"Oh... Emangnya Kakak punya mantan berapa? Pasti banyak?" suara Anggia kembali terdengar menusuk di telingaku.
Anggia yang sejak tadi terus-menerus mengintrogasi Kak Reyhan dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama sekali tidak penting. Dan hal itu membuat aku benar-benar kesal karena kehilangan kesempatan untuk mengobrol dengan Kak Reyhan. Huft!
Harusnyakan aku yang sekarang mengobrol dengan Kak Reyhan, bukannya malah jadi kambing congek yang terpaksa mendengarkan pembicaraan mereka! Gerutuku kesal dalam hati.
"Nggak, kok. Mantan aku sedikit. Kayaknya sih nggak sampe sepuluh orang." jawab Kak Reyhan, yang aku tahu dia lagi ngibulin Anggia. Soalnya Kak Reyhan pernah bilang padaku kalau dia itu belum pernah pacaran.
Eits, tapi tunggu dulu, jadi sebenernya yang lagi dikibu
Awas baper...
Ini pertama kalinya aku naik motor dengan seorang cowok. Motor hasil pinjaman dari salah satu teman di tempat Kak Reyhan bekerja part time sebagai pelayan restoran. Hari itu, Kak Reyhan menjemputku di sekolah, setelah berhasil membohongi Bunda, aku dan Kak Reyhan menghabiskan waktu bersama dengan berkeliling kota Jakarta. Malamnya Kak Reyhan mengantarku pulang. Untungnya aku baru saja menerima pesan dari Anggia yang mengatakan bahwa Bundaku sedang pergi berbelanja kebutuhan bulanan bersama Tante Hanum, Mamahnya Anggia. Jadi aku tak perlu takut ketahuan jika Kak Reyhan mengantarku pulang sampai depan rumah. "Makasih ya udah anter pulang," ucapku begitu turun dari motor. Kak Reyhan berdiri menghampiriku. Dia merogoh saku celananya lalu mengeluarkan sesuatu. Ternyata sesuatu itu adalah sebuah gelang perak dengan gantungan bulan sabit di ujungnya.
Ternyata kesialanku belum berhenti sampai di situ. Gara-gara aku ngambek dan nekat berangkat sendiri ke sekolah naik angkutan umum, jadilah aku terlambat. Aku datang ketika upacara bendera sudah di mulai. Aku berteriak pada Pak Ilham, satpam sekolah supaya dia membukakan pintu untukku. Tapi bukan Pak Ilham yang menoleh justru malah Pak Guntur yang menghampiriku. Aduh bisa panjang nih urusannya! Pak Guntur itu guru Matematika. Dan dia satu-satunya guru di sekolah yang paling galak bin nyebelin. Nggak ada satupun siswa di sekolah yang berani berurusan dengan Pak Guntur kecuali dia sinting. "Kenapa terlambat?" Suara Pak Guntur terdengar persis seperti namanya. "Macet pak," jawabku lemah. Mataku sudah berlinang air mata. Hari
Sepanjang hari hatiku terus gelisah. Aku baru tahu bahwa ternyata Kak Reyhan itu bukan tipikal cowok pencemburu. Sepertinya dia lebih dewasa dalam menyikapi segala hal. Entah itu imbas dari kehidupannya yang sulit atau memang sudah sejak awal dia seperti itu. Tapi yang pasti aku tidak akan bisa tenang sebelum aku bisa bicara langsung hanya berdua saja dengannya. Sepertinya terlalu banyak hal yang ingin aku sampaikan padanya. Terutama tentang ketakutanku jika pada akhirnya aku dan dia memang harus berpisah. Anggia baru saja pulang. Cukup lama aku dan Anggia mengobrol di kamar tadi. Membicarakan masalah aku dan Kak Reyhan. Anggia bilang, "Alesan kenapa Kak Reyhan bilang lo itu temennya sama Kak Emir tadi, karena dia nggak mau masalah lo sama Bunda lo semakin rumit kalau ternyata Bunda lo tahu kalian pacaran. Kak Rey
