnya, sambil mengepalkan tangannya dengan sangat keras. "Kenapa kau seperti akan berperang?" tanya Ethan masih tersenyum."Apa maksudmu?" tanya Emma benar-benar tidak mengerti maksud perkataan Ethan."Kenapa napasmu tersengal-sengal, tanganmu terkepal begitu keras dan wajahmu berusaha menyamarkan sesuatu?" "Aku ... aku tidak melakukan itu," sahut Emma langsung melepaskan kepalan tangannya dan menatap Ethan dengan tatapan lebih berani lagi."Apakah kau mau menjadi milikku?" tanya E
"Selamat pagi," sapa Ethan yang sudah siap dengan pakaian kasualnya dan menunggu Emma di depan pintu kamar gadis itu."Selamat pagi," jawab Emma sambil tersenyum malu-malu begitu matanya bertemu dengan mata Ethan."Ayo sarapan," ajak Ethan sambil menunjuk jalan. Emma mengangguk pelan.Ethan dan Emma duduk berhadapan sambil menikmati sarapan mereka."Jadi apa rencanamu hari ini?" tanya Ethan sambil mengaduk makanannya."Aku mau ke makam kedua orangtuaku.""Ide bagus, aku juga ingin menemui mereka. Ada yang harus aku sampaikan kepada mereka," ucap Ethan dengan wajah serius."Apa?" tanya Emma bingung."Nanti juga kau akan tahu. Ayo kita sarapan lalu langsung berangkat ke makam kedua orangtuamu," jawab Ethan kembali menyuapkan makanan ke mulutnya.Entah mengapa jantung Emma berdegup kencang membayangkan dia dan Ethan akan mengunjungi makam orangtunya di hari pertama mereka menjadi sepasang kekasih. Emma benar-benar merasa seperti sedang bermimpi. Setelah menyelesaikan sarapan, Tony menga
Emma kembali ke rumah sakit saat malam. Dia benar, keadaan sekarang sudah sepi jadi Emma bisa dengan leluasa menemui Ethan. Dia masuk ke dalam kamar Ethan dan sangat bahagia begitu melihat Ethan yang sedang duduk sambil bersandar tersenyum padanya."Apa kau benar baik-baik saja?" tanya Emma sambil berlari ke arah Ethan."Aku baik-baik saja, tapi aku merindukanmu. Mengapa kau baru datang sekarang?""Tadi banyak sekali orang yang ingin menemuimu. Karena itu aku menunggu mereka pulang, agar bisa berduaan denganmu," jawab Emma sambil tersenyum menggoda.Emma melihat sekelilingnya."Mengapa kau sendirian? Apa tidak ada orang yang menjagamu di sini?" "Aku akan pindah malam ini, Tony sedang mengurusnya dan kedua orangtuaku menunggu di rumah sakit Atlantis.""Malam ini?" tanya Emma terkejut."Ya, kau cukup beruntung karena masih sempat bertemu denganku," goda Ethan.Tidak lama kemudian Tony masuk bersama rombongan paramedis. Mereka memindahkan Ethan ke kursi roda dan membawanya."Tuan Tony,
"Keluarga pasien Ethan," panggil perawat dari pintu masuk UGD.Emma segera berdiri dan mendekati perawat, karena kedua orangtua Ethan belum datang. Hazel sudah pulang duluan agar dapat mengistirahatkan kakinya dan Tony sedang menghubungi rumah sakit milik Atlantis meminta mereka untuk mengurus kepindahan Ethan kesana."Ya, saya," jawab Emma."Ada beberapa tindakan yang harus kami lakukan namun membutuhkan izin dari dari keluarga. Apakah anda istrinya?" tanya sang perawat.Emma menggelengkan kepala."Adiknya?"Emma kembali menggeleng."Sepupu? Ibu? Tante?" tanya perawat lagi.Emma terus menggeleng sambil menangis."Kalau begitu anda tidak bisa menandatangani surat ini. Saya mohon, tolong hubungi keluarganya dan minta mereka datang untuk menandatanganinya, kami akan menunggu," ucap sang perawat kepada Emma.Emma benar-benar putus asa dia sedang berbalik ketika melihat ayah dan ibu Ethan berlari ke arahnya."Itu! Itu ayah dan ibunya!" seru Emma senang.Jonathan dan Vivi segera mendekati
