Bab 26 : Sulthan yang Melenceng
"Tunggulah di sini, Zara," tutur Tuanku setelah menggiringku ke ranjangnya.
Kemudian Tuan membuka lemari bukunya dan mengambil beberapa kertas entah apa. Aku hanya memerhatikan dalam diam, masih berusaha menenangkan diri karena kejadian tadi benar-benar membuatku ketakutan setengah mati. Apa yang akan terjadi jika Tuan tidak segera datang? Air mataku kembali jatuh ketika Tuan sudah ke luar kamar. Tubuhku kini terasa lemas tak berdaya. Tak berapa lama, Tuan Rasyad kembali masuk kamar membawa secawan air.
"Ini minumlah ...," perintahnya sembari menyodorkan air itu ke hadapanku.
Aku meraih cawan tersebut dengan lengan yang masih gemetar. "Terima kasih, Tuan," ucapku pelan, lalu meneguk air itu sedikit demi sedikit.
"Ke mana Benazir dan Razi? Sepertinya mereka tidak ada." Tuan bertanya seraya menatapku dengan intens. Ia terlihat sangat khawatir terhadapku.
"Ta-tadi ada a
Bab 27 : PerlawananSemenjak melencengnya sang sultan, Rasyad sudah menghubungi gubernur Konstin dan beberapa gubernur lainnya guna meminta pendapat. Ia mengirim surat untuk melihat berbagai pandangan. Beberapa gubernur malah menganggap sang panglima tidak mau menaati pemimpin, mereka justru balik menasihatinya agar tetap taat. Namun, ada juga beberapa gubernur yang sependapat, termasuk Konstin. Bahkan Konstin mendukung penuh dirinya, sehingga Rasyad memutuskan untuk menyiapkan tentara dari wilayah ini karena Konstin adalah wilayah yang paling dekat dibandingkan dengan yang lain.Gubernur Konstin telah mempersiapkan tentaranya dengan melakukan pelatihan dalam beberapa bulan ini. Memberi mereka wejangan yang benar sehingga dukungan pun sangat besar dari para tentara. Saat ini Rasyad beserta para petinggi dan juga para ulama membuat strategi bagaimana bisa meluruskan kembali kesultanan. Mereka sudah putuskan bahwa pemerintah sekarang harus dan wajib d
Bab 28 : Pertempuran dengan Pasukan Al HajjazDengan sorot mata nanar Sultan Badrussallam memperhatikan dari ujung ke ujung pasukan yang berada di hadapannya. Kearoganan dan amarah nampak jelas dari wajahnya. Seketika seringaian tampak dari bibir pria berusia dua puluh delapan tahun tersebut, ia meremehkan tentara pemberontak di sana. Ia sangat percaya diri dengan kekuatan tentaranya yang berjumlah lebih banyak dan tentunya mempunyai perlengkapan perang yang lebih lengkap. "Cecunguk-cecunguk pemberontak! Cih!" sergahnya.Rasyad menatap tajam belasan ribu tentara yang berbaris di hadapannya. Walau jumlah dan perlengkapan tempur pasukan yang dibawanya dari Konstin tidak sebanyak dan selengkap pasukan Badrussallam, tapi dengan keyakinan bahwa ia berada pada jalan yang benar yaitu membela syariat Allah dan Rasul-Nya, maka hatinya tidak ragu sedikit pun. Bahkan ia sudah sangat sering berhadapan dengan kekuatan kafir asli yang lebih besar dari ini.