Hari ini Kak Reyhan mengajakku ngamen keliling Ibu Kota. Meski harus melawan teriknya sinar matahari yang membakar kota Jakarta siang itu dan harus terpaksa kejar-kejaran dengan anak punk yang marah karena lapak ngamennya sudah diambil alih oleh Kak Reyhan. Bersama Kak Reyhan, aku seolah tak merasakan kesusahan apapun. Dan itulah ajaibnya cinta. Tadi sewaktu ngamen, aku dan Kak Reyhan sempat melewati sebuah Masjid dimana di dalam Masjid itu sedang berlangsung sebuah acara ijab kabul pernikahan umat muslim. Karena merasa penasaran, aku pun menarik lengan Kak Reyhan untuk ikut menyaksikan hal tersebut. "Kamu mau ngapain sih? Aku kan udah shalat tadi, ngapain kita ke masjid lagi?" protes Kak Reyhan saat genggaman tanganku di lengannya semakin menguat. Aku terus menarik Kak Reyhan menuju Masjid yang terdapat janur kuning melengkung itu. "Itu cuma orang nik
Tak sampai lima belas menit kami pun sampai di sebuah bangunan dua lantai yang terdiri dari kamar-kamar sederhana yang berjajar keliling membentuk kotak. Dan tanpa atap di bagian tengah. Kak Reyhan naik ke tangga yang letaknya berada di luar ruangan diikuti aku di belakang. Kost ini terlihat sangat sepi. Hampir semua pintunya tertutup kecuali satu kamar di seberang bagian ujung yang terbuka lebar dengan lampu di bagian dalam yang menyala. Aku melihat seorang wanita tengah asik tertidur di kasur lantai sambil menonton televisi. Seketika kerut di keningku pun menjelas. "Ini kost-kostan cowok atau cewek?" tanyaku bingung pada Kak Reyhan yang saat itu sedang membuka kunci pintu kamar kostnya yang terletak di lantai dua deretan ke tiga dari arah tangga.
Setelah hujan sedikit lebih reda, seperti janji Kak Reyhan sebelumnya, dia akan mengantarku pulang menggunakan motor milik Bang Nindra. Jadilah, malam itu aku dan Kak Reyhan kembali menikmati kedekatan yang terasa semakin intens di antara kami. Saking dingin aku benar-benar tak mampu menahan diri untuk tidak memeluk Kak Reyhan. Meski awalnya Kak Reyhan melarang tapi aku tidak perduli, aku tetap memeluk tubuh kurus itu dari belakang. Walau kurus, tapi bahu Kak Reyhan lebar dan punggungnya yang kini benar-benar menempel di dadaku terasa hangat. Aku benar-benar menikmati kebersamaan kami malam itu. Aku membenamkan wajahku di balik bahunya sambil memejamkan mata. Rasanya, sangat nyaman. Dan saking nyaman, aku sampai tidak sadar bahwa sepanjang perjalanan pulang itu aku ma
Seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini aku kembali ikut menemani Kak Reyhan mengamen, tapi di tempat yang berbeda dari biasanya. Bukan hanya tempat yang berbeda, hari ini aku dan Kak Reyhan mengamen ditemani Kak Nindra dan beberapa teman Kak Reyhan yang lain. Suasana ramai membuat aku merasa terhibur apalagi di saat Kak Nindra yang jahil terus saja menggodaku dengan Kak Reyhan. "Udah dicium berapa kali sama Reyhan, Trin?" tanya Kak Nindra saat itu. Mendengar pertanyaan frontal itu, Kak Reyhan langsung memelototi Kak Nindra yang jadi cengengesan. Sementara aku cuma bisa senyum-senyum. "Reyhan mah banci, dia takut sama cewek," goda kawan-kawan yang lain.
Reyhan tertidur di mushola rest area tol Cipularang. Semalaman menyetir membuat rasa kantuk menguasai dirinya. Waktu tempuh enam jam Jakarta-Bandung-Jakarta cukup membuatnya kelelahan. Reyhan kaget begitu dilihatnya matahari sudah terbit begitu tinggi. Pukul 10.25 WIB. Shit! Reyhan bangkit dan mulai berjalan cepat ke arah mobil. Baterai Handphonenya lowbat. Semoga saja tidak terjadi masalah di kantor. Harapnya cemas. Reyhan sempat melirik kaca spion di atas kepalanya memastikan luka lebam di wajahnya tidak terlihat serius. Dia tidak mungkin mampir ke apartemen dulu untuk sekedar mandi dan berganti pakaian. Sementara dia tahu hari ini ada meeting dengan klien penting selepas jam makan siang. Reyhan mulai melajukan mobilnya
Jakarta. Bandara Soekarno Hatta. "Take care, Brother." ucap seorang laki-laki seraya memeluk tubuh laki-laki jangkung dihadapannya. "Lo juga ya, jangan cemburuan lagi. Kalau ada masalah diomongin dulu baik-baik berdua jangan main cerai-cerai aja," ucap laki-laki jangkung itu. Mereka tertawa bersamaan. "Kalau lo butuh sesuatu, langsung kontak gue. Jangan sungkan, gue pasti bantu," "Gue udah biasa hidup merantau di negeri antah berantah, jadi lo nggak usah khawatir, buktinya gue bisa hidup sampe sekarangkan walau cuma sebatang kara?"
Bandung.Kediaman Ustadz Maulana.Satu Minggu kemudian.Hari-hari yang Hardin lalui benar-benar buruk tanpa Katrina.Hardin sudah mencoba mendatangi kediaman Ustadz Maulana di Bandung, dia ingin bertemu dengan Katrina, tapi Katrina selalu menolaknya. Katrina terus mengunci dirinya di dalam kamar bahkan ketika Hardin sudah berusaha mengetuk pintu itu dan mengajaknya bicara dari balik pintu. Namun lagi-lagi usahanya gagal. Katrina tetap menolak bertemu dengannya. Bahkan hanya sekedar menjawab salam yang dia teriakan dari luarpun tetap tak terdengar suara Katrina. Padahal Katrina tetap menjawab salam itu dari dalam, hanya saja dia menjawabnya tanpa suara. Tentunya dengan deraian air mata yan
Ini adalah malam minggu. Hardin mengajak Katrina untuk makan malam di luar. Yumna tidak ikut, karena Yumna sedang berada di Bandung. Omah sendiri yang meminta kepada Hardin dan Katrina untuk menjaga Yumna. Sepertinya wanita paruh baya itu sangat kesepian jika tak ada Yumna di sampingnya.Senyum terus mengembang di wajah Katrina. Dia berpikir Hardin mulai kembali. Setelah sebelumnya dia merasa bahwa suaminya itu banyak berubah. Tepatnya sejak kepergian Anggia. Sepertinya Hardin sangat terpukul. Dan hal itulah yang membuatnya jadi lebih banyak diam akhir-akhir ini. Bahkan sikapnya terkesan dingin pada Katrina. Dia sama sekali tidak menyentuh Katrina. Dia seringkali pulang telat dari kantor. Sementara Katrina mencoba untuk tidak mempermasalahkan hal itu. Dia tidak ingin membuat hati suaminya menjadi lebih terbebani oleh sikapnya. Dia hanya tidak ingin menyulitkan suaminya. Itu saja.
Beberapa bulan kemudian...Di Sebuah desa terpencil di ujung pulau Jawa.Seorang laki-laki jangkung keluar dari grand Livina putih dengan memegang sebuah buket bunga yang berukuran sedang.Dia berjalan memasuki area pemakaman umum. Beberapa warga sekitar yang berjualan di sekitar pemakaman seolah berbisik-bisik tetangga. Sebab jarang ada orang asing dengan wajah yang menurut mereka sangat tampan, gayanya yang sangat keren ditambah dengan fasilitas mewah yang dia miliki datang ke areal pemakaman di desa tersebut. Dan hal itu langsung menjadi buah bibir di daerah itu.Reyhan berhenti di sebuah makam yang bertuliskan nama Jihan Fadila pada batu nisannya. Dan itulah m
Tim dokter dengan segala kepintarannya serta kemajuan tekhnologinya tetap tak bisa menentang takdir yang sudah ditentukan.Masih dua minggu dari prediksi, tapi Anggia sudah merasakan perutnya mulas sejak sore tadi.Awalnya dia berpikir bahwa dia hanya mulas karena ingin buang air besar. Tapi tidak kunjung keluar juga setelah dia berjalan bulak-balik keluar masuk toilet.Hingga akhirnya Anggia mendapati kemaluannya menghangat. Dia seperti seorang anak kecil yang pipis di celana, namun ketika melihat ke bagian selangkangannya, ternyata darah yang merembes dari sana dan turun mengalir ke bawah kakinya. Anggia panik dan berteriak. Membuat Omah terkaget-kaget.Saat itu juga Anggia langsung di baw
Satu Bulan Kemudian.Hari ini Reyhan diberi mandat oleh Opah untuk menangani masalah pekerjaan di Jakarta. Sebab Hardin sedang ada urusan pekerjaan di luar kota.Sore ini usai menyelesaikan urusan kantor, Reyhan berencana untuk membelikan sebuah hadiah untuk sang calon bayi di perut Anggia yang diprediksikan akan keluar dalam minggu-minggu ini. Dan sobatnya Nindra pun istrinya baru saja melahirkan, jadi Reyhan sekalian berbelanja di satu toko yang sama. Mumpung dia sedang berada di Jakarta. Karena besok Reyhan sudah harus kembali ke Bandung.Reyhan melihat-lihat jejeran stroller bayi dan pakaian bayi yang menurutnya sangat lucu. Kebetulan, dari hasil USG anak di perut Anggia itu berjenis kelamin perempuan. Jadi Reyhan memutuskan membelikan sebuah pakaian bayi peremp
Acara barbeque sudah selesai. Katrina sedang mencuci piring di dapur, ketika Anggia datang menghampirinya."Perlu bantuan?" tanya Anggia."Eh, nggak usah, Nggi. Udah mau selesai kok." Katrina menjawab seraya tersenyum dari balik cadarnya."Lo serius cinta sama Aa gue?" Anggia kembali bertanya. Matanya menatap wajah Katrina lekat-lekat. Ekspresinya terlihat datar. Sebenarnya Anggia benci jika harus berbicara dengan Katrina sementara dia tidak bisa menerka-nerka ekspresi wajah sahabatnya itu sebab tertutup cadar. Jadi, Anggia hanya bisa menebak melalui tatapan mata Katrina saja. Jelas itu bukan hal yang mudah baginya.Katrina langsung berhenti dengan kegiatannya begitu mendengar kalimat yang d
Katrina masih berjalan kaki menuju villa ketika dilihatnya mobil Hardin melesat bak anah panah melewatinya.Coba itu? Bahkan mereka tidak sama sekali menawarkan tumpangan pada dirinya. Katrina dibuat semakin jengkel."Ayo naik," kali ini sebuah suara terdengar. Suara Hardin. Ternyata dia sedang mengendarai motor matic si penjaga villa yang tadi dia pinjam. Motor itu melaju pelan di samping Katrina.Katrina melipat tangannya di dada. Dia langsung melengos.Enak saja. Tidak segampang itu Katrina akan memaafkannya. Katrina benar-benar tidak habis pikir dengan apa yang ada dikepala suaminya, hingga dengan begitu tega membohongi istrinya sendiri, hanya demi sebuah pengakuan.
Lokasi Villa yang di sewa Hardin memang cukup jauh dari jalan raya puncak. Lokasi itu memasuki kawasan perkebunan teh terlebih dahulu. Jadi bisa di pastikan kondisi jalanan sangat sepi di malam hari. Belum lagi dalam kondisi cuaca seperti malam ini.Reyhan bergegas masuk ke dalam Villa sebelum sempat menjawab pertanyaan Katrina."Kunci mobil Hardin dimana?" tanya Reyhan panik.Katrina berlari ke dalam kamarnya. Mengambil kunci mobil di atas meja rias. Dan memberikannya pada Reyhan."Ada apa ini, Kak? Itu baju Kakak kenapa berdarah?" Katrina kembali bertanya. Dia mulai menangis.Reyhan berlari ke arah kamar Anggia.