Zavira yang hendak bangun merasa berat karena Aksara enggan turun dari atas tubuhnya. Ia berulangkali menyingkirkan pria itu tetapi hasilnya nihil.Aksara mendusel pada belahan dada Zavira membuat si empu merasa geli. Pria itu semakin mengeratkan pelukannya. "Aku mau mandi, lengket badan aku," ucap Zavira menatap ke bawah mengelus kepala Aksara.Aksara menggelengkan kepalanya, ia mendongak menatap kekasihnya. "Kita udah lama gak cuddle lama gini, kemarin-kemarin kamu sibuk terus," protesnya dengan bibir bawah dipajukan membuat Zavira gemas dibuatnya."Iya sih, tapi aku mandi doang lho ini," ucap Zavira berusaha membujuk pria itu yang berada di atasnya.Aksara melirik ke arah jam dinding menunjukkan pukul 3 dini hari. "Masih jam segini, nanti aja mandinya.""Aku hitung sampe tiga, kalau gak mau minggur, lihat aja ya," ujar Zavira penuh ancaman, padahal dirinya tidak tahu harus melakukan apa.Zavira mulai menghitung maju dengan perasaan bingung jika nantinya Aksara tidak mau menyingkir
"Kamu dipecat!" ucap Presdir perusahaan pada sekretaris di depannya. Dia melempar surat pemecatan pada Zavira yang kini berdiri di depan meja kantornya. "Ta-tapi Pak, kenapa?" tanya Zavira dengan panik, tangannya gemetar ketika memegang surat pemecatannya dengan mata memanas. "Akhir-akhir ini kerjamu kurang optimal, tidak ada alasan lagi,” ungkapnya, tatapan pria berumur 45 tahun itu begitu menusuk, ia menatap Zavira yang kini menatapnya dengan mata berkaca-kaca. “Pergi dari sini! Dan bereskan barang-barangmu!" lanjutnya dengan nada penuh penekanan. Begitu jelas ia melihat tubuh mungil wanita itu gemetar. Zavira mengangguk, tenggorokannya perih, ia pamit dangan suara kecil yang begitu jelas menahan isak tangisnya. "Sa-saya permisi, terima kasih banyak untuk semua kebaikan Anda." Pria bernama Andra yang merupakan Presdir perusahaannya memejamkan mata sejenak lalu membuang muka. Ia menghela napas berat ketika mendengar suara Zavira yang pamit serta berterima kasih lalu mentup p
Pinntu rumah terbuka ketika sebelumnya terdengar suara motor diparkiran, Zavira berlari ke arah sahabatnya dengan dramatis ia berteriak, "HUWAAA LILY." Lily menghela napas, melepaskan pelukan Zavira yang menyesakkan, ia membawa kantung plastik putih berisi martabak keju kesukaan sahabatnya ini. "Sorry ya, aku baru datang sekarang." Zavira memanyunkan bibirnya lalu menggelengkan kepala, "gak apa-apa." Ia lalu mengambil satu potong martabak, begitu lahap ia makan dalam dua gigitan. Lily tersenyum tipis, ia menatap sekitar rumah Zavira yang nampak bersih daripada sebelumnya. "Rapi amat rumah kamu, tumben." "Aku dipecat, terus yang kamu tahu, aku putus, jadi yaa gini, gak ada kerjaan." Zavira mengangkat kedua bahunya. Meski rumah yang Lily lihat rapi, tampak jelas raut wajah si pemilik begitu kusut. "Terus gimana? Katanya kamu kirim CV ke beberapa website perusahaan." Lily kini mengambil potongan martabak untuknya, menyandarkan kepala pada sofa. Zavira menghela napas berat. "Ga
