Sesampainya di Flat milik Reyhan, Reyhan langsung menyuruh Luwi untuk segera berkemas.
Rencananya Reyhan akan langsung membawa Luwi dan Gibran pulang ke Indonesia malam ini juga.
Mereka tidak mau ambil resiko lebih jauh lagi. Sebelum Max berhasil menemukan mereka, mereka harus bertindak cepat.
Jadilah Luwi menuruti perintah sang Kakak. Mereka berkemas-kemas malam itu.
"Bangunkan Gibran. Biar aku saja yang bereskan pakaianmu, kamu siapkan keperluan Gibran." ucap Reyhan pada Luwi.
Saat sedang mengemas pakaian Gibran, Luwi sempat berpikir sesuatu dan dia langsung menghentikan aktifitasnya sejenak.
"Tapi, Kak, akukan tidak memiliki KTP, paspor dan Visa, bagaimana aku bisa kembali le Indonesia tanpa itu semua? Sedang aku bisa melamar pekerjaan itupun karena memakai jasa orang dalam. Semua surat-surat berhargaku hilang semua,"
"Tenang saja. Masalah itu aku sudah urus sejak jauh-jauh hari. Kamu tidak perlu khawatir." jawab Reyhan tenang. Dia tersenyum pada adiknya.
Luwi membalas senyum itu. Ternyata dia tidak hanya memiliki seorang kakak yang tampan, tapi dia juga sangat pintar. Luwi merasa bangga sekali pada Reyhan.
"Gibran, ayo bangun."
Luwi sudah selesai mengemas barang-barang Gibran. Dia menarik tangan anaknya agar cepat-cepat duduk dan langsung memakaikan jaket tebal.
Gibran kebingungan. Matanya yang masih sayup itu menatap Luwi. "Kenapa Mama pakaikan aku jaket? Memang kita mau kemana?"
"Kita mau pulang," jawab Luwi, ada segelintir perasaan bahagia yang tersemat di dalam hatinya. Sebab hal inilah yang dia tunggu-tunggu selama ini.
Sebenarnya kalau sang Ayah tidak melarang, Luwi sudah sejak dulu ingin kembali ke Indonesia. Bahkan sejak Gibran baru berusia enam bulan, Luwi sudah merengek pada sang Ayah supaya menjemputnya untuk membawanya pulang ke Indonesia. Luwi tidak betah tinggal sendirian di negara asing, di negeri antah berantah ini, sendirian. Dia merasa sangat kesepian. Meski dia tidak menampik satu hal, bahwa dimanapun keberadaannya baik di London ataupun di Indonesia, dia kerap merasakan kesepian. Hal itu terjadi sejak Luwi ditinggal pergi sang Mama tercinta saat usianya baru menginjak lima tahun.
Luwi kecil seringkali mengeluh di dalam istana besar sang Ayah. Dia hidup hanya ditemani oleh beberapa pekerja rumah tangga di istana itu. Ayahnya bahkan hampir setiap hari tidak ada dirumah. Meski Luwi seringkali menghabiskan waktunya di luar jika weekend dan hang out bersama teman-teman satu genk nya setelah beranjak dewasa, tapi tetap saja hal itu tidak menghapus perasaan sepi yang kian menderanya jika sudah kembali berada di rumah.
Dan sepi itu hilang saat dia mulai mengenal kata, Cinta. Untuk yang pertama kalinya.
"Sudah beres Luwi? Kamu sedang menulis apa?" tanya Reyhan saat dihampirinya Luwi di meja ruang tamu.
"Surat untuk Jodie. Kita tidak sempat mampir ke flat jodiekan? Jadi aku berniat untuk menitipkan surat ini kepada pemilik flat ini. Kebetulan, nomor telepon Jodie baru saja ganti dan aku tidak tahu nomor telepon barunya. Bagaimanapun, dia itu satu-satunya sahabatku yang sudah banyak sekali menolongku selama ini, Kak."
