Hari ini adalah perayaan ulang tahun perusahaan, Zavira kini sedang berada di area belakang gedung untuk mengecek berapa banyak jumlah tamu datang dan beberapa kekurangan nantinya.Alex berjalan mendekat membawa dokumen berisi nama-nama tamu yang telah hadir, "masih ada yang belum datang, dan ini pesaing bisnis kita," bisik Alex dengan hati-hati.Zavira mengernyitkan dahinya, "ah apa mereka sengaja?" Ia lalu meminta Alex untuk diam di depan sementara ia di belakang bersama bawahannya untuk mengecek kembali persediaan yang ada.Ponselnya berdering membuat Zavira berhenti di tempat. Panggilan tersebut dari Aksara membuat segera mengangkat. "Halo Pak, ada apa?" Ia menatap ke kanan-kiri masih ada beberapa pelayan berlalu lalang.Aksara terdiam, ia cukup tidak suka jika Aksara memanggil dengan sebutan seperti itu. "…, kamu masih lama di belakang?""Iya Pak, aku dapat kabar kalau pesaing kita datang terlambat ke sini, sebaiknya Pak Aksara fokus saja berbincang dan mencari relasi, tahun kema
Terbangun dari pingsannya, Zavira melihat dokter serta suster yang sedang melakukan pengecekkan padanya. "Dokter?" Zavira bertanya lemas, menggerakkan kepalanya, menatap ke segala arah."Ah iya, apakah ada yang sakit?"Zavira menggelengkan kepala pelan, lalu terdiam, "bagian sini, terasa aneh," gumamnya memegang perut.Dokter itu menunjukkan ekspresi sedih, "apa Anda ingin mendengar kabar ini sekarang juga? Jika tidak, saya akan memberitahu saat kondisi Anda benar-benar pulih."Zavira menggelengkan kepalanya, "aku mau denger sekarang juga," pintanya dengan tangan memegang lemas tangan dokter tersebut.Dokter tersebut menghela napas pelan, lalu ia berkata, "Kami telah melakukan pemeriksaan dan menemukan bahwa janin Anda tidak dapat dipertahankan."Zavira terdiam, ia lalu memegang perutnya dengan wajah murungnya. Tunggu, mengapa dirinya tidak sadar bahwa telah hamil?"Sayangnya, kami telah menemukan bahwa janin Anda telah mengalami keguguran karena cedera yang Anda alami," lanjut dokte
Selama 3 hari di rumah sakit dalam masa pemulihan, Zavira akhirnya di perbolehkan pulang, selama itu pula Zavira masih marah dengan Aksara. Pintu kamar terbuka, Aksara dengan kemeja putih yang nampak berantakan. Ia mencoba membantu Zavira turun dari kasur. Namun, di tepis oleh si empu. "Aku bisa sendiri," ucapnya dengan nada dingin, berjalan mendahului Aksara yang menatap punggung Zavira dengan perasaan sedih. Sungguh ia masih merasa bingung mengapa perkataannya salah. Selama ini ia tak pernah di ajarkan untuk memahami penderitaan yang orang lain rasakan. Orang tuanya hanya melakukan kekerasan padanya. Dari belakang, Aksara membawa tas berisi barang perlengkapan Zavira, sementara kekasihnya itu masih terus berjalan ke depan tanpa melirik ke belakang. Langkah Zavira terhenti ketika di pertengahan lorong, ia meminta tas pada Aksara. "Biar aku yang bawa," ujarnya tanpa mau menatap wajah Aksara sedikit pun. Aksara mengernyitkan keningnya, ia lalu menggelengkan kepala seraya berkata
"Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p
Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga
"Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap
Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari
"I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil
Selama 3 hari di rumah sakit dalam masa pemulihan, Zavira akhirnya di perbolehkan pulang, selama itu pula Zavira masih marah dengan Aksara. Pintu kamar terbuka, Aksara dengan kemeja putih yang nampak berantakan. Ia mencoba membantu Zavira turun dari kasur. Namun, di tepis oleh si empu. "Aku bisa sendiri," ucapnya dengan nada dingin, berjalan mendahului Aksara yang menatap punggung Zavira dengan perasaan sedih. Sungguh ia masih merasa bingung mengapa perkataannya salah. Selama ini ia tak pernah di ajarkan untuk memahami penderitaan yang orang lain rasakan. Orang tuanya hanya melakukan kekerasan padanya. Dari belakang, Aksara membawa tas berisi barang perlengkapan Zavira, sementara kekasihnya itu masih terus berjalan ke depan tanpa melirik ke belakang. Langkah Zavira terhenti ketika di pertengahan lorong, ia meminta tas pada Aksara. "Biar aku yang bawa," ujarnya tanpa mau menatap wajah Aksara sedikit pun. Aksara mengernyitkan keningnya, ia lalu menggelengkan kepala seraya berkata