"Aah Vira, Lily, kalian ke mana aja?" tanya bartender yang sudah lama bekerja di bar ini. Dulu dia begitu akrab dengan keduanya yang selalu mampir. Keduanya melambaikan tangan dengan senyuman ceria. "Biasa gue sibuk kerja Ren," jawab Lily yang menyebut akrab nama bartender itu. Reno lalu menatap wajah Zavira yang begitu kusut meski ditutupi senyuman manisnya. "Nah, kayaknya ke sini ada masalah, boleh dong manis cerita," ujar Reno sembari mengelap gelas yang akan ia sediakan untuk kedua temannya. Zavira lalu duduk di kursi tinggi, terdapat meja bar di depannya serta buku berisi banyak menu minuman ber-alkohol. "Haaah … Aku baru putus sama pacar, aku juga dipecat dari kerjaan," jelas Zavira tanpa merasa malu, ia lalu mengambil gelas kecil berisi air putih yang Reno siapkan. Reno menatap prihatin, "mau kerja di sini gak? Tenang aja, aku kenal deket sama managernya, gak perlu hal ribet langsung kerja besok boleh," ucapnya begitu manis membuat Zavira berbinar-binar, ia lalu menatap
Pada akhir pekan, Zavira serta Lily berada di bar. Zavira yang beberapa hari kemarin ingin melamar kerja di bar ini pun ditolak, meski begitu ia memilih tidak bertanya karena terlalu muak. Tidak benci, Zavira merasa malas untuk menanggapi hal ini. Selagi dirinya memiliki uang cukup banyak, ia tidak akan mengemis pekerjaan dan tidak akan bertanya apa alasannya. Awalnya begitu, hingga ketika ia berbincang dengan Lily, pikirannya berubah. "Btw, kamu gak nanya kenapa kamu ditolak kerja di sini juga?" tanya Lily seraya memainkan cangkir kecil berisi alkohol yang terisi setengahnya. "Nggak, kalo emang aku lagi boke bener-bener butuh kerjaan, nanti aku tanya kenapa aku ditolak mulu," jawab Zavira membuat Lily heran. "Lah aneh, kenapa gak sekarang coba?" Lily menangkup dagunya dengan telapak tangan kanan. "Tanya gitu ya?" kini Zavira menimbang saran dari Lily, ia lalu melihat Reno dan beralih menatap Lily seakan meminta jawaban. Lily melihat itu mengangguk serta berkata, "tanya aja, dari
"I-iya halo, saya Zavira Anantha, umur saya 30 tahun," ucapnya menjabat tangan editor Lily bernama Abima. Ia benar-benar tidak menatap sama sekali pada pria di samping Abima. "Nah kalau ini teman saya Nathaniel Hawthorne, dia agak pendiem jadi tolong maklum," kata Abima dengan ramah, meski begitu Zavira tidak melirik sedikit pun pada Nathaniel. Ia tahu yang ia lakukan salah dan semakin ketahuan bahwa dirinya wanita waktu itu. Akan tetapi, Zavira tidak berani untuk menatap pria itu sehingga memilih membuang muka. "Pesen aja makanannya, biar saya yang bayar," suruh Abima diangguki Lily, tanpa menolak wanita itu memesan steak untuk dirinya serta Zavira. Peka akan situasi sahabatnya, Lily sesekali menjawab dan memberitahu informasi tentang Zavira pada Abima. Nathaniel yang sedari tadi diam, ia terus menatap menusuk pada wanita yang duduk di depannya, Zavira. Zavira begitu tertekan, ia bisa merasakan tatapan menusuk dari Nathaniel, dirinya hanya bisa menunduk serta sesekali menatap Lil
Fabian Reith, pria yang sudah lama tidak ia lihat sejak 5 tahun lalu karena pria itu berkuliah di luar negeri. Anak sulung Irna yang selama ini menjadi teman masa kecil Zavira.Fabian menatap Zavira yang menyembunyikan wajahnya seperti anak kecil dipelukan ibunya. Hal ini membuat ia teringat hal lalu saat keduanya masih remaja."Ka-kalau gitu Tante, aku mau ke rumah dulu," ucap Zavira gugup dan terburu-buru, ia menyembunyikan wajahnya agar tidak melihat Fabian yang terus menatapnya.Irna terkekeh melihat tingkah Zavira, ia meminta Fabian untuk menemani Zavira sembari memberikan beberapa makanan agar suasana hatinya membaik."Tapi Bian malu Ma," ujar Fabian, ia belum siap jika mengobrol berduaan dengan Zavira. Dulu ia sempat menyukai temannya itu. Hingga sampai saat ini, Fabian masih menyukainya."Kamu tuh udah 30 tahun umurnya, masak gitu aja malu sih? Cepet ambil kue di kulkas terus kasih ke Vira, jangan malu-malu, kasihan dia selama ini gak ada temennya," omel Irna membuat Fabian ma
"Apa?!" Zavira menyentakkan nadanya ketika mendengar bahwa Nathaniel sudah berada di depan pintu rumahnya. Begitu terburu-buru ia turun dari kasur serta berlari untuk membuka pintu. Nampak Nathaniel dengan kaos putih serta celana panjang biru tua, pria itu menatap dingin pada Zavira. "Jam segini kamu baru bangun?" tanya Nathaniel sembari mematikan sambungan telepon. Zavira menatap jam pada ponselnya, jam menunjukkan pukul 8 lewat 30 menit. "Masuk dulu," ucapnya diangguki Nathaniel yang segera duduk ketika sampai di sofa ruang tamu. "Mau m--" "Nggak, langsung aja buka laptopnya, saya gak mau buang waktu," potongnya membuat Zavira cemberut kesal. Tanpa mengomel ia segera mengambil laptop yang ada di kamarnya lalu kembali ke ruang tamu, ia memilih duduk di lantai beralas karpet bulu. Laptopnya ia taruh di meja serta Nathaniel duduk di sofa sebelah kanannya. "Jadi … Aku harus apa?" tanya Zavira dengan kepala melihat ke arah belakang. Nathaniel yang sedari tadi menatap Zavira, ia te
Zavira yang hendak bangun merasa berat karena Aksara enggan turun dari atas tubuhnya. Ia berulangkali menyingkirkan pria itu tetapi hasilnya nihil.Aksara mendusel pada belahan dada Zavira membuat si empu merasa geli. Pria itu semakin mengeratkan pelukannya. "Aku mau mandi, lengket badan aku," ucap Zavira menatap ke bawah mengelus kepala Aksara.Aksara menggelengkan kepalanya, ia mendongak menatap kekasihnya. "Kita udah lama gak cuddle lama gini, kemarin-kemarin kamu sibuk terus," protesnya dengan bibir bawah dipajukan membuat Zavira gemas dibuatnya."Iya sih, tapi aku mandi doang lho ini," ucap Zavira berusaha membujuk pria itu yang berada di atasnya.Aksara melirik ke arah jam dinding menunjukkan pukul 3 dini hari. "Masih jam segini, nanti aja mandinya.""Aku hitung sampe tiga, kalau gak mau minggur, lihat aja ya," ujar Zavira penuh ancaman, padahal dirinya tidak tahu harus melakukan apa.Zavira mulai menghitung maju dengan perasaan bingung jika nantinya Aksara tidak mau menyingkir
"Sayang, kapan pulang? Kenapa lama sekali?" Aksara bertanya dengan nada manja, ia bersandar pada senderan kasur, menempelkan layar ponselnya pada telinga."Sabar yaa, bentar lagi pulang, aku lagi cek gedung terakhir." Zavira kini berada di gedung yang awalnya akan dijadikan tempat untuk merayakan ulang tahun perusahaan mereka, akan tetapi Zavira nampak kurang menyukainya."Oh iya Pak, kayaknya kita ambil gedung sebelumnya aja," ucap Zavira pada salah satu rekannya, ia sedikit menjauhkan ponsel darinya."Ra …, Zavira," panggil Aksara berkali-kali yang akhirnya baru terdengar."Eh iya bentar, aku matiin te--" ucapan Zavira segera Aksara potong."Jangan." Ia yang tadi bersandar segera bangkit dari kasur. "Aku ingin telepon sampai kamu pulang."Zavira terkekeh gemas mendengar itu. "Ini aku mau pulang, jadi matiin ya.""Aku gak mau, jangan dimatikan," ungkap Aksara sedikit merengek.Zavira kini tertawa akan tingkah Aksara, baru ia tinggalkan lama saja sudah begitu, bagaimana jika hal lain?
Alex membuka matanya ketika tersadar ia ketiduran di parkiran, berada di dalam mobil, ia segera keluar membawa amplop besar yang akan ia berikan pada Zavira.Sesaat ia masuk ke dalam perusahaan, ia melihat Zavira sedang berbincang dengan karyawan lain. "Permisi," ucapnya membuat Zavira menatap ia."Ah, Pak Alex, ada apa ya?" tanya Zavira dengan formal, lalu Alex menyodorkan amplop pada Zavira."Ini dari atasan, ngomong-ngomong aku juga ingin membicarakan jadwal pertemuan kedua atasan kita," ucap Alex yang sudah membawa laptop.Zavira mengangguk lalu berpamitan pada karyawan tadi yang sedang berbincang dengannya. "Ikuti aku." Zavira berjalan lebih dulu diikuti Alex dari belakang."Kita akan berbincang di mana?" tanya Alex menatap ke kanan dan kiri."Ah." Zavira terdiam sejenak, jika ia mengajak Alex ke ruangan miliknya, Aksara tentu akan cemburu karena ia berduaan dengan mantan kekasihnya."Sebentar." Zavira berjalan menjauhi Alex untuk menelpon seseorang.Sementara Alex terus menatap
Beberapa bulan yang lalu.Alex bergetar ketika mendengar ancaman dari seorang pria yang ia kenal. "Kenapa kau malah menggunakan ibuku sialan!" Ia mengumpat dengan kesal.Pria itu merupakan Aksara, ia mendapat info dari bawahannya bahwa Alex mulai menunjukkan ketertarikan pada Zavira. Padahal ia sudah memperingatkan untuk tidak memiliki perasaan tersebut."Kalau begitu lakukan itu dengan dia di depan Zavira besok," ucap Aksara dari sebrang telepon."…." Alex terdiam, ia sungguh tidak sanggup melakukan itu. "Mengapa harus itu ….""Ibumu sedang kritis, lakukan yang kuperintah atau aku tidak akan melakukan operasinya." Ancaman itu kembali Aksara ucapkan membuat Alex bersandar pada dinding."…. Baiklah, aku akan lakukan."Sambungan telepon segera Aksara tutup tanpa berbasa-basi lagi. Sementara Alex termenung sendirian di rumah, ia tidak sanggup harus melakukan seks di kantor dan Zavira melihat itu."Humph, hueek." Alex yang membayangkan itu merasa mual segera ke kamar mandi. Tubuhnya teras
Baru saja masuk ke dalam ruangan, ia merasa hawa di dalam begitu menyeramkan. Zavira lalu melirik pada Aksara yang terdiam menatap fokus pada layar monitor.Padahal biasanya Aksara akan menatapnya saat ia masuk, tetapi pria itu malah mengabaikannya. "Pak Aksara, ini dokumennya, tadi sekretaris baru rekan kita yang nganter, aku udah sewa gedung untuk rayain hari ulang tahun perusahaan kita."Aksara mengangguk dan menerima dokumennya. "Kenapa manggil pakai Pak?" Ia menarik pinggang Zavira sementara dokumen itu ia taruh di atas meja."Ah …." Zavira menatap ke arah lain dengan gugup. "Kamu kayak marah, apa aku ada salah?" Zavira lalu menatap kembali Aksara.Pria itu segera memijat keningnya, "maaf, nggak ada, aku cuman bersikap berlebihan saja." Ia lalu melepaskan tangannya pada pinggang ZaviraZavira memilih diam, ia ingin tahu apa yang Aksara lakukan selanjutnya. Hingga beberapa jam berlalu, meski Aksara terlihat kembali normal, ia merasa ada jarak diantara keduanya."Aksara …." Zavira