Luwi memandang Reyhan, dia takut ekspresi sang Kakak berubah marah setelah dia kembali mendengar nama Jodie di sebut. Sejak insiden beberapa hari yang lalu, ketika Reyhan tanpa sengaja memergoki Jodie yang hendak melakukan hubungan sex di ruang tamu flatnya, Reyhan benar-benar ilfeel pada wanita itu hingga dia memaksa Luwi dan Gibran untuk pindah ke flatnya.
"Ya, aku tahu, kelakuan Jodie memang kurang baik, bahkan aku juga sudah sering menasehatinya, tapi dia tetap saja mengulanginya lagi dan lagi. Tapi diluar kehidupan pribadinya itu, sebenarnya dia itu wanita yang baik, Kak." Luwi masih berusaha meyakinkan Reyhan.
Dan satu senyuman Reyhan membuatnya mengerti.
"Kalau begitu, biar aku yang memberikan surat itu, sekalian memulangkan kunci flat ini kepada Mrs Kelly."
Luwi tersenyum sumringah. Dia memberikan surat itu pada sang Kakak.
Malam itu setelah berpamitan pada Mrs Kelly selaku pemilik flat yang di sewa oleh Reyhan, mereka langsung pergi menuju bandara.
Untuk kembali pulang, ke tanah air tercinta.
Indonesia.
*****
Reyhan, Luwi dan Gibran baru saja selesai check in di Bandara.
Kini mereka mulai memasuki boarding room untuk menunggu pesawat dan mengetahui status kedatangan pesawat yang akan mereka tumpangi.
Reyhan baru saja menaruh Gibran di kursi tunggu. Setelah dia menggendong bocah itu sejak mereka turun dari taksi tadi. Anak ini kelihatannya saja kurus, tapi setelah digendong ternyata berat juga. Keluh Reyhan dalam hati.
Tubuh kurus Gibran dia telentangkan di sepanjang kursi panjang itu, kepala Gibran di taruhnya di atas pangkuan Luwi. Bocah itu terus tertidur di sepanjang perjalanan menuju Bandara tadi.
Reyhan mengambil beberapa barang di dalam tas selempang kecilnya, satu buah betadine dan plester luka serta tissue. Dia memberikannya pada Luwi.
"Bersihkan dulu lukamu. Lalu pakai ini."
Luwipun menerima barang-barang itu seraya mengucapkan terima kasih.
Gibran terbangun saat Luwi sedang sibuk mengobati luka-lukanya.
Sementara Reyhan terlihat sibuk memperhatikan informasi rute pesawat dan nomor penerbangan yang akan diumumkan petugas kepada mereka.
"Mama kenapa?" tanya Gibran yang langsung bangkit dari pangkuan Luwi. Dia terlihat khawatir. Dan mencoba mengucek matanya dengan ke dua tangan. Mencoba memastikan kembali apakah penglihatannya itu benar atau tidak. Kenapa wajah mamanya biru-biru begitu?
"Mama tidak apa-apa kok. Kamu kenapa bangun? Sudah tidur lagi,"
"Itu jidat Mama berdarah,"
"Cuma luka kecil, Mamakan kuat, wonderwomen, jadi luka segini sih, tidak terasa," Luwi tersenyum pada Gibran, mencoba meyakinkan anaknya bahwa dia baik-baik saja. Meski kenyataannya justru mengatakan hal yang sebaliknya.
"Sini Gibran bantu tempelkan plesternya, mama tahan ya, pasti sakit,"
"Kalau Gibran yang tempelkan pasti tidak akan sakit. Gibrankan anak yang pintar,"
Gibran menempelkan plester luka itu di kening Luwi, di bagian atas alis kiri Ibunya. Luwipun memejamkan matanya. Sentuhan Gibran membuat hatinya tenang.
Reyhan hanya bisa menatap penuh haru pada ke dua manusia yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang. Gibran persis dirinya dahulu, yang begitu sayang dan penuh perhatian pada Ibunya. Reyhan menyeka air matanya yang hampir menetes, saat seorang petugas tiba-tiba menepuk bahunya dari belakang.
Petugas itu menginstruksikan kepada Reyhan agar bersiap-siap untuk memasuki pesawat.
Reyhan langsung menghampiri Luwi dan Gibran sambil tangannya sibuk mengubek-ubek isi tas kecilnya. Seperti mencari sesuatu.
"Gibran, terakhir kamukan yang memainkan kalung arloji liontin milik om? Kok tidak ada sih di tas om?" tanya Reyhan sambil terus mencari.
Gibran tidak langsung menjawab, sepertinya dia sedang mencoba untuk mengingat-ingat sesuatu.
"Itu kalung yang di dalamnya ada foto tante cantik bukan?" tanya Gibran ingin memperjelas.
Reyhan jadi salah tingkah. Luwi meliriknya sambil tersenyum meledek.
"Tante Cantik? Siapa?" ucap Luwi, jahil.
Reyhan melengos. "Bukan siapa-siapa. Dimana Gibran? Coba ingat-ingat?"
"Sepertinya tertinggal di kotak mainan Gibran di flat tante Jodie. Maaf ya om..." Gibran menunduk. Sepertinya dia sangat menyesal.
"Kan om sudah bilang kalau selesai main, langsung taruh lagi di tas om, jadi nggak hilang,"
"Gibran, lain kali kalau pinjam apa-apa harus langsung dikembalikan ya?" Luwi terdengar menasehati.
"Iya, Gibran minta maaf, Ma." sepertinya anak itu akan menangis. Reyhan jadi merasa bersalah.
"Sudah jangan menangis. Jagoan itu tidak boleh cengeng! Om juga minta maaf ya?" Reyhan terlihat mengelus kepala Gibran dengan sayang. Dia tersenyum.
Gibran mengangguk dan membalas senyum Reyhan. "Kata Om, tante cantik tinggal di Indonesia, kitakan mau ke indonesia sekarang, om bisa pinta fotonya lagikan? Apa perlu Gibran yang bantu untuk memintanya?"
Reyhan terkekeh. Dia jadi garuk-garuk kepala.
Tatapan Luwi jadi semakin menyelidik. Luwi tersenyum-senyum geli.
"Pokoknya nanti kalau sudah sampai indonesia, Mama dan Gibran harus langsung dikenalkan dengan tante cantiknya om Reyhan, iyakan Gibran?" ucap Luwi pada Gibran yang disambut tawa oleh bocah itu.
"Sudahlah tak usah dibahas. Kita masuk pesawat sekarang," ucap Reyhan kemudian.
Huft... Seandainya saja semuanya semudah yang kalian pikirkan.
Pikir Reyhan dalam hati.
Malam itu mereka terbang di angkasa, menuju Indonesia.
Dan berharap semua akan baik-baik saja.
*****
Gimana, makin penasaran sama ceritanya?
Jangan lupa vote dan komentarnya ya...
Salam herofah...
"Kita mau kemana?" tanya Jodie heran. Matanya tak lepas memandang sesosok tubuh laki-laki jangkung dengan sayap indah berwarna putih yang menyatu dengan punggungnya. Seperti seorang malaikat. Meski Jodie sendiri tidak tahu pasti bagaimana wujud asli dari malaikat itu sendiri. Tapi yang jelas Jodie yakin laki-laki ini bukan laki-laki biasa.Laki-laki itu tidak menjawab pertanyaan Jodie, dia hanya tersenyum dengan senyuman yang sangat manis, membuat Jodie terpana. Lalu Jodie merasa tangannya di genggam oleh laki-laki itu, dengan genggaman yang sangat kuat. Lagi-lagi dia mengajak Jodie terbang. Tinggi sekali. Melintasi angkasa, menembus cakrawala, menuju langit ke tujuh. Hingga setelahnya Jodie menemukan dirinya mengawang, bebas di hamparan jagat raya. Bentangannya luas tak terhingga. Bagaikan fatamorgana. Tubuh Jodie melayang di udara. Semuanya terasa ringan. Tak ada kesulitan. Seperti terbebas dari segala beban. Hingga tubuh mereka kembali berdekatan. Laki-
Karpet merah tergelar sepanjang pintu masuk gedung. Disisi kanan dan kirinya berdiri tiang-tiang sebatas pinggang yang saling terhubung satu sama lain. Terhias bunga-bunga cantik berwarna-warni. Serta kain-kain sutra yang menutupinya.Pelataran parkir gedung terlihat ramai malam itu, dipenuhi mobil-mobil mewah para tamu undangan.Di bagian depan gedung terlihat banyak sekali wartawan-wartawan infotainment yang berlalu lalang. Bahkan ada beberapa yang tengah melakukan wawancara dengan beberapa tamu dari kalangan aktris dan aktor terkenal yang datang malam itu.Pernikahan merupakan momen yang spesial bagi setiap pasangan, terlebih bagi para aktris maupun orang-orang terpandang di Indonesia. Untuk memeriahkan hari bahagianya itu, mereka sengajamenggelar pernikahan dengan konsep yang tidak biasa. Hingga berhasil membuat siapapun yang menyaksikannya akan tersenyum takjub.Namun berbeda halnya dengan yang
Setelah menempuh waktu selama kurang lebih 18 jam perjalanan London-Jakarta-Bandung. Akhirnya mereka bertiga sampai juga di Kontrakan Reyhan di Cicadas, Bandung.Kontrakan itu terlihat berdebu karena sudah ditinggal penghuninya selama hampir tiga bulan lamanya.Luwi dan Gibran menghempaskan tubuhnya di atas karpet lantai yang baru saja di gelar oleh Reyhan. Sepertinya mereka sangat kelelahan karena sudah lama tidak pernah melalukan perjalanan jauh.Luwi meringis memegangi punggungnya. Dia meraba bagian punggung kirinya dan berjalan ke arah lemari kaca di kamar Reyhan. Dia menurunkan bajunya cukup kebawah, hampir memperlihatkan sebagian bra-nya. Luwi hanya ingin melihat melalui kaca apa luka di punggungnya ini serius atau tidak, sebab sakitnya semakin lama semakin menjadi.Reyhan kaget saat dilihatnya punggung Luwi terdapat luka memar yang cukup besar."Astaga, Luwi? Punggungmu kenapa?" tan
Sore harinya, sepulang dari lapas cipinang dan mampir sebentar di restoran cepat saji untuk makan siang. Reyhan langsung melajukan Grand Livinanya menuju Raffles hills, di kawasan Cibubur.Sudah satu bulan terakhir Hardin dan Katrina pindah ke Rafless, ke rumah orang tua Hardin. Sejak beberapa teror yang diterima Katrina di apartemen. Hal itu membuat Hardin sangat khawatir. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk pindah ke Raffles. Dan sejak tinggal di sana, sampai saat ini Hardin belum kembali bercerita kepada Reyhan mengenai teror yang di alami Katrina. Dan hal itu membuat hati Reyhan lega. Mudah-mudahan saja di sana Katrina bisa lebih tenang dan aman.Bagaimanapun Katrina terlahir di sana, jadi para tetangga lama jelas sudah mengenalnya dengan baik. Katrina tidak akan merasa kesepian bila ditinggal bekerja oleh Hardin.Reyhan sudah memencet bel berkali-kali. Tapi tidak nampak adanya tanda-tanda kehidupan di dalam rumah bes
Reyhan sengaja memilih rumah sakit Santosa Bandung sebagai alternatif pengobatan untuk Gibran.Karena rumah sakit Bandung satu ini dikenal memiliki layanan standar internasional yang tak hanya bekerjasama dengan instansi lokal, tapi juga institusi kesehatan luar negeri.Dan salah satu peralatan canggih di sini adalah MSCT Scan-64 Slice, yang bisa mendeteksi penyakit jantung sejak dini.Reyhan berharap penyakit jantung Gibran bisa sembuh jika Gibran menjalani pengobatan rutin di sini. Meski kemungkinan untuk sembuh dari penyakit jantung bawaan sangatlah kecil, tapi Reyhan tidak mau patah semangat sebelum berjuang.Mereka baru saja menerima nomor antrian untuk pengobatan jantung Gibran. Sementara untuk luka memar di punggung Luwi sudah tidak
Reyhan baru saja mengambil mobil di parkiran rumah sakit dan mulai melajukan mobilnya ke arah depan loby rumah sakit dimana Luwi dan Gibran sedang menunggunya.Gibran sudah melakukan serangkaian medical check up jantung, dimana dokter mengatakan kondisi jantung Gibran sejauh ini baik-baik saja.Penyakit jantung bawaan, sebenarnya tidak selalu parah dan bisa disembuhkan. Bahkan, pada beberapa kasus, orang yang memiliki kondisi ini tidak memerlukan perawatan khusus. Namun, pada kondisi yang parah, penyakit ini memang bisa membahayakan nyawa pengidapnya.Pada kondisi yang ringan, pengidap penyakit jantung bawaan hanya perlu menjalani pemeriksaan kesehatan secara rutin dengan dokter, untuk melihat perkembangan kondisi jantung.Namun, pada beberapa kasus, perawatan seperti operasi atau pemberian obat, perlu dilakukan, agar kondisi jantung bisa kembali sehat.Dari
Lampu hijau sudah menyala, Reyhan mulai melajukan kembali kendaraannya. Memasuki jalan Arcamanik. Dia berkendara dengan kecepatan sedang. Karena jalur jalan raya Arcamanik yang cukup padat siang itu.Reyhan masih menunggu adiknya menjawab pertanyaan yang dia ajukan, ketika mobilnya tiba-tiba mogok di tengah jalan.Untung saja mereka mengenakan sabuk pengaman jadi tubuh mereka tidak terbentur dahsboard mobil. Tapi sial bagi Gibran yang tubuhnya tiba-tiba jatuh terguling ke bawah saat mobil Reyhan tiba-tiba berhenti. Karena saat itu dia sedang dalam posisi tidur telentang di jok belakang.Bocah laki-laki itu bangun sambil meringis memegangi kepalanya yang sedikit sakit."Kenapa sih Om? Kok tiba-tiba berhenti?" ucapnya sambil cemberut. Dia protes pada Reyhan."Kenapa Kak? Kok berhenti?" tanya Luwi bingung.Reyhan berdecak. "Sepertinya mogok, soalnya mobil ini terlalu lama tidak dipakai, selama aku di London kemarin,"Suara berisik klakso
Hari ini Katrina sangat gembira. Bibi Atiqah dan kedua anaknya, Fatia yang berumur empat tahun dan Yusuf yang berumur sepuluh tahun memutuskan untuk menginap di rumah Hardin untuk beberapa hari.Rumah besar ini terlihat ramai sekali. Apalagi saat Fatia terlihat gemas pada Yumna. Fatia terus menerus menciumi pipi chuby Yumna. Bahkan dia bilang pada Uminya, untuk segera memberinya adik seperti Yumna. Hingga membuat semua orang di depan ruangan tv itu tertawa."Fatia ini memang suka sekali dengan bayi, bahkan dia selalu bilang pada Bibinya Zaenab untuk segera mengeluarkan bayi di dalam perut Zaenab. Selama Zaenab hamil, dia terus menerus mendekati dan mengelus-elus perut Zaenab yang sudah mulai besar. Dan saat perut itu terlihat bergerak-gerak sendiri, dia malah ketakutan, dasar Fatia." cerita bibi Atiqah pada seluruh keluarga."Dulu, Zaenab juga pernah mengalami keguguran seperti Katrina, tapi lihat sekarang dia bahkan sudah
Bagi kalian yang ingin tahu gimana romantisnya kisah kehidupan rumah tangga Reyhan dan Katrina selepas menikah, kalian bisa baca di karya Herofah yang berjudul SANG PENGGODA ya... Dan... Bagi kalian yang mau tau gimana serunya kisah cinta Gibran anak Hardin dan Luwi setelah dewasa, bisa kalian baca juga di karya Herofah yang berjudul THE DEVIL WIFE... Selain itu, Herofah baru aja memposting dua karya On Going baru dengan Judul THE BRIDAL SHOWER DAN BURONAN... Kalau mau tau karya-karya Herofah yang lain yang tidak terposting di Good Novel, kalian bisa Follow akun I*******m @Herofah untuk tahu spoiler-spoiler karya Herofah yang lain... YUK MAMPIR, AKU TUNGGU KEHADIRAN KALIAN DI SANA... SALAM SAYANG AUTHOR...
Bandung. Perumahan Summarecon. Dua Tahun Kemudian. Mengabadikan momen bersama keluarga bagi sebagian orang itu penting. Tak cuma mengenang kebersamaan, tapi juga dijadikan dokumentasi pribadi. Sebagai bukti di masa depan bahwa dulu mereka pernah menjadi bagian terindah di dalam sebuah keluarga yang berbahagia. Seluruh sarana dan prasarana untuk melakukan sesi foto keluarga sudah dipersiapkan dan harusnya semua ini berjalan dengan lancar tanpa hambatan kalau saja penerbangan dari Amerika menuju Indonesia tidak diundur secara tiba-tiba. Harusnya, Hardin, Luwi, Gibran, Omah, Opah dan dua balita kembar anggota baru keluarga mereka sudah berada di Indonesia sejak kemarin, hanya saja tiba-tiba Reyhan m
Jakarta.Bandara Soekarno Hatta.Dua Hari Kemudian.Hari ini, Hardin, Luwi, Gibran, Omah dan Opah rencananya akan berangkat ke Amerika bersama-sama. Kepergian mereka di antar oleh Reyhan, Katrina dan Pak Hadi."Ayah, jaga diri baik-baik ya. Obat jantung Ayah jangan lupa diminum," ucap Luwi setelah melepas pelukannya dari Hadi yang terlihat agak pucat hari ini. Sepertinya dua hari belakangan ini tubuh sang Ayah terlalu di forsir untuk bekerja. Dia terlihat lelah. Wajahnya yang terlihat mulai keriput menandakan Ayahnya kini sedang banyak pikiran. Luwi yakin sang Ayah masih terus berusaha mendapatkan maaf dari Reyhan, sang kaka
"Nggak ada suara apa-apa, Pa?" ucap Gibran yang baru saja menempelkan telinganya di depan perut Luwi yang sengaja dia buka sebagian. Saat sang Papa menyuruhnya untuk mengajak adiknya bicara.Hardin tertawa melihat tampang polos Gibran. Saat ini mereka sudah berada di dalam kamar pengantin mereka. Kejadian menegangkan yang terjadi selepas makan malam tadi sudah berlalu. Kini waktunya mereka beristirahat di kamar masing-masing."Gibran mau aja dibohongin sama Papa," ucap Luwi seraya menutup kembali perutnya."Gibrankan mau cepet-cepet ajak dedenya ngobrol terus main kayak Gibran biasa ajak dede Yumna main di rumah Papa."celoteh Gibran. Dia terus berjingkrak-jingrakkan tubuhnya di atas kasur yang dianggapnya sangat empuk itu. Seperti sebuah pegas.
