Zavira baru saja keluar ruangan dan melihat Aksara bersandar pada punggung kursi, ia tidak menatap laptopnya selain menutup mata menggunakan pergelangan tangan kanan.Zavira menghela napas dan mengabaikan itu, ia memilih keluar ruangan dan pergi menuju lantai bawah di mana kantin berada.Sesampainya di sana, temannya Rio dan Riana mendatangi Zavira dengan wajah serius. "Bu, ini ada masalah lagi."Zavira mengedipkan matanya beberapa kali, "aku ambil makan dulu, kalian duduk aja duluan."Rio serta Riana mengangguk dan segera mencari tempat duduk yang paling sepi agar percakapan mereka tidak terdengar. Meskipun tidak serius, tetap saja harus berhati-hati jika mengobrol rumor kantor di dalam perusahaan.Saat mengambil makanan, ia sesekali mendengar suara orang berbisik ke arahnya. Itu hal biasa yang ia dapatkan, jadi Zavira tidak heran lagi.Berjalan kembali ke arah Rio dan Riana berada, ia lalu duduk di antara kursi kosong yang sengaja disediakan berada di tengah."Ada apa?" tanya Zavira
Zavira menjatuhkan tubuhnya ke bawah ketika melihat figura kecil di dalam laci lemari Aksara. Awalnya pria itu menyuruh mengambil dokumen, karena tak kunjung ketemu, Zavira mengoreh laci lemari dan menemukan foto figura milik Aksara saat masih muda. Aksara yang mendengar suara gaduh dari arah kamarnya segera datang menghampiri Zavira dan melihat wanita itu memegang foto dirinya. "Aku baru sadar, kamu Xander," ucap Zavira seraya menatap foto Aksara dan pria itu secara bergilir. Flashback On. "Aksara, mau ke mana kamu?!" tanya sang ibu dengan nada tak suka menatap anak bungsunya. Aksara sengaja tidak menjawab dan segera berlari keluar rumah dengan wajah penuh luka. Sudah seminggu ini ia izin kuliah karena suatu alasan. Kini berada di tempat favorit, Aksara duduk santai dengan sesekali meringis saat angin menerpa wajahnya yang lukanya masih belum kering. "Aish." Rasanya ia ingin kabur, tetapi ia bingung harus ke mana karena uang yang ia miliki dibatasi oleh ayahnya yang seng
Teringat kenangan lalu, Zavira merasa canggung, Xander dulu yang ia kenal ternyata Aksara merupakan bos perusahaannya dan kini terobsesi padanya. "Kenapa? Apa kamu nggak suka?" tanya Aksara dengan raut wajah panik memegang tangan Zavira agar wanitanya tidak terus menghindar. "Nggak, aku mau urus dokumen dulu, tadi juga Morgan telepon ingin bicarain sesuatu," jelas Zavira berusaha melepaskan genggaman Aksara. "Kumohon, bagaimana bisa aku menceritakan alasannya jika kamu teringat masa lalu saja sudah menghindar?" tanya Aksara mengeratkan genggamannya. Zavira terdiam, ia sungguh penasaran, tetapi dirinya juga butuh waktu sendiri sebentar saja. Entah mengapa mengetahui Aksara adalah Xander membuat ia menjadi canggung, sungguh. "Haa, ya udah kamu mau ceritain sekarang? Aku gak akan ngehindar," jawab Zavira akhirnya hingga genggaman tangan Aksara melonggar. Aksara mengangguk, ia menyandarkan kepalanya pada bahu Zavira. "Ingin duduk di mana?" Kini keduanya sedang berdiri di depan