Zavira terbangun dari tidurnya karena merasakan sesuatu berat meliliti tubuhnya. Ketika ia membuka mata, ia melihat Aksara berada di atasnya memeluk dengan kepala berada di dadanya."Aksara, minggir." Ia mencoba mendorong kekasihnya yang tidak terbangun. Ia tahu Aksara saat ini berpura-pura sedang tertidur. Pelukan semakin erat itu yang membuat Zavira menebak demikian."… Aksara." Ia mencubit pelan pipi Aksara, tetapi itu tidak membuat Aksara bangun. "Sayang, minggir yaa," ucapnya dengan lembut.Aksara lalu membuka mata, menatap Zavira dengan berbinar-binar, "panggil lagi."Zavira mengedipkan mata berkali-kali lalu tersenyum, "Aksara," panggilnya dengan sengaja membuat Aksara kembali membaringkan kepalanya lalu menutup mata."Bercanda sayang, badan kamu berat. Biar aku tidur di atas kamu aja."Gerakan cepat dari Aksara yang semula berbaring di atasnya kini mengangkat tubuh Zavira yang tidak mengenakkan pakaian terbaring di atasnya.Aksara kembali memejamkan mata, "aku ingin pelukan le
Nathaniel tersenyum tipis, "aku kira kamu tidak memikirkan perasaanku. Tapi, terima kasih."Zavira mengangguk, "maaf kalau lancang, aku harap kedepannya kita bisa berteman biasa atau sekedar rekan bisnis."Nathaniel mengangguk mengerti, ia tidak memiliki obsesi sebegitunya seperti Aksara dan ayahnya Theo. "Mohon untuk kerjasamanya di masa yang akan datang." Ia mengulurkan tangannya.Zavira lalu menjabat tangan tersebut, "iya, mohon kerjasamanya.""Apa yang kalian lakukan?" Aksara yang sudah setengah basah menghampiri mereka begitu terburu-buru saat melihat dari kejauhan Nathaniel mengulurkan tangan.Zavira segera melepaskan genggaman dan menatap khawatir pada Aksara yang basah kuyup bagian atasnya. “Kenapa malah hujan-hujanan?"Aksara menatap cemburu, ia lalu berujar, "jawab dulu pertanyaanku tadi, sayang." Ia sengaja menegaskan panggilan sayang di akhir.Zavira mendengar itu terkejut, "jabat tangan biasa, dulu kan Nathan pernah jadi editor aku," jelas Zavira sembari tersenyum.Aksara
Waktu itu. "Aku titipkan dia padamu," ucap Theo dengan wajah kusutnya, terdapat mata panda begitu lekat. Theo benar-benar kacau semenjak kehilangan Renjana, mantan kekasihnya. Aksara yang kala itu berumur 12 tahun menggaruk tengkuknya dengan canggung menggendong keponakannya yang baru berumur beberapa bulan. Semenjak putus secara sepihak oleh mantan kekasihnya, Theo dijodohkan oleh sang ayah demi kepentingan bisnis. Saat itu Theo berumur 22 tahun dan setelah 1 tahun menikah, ia baru melakukan hubungan badan dengan istrinya. Ia telah memiliki anak setelah berhubungan badan dengan istrinya satu kali. Setelahnya ia tidak pernah menyentuh istrinya sedikit pun. Perasaannya penuh dengan jijik pada dirinya sendiri karena harus melakukan hal tersebut dengan wanita yang tidak ia sukai. Theo berencana bercerai karena anaknya telah lahir, untungnya sang ayah tidak menolak dan mengiyakan permintaan Theo. "Kak, apa yang akan kamu lakukan selanjutnya?" tanya Aksara, wajahnya memiliki sedikit
Jam menunjukkan pukul 4 pagi, Zavira segera keluar kamar dan melihat Aksara tertidur di sofa ruang tamu. "Kenapa malah nggak ke rumah utama sih," gumamnya protes."Zavira?" Aksara terbangun kita mendengar suara dentingan gelas dan air mengalir. Zavira melirik ke belakang, lalu kembali menatap ke depan, dapur tanpa sekat sehingga ruang tamu terlihat jelas. "Ngapain?" Aksara berjalan mendekat dan akan memeluk Zavira. "Stop!" Zavira memundurkan langkahnya, sehingga pelukan itu tidak jadi. "Aku cuman mau minum."Aksara menatapnya dengan murung, Zavira masih menolak bersentuhan dengannya. "Kumohon, aku ingin memelukmu."Zavira menggelengkan kepalanya, ia masih belum puas karena perlakuan Aksara. Setidaknya ia ingin pria itu tidak mengulangi perbuatannya meski sudah berjanji."Ma-mau ke mana?" Aksara bertanya dengan nada takut saat Zavira berjalan menuju pintu keluar dengan membawa kunci rumah."Aku udah kasih pilihan sama kamu, tapi kamu malah tidur di sini," jelasnya dan baru saja mera