Terbangun dari pingsannya, Zavira melihat dokter serta suster yang sedang melakukan pengecekkan padanya. "Dokter?" Zavira bertanya lemas, menggerakkan kepalanya, menatap ke segala arah."Ah iya, apakah ada yang sakit?"Zavira menggelengkan kepala pelan, lalu terdiam, "bagian sini, terasa aneh," gumamnya memegang perut.Dokter itu menunjukkan ekspresi sedih, "apa Anda ingin mendengar kabar ini sekarang juga? Jika tidak, saya akan memberitahu saat kondisi Anda benar-benar pulih."Zavira menggelengkan kepalanya, "aku mau denger sekarang juga," pintanya dengan tangan memegang lemas tangan dokter tersebut.Dokter tersebut menghela napas pelan, lalu ia berkata, "Kami telah melakukan pemeriksaan dan menemukan bahwa janin Anda tidak dapat dipertahankan."Zavira terdiam, ia lalu memegang perutnya dengan wajah murungnya. Tunggu, mengapa dirinya tidak sadar bahwa telah hamil?"Sayangnya, kami telah menemukan bahwa janin Anda telah mengalami keguguran karena cedera yang Anda alami," lanjut dokte
Hari ini adalah perayaan ulang tahun perusahaan, Zavira kini sedang berada di area belakang gedung untuk mengecek berapa banyak jumlah tamu datang dan beberapa kekurangan nantinya.Alex berjalan mendekat membawa dokumen berisi nama-nama tamu yang telah hadir, "masih ada yang belum datang, dan ini pesaing bisnis kita," bisik Alex dengan hati-hati.Zavira mengernyitkan dahinya, "ah apa mereka sengaja?" Ia lalu meminta Alex untuk diam di depan sementara ia di belakang bersama bawahannya untuk mengecek kembali persediaan yang ada.Ponselnya berdering membuat Zavira berhenti di tempat. Panggilan tersebut dari Aksara membuat segera mengangkat. "Halo Pak, ada apa?" Ia menatap ke kanan-kiri masih ada beberapa pelayan berlalu lalang.Aksara terdiam, ia cukup tidak suka jika Aksara memanggil dengan sebutan seperti itu. "…, kamu masih lama di belakang?""Iya Pak, aku dapat kabar kalau pesaing kita datang terlambat ke sini, sebaiknya Pak Aksara fokus saja berbincang dan mencari relasi, tahun kema
Dengan gaun merah pemberian Aksara, Zavira memutarkan tubuhnya membuat gaunnya berayun indah dengan angin pantai menerpa dirinya.Aksara yang tak jauh dari kekasihnya, ia tersenyum tipis, melihat keindahan dunia di depan matanya. Cahaya matahari sore menyorot dramatis pada Zavira membuat kecantikan wanita itu tiada tara.Tatapan mata menatap lembut dirinya, jantung Aksara berdebar, senyuman dari bibir tipis itu mengembang, pipinya memerah dengan suara manis memanggil nama si empu."Aksara." Ia berkedip ketika mendengar panggilan tersebut, berjalan perlahan ke arah Zavira yang malah memundurkan langkahnya. "Sayang?" Ia memiringkan kepalanya, menatap tanya pada Zavira."Tangkap aku!" Zavira mulai berlari sekencang mungkin sementara Aksara terkekeh sejenak lalu berlari mengejar kekasihnya.Dari kejauhan, dua pria yang sedang bersebelahan menatap Zavira yang begitu romantis saling melempar tawa canda.Alex mengepalkan tangannya lalu menundukkan kepala. Hal seperti itu tak akan pernah dia
Zavira yang hendak bangun merasa berat karena Aksara enggan turun dari atas tubuhnya. Ia berulangkali menyingkirkan pria itu tetapi hasilnya nihil.Aksara mendusel pada belahan dada Zavira membuat si empu merasa geli. Pria itu semakin mengeratkan pelukannya. "Aku mau mandi, lengket badan aku," ucap Zavira menatap ke bawah mengelus kepala Aksara.Aksara menggelengkan kepalanya, ia mendongak menatap kekasihnya. "Kita udah lama gak cuddle lama gini, kemarin-kemarin kamu sibuk terus," protesnya dengan bibir bawah dipajukan membuat Zavira gemas dibuatnya."Iya sih, tapi aku mandi doang lho ini," ucap Zavira berusaha membujuk pria itu yang berada di atasnya.Aksara melirik ke arah jam dinding menunjukkan pukul 3 dini hari. "Masih jam segini, nanti aja mandinya.""Aku hitung sampe tiga, kalau gak mau minggur, lihat aja ya," ujar Zavira penuh ancaman, padahal dirinya tidak tahu harus melakukan apa.Zavira mulai menghitung maju dengan perasaan bingung jika nantinya Aksara tidak mau menyingkir
"Sayang, kapan pulang? Kenapa lama sekali?" Aksara bertanya dengan nada manja, ia bersandar pada senderan kasur, menempelkan layar ponselnya pada telinga."Sabar yaa, bentar lagi pulang, aku lagi cek gedung terakhir." Zavira kini berada di gedung yang awalnya akan dijadikan tempat untuk merayakan ulang tahun perusahaan mereka, akan tetapi Zavira nampak kurang menyukainya."Oh iya Pak, kayaknya kita ambil gedung sebelumnya aja," ucap Zavira pada salah satu rekannya, ia sedikit menjauhkan ponsel darinya."Ra …, Zavira," panggil Aksara berkali-kali yang akhirnya baru terdengar."Eh iya bentar, aku matiin te--" ucapan Zavira segera Aksara potong."Jangan." Ia yang tadi bersandar segera bangkit dari kasur. "Aku ingin telepon sampai kamu pulang."Zavira terkekeh gemas mendengar itu. "Ini aku mau pulang, jadi matiin ya.""Aku gak mau, jangan dimatikan," ungkap Aksara sedikit merengek.Zavira kini tertawa akan tingkah Aksara, baru ia tinggalkan lama saja sudah begitu, bagaimana jika hal lain?