Renjana baru saja pulang kerja mendapatkan notifikasi pesan dari pacarnya. Selama ia berpacaran, tak pernah rasanya tenang sehari saja. Pria itu begitu posesif padanya bahkan mulai membatasi ia untuk berteman. Theo lebih muda setahun darinya, pria itu baru saja lulus SMA, sedangkan Renjana berumur 19 tahun sudah memiliki pekerjaan setelah lulus demi menghidupi keluarganya, ia adalah anak tunggal. Renjana menghela napas berat, andai saja waktu itu ia tidak kesulitan dalam uang, ia tidak mungkin menerima Theo. Awal mereka pacaran adalah Theo yang mengajukan persyaratan, ia akan membantu melunasi hutan keluarga Renjana dengan syarat wanita itu menjadi pacarnya. Mau tak mau Renjana menerima. Dan benar saja ia mendapatkan uang itu, mulai dari hutang kedua orang tua lunas, rumah kontrakan yang menunggak pun sama halnya terbayar. Meski uang yang ia dapatkan banyak, Renjana memilih tetap bekerja karena ia tidak mau bergantung pada Theo. Apalagi pria itu semakin semena-mena karena ia
Renjana menatap tak percaya pada Theo yang ternyata berencana membawa kabur dirinya. "Kenapa gak bilang dari awal, aku mau ambil beberapa barang di kost," ucap Renjana mencoba tenang, ia akan mencari waktu pas untuk melarikan diri."Tak perlu, aku akan mempersiapkan segalanya untukmu dan kita akan menikah dengan mewah di sana, kita juga akan mengurus surat perpindahan …."Renjana terdiam menatap Theo yang terus berceloteh, bagaimana pun caranya ia harus membujuk pria itu. "Sayang, aku mohon ke kost dulu ya? Aku bahkan belum pamitan sama orang tua aku. Kamu udah pesan tiket pesawat?"Theo terkejut akan panggilan sayang dari Renjana, ia pun memikir dua kali akan permintaan Renjana. "Itu …."Renjana lalu mencium bibir Theo, ia tidak peduli pada supir Theo yang sedang mengemudi saat ini. Yang terpenting adalah bisa kabur bagaimana pun caranya."Masih ada waktu dua jam, ayo kita ke kost kamu," jawabnya lalu segera mencium kembali Renjana dan menahan belakang kepala wanita itu agar ciuman t
Zavira terpojok, ia terduduk di lantai dengan Aksara bersimpuh di depannya, memegang salah satu pipinya.Zavira terkejut ketika Aksara berkata tidak akan melakukan hal lalu seperti mantannya, dia memegang salah satu pipinya mengingatkan saat Alex pernah melakukan hal sama.Pupil matanya gemetar ketika tatapan mata Aksara begitu dalam dan menyeramkan di benaknya. Ucapan dan sikap itu membuat ia tanpa sengaja mendorong tubuh Aksara dengan kasar. Bruk.Aksara menatap terkejut akan sikap Zavira yang baginya terlalu kasar menolaknya, padahal beberapa saat lalu Zavira pernah mengatakan tidak akan menghindar, mengapa sekarang malah mendorong jauh?Tanpa sadar air mata Aksara menetes, tangannya gemetar ketika ingin meraih pipi Zavira kembali. Si empu yang melihat ekspresi tersebut terdiam sejenak. Aksara? batinnya memanggil nama pria di depannya yang begitu kacau hanya karena dorongan tadi."Ka-kamu ingin pergi dariku? Kamu bilang akan terus di sampingku … Zavira? Kenapa kamu mendorongku?"
