Ternyata kesialanku belum berhenti sampai di situ.
Gara-gara aku ngambek dan nekat berangkat sendiri ke sekolah naik angkutan umum, jadilah aku terlambat. Aku datang ketika upacara bendera sudah di mulai. Aku berteriak pada Pak Ilham, satpam sekolah supaya dia membukakan pintu untukku. Tapi bukan Pak Ilham yang menoleh justru malah Pak Guntur yang menghampiriku.
Aduh bisa panjang nih urusannya!
Pak Guntur itu guru Matematika. Dan dia satu-satunya guru di sekolah yang paling galak bin nyebelin. Nggak ada satupun siswa di sekolah yang berani berurusan dengan Pak Guntur kecuali dia sinting.
"Kenapa terlambat?" Suara Pak Guntur terdengar persis seperti namanya.
"Macet pak," jawabku lemah. Mataku sudah berlinang air mata. Hari
Semoga suka...
Sepanjang hari hatiku terus gelisah. Aku baru tahu bahwa ternyata Kak Reyhan itu bukan tipikal cowok pencemburu. Sepertinya dia lebih dewasa dalam menyikapi segala hal. Entah itu imbas dari kehidupannya yang sulit atau memang sudah sejak awal dia seperti itu. Tapi yang pasti aku tidak akan bisa tenang sebelum aku bisa bicara langsung hanya berdua saja dengannya. Sepertinya terlalu banyak hal yang ingin aku sampaikan padanya. Terutama tentang ketakutanku jika pada akhirnya aku dan dia memang harus berpisah. Anggia baru saja pulang. Cukup lama aku dan Anggia mengobrol di kamar tadi. Membicarakan masalah aku dan Kak Reyhan. Anggia bilang, "Alesan kenapa Kak Reyhan bilang lo itu temennya sama Kak Emir tadi, karena dia nggak mau masalah lo sama Bunda lo semakin rumit kalau ternyata Bunda lo tahu kalian pacaran. Kak Rey
Hari ini Kak Reyhan mengajakku ngamen keliling Ibu Kota. Meski harus melawan teriknya sinar matahari yang membakar kota Jakarta siang itu dan harus terpaksa kejar-kejaran dengan anak punk yang marah karena lapak ngamennya sudah diambil alih oleh Kak Reyhan. Bersama Kak Reyhan, aku seolah tak merasakan kesusahan apapun. Dan itulah ajaibnya cinta. Tadi sewaktu ngamen, aku dan Kak Reyhan sempat melewati sebuah Masjid dimana di dalam Masjid itu sedang berlangsung sebuah acara ijab kabul pernikahan umat muslim. Karena merasa penasaran, aku pun menarik lengan Kak Reyhan untuk ikut menyaksikan hal tersebut. "Kamu mau ngapain sih? Aku kan udah shalat tadi, ngapain kita ke masjid lagi?" protes Kak Reyhan saat genggaman tanganku di lengannya semakin menguat. Aku terus menarik Kak Reyhan menuju Masjid yang terdapat janur kuning melengkung itu. "Itu cuma orang nik
Tak sampai lima belas menit kami pun sampai di sebuah bangunan dua lantai yang terdiri dari kamar-kamar sederhana yang berjajar keliling membentuk kotak. Dan tanpa atap di bagian tengah. Kak Reyhan naik ke tangga yang letaknya berada di luar ruangan diikuti aku di belakang. Kost ini terlihat sangat sepi. Hampir semua pintunya tertutup kecuali satu kamar di seberang bagian ujung yang terbuka lebar dengan lampu di bagian dalam yang menyala. Aku melihat seorang wanita tengah asik tertidur di kasur lantai sambil menonton televisi. Seketika kerut di keningku pun menjelas. "Ini kost-kostan cowok atau cewek?" tanyaku bingung pada Kak Reyhan yang saat itu sedang membuka kunci pintu kamar kostnya yang terletak di lantai dua deretan ke tiga dari arah tangga.
