"Dimana kamu tinggal sekarang?"Akhirnya Gina dan orang yang memanggilnya tadi sewaktu di parkiran menepi setelah keluar dari parkiran.Gina menolak untuk pergi minum atau makan karena baru saja selesai bersama teman-temannya."Dekat-dekat sini," jawabnya."Kos?"Gina menggeleng. "Aku tinggal sama ibuku. Jadi kami sewa rumah."Pria yang ternyata Abian itu tersentak saat Gina mengatakan tinggal bersama ibunya. Lalu, ayahnya tinggal sendirian di kampung?Karena setahunya, ayah Gina masih ada dan ibunya juga masih ada meski sudah sering sakit karena asma dan sesak napas."Ayah kamu?"Gina tersenyum getir mengingat sang ayah dan apa yang menjadi penyebab ayahnya berpulang selamanya ke rumah yang maha kuasa."Ayahku udah pergi untuk selama-lamanya," jawab Gina dengan mata yang mulai berembun. "Karena kau," lanjutnya tetapi hanya di dalam hati."Sorry, sorry, sorry. Aku nggak bermaksud un---""Tidak apa-apa. Wajar kamu tanya, kan kamu nggak aku kabari waktu ayahku berpulang," potong Gina de
Dari komunikasi yang intens, pertemuan Gina dan Abian juga semakin intens.Bahkan Gina sudah beberapa kali berbohong pada ibunya ketika dia telat pulang kerja atau pergi berkencan di malam minggu.Tidak ada kata balikan yang terucap di antara keduanya tapi segala tindakan masing masing sudah menjelaskan bahwa mereka telah kembali bersatu.Abian:"Ntar sore, kita ketemu di cafe Royal."Hari ini hari ulang tahun Gina dan Abian ingin merayakannya walau hanya makan bersama di cafe sederhana.Dan saat yang tunggu-tunggu telah tiba. Gina di sambut dengan sebuah kue kecil dengan tulisan "Happy birthday,Sayang"Makan malam sederhana yang terasa menyenangkan dan penuh canda tawa mereka berdua lewati."Aku tidak tahu, kamu suka atau tidak. Tapi ini aku berikan dengan ikhlas. Di terima yah!" ujar Abian seraya mengeluarkan satu kotak kecil dari saku celananya.Gina tersenyum sambil mengangguk. Tidak peduli apa isinya, selama itu berasal dari orang yang dia sayang dan yang dia harapkan tidak apa-a
Kejadian dua tahun lalu.Gina sedang duduk di teras belakang rumahnya dan sedang asyik melemparkan beberapa biji jagung untuk di santap oleh ayam peliharaan orang tuanya.Dering ponsel mengganggu kegiatannya. Dia mengambil ponsel yang di letakkan sembarang di sampingnya lalu dia berdecak kesal melihat nama si pemanggil."Orang gila ini, kenapa pula dia meneleponku lagi?" gumamnya lalu menekan tombol merah.Tak berselang lama, ponsel berdering lagi dan di reject lagi oleh Gina.Hingga dering ke lima kalinya, Gina langsung menekan tombol hijau dan langsung ngegas."Ada apa? Kenapa nelpon-nelpon?"Dahinya berkerut saat mendengar tawa Melda di seberang sana."Gila!" desisnya lalu memutus panggilan secara sepihak.Dia misuh misuh sambil meletakkan ponsel."Perempuan gila. Kamu pikir suamimu saja laki laki di dunia ini?" gumamnya tanpa sadar bahwa ayahnya sudah berdiri di ambang pintu belakang.Pria tua itu langsung memegangi dadanya karena entah kenapa dia merasa ucapan Gina barusan adalah
Belakangan ini Melda semakin gila.Sepertinya dia terobsesi dengan hubungan Abian dan Gina. Dia selalu di kejar oleh pikiran sendiri membuatnya tidak tenang siang dan malam. Apalagi jika Abian pulang sedikit lebih lama dari yang seharusnya. Pertengkaran terus terjadi dan nama Gina selalu menjadi sumber. Abian sampai harus mempertebal telinga juga sabarnya dalam menghadapi istrinya yang dia anggap sudah mulai gila tanpa alasan yang jelas. Menuduh Abian yang sengaja mengajukan diri ke luar kota agar bisa singgah dan bertemu dengan Gina.Makanya, setiap kali Abian pergi, Melda akan menelepon Gina dan mengatakan hal-hal yang tidak ada dan tidak mungkin ada akan terjadi.Gina sampai kehabisan akal. Dia selalu bersembunyi setiap kali nama Imelda muncul sebagai pemanggil di ponselnya karena takut di dengar oleh orang tuanya."Ka, bisa nggak kakak jangan mengkait-kaitkan aku dengan rumah tangga kalian lagi. Aku nggak ada hubungan apa-apa dengan suamimu, Kak. Itu dulu...." ujar Gina memelas.
