"Tony, aku rasa kau terlalu berlebihan. Apa kau pikir aku tidak akan bisa melindungi Emma?" tanya Ethan dengan nada yang mulai meninggi."Tidak tuan, maksud saya sama sekali bukan begitu. Saya hanya mengkhawatirkan anda dan Nona Emma," jawab Tony ketakutan."Apa yang kau khawatirkan? Bahwa keluargaku akan menyakiti Emma? Jangan khawatir aku mengenal keluargaku dan mereka tidak akan pernah menyakiti Emma!" tegas Ethan yang tidak suka mendengar perkataan Tony."Maafkan saya, Tuan." "Pulanglah! Kalau kau takut, sebaiknya tetaplah diam dan bersikap pura-pura tidak tahu apapun. Dengan begitu hidupmu akan aman.""Tuan, anda tahu saya tidak peduli dengan diri saya sendiri. Saya hanya mengkhawatirkan anda, Tuan.""Baik, aku mengerti. Pergilah!" perintah Ethan lalu segera mengusir Tony keluar dari kamarnya.Begitu Tony keluar, Ethan duduk di pinggir tempat tidurnya dengan kesal. Kali ini bukan karena perkataan Tony, tapi kepada kedua orangtuanya karena terlalu ikut campur masalah pribadinya.
Ethan menatap Emma dengan wajah sedikit kecewa."Apa kau juga berpikir kalau keluargaku sama kejamnya dengan orang-orang kaya yang ada di film?" tanya Ethan pelan lalu menggigit bibir bawahnya.Emma menyadari kalau dia sudah membuat Ethan kesal."Maafkan aku, hanya saja-""Orangtuaku tidak akan melakukan hal itu. Aku mengenal mereka dan yakin mereka akan menerimamu apa adanya. Sebagai orangtua tentu saja mereka memiliki kekhawatiran yang dimiliki oleh setiap orangtua, tapi setelah mereka mengenalmu mereka pasti akan menyukaimu," potong Ethan mencoba meyakinkan Emma.Emma mengangguk perlahan. Meski dia masih merasa ketakutan dengan masa depannya. Emma takut merasa terlalu bahagia saat ini, karena biasanya rasa sakit dan airmata sedang menunggu giliran untuk menemuinya. Karena itu dia ingin bersiap dengan segala kemungkinan dan saat ini keluarga Ethan adalah alasan terkuat yang bisa membuat Emma tersakiti."Lagipula, aku tidak akan segera mengenalkanmu kepada kedua orangtuaku saat ini j
Ethan terus mengetik di telepon genggamnya seakan-akan tidak mendengar perkataan Emma."Maafkan aku, seharusnya aku tidak mengatakan-""Tidak, jangan meminta maaf untuk impianmu. Aku yang meminta maaf karena telah mengungkapkan traumaku dengan cara yang salah."Emma diam dan menatap Ethan dengan tatapan menyelidik. Dia ingin memastikan bahwa Ethan bersungguh-sungguh dengan perkataannya."Mengapa kau ingin menjadi penyanyi terkenal?" tanya Ethan sambil meletakkan telepon genggamnya."Aku? Aku tidak tahu kenapa. Yang pasti aku sangat menikmati penampilan para penyanyi yang ada di televisi dan aku selalu bermimpi berada di atas panggung bersama mereka," jawab Emma sambil tersenyum polos.Ethan ikut tersenyum. Dia teringat alasan Lea ketika dia berusaha mati-matian untuk menjadi penyanyi terkenal. Benar-benar bertolak belakang dengan alasan Emma. "Siapa penyanyi favoritmu?" Emma menatap Ethan dengan ragu, lalu menjawab dengan pelan."Aku selalu menyukai, Lea sang diva."Ethan mengangguk