Alex membuka matanya ketika tersadar ia ketiduran di parkiran, berada di dalam mobil, ia segera keluar membawa amplop besar yang akan ia berikan pada Zavira.Sesaat ia masuk ke dalam perusahaan, ia melihat Zavira sedang berbincang dengan karyawan lain. "Permisi," ucapnya membuat Zavira menatap ia."Ah, Pak Alex, ada apa ya?" tanya Zavira dengan formal, lalu Alex menyodorkan amplop pada Zavira."Ini dari atasan, ngomong-ngomong aku juga ingin membicarakan jadwal pertemuan kedua atasan kita," ucap Alex yang sudah membawa laptop.Zavira mengangguk lalu berpamitan pada karyawan tadi yang sedang berbincang dengannya. "Ikuti aku." Zavira berjalan lebih dulu diikuti Alex dari belakang."Kita akan berbincang di mana?" tanya Alex menatap ke kanan dan kiri."Ah." Zavira terdiam sejenak, jika ia mengajak Alex ke ruangan miliknya, Aksara tentu akan cemburu karena ia berduaan dengan mantan kekasihnya."Sebentar." Zavira berjalan menjauhi Alex untuk menelpon seseorang.Sementara Alex terus menatap
Beberapa bulan yang lalu.Alex bergetar ketika mendengar ancaman dari seorang pria yang ia kenal. "Kenapa kau malah menggunakan ibuku sialan!" Ia mengumpat dengan kesal.Pria itu merupakan Aksara, ia mendapat info dari bawahannya bahwa Alex mulai menunjukkan ketertarikan pada Zavira. Padahal ia sudah memperingatkan untuk tidak memiliki perasaan tersebut."Kalau begitu lakukan itu dengan dia di depan Zavira besok," ucap Aksara dari sebrang telepon."…." Alex terdiam, ia sungguh tidak sanggup melakukan itu. "Mengapa harus itu ….""Ibumu sedang kritis, lakukan yang kuperintah atau aku tidak akan melakukan operasinya." Ancaman itu kembali Aksara ucapkan membuat Alex bersandar pada dinding."…. Baiklah, aku akan lakukan."Sambungan telepon segera Aksara tutup tanpa berbasa-basi lagi. Sementara Alex termenung sendirian di rumah, ia tidak sanggup harus melakukan seks di kantor dan Zavira melihat itu."Humph, hueek." Alex yang membayangkan itu merasa mual segera ke kamar mandi. Tubuhnya teras
Baru saja masuk ke dalam ruangan, ia merasa hawa di dalam begitu menyeramkan. Zavira lalu melirik pada Aksara yang terdiam menatap fokus pada layar monitor.Padahal biasanya Aksara akan menatapnya saat ia masuk, tetapi pria itu malah mengabaikannya. "Pak Aksara, ini dokumennya, tadi sekretaris baru rekan kita yang nganter, aku udah sewa gedung untuk rayain hari ulang tahun perusahaan kita."Aksara mengangguk dan menerima dokumennya. "Kenapa manggil pakai Pak?" Ia menarik pinggang Zavira sementara dokumen itu ia taruh di atas meja."Ah …." Zavira menatap ke arah lain dengan gugup. "Kamu kayak marah, apa aku ada salah?" Zavira lalu menatap kembali Aksara.Pria itu segera memijat keningnya, "maaf, nggak ada, aku cuman bersikap berlebihan saja." Ia lalu melepaskan tangannya pada pinggang ZaviraZavira memilih diam, ia ingin tahu apa yang Aksara lakukan selanjutnya. Hingga beberapa jam berlalu, meski Aksara terlihat kembali normal, ia merasa ada jarak diantara keduanya."Aksara …." Zavira