"Yang, Kangen!"Satu baris kalimat itu saja bisa membuat Abian senyam senyum sepanjang hari.Ini adalah hari terindah dalam hidupnya dalam lima tahun terakhir. Bahkan di hari kelahiran Arion juga dia tidak sesenang ini.Walau fokusnya sekarang harus terbagi antara pekerjaan dan masalah di pengadilan yang berjalan alot, tapi ada satu hal yang membuatnya bersemangat ketika pulang kerja atau setelah bertemu pengacaranya.Setiap sore, ketika dia mendapat pesan dari Gina, dia akan selalu bersiul riang membuat teman-teman di kantornya bertanya-tanya.Sebagian dari mereka ada yang menduga Abian mungkin menang atas perkara perceraiannya atau mungkin Abian sudah menemukan tambatan hati yang baru.Abian:Yang, kamu lembur lagi atau on time?Abian mengirimkan pesan pada perempuan yang sekarang sudah menjadi kekasihnya itu.Tanpa perlu mengucapkan "Gina, aku masih mencintaimu, mari kita ulang dari awal," mereka sudah kembali bersama.Pertemuan dan komunikasi yang intens adalah kuncinya.Dari pang
Gina berdiri di pojokan kamar orang tuanya sambil menggigit jemarinya. Airmatanya menetes tanpa henti melihat ayahnya yang terbaring lemah dan sedang di periksa oleh dokter yang datang dari puskesmas. Ayahnya di pasang alat bantu pernafasan karena terlihat sesak dan memegangi dadanya terus-menerus sejak mendengar ucapan pria bertato tadi.Setelah terlihat stabil dan dokter berkata tidak perlu ke rumah sakit tapi harus tetap di pantau perkembangannya.Setelah Dokter itu pergi, Gina datang dan langsung membaringkan setengah tubuhnya di samping sang ayah seraya menangis."Maafkan Gina Pak. tapi semua yang dia katakan tidak benar. Gina bukan perempuan seperti itu, Pak. Tolong jangan percaya padanya."Gina terisak disana dan mengutuk Melda karena sudah berani mengirimkan abangnya ke rumah hanya karena kecemburuan tak berdasar."Gina berpacaran dengan seseorang selama dua tahun tapi kami sudah berpisah jauh sebelum Gina pulang, Pak. Kami berpisah karena dia di nikahkan orang tuanya dengan
"Saya terima nikah dan kawinnya Imelda Sri binti Hartanto dengan mas kawin sepuluh gram logam mulia dan seperangkat alat sholat di bayar tunai!""Sah?""Saaaaaaaaaah!"Gemuruh beberapa saksi dan juga beberapa orang dari kedua mempelai yang sedang di sahkan dalam ikatan suci pernikahan itu.Walau hanya di hadiri oleh keluarga inti tetapi suara mereka memenuhi ruang tamu berukuran enam kali delapan meter rumah sederhana itu."Selamat ya!""Selamat ya!""Jeng, akhirnya jadi juga kita besanan," ucap seorang wanita kepada wanita lain dengan begitu sumringah setelah kata sah bergema. Keduanya berpelukan seperti teletubbies.Sang mempelai wanita menadahkan tangan dengan wajah yang berbinar mengikuti ritual doa yang di pimpin oleh seorang pemuka agama yang hadir pada malam itu.Dia mengucapkan kata 'amin' dengan begitu kencangnya di dalam hatinya. Berharap bahwa apa yang dia dapat hari ini akan kekal selamanya."Akulah pemenangnya," lanjutnya masih di dalam hati dengan kedua sudut bibir yang
"Haaaahhhh,""uhhh, ahhh, uhhh, ahhh,"Terdengar hembusan nafas sensual dan desahan pelan yang semakin membakar gairah seorang pria.Pria tetaplah pria. Jika di suguhi sesuatu yang bisa membangkitkan gairah, pasti akan segera lupa dengan kekesalan hati dan akan memenuhi keinginan untuk memuaskan diri.Perang dingin antara dua mempelai tadi hanya berlangsung sebentar karena sekali lagi, Melda memenangkan peperangan malam ini setelah keduanya di suruh istirahat di kamar.Tanpa segan, Melda langsung melepas kebaya sederhana yang dia gunakan saat akad. Dia lalu berjalan mendekat ke arah Abian hanya dengan bra tanpa tali dan juga celana short warna hitam. Dengan leluasa, dia menarik kerah baju Abian dan mulai melepas jas di ikuti dengan kancing kemeja satu persatu.Tidak ada perlawanan, karena pemandangan di depan Abian sungguh membuatnya bungkam dan tidak bisa mengalihkan wajahnya ke arah lain. Bahkan terdengar suara tegukan air liur sendiri membuat Melda tersenyum penuh kemenangan lagi.