[Aku harus kembali ke ibukota karena ada hal mendesak yang harus aku kerjakan. Aku sudah meminta Tony untuk mengurus kalian berdua.]Emma membaca pesan yang dikirimkan Ethan kepadanya. Dia bisa merasakan ada yang berubah dari cara Ethan bicara dengannya meski hanya melalui pesan. Meski berusaha tetap memberikan perhatiannya, tapi seperti ada jarak yang diciptakan oleh pria itu."Ada apa?" tanya Hazel melihat perubahan wajah Emma."Ethan pulang duluan ke ibukota, karena ada pekerjaan mendesak," jawab Emma berpura-pura baik-baik saja."Apa benar karena pekerjaan, atau dia menghindarimu karena kejadian semalam?""Tidak mungkin. Kami bicara baik-baik dan dia sangat bisa menerima penjelasanku. Aku yakin dia benar-benar bekerja," jawab Emma yang sebenarnya juga tidak yakin.Sebenarnya Emma ingin tetap berada di Calamba dan berencana membiarkan Tony dan Hazel pulang berdua saja. Namun Hazel mengancam tidak akan ke rumah sakit kalau bukan Emma yang menemaninya. Gadis itu sangat takut disuntik
Ethan berdiri mematung dengan tangan yang masih menggenggam sebuah cincin berlian di dalam kantongnya."Apa maksudmu?" tanya Ethan bingung dan berusaha keras mencerna maksud perkataan Emma."Mengapa kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak mencintaiku?" lanjut Ethan mulai sedikit kecewa.Emma menghela napas dalam sambil menatap Ethan sungguh-sungguh."Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi ... pernikahan adalah hal lain, dan aku belum siap untuk menjalaninya," jawab Emma sambil berdiri hingga berhadapan dengan Ethan."Apa kau ragu kepadaku? Kau takut tidak akan bahagia bila menikah denganku?""Ethan, ini sama sekali tidak seperti yang kau duga. Bukannya aku tidak percaya kepadamu, aku hanya belum siap menjalani pernikahan," jawab Emma hampir putus asa karena melihat wajah kecewa Ethan."Bagaimana kalau aku memberimu pilihan menikah atau kita putus?" tanya Ethan dengan wajah serius.Emma menatap Ethan dengan tatapan tidak percaya, lalu kembali duduk. Dia tidak menyangka Eth
Tony berdiri mematung begitu pintu dibanting oleh Hazel."Apa? Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya pelan. Dia meremas rambutnya dengan keras, karena menyesali kebodohannya. Dia sangat menyukai Hazel, bahkan dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis itu.Dia mencari tahu semua tentang Hazel dan itu membuatnya semakin menyukai gadis itu. Tapi dia juga sadar akan kedudukannya dan merasa tidak percaya diri mendekati Hazel.Pada saat Hazel mengatakan kalau dia menyukai Tony, pria itu hampir pingsan. Dia tidak menyangka kalau Hazel juga akan menyukainya. Tapi sistem pertahanan diri yang dia miliki, membuatnya mengeluarkan reaksi yang bertolak belakang dengan yang dia rasakan.Kini, dia mengulanginya lagi. Dia kembali mengatakan hal yang tidak dia maksud karena ketakutan. "Aku harus bagaimana sekarang?" Tony menghela napas dalam dengan penuh penyesalan, lalu tiba-tiba teringat kalau Emma dan Ethan belum kembali, jadi Hazel pasti tidak punya tempat menginap. Tony segera keluar
Tony menatap Hazel yang berlari begitu cepat. Dia tidak mengerti mengapa Hazel tiba-tiba mengamuk dan meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Tony menyadari gadis itu berlari tanpa tujuan dan dia pasti akan tersesat.Tony segera mengejar Hazel, tapi dia sudah menghilang. Tony mulai merasa khawatir dan mencari Hazel dengan panik. Tiba-tiba dia mendengar suara minta tolong dan segera berlari ke arah suara itu. Tony terkejut ketika melihat Hazel duduk di tanah sambil menangis."Nona Hazel, anda tidak apa-apa?" tanya Tony khawatir dan langsung berjongkok mendekati Hazel.Hazel yang ketakutan dan kesakitan langsung memeluk Tony dan menangis dengan kuat."Ayo, kita kembali ke penginapan," ajak Tony sambil melepaskan dekapan Hazel yang masih menangis."Kakiku sakit, aku tidak bisa berdiri," jawab Hazel sambil menangis.Tony kembali berjongkok."Letakkan tangan anda di leher saya," perintah Tony lalu langsung mengangkat tubuh Hazel seperti mengangkat seorang bayi.Hazel begitu terkejut hingga