Terletak di kawasan kota Bandung Timur perumahan elit berdiri di sana. Dimana di dalam kawasan itu berdiri rumah megah di salah satu cluster utamanya.Btari Extension Resindence begitulah yang tertulis di pintu gerbang perumahan itu.Pintu gerbang besi berwarna putih dengan ornamen keemasan terlihat menghiasi pintu gerbang utama.Di halaman parkirnya yang luas terlihat beberapa mobil mewah yang kebanyakan mobil-mobil dinas kepemerintahan terparkir dan berjajar rapi di sana.Acara Ijab dan kabul baru saja selesai dilaksanakan dan sekarang pengantin pria terlihat sedang berdiri di atas pelaminan yang dibuat sederhana di taman belakang rumah itu sambil menunggu mempelai wanitanya berganti pakai
"Malam ini juga Ayah kembali ke Bandung. Besok Ayah ada pekerjaan keluar kota. Jaga Katrina baik-baik. Ayah berharap kamu bisa memaafkan Ayah, Reyhan. Dan Ayah sangat berharap kamu dan Katrina bisa tinggal bersama di rumah Ayah sekembalinya dari sini. Karena Luwi sudah setuju untuk kembali tinggal bersama Ayah nanti," ucap Pak Hadi saat dia meminta Reyhan menemuinya di Loby hotel malam itu."Aku sudah kredit rumah di Bandung. Aku dan Katrina akan tinggal di rumahku sendiri." jawab Reyhan jelas, singkat dan padat. Dia tidak mau berbasa-basi lagi."Tapi aku maunya kita tinggal bersama Ayah sementara waktu, Kak. Bagaimana?" tiba-tiba Katrina menyela dan dia juga datang dengan tiba-tiba, membuat Reyhan sedikit kaget, padahal tadi sewaktu Reyhan turun ke loby Katrina sedang di kamar mandi di dalam kamar hotelnya.
Luwi terus memeluk Gibran yang masih menangis. Gibran terlihat sangat kacau. Luwi jadi ikutan menangis. Sebelumnya dia tidak pernah melihat Gibran seperti ini. Sungguh dia tidak pernah bermaksud untuk melukai hati siapapun sebab sikapnya. Apalagi itu hati darah dagingnya sendiri. Luwi benar-benar menyesal."Gibran, udah ya sayang jangan menangis lagi. Mama janji nggak akan pisahin Gibran sama Papa lagi. Ini kita lagi di jalan mau susul Papa. Kalau memang Gibran mau sama Papa, Mama Luwi nggak apa-apa kok. Yang penting, Gibran bahagia. Gibran senang. Mama Luwi juga ikut senang. Mama Luwi juga ikut sedih kalau Gibran sedih terus. Udah ya sayang nangisnya. Gibran sayangkan sama Mama?" Luwi kembali mengajak Gibran bicara. Meski awalnya dia ragu untuk mengatakan hal itu, tapi apa boleh buat? Luwi tidak punya pilihan lain dibanding dia harus tetap memaksa Gibran untuk bersamanya sementara Gibran
Serang, Banten.Aula Hotel Santika.Acara Ijab Kabul Reyhan dan Katrina.Kehadiran Reyhan dalam hidup Katrina mampu merubah dunianya yang biasa menjadi seindah pelangi. Sementara kehadiran Katrina dalam hidup Reyhan mampu merubah segala-galanya. Reyhan sudah berjuang hingga titik darah penghabisan. Dan kini waktunya dia memetik hasilnya.Reyhan sudah duduk di tengah-tengah altar aula dimana dirinya akan berjanji kepada seluruh makhluk dan sang penciptanya. Dengan mengucapkan kalimat pendek sarat makna yang akan menjadi pembuka lembaran kehidupan barunya kelak bersama Katrina. Kalimat ajaib nan sakral yang kini masih terpaksa tertahan di teng
Satu kejutan luar biasa yang diperoleh Reyhan satu hari sebelum hari pernikahannya sungguh membuatnya tidak mempercayai ini semua.Ketika sore itu, beberapa mobil mewah pribadi datang dengan pengawalan sirine kepolisian. Seperti sebuah arak-arakan presiden. Mobil-mobil mewah itu kini terlihat memenuhi lapangan parkir hotel Santika yang kini menjadi destinasi utama pernikahan Reyhan dan Katrina.Mobil-mobil mewah itu datang bersama rombongan keluarga dari mempelai wanita. Yaitu keluarga Ustadz Maulana.Seorang laki-laki setengah baya berkumis tipis dengan setelan dinasnya keluar dari salah satu mobil toyota land cruiser hitam. Diikuti beberapa awak pegawainya yang juga bersetelan dinas pemerintahan. Beberapa elit politik yang cukup terkenal juga terlihat kel