Flashback on.Aksara menahan napas ketika Zavira menarik dasinya dan mencoba mencium wangi tubuhnya. Jantungnya berdebar kencang, ia harap Zavira tidak mendengar suara debaran itu.Nathaniel yang sedari tadi mengikuti Zavira segera berjalan mendekati Aksara karena pria itu memanggilnya."Ada apa?" tanya Nathaniel dengan nada kesal."Setelah selesai, berpura-puralah kalau kamu yang sudah melakukan ini dengan Zavira," pinta Aksara seraya menggendong tubuh Zavira ala bridal style."Terserah." Nathaniel kembali ke tempatnya dengan mengeraskan rahangnya.Beberapa saat kemudian Aksara membawa Zavira ke dalam kamar hotel, ia mulai mencium setiap jengkal tubuh wanitanya.Hanya sebatas gigitan serta ciuman panas, Aksara menahan diri untuk tidak melakukan hubungan suami-istri."Maafkan aku karena sudah melihat bagian tubuhmu," bisiknya setelah Zavira telah tertidur pulas dengan selimut menutupi sebagian tubuhnya.Aksara mengecup kening Zavira, ia lalu meletakkan baju wanitanya dengan acak dan m
Zavira menatap ke arah Aksara yang baru saja pulang, jam menunjukkan pukul 12 kurang 30 menit. Dengan khawatir, ia menghampiri pria itu yang nampak setengah mabuk."Zavira?" Aksara memastikan yang memegang tangannya adalah Zavira. Matanya semula terpejam kini terbuka perlahan, menatap ke bawah di mana Zavira berdiri."Minum berapa botol tadi?" tanyanya menuntun Aksara menuju lantai atas. Semenjak mereka berpacaran, keduanya kini sekamar."Ehm lima, pak tua itu terus menyodori gelas saat membicarakanmu, aku tidak fokus dan tanpa sadar menerima gelasnya," jelas Aksara dengan wajah memerah, ia menatap penuh cinta pada Zavira."Kamu gak bener-bener mabuk kan? Masih sadar?" Zavira bertanya memastikan, ia lalu membuka pintu kamar.Aksara mengangguk, "hanya kepala ku pusing dan terasa berat, badan juga terasa panas." Ia memeluk erat tubuh Zavira yang dingin membuat tubuhnya sejuk."Mau mandi? Aku siapin air anget atau gak usah?" Zavira mendongak, sedikit merasa sesak karena pelukan Aksara.A
Selama dua minggu ini, Aksara sangat sibuk karena mempersiapkan pernikahannya dengan Zavira. Ia begitu tidak sabar untuk mengikat hubungannya dengan Zavira lebih dalam.Zavira yang tidak begitu banyak membantu merasa tidak enak. Ia melihat Aksara baru saja pulang padahal hari ini hari minggu, tetapi pria itu tidak beristirahat."Kenapa kamu gak minta bantuan aku?" Zavira mengusap kepala Aksara dengan lembut, menatapnya penuh kekhawatiran."Aku tak ingin istriku lelah." Ia menyembunyikan wajahnya pada perut Zavira. Mendengar itu, ia terkekeh dan mencubit gemas pipi pria itu. "Terima kasih sudah bekerja keras hari ini."Aksara mengangguk dan menarik selimut menutupi sebagian tubuh keduanya. Zaviea mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur, waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Angin malam berhembus kencang dari arah balkon. "Aku mau nutup pintu balkon," ucap Zavira mendapati penolakan dari pria itu."Biar aku saja."Zavira menahan tubuh Aksara. "Nggak boleh, kamu capek, istir
"Kamu?" Aksara memincingkan matanya. "Dipecat, tidak alasan lagi, jangan pernah merendahkan calon istriku, ini peringatan untuk kalian semua yang mendengarkan." Aksara menatap pada karyawan lainnya lalu masuk kembali ke dalam lift.Saat pintu tertutup, Zavira menghela napas berat. Ia tida memprotes, sejujurnya ia merasa sakit hati dikatakan demikian. "Ah, harusnya aku berhenti kerja aja ya secepatnya," ucap Zavira dengan perasaan berkecamuk.Aksara menatap dengan khawatir. "Sayang, aku gak mau kamu keluar kerja karena orang lain, tapi kalau kamu gak nyaman, aku bakal ikutin kemauan kamu." Aksara memegang kedua pipi Zavira, menatap lebih sendu pada Zavira yang lebih rendah darinya.Zavira terdiam sejenak lalu berujar, "ah maaf, aku plin plan banget."Aksara menggelengkan kepalanya, "nggak, jangan pikirkan itu, ikuti saja kata hatimu sayang.""Makasih banyak." Ia tersenyum lega, mencoba menghilangkan pikiran negatif dan fokus pada pekerjaannya.Beberapa saat kemudian, Zavira kini keluar