"Emma!" panggil Ethan sambil melepaskan tangan Lea yang terus menarik lengannya.Ethan segera berlari ke arah pintu keluar. Untungnya Emma dan Dods berjalan perlahan, sehingga Ethan masih menemukan kedua orang itu di depan restoran."Emma," ujar Dods sambil menarik lengan Emma yang terkejut melihat kekasihnya itu."Apa yang kau lakukan disini?" tanya Ethan sambil mengatur napas."Tadinya kami mau bertemu klien. Tapi sepertinya Nona Emma tidak nyaman bertemu denganmu, jadi kami memutuskan untuk kembali ke kantor," jawab Dods dengan sinis."Emma, ayo ikut aku," ajak Ethan tanpa memedulikan Dods."Apa kau tidak dengar? Kami akan kembali ke kantor!" bentak Dods yang tidak terima diacuhkan oleh Ethan."Kalau kau mau kembali ke kantor, pergilah! Aku sedang bicara dengan kekasihku, kenapa kau terus-terusan ikut campur?" balas Ethan dengan tenang.Dods menggenggam tangannya dengan marah. Emma diam saja, dia benar-benar tidak tahu harus bertindak apa."Ada apa ini?" tanya Lea yang tiba-tiba mu
"Emma? Sepertinya aku pernah mendengar nama itu," sahut Vivi sambil berpikir keras, mencoba mengingat dimana dia pernah mendengar nama itu."Bibi, kali ini sepertinya Ethan benar-benar jatuh dalam perangkap wanita itu. Aku yakin wanita itu hanya menginginkan harta.""Jangan khawatir, aku akan menyelidikinya," jawab Vivi menenangkan Lea, lalu segera memanggil asisten pribadinya."Cari tahu segala hal tentang wanita bernama Emma, dia sedang dekat dengan putraku!" perintah Vivi.***"Apa benar kau adalah kekasih Ethan?" tanya Dods begitu Emma masuk ke dalam ruangan.Hazel dan Leon langsung menatap Emma."Benar, Tuan," jawab Emma tegas.Hazel tahu peran kekasih yang dimainkan Ethan untuk membuat Oliver dan Jessica tidak mengganggunya lagi. Tapi dia tidak tahu kalau Dods juga akan dilibatkan dalam sandiwara ini.Dods segera membalikkan tubuhnya dan kembali ke mejanya, begitu juga dengan Emma. Dia sadar kalau pernyataannya tadi bisa berdampak buruk kepadanya. Tapi kini dia akan percaya sepe
Ethan pulang ke rumahnya dengan lega. Setidaknya kini kedua orangtuanya sudah mengetahui tentang Emma. Dia yakin kedua orangtuanya akan berpikiran jernih dan bisa menerima Emma dengan lapang dada.Ethan segera menghubungi Emma begitu dia selesai membersihkan tubuhnya."Bagaimana pertemuan dengan kedua orangtuamu?" tanya Emma sambil merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur."Berjalan baik. Apa kau mau tahu apa yang kami bicarakan?""Apa?""Kami membicarakanmu.""Apa? Mengapa? Apa yang kalian bicarakan? Bukankah kau bilang akan memberitahu orangtuamu kalau aku sudah siap? Mengapa tiba-tiba membicarakan aku?" cecar Emma dengan panik. Dia langsung bangun dan duduk dengan tegap."Bukan aku yang memberitahu orangtuaku. Mereka mengetahuinya dari Lea dan menanyakan kebenarannya kepadaku. Tentu saja aku menjawab mereka dengan jujur dan terbuka.""Bagaimana tanggapan mereka?" tanya Emma penasaran."Biasa saja," jawab Ethan santai, membuat Emma semakin panik."Apa yang mereka katakan?""Tidak ba
"Tidak apa-apa," jawab Ethan canggung."Sudah hampir tengah malam, ayo kita pulang," ajak Ethan sambil melirik jam tangannya."Baik," jawab Emma menyesali reaksinya.Saat berjalan kembali ke mobil, Ethan segera meraih tangan Emma."Tadi kau sudah mengizinkanku menggenggam tanganmu bukan?" bisik Ethan sambil tersenyum. Emma mengangguk pelan sambil tersipu.Mereka berjalan perlahan seakan tak ingin cepat-cepat sampai. Padahal mobil Ethan diparkir tidak begitu jauh. Saat tiba di mobil, entah mengapa Emma merasa kesal, karena harus melepaskan genggaman tangan Ethan, tapi terlalu malu untuk mengungkapkannya. Ethan membukakan pintu mobil dan Emma masuk dengan terpaksa."Berikan tanganmu," pinta Ethan setelah dia masuk ke dalam mobil dan menyalakan mesin mobil."Tapi kau harus mengemudi, bagaimana kau akan memegang setir dengan satu tangan?" tanya Emma khawatir."Aku akan melepasnya bila memang harus. Sekarang berikan tanganmu," paksa Ethan membuat Emma tidak berkutik karena sebenarnya dia j
"Mama ingin menemuimu," jawab Vivi Lucero sambil menatap Emma dengan tajam.Seluruh bulu kuduk Emma berdiri seakan-akan dia sedang melihat mahluk yang menakutkan."Sebaiknya mama menghentikan kebiasaan masuk ke rumahku sembarangan!" bentak Ethan marah."Mengapa kau bicara sekasar itu? Apa karena gadis itu?" balas Vivi sambil berdiri dan menunjuk Emma dengan wajah kesal."Ini tidak ada hubungannya dengan Emma. Aku adalah pria dewasa, sudah seharusnya mama menghormati privasiku," sahut Ethan dengan nada yang lebih tenang."Kau tetaplah putra mama, sedewasa apapun kau tetap anakku!" bentak Vivi yang sudah terlanjur emosi.Dia tidak menyangka putranya akan pulang tengah malam dan membawa gadis yang tidak jelas latar belakangnya itu pulang ke rumah.Ethan hanya menggelengkan kepala, lalu langsung menarik tangan Emma dan membawanya keluar."Ethan, mau kemana kau?" teriak Vivi dengan marah. Tapi Ethan tidak peduli, dia segera membawa Emma keluar dan membanting pintu."Aku akan mengantarmu pu
Emma kembali ke rumah sakit saat malam. Dia benar, keadaan sekarang sudah sepi jadi Emma bisa dengan leluasa menemui Ethan. Dia masuk ke dalam kamar Ethan dan sangat bahagia begitu melihat Ethan yang sedang duduk sambil bersandar tersenyum padanya."Apa kau benar baik-baik saja?" tanya Emma sambil berlari ke arah Ethan."Aku baik-baik saja, tapi aku merindukanmu. Mengapa kau baru datang sekarang?""Tadi banyak sekali orang yang ingin menemuimu. Karena itu aku menunggu mereka pulang, agar bisa berduaan denganmu," jawab Emma sambil tersenyum menggoda.Emma melihat sekelilingnya."Mengapa kau sendirian? Apa tidak ada orang yang menjagamu di sini?" "Aku akan pindah malam ini, Tony sedang mengurusnya dan kedua orangtuaku menunggu di rumah sakit Atlantis.""Malam ini?" tanya Emma terkejut."Ya, kau cukup beruntung karena masih sempat bertemu denganku," goda Ethan.Tidak lama kemudian Tony masuk bersama rombongan paramedis. Mereka memindahkan Ethan ke kursi roda dan membawanya."Tuan Tony,
"Keluarga pasien Ethan," panggil perawat dari pintu masuk UGD.Emma segera berdiri dan mendekati perawat, karena kedua orangtua Ethan belum datang. Hazel sudah pulang duluan agar dapat mengistirahatkan kakinya dan Tony sedang menghubungi rumah sakit milik Atlantis meminta mereka untuk mengurus kepindahan Ethan kesana."Ya, saya," jawab Emma."Ada beberapa tindakan yang harus kami lakukan namun membutuhkan izin dari dari keluarga. Apakah anda istrinya?" tanya sang perawat.Emma menggelengkan kepala."Adiknya?"Emma kembali menggeleng."Sepupu? Ibu? Tante?" tanya perawat lagi.Emma terus menggeleng sambil menangis."Kalau begitu anda tidak bisa menandatangani surat ini. Saya mohon, tolong hubungi keluarganya dan minta mereka datang untuk menandatanganinya, kami akan menunggu," ucap sang perawat kepada Emma.Emma benar-benar putus asa dia sedang berbalik ketika melihat ayah dan ibu Ethan berlari ke arahnya."Itu! Itu ayah dan ibunya!" seru Emma senang.Jonathan dan Vivi segera mendekati
[Aku harus kembali ke ibukota karena ada hal mendesak yang harus aku kerjakan. Aku sudah meminta Tony untuk mengurus kalian berdua.]Emma membaca pesan yang dikirimkan Ethan kepadanya. Dia bisa merasakan ada yang berubah dari cara Ethan bicara dengannya meski hanya melalui pesan. Meski berusaha tetap memberikan perhatiannya, tapi seperti ada jarak yang diciptakan oleh pria itu."Ada apa?" tanya Hazel melihat perubahan wajah Emma."Ethan pulang duluan ke ibukota, karena ada pekerjaan mendesak," jawab Emma berpura-pura baik-baik saja."Apa benar karena pekerjaan, atau dia menghindarimu karena kejadian semalam?""Tidak mungkin. Kami bicara baik-baik dan dia sangat bisa menerima penjelasanku. Aku yakin dia benar-benar bekerja," jawab Emma yang sebenarnya juga tidak yakin.Sebenarnya Emma ingin tetap berada di Calamba dan berencana membiarkan Tony dan Hazel pulang berdua saja. Namun Hazel mengancam tidak akan ke rumah sakit kalau bukan Emma yang menemaninya. Gadis itu sangat takut disuntik
Ethan berdiri mematung dengan tangan yang masih menggenggam sebuah cincin berlian di dalam kantongnya."Apa maksudmu?" tanya Ethan bingung dan berusaha keras mencerna maksud perkataan Emma."Mengapa kau tidak mau menikah denganku? Apa kau tidak mencintaiku?" lanjut Ethan mulai sedikit kecewa.Emma menghela napas dalam sambil menatap Ethan sungguh-sungguh."Aku sangat mencintaimu dan kau tahu itu. Tapi ... pernikahan adalah hal lain, dan aku belum siap untuk menjalaninya," jawab Emma sambil berdiri hingga berhadapan dengan Ethan."Apa kau ragu kepadaku? Kau takut tidak akan bahagia bila menikah denganku?""Ethan, ini sama sekali tidak seperti yang kau duga. Bukannya aku tidak percaya kepadamu, aku hanya belum siap menjalani pernikahan," jawab Emma hampir putus asa karena melihat wajah kecewa Ethan."Bagaimana kalau aku memberimu pilihan menikah atau kita putus?" tanya Ethan dengan wajah serius.Emma menatap Ethan dengan tatapan tidak percaya, lalu kembali duduk. Dia tidak menyangka Eth
Tony berdiri mematung begitu pintu dibanting oleh Hazel."Apa? Apa yang sudah aku lakukan?" gumamnya pelan. Dia meremas rambutnya dengan keras, karena menyesali kebodohannya. Dia sangat menyukai Hazel, bahkan dia jatuh cinta pada pandangan pertama kepada gadis itu.Dia mencari tahu semua tentang Hazel dan itu membuatnya semakin menyukai gadis itu. Tapi dia juga sadar akan kedudukannya dan merasa tidak percaya diri mendekati Hazel.Pada saat Hazel mengatakan kalau dia menyukai Tony, pria itu hampir pingsan. Dia tidak menyangka kalau Hazel juga akan menyukainya. Tapi sistem pertahanan diri yang dia miliki, membuatnya mengeluarkan reaksi yang bertolak belakang dengan yang dia rasakan.Kini, dia mengulanginya lagi. Dia kembali mengatakan hal yang tidak dia maksud karena ketakutan. "Aku harus bagaimana sekarang?" Tony menghela napas dalam dengan penuh penyesalan, lalu tiba-tiba teringat kalau Emma dan Ethan belum kembali, jadi Hazel pasti tidak punya tempat menginap. Tony segera keluar
Tony menatap Hazel yang berlari begitu cepat. Dia tidak mengerti mengapa Hazel tiba-tiba mengamuk dan meninggalkannya. Setelah beberapa saat, Tony menyadari gadis itu berlari tanpa tujuan dan dia pasti akan tersesat.Tony segera mengejar Hazel, tapi dia sudah menghilang. Tony mulai merasa khawatir dan mencari Hazel dengan panik. Tiba-tiba dia mendengar suara minta tolong dan segera berlari ke arah suara itu. Tony terkejut ketika melihat Hazel duduk di tanah sambil menangis."Nona Hazel, anda tidak apa-apa?" tanya Tony khawatir dan langsung berjongkok mendekati Hazel.Hazel yang ketakutan dan kesakitan langsung memeluk Tony dan menangis dengan kuat."Ayo, kita kembali ke penginapan," ajak Tony sambil melepaskan dekapan Hazel yang masih menangis."Kakiku sakit, aku tidak bisa berdiri," jawab Hazel sambil menangis.Tony kembali berjongkok."Letakkan tangan anda di leher saya," perintah Tony lalu langsung mengangkat tubuh Hazel seperti mengangkat seorang bayi.Hazel begitu terkejut hingga
"Maksudmu kau akan berpisah dengan Ethan?" tanya Hazel kaget. Emma tersenyum lalu menjawab dengan tenang."Tentu saja tidak. Aku sudah katakan aku sangat mencintainya dan tidak mungkin hidup tanpa dirinya.""Lalu apa maksudmu kau akan pindah ke Calamba? Sementara sudah jelas kehidupan Ethan ada di ibukota."Emma menghela napas panjang, lalu mengembuskannya. Dia tidak menjawab Hazel dan malah mengalihkan pembicaraan."Sudahlah, itu hanya rencanaku. Sekarang katakan padaku, bagaimana dengan kau dan Tony?"Hazel mendengus lalu memajukan bibirnya begitu mendengar nama Tony. Emma tersenyum, dia lega karena pembicaraan tentang dia dan Ethan akhirnya berhenti."Entahlah, aku tidak peduli. Aku sedang berusaha melupakannya.""Mengapa? Kalian bahkan belum memulai apa-apa, kenapa langsung berakhir?" "Emma, kau tahu aku menurunkan harga diriku hingga ke tanah dengan menyatakan perasaanku kepadanya. Tapi dia malah mengkritikku karena mengungkapkan rasa sukaku kepadanya, dan hingga hari ini dia sa
Emma menghela napas sambil menatap punggung Lea. Dia yang dulunya adalah penggemar berat Lea, berubah menjadi musuh sang diva dan berakhir menjadi orang asing yang saling memaafkan kemudian melupakan.Setelah menunggu beberapa saat, Emma bangkit dan keluar dari kafe itu. Kini dia tidak punya tujuan. Pulang ke rumah hanya akan membuatnya meringkuk kembali di atas tempat tidur, tapi dia tidak punya tujuan lain, selain pulang atau ke Calamba."Emma!" teriak Hazel yang sangat terkejut karena bertemu Emma di tempat yang tidak dia duga."Hazel, apa yang kau lakukan disini? Bukankah ini masih jam kerja?""Aku baru selesai menemui klien di restoran itu," jawab Hazel sambil menunjuk sebuah restorang yang tidak begitu jauh."Kau sendiri apa yang kau lakukan disini?""Aku baru saja bertemu Lea.""Apa? Untuk apa kau menemui wanita itu? Apa yang dia katakan? Apa dia mengatakan hal-hal yang buruk kepadamu?" cecar Hazel yang tidak suka kepada Lea."Jangan khawatir, kami hanya menyelesaikan apa yang
"Lea? Ada apa?" tanya Emma sambil duduk dengan wajah tegang."Apa kita bisa bertemu?" tanya Lea pelan."Sekarang?" "Ya, kalau kau tidak keberatan. Kalau kau sibuk aku bisa menemuimu siang, sore atau malam hari nanti," jawab Lea membuat Emma mengernyitkan dahi."Mengapa kau ingin bertemu? Setahuku tidak ada urusan apapun lagi diantara kita.""Ada yang ingin aku bicarakan. Jangan khawatir aku tidak akan menyerangmu. Kau tentukan saja dimana tempat yang membuatmu nyaman untuk kita bertemu," jawab Lea tenang."Aku ... Aku akan menghubungimu," sahut Emma lalu segera mematikan teleponnya.Emma menatap layar teleponnya sambil menyipitkan mata."Aku hanya ingin tidur seharian dan menenangkan tubuhku. Mengapa hal itupun tidak bisa kudapatkan? Mengapa kau harus bertemu denganku? Dan bodohnya, mengapa aku tidak langsung menolakmu?" gumam Emma sambil meletakkan teleponnya dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.Emma memikirkan beberapa saat lalu mengirimkan pesan kepada Lea.[Mari bertemu sian