Setelah hujan sedikit lebih reda, seperti janji Kak Reyhan sebelumnya, dia akan mengantarku pulang menggunakan motor milik Bang Nindra. Jadilah, malam itu aku dan Kak Reyhan kembali menikmati kedekatan yang terasa semakin intens di antara kami. Saking dingin aku benar-benar tak mampu menahan diri untuk tidak memeluk Kak Reyhan. Meski awalnya Kak Reyhan melarang tapi aku tidak perduli, aku tetap memeluk tubuh kurus itu dari belakang. Walau kurus, tapi bahu Kak Reyhan lebar dan punggungnya yang kini benar-benar menempel di dadaku terasa hangat. Aku benar-benar menikmati kebersamaan kami malam itu. Aku membenamkan wajahku di balik bahunya sambil memejamkan mata. Rasanya, sangat nyaman. Dan saking nyaman, aku sampai tidak sadar bahwa sepanjang perjalanan pulang itu aku ma
Seperti hari-hari sebelumnya. Hari ini aku kembali ikut menemani Kak Reyhan mengamen, tapi di tempat yang berbeda dari biasanya. Bukan hanya tempat yang berbeda, hari ini aku dan Kak Reyhan mengamen ditemani Kak Nindra dan beberapa teman Kak Reyhan yang lain. Suasana ramai membuat aku merasa terhibur apalagi di saat Kak Nindra yang jahil terus saja menggodaku dengan Kak Reyhan. "Udah dicium berapa kali sama Reyhan, Trin?" tanya Kak Nindra saat itu. Mendengar pertanyaan frontal itu, Kak Reyhan langsung memelototi Kak Nindra yang jadi cengengesan. Sementara aku cuma bisa senyum-senyum. "Reyhan mah banci, dia takut sama cewek," goda kawan-kawan yang lain.
Reyhan tertidur di mushola rest area tol Cipularang. Semalaman menyetir membuat rasa kantuk menguasai dirinya. Waktu tempuh enam jam Jakarta-Bandung-Jakarta cukup membuatnya kelelahan. Reyhan kaget begitu dilihatnya matahari sudah terbit begitu tinggi. Pukul 10.25 WIB. Shit! Reyhan bangkit dan mulai berjalan cepat ke arah mobil. Baterai Handphonenya lowbat. Semoga saja tidak terjadi masalah di kantor. Harapnya cemas. Reyhan sempat melirik kaca spion di atas kepalanya memastikan luka lebam di wajahnya tidak terlihat serius. Dia tidak mungkin mampir ke apartemen dulu untuk sekedar mandi dan berganti pakaian. Sementara dia tahu hari ini ada meeting dengan klien penting selepas jam makan siang. Reyhan mulai melajukan mobilnya
Di sebuah ruangan dengan lampu redup temaram, seorang wanita terkulai lemah tak berdaya di atas lantai beralaskan kardus-kardus bekas. Kesadarannya belum pulih sempurna. Dia mencoba untuk membuka mata. Kepalanya berkunang-kunang. Nafasnya terasa sesak. Wanita itu mencoba bergerak, tapi sia-sia. Ke dua kaki dan tangannya diikat begitu kencang. Hingga setelahnya dia hanya mampu berteriak. Meski suaranya hanya terdengar seperti orang yang sedang bergumam. "Tolooonggg.. Tolooonggg..." Anggia terus berusaha berteriak meski setelahnya yang keluar hanya suaranya yang pelan tertahan. Entah mengapa dia merasa tenaganya seperti sudah dikuras habis. Dan lagi dia merasakan nyeri di bagian kewanitaannya ketika dia mulai menggerakkan kakinya. Dan Anggia baru sadar kalau pakaian yang dia pakai sekarang bukanlah pakaian yang dia
Katrina terus menebak-nebak hal mendesak apa yang membuat Reyhan dan Hardin harus berbarengan untuk tidak masuk kantor selama beberapa hari. Namun tak ditemukannya juga jawaban yang tepat, sampai akhirnya Kak Zaenab meneleponnya dan penjelasan Kak Zaenab di telepon menjawab semuanya. "Teteh sekarang lagi di rumah Abi Syamsul, Trina. Gia, cucu bungsunya Abi Syamsul yang sekolah di Jerman diculik. Tadi sore Abi Syamsul telepon ke rumah minta Nini sama Teteh ke rumah beliau untuk temenin Umi Tantri, neneknya Gia. Merekakan nggak punya kerabat lagi di Bandung. Bantu doa ya, Trina, mudah-mudahan Gia cepat ditemukan." jelas Kak Zaenab di telepon. "Innalillahi, iya Teh. Trina pasti akan bantu doa. Gia itu sahabat Trina Teh, waktu Trina tinggal di Jakarta." Katrina benar-benar kaget. Anggia diculik? Ya Allah SWT, semoga t