"Maaf, sejujurnya aku takut untuk hamil lagi, meskipun aku bener-bener pengen hamil dan ngandung anak aku," ucap Zavira memegang kedua pipi Aksara agar pria itu tidak mengalihkan pandangannya.Aksara terdiam sementara. "Sayang …, apa kamu pikir pernikahan selalu mengarah tentang hamil?""Menurutku begitu, aku pikir semua cowok gak akan mau sama cewek yang nunda punya anak, mungkin mereka ngerasa lebay kalau lihat istrinya trauma sama hamil." Penjelasan itu membuat Aksara mendengarnya sedih."Sayang, gak semua begitu.""Aku tahu." Kini ia melepaskan genggaman pada pipi Aksara.Aksara lalu berdiri, mengangkat tubuh Zavira dan ia bawa agar wanitanya duduk di atas paha ia. Duduk di pinggir kasur dengan Zavira di atas pahanya, Aksara memulai percakapan dengan cukup dalam."Aku akan selalu berusaha menghargai pendapatmu. Aku menikahimu karena ingin hidup selamanya denganmu. Jika kamu ingin nunda punya anak atau kehamilan, aku tak apa, kita bisa menunggu sampai kamu siap." Aksara tersenyum,
Zavira baru saja pulang dari kantor pada pukul sepuluh malam. Ia sengaja lembur karena sempat libur dua minggu saat kejadian kemarin.Pekerjaan yang menumpuk mengharuskannya menyelesaikan lebih cepat. Dan sesekali ia kelimpungan disebabkan Aksara yang rewel menyuruh Zavira pulang.Kini di parkiran sudah ada mobil Aksara dengan pria itu menyetir di dalamnya. "Lama." Satu kata lolos ketika Zavira baru saja masuk ke dalam."Berapa puluh kali kamu ngomong lama," omel Zavira, ia menarik sabuk pengaman dan menyimpan tas di tempat duduk belakang."Hmm." Aksara berdeham, ia sedikit takut jika ia mengeluh lagi pada Zavira karena keterlambatan pulangnya.Kepala Zavira di sandarkan pada kaca yang setengah terbuka, ia memejamkan mata ketika mobil di jalankan, menikmati hembusan angin malam masuk ke dalam."Mau apa?" tanya Zavira dengan mata masih tertutup.Tangan kiri Aksara yang baru saja ingin memegang rambut si empu terhenti. "Aku …, mau megang rambut kamu." Dengan nada memohon ia menjawab.Za
Masih berada di ruang tamu, Zavira telah selesai mengobati luka pada tangan Aksara. Kini ia masih duduk di atas paha kekasihnya dengan tangan pria itu merengkuh erat pinggangnya.Melirik ke arah telinga Aksara yang memerah, Zavira lalu memegang telinga kekasihnya yang sensitif. "Ah." si empu menahan tangan Zavira agar tidak mengusap sensual telinganya."Kenapa?" Ia memiringkan kepala, menatap Aksara yang menatapnya dengan tatapan aneh."Sensitif," jawab Aksara singkat, ia menarik tangan Zavira agar memegang pipinya saja."Ah aku paham." Zavira mengangguk mengerti, yang ia tahu jakun Aksara lah yang sensitif, ternyata telinga juga sama halnya.Kepala Aksara di sandarkan pada bahu Zavira, kini kedua tangannya memeluk erat pinggang ramping kekasih. "Sayang.""Hmm?" Zavira membalas dengan dehaman, mengusap belakang kepala Aksara dengan ibu jari yang mengelus pinggir matanya."Tidur di kamar bersamaku lagi, ya?" pinta Aksara, ia menatapnya dengan mata berbinar-binar."Iyaa." Zavira mengang
Malam-malam sekali, ketika melihat bulan bersinar indah. Zavira yang ingin melihatnya dari taman, hal itu membuatnya segera keluar kamar dan menuruni anak tangga.Ketika melihat Aksara sedang duduk di sofa sembari bersandar, Zavira seperti biasa akan selalu mengabaikannya. Akan tetapi, kali ini berbeda, Zavira melihat tangan Aksara yang berdarah sedang memegang bunga mawar.Secara perlahan ia mendekati pria itu yang sedang memejamkan matanya, menutup dengan pergelangan tangan kiri sementara telapak tangan telah berdarah serta tangkai mawar yang dicengkram erat.Apa ini perumpamaan? Batin Zavira bertanya. Jika di umpakan, dirinya adalah mawar, lalu duri itu adalah konfliknya.Apa kini Aksara sedang berusaha terus mendapatkan Zavira meski harus melewati konflik hingga mempertaruhkan nyawanya? Entah mengapa Zavira merasa konyol akan perumpamaannya.Ketika ia ingin pergi berlalu, Aksara yang memang tidak tidur sejak awal segera menarik Zavira membuat kekasihnya itu duduk di atasnya.Belum
Pagi-pagi sekali, Zavira keluar dari kamarnya, ia ingin menghirup udara segera setelah kemarin merasa sumpek diam di kamar serta kamar rumah sakit beberapa hari lalu.Ketika ia sedang menuruni anak tangga, Zavira melihat Aksara tanpa mengenakan pakaian hanya dengan celana tidurnya sedang menyeduh teh hangat.Memilih mengabaikan kehadiran pria itu, Zavira terus melanjutkan jalannya menuju pintu. Panggilan dari Aksara yang menyadari kehadirannya tidak membuat langkah Zavira berhenti.Terdengar suara langkah kaki cepat lalu menahan langkahnya. Aksara memeluknya dari belakang dengan wajah murung. "Kamu ingin pergi?"Zavira menggelengkan kepalanya, mendorong tubuh Aksara yang begitu mudah pelukannya terlepas. Biasanya Aksara akan memeluknya dengan erat, tetapi kini pria itu suka rela di dorong.Aksara hanya takut Zavira semakin membencinya, mengingat perkataan kemarin yang ia ketahui bahwa Zavira menyesal menolongnya.Padahal ucapan yang selanjutnya Zavira katakan, ia menyesal mengatakan i
Selama 3 hari di rumah sakit dalam masa pemulihan, Zavira akhirnya di perbolehkan pulang, selama itu pula Zavira masih marah dengan Aksara. Pintu kamar terbuka, Aksara dengan kemeja putih yang nampak berantakan. Ia mencoba membantu Zavira turun dari kasur. Namun, di tepis oleh si empu. "Aku bisa sendiri," ucapnya dengan nada dingin, berjalan mendahului Aksara yang menatap punggung Zavira dengan perasaan sedih. Sungguh ia masih merasa bingung mengapa perkataannya salah. Selama ini ia tak pernah di ajarkan untuk memahami penderitaan yang orang lain rasakan. Orang tuanya hanya melakukan kekerasan padanya. Dari belakang, Aksara membawa tas berisi barang perlengkapan Zavira, sementara kekasihnya itu masih terus berjalan ke depan tanpa melirik ke belakang. Langkah Zavira terhenti ketika di pertengahan lorong, ia meminta tas pada Aksara. "Biar aku yang bawa," ujarnya tanpa mau menatap wajah Aksara sedikit pun. Aksara mengernyitkan keningnya, ia lalu menggelengkan kepala seraya berkata
Terbangun dari pingsannya, Zavira melihat dokter serta suster yang sedang melakukan pengecekkan padanya. "Dokter?" Zavira bertanya lemas, menggerakkan kepalanya, menatap ke segala arah."Ah iya, apakah ada yang sakit?"Zavira menggelengkan kepala pelan, lalu terdiam, "bagian sini, terasa aneh," gumamnya memegang perut.Dokter itu menunjukkan ekspresi sedih, "apa Anda ingin mendengar kabar ini sekarang juga? Jika tidak, saya akan memberitahu saat kondisi Anda benar-benar pulih."Zavira menggelengkan kepalanya, "aku mau denger sekarang juga," pintanya dengan tangan memegang lemas tangan dokter tersebut.Dokter tersebut menghela napas pelan, lalu ia berkata, "Kami telah melakukan pemeriksaan dan menemukan bahwa janin Anda tidak dapat dipertahankan."Zavira terdiam, ia lalu memegang perutnya dengan wajah murungnya. Tunggu, mengapa dirinya tidak sadar bahwa telah hamil?"Sayangnya, kami telah menemukan bahwa janin Anda telah mengalami keguguran karena cedera yang Anda alami," lanjut dokte