"Maksudmu kau akan berpisah dengan Ethan?" tanya Hazel kaget. Emma tersenyum lalu menjawab dengan tenang."Tentu saja tidak. Aku sudah katakan aku sangat mencintainya dan tidak mungkin hidup tanpa dirinya.""Lalu apa maksudmu kau akan pindah ke Calamba? Sementara sudah jelas kehidupan Ethan ada di ibukota."Emma menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Dia tidak menjawab Hazel dan malah mengalihkan pembicaraan."Sudahlah, itu hanya rencanaku. Sekarang katakan padaku, bagaimana dengan kau dan Tony?"Hazel mendengus lalu memajukan bibirnya begitu mendengar nama Tony. Emma tersenyum, dia lega karena pembicaraan tentang dia dan Ethan akhirnya berhenti."Entahlah, aku tidak peduli. Aku sedang berusaha melupakannya.""Mengapa? Kalian bahkan belum memulai apa-apa, kenapa langsung berakhir?" "Emma, kau tahu aku menurunkan harga diriku hingga ke tanah dengan menyatakan perasaanku kepadanya. Tapi dia malah mengkritikku karena mengungkapkan rasa sukaku kepadanya, dan hingga hari ini dia sa
Emma menghela napas sambil menatap punggung Lea. Dia yang dulunya adalah penggemar berat Lea, berubah menjadi musuh sang diva dan berakhir menjadi orang asing yang saling memaafkan kemudian melupakan.Setelah menunggu beberapa saat, Emma bangkit dan keluar dari kafe itu. Kini dia tidak punya tujuan. Pulang ke rumah hanya akan membuatnya meringkuk kembali di atas tempat tidur, tapi dia tidak punya tujuan lain, selain pulang atau ke Calamba."Emma!" teriak Hazel yang sangat terkejut karena bertemu Emma di tempat yang tidak dia duga."Hazel, apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini masih jam kerja?""Aku baru selesai menemui klien di restoran itu," jawab Hazel sambil menunjuk sebuah restorang yang tidak begitu jauh."Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?""Aku baru saja bertemu Lea.""Apa? Untuk apa kau menemui wanita itu? Apa yang dia katakan? Apa dia mengatakan hal-hal yang buruk kepadamu?" cecar Hazel yang tidak suka kepada Lea."Jangan khawatir, kami hanya menyelesaikan apa yang
"Lea? Ada apa?" tanya Emma sambil duduk dengan wajah tegang."Apa kita bisa bertemu?" tanya Lea pelan."Sekarang?" "Ya, kalau kau tidak keberatan. Kalau kau sibuk aku bisa menemuimu siang, sore atau malam hari nanti," jawab Lea membuat Emma mengernyitkan dahi."Mengapa kau ingin bertemu? Setahuku tidak ada urusan apapun lagi diantara kita.""Ada yang ingin aku bicarakan. Jangan khawatir aku tidak akan menyerangmu. Kau tentukan saja dimana tempat yang membuatmu nyaman untuk kita bertemu," jawab Lea tenang."Aku ... Aku akan menghubungimu," sahut Emma lalu segera mematikan teleponnya.Emma menatap layar teleponnya sambil menyipitkan mata."Aku hanya ingin tidur seharian dan menenangkan tubuhku. Mengapa hal itupun tidak bisa kudapatkan? Mengapa kau harus bertemu denganku? Dan bodohnya, mengapa aku tidak langsung menolakmu?" gumam Emma sambil meletakkan teleponnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Emma memikirkan beberapa saat lalu mengirimkan pesan kepada Lea.[Mari bertemu sian