Bab 29 : Keputusan TerbaikHanya sepekan saja Tuan Rasyad berada di Istam, dan hanya sepekan pula kebersamaan kami di negeri ini. Tiba waktunya ia dan yang lain untuk berangkat menuju ke Barkah."Kau baik-baiklah di sini, Zara. Selama aku tidak ada, aku titipkan kau kepada Ummu Syifa. Jadi, dia yang mewakiliku atas kau, Benazir, dan Razi ... kau paham?" Tuanku menatapku lekat. Ummu Syifa adalah istri dari Tuan Abdul Aziz, gubernur Konstin."Iya, Tuan ... aku paham," jawabku dengan perasaan yang gundah. Sungguh aku mengkhawatirkannya. Bahkan sepertinya aku lebih khawatir dibandingkan dulu saat Kakak atau Furka akan berangkat berperang. Astaga ... mengapa perasaanku begitu dalam kepada pria ini? Kutundukkan pandangan dan mengerjapkan kelopak netra ini berkali-kali agar bulir bening tak jatuh dari pelupuknya.Tiba-tiba Tuan Rasyad menarik tubuhku, lalu menenggelamkanku di dadanya yang bidang. Air mataku lolos begitu saja tak lagi da
Bab 30 : Zara Hamil"Akhy, sampaikan juga surat ini untuk budak wanitaku di Istam." Rasyad memerintahkan seorang kurir istana yang akan menyampaikan berita ke Konstin tentang pemerintahan yang baru. Ia sekalian menitipkan surat untuk sang budak jelita."Baik, Sultan!"Beberapa pegawai pemerintahan bersama Abdul Aziz, sang gubernur Konstin berangkat kembali menuju Istam untuk melanjutkan pekerjaan. Sudah tiga hari sejak kematian Badrussallam, pada hari itu juga di waktu malam para Ahlul halli wal aqdy—tokoh-tokoh pembesar, ulama, dan mujahidin—mengangkat Rasyad menjadi sultan. Pada awalnya pria itu menolak, tapi semua orang mendukung keputusan tersebut. Akhirnya Rasyad menerima keputusan syura' yang dilakukan pada bada isya tersebut. Seluruh penduduk Barkah telah mengetahui pergantian pemerintahan dan banyak yang bersuka cita karena mengetahui sosok Rasyad Najmudin yang terkenal cerdas, adil, dan bijaksana.Kurir-kurir
Bab 31 : Kegundahan Hati RasyadSULTANKUDari embus sepanjang gersangSendiri terpasung kerinduanHingga sunyi kian menjamah piluSedang pandang masih sejarak impiAku bernama sepiDalam riuh parasmuTertahan yang pernah gagu di pelupukLalu sebisa hati kulerai cekatnyaDari embus sejauh anganIngin kukabarkanTentang luruh sekat memancangTentang jemu semakin meradangAku bernama sepiTanpamu, sandar paling kekarTanpamu, tatap paling debarSedang di sini, masih kelu barang sepatahDirantai sulur cintamuDiderai lara rindumuHingga bila tatapku hendak mencumbu?Sultanku?***Malam ini langit tampak cerah tanpa diselimuti awan. Bintang-bintang bertaburan menghiasi, bulan purnama pun terapung indah di lautan angkasa raya. Angin m
Bab 32 : Kegundahan Hati Rasyad (Bagian 2)"Bu, adikku ini laki-laki atau perempuan?" tanya Razi sambil menggandeng tanganku.Hari ini aku, Benazir dan Ummu Syifa sedang berjalan-jalan di taman, ditemani oleh anak lelaki Ummu Syifa yang berusia tujuh belas tahun. Kami melepas penat. Sejak beberapa bulan para lelaki menyiapkan strategi perang dengan pemerintah Badrussallam waktu itu, saat ini baru kami bisa menikmati suasana di Istam."Ibu tidak tahu, Sayang," Aku tersenyum, "laki-laki atau perempuan tidak masalah, yang penting dia sehat dan menjadi anak yang shalih juga pintar seperti kamu," sambungku.Razi mengulum senyuman. "Aku senang bakalan punya adik. Kalau laki-laki mau aku ajak latihan pedang seperti yang biasa aku lakukan sama anak-anak lainnya. Kalau perempuan akan aku jagain biar tidak diganggu anak nakal," seru bocah kecil itu riang.Kubelai rambut Razi yang sudah mulai lebat. Benazir, Ummu Syifa, d
Bab 33 : Kegundahan Hati Rasyad (Bagian 3) Sang sultan meminta waktu sepekan untuk beristikharah dan mengambil keputusan. Apakah akan ataukah tidak melanjutkan hubungan dengan gadis tadi ke jenjang berikutnya. Sesampainya di area istana, Rasyad pun turun dari kereta. Sementara kereta kuda itu melanjutkan perjalanan mengantar Syaikh Yunus pulang ke tempat persinggahan sementaranya. Ya, beliau sedang mengunjungi anak lelakinya di ibu kota, sekaligus menjadi perantara Rasyad mencari jodoh. *** Sudah delapan hari rombongan Gubernur Konstin melakukan perjalanan dari Istam menuju Barkah. Sebentar lagi mereka akan sampai ke gerbang ibukota. Hati Zara begitu berbunga ketika gerbang Kota Barkah sudah di depan mata."Alhamdulillaah," lirihnya. Ia bersyukur akhirnya rombongan mereka sampai.Wajah-wajah penuh kegembiraan tampak Zara, Benazir, juga Razi. Walau Barkah bukanlah kota kelahiran mereka, tapi entah mengapa kota itu seakan
"Mereka melarikan diri, Tuan!" lapor seorang tentara kepada Panglima besar Kerajaan Haura.Mata sang panglima membulat sempurna, rahangnya tiba-tiba mengeras. Seketika sang prajurit digampar dengan keras. Gemeretak geligi panglima itu menahan geram."Cari mereka hidup atau mati!" seru sang panglima tegas, "jangan lepaskan seorang pun keluarga dari Kerajaan Andusia ini. Atau kalau tidak ... kepala kalian jadi taruhannya!" lanjutnya dengan sorot mata penuh amarah.***Gadis muda dan dua orang pembantu wanitanya itu terengah-engah berlari menjauhi kereta kuda yang tadi menawannya. Mereka berhasil membuka kunci sel kereta dan melarikan diri."Putri Roseline, kemari!" pekik tertahan dari salah seorang lelaki setengah baya—pembantu setianya selama tiga tahun ini.Sang putri jelita bersama kedua pembantu wanitanya pun segera memasuki sebuah gua yang ditutupi oleh berbagai jenis tanaman merambat di muka pintunya.
Bab 73 : Ekstra PartSetelah Hurin sembuh sepenuhnya, ia pun diboyong kembali ke Kesulthanan Konstin. Sampai di sana, wanita muda jelita itu disambut meriah oleh sang ibu, Zara Shaka Arb. Hurin sangat bahagia. Kini ia merasa sangat sempurna dengan keluarga yang lengkap.Selama hampir dua bulan Hurin mengalami nifas akibat kehilangan janin yang ternyata sudah berusia sebulan lebih. Selama itu juga ia mengonsumsi madu pilihan juga ramu-ramuan dari tabib istana untuk mengembalikan kesehatan dan kesuburannya. Sejak wanita jelita itu masuk Islam, inilah kali pertama dalam waktu yang lama ia tidak menjalankan ibadah shalat. Ia sangat rindu untuk melakukan itu.Inilah hari di mana ia telah selesai melewati masa nifas yang sampai empat puluh hari. Akhirnya kerinduannya untuk shalat terobati. Karena merasa bersih di waktu Isya, ia pun mengqada shalat magrib, dilakukan di waktu Isya. Setelah selesai shalat, wanita muda itu duduk d
Bab 72 : TerangFakhrurrazi bersama lima orang pengawalnya heran melihat perbatasan di lembah Sira. Tenda-tenda milik pejabat dan tentara Negara Konstin telah bersih. "Ke mana semua orang?" tanya pria itu. Matanya diedarkan ke sekeliling tempat itu."Mereka tidak mungkin pulang, Tuan! Kita tidak melihat mereka menuju jalan pulang." Salah seorang pengawal mendekati Fakhrrurazi. Mereka semua masih di atas tunggangannya masing-masing.Sang pejabat menteri mengangguk. "Kita menyebar dan berkumpul lagi di sini untuk melaporkan hasil penglihatan masing-masing sampai menjelang Dzuhur. Kau dan kau ke arah sana, kau juga kau ke sana. Aku dan dia ke sana!" perintah Fakhrurazi mengarahkan kelima prajuritnya."Baik, Tuan!" jawab para prajurit itu serentak.Sampai menjelang waktu Dzuhur, Fakhrurazi bersama seorang pengawal yang memeriksa arah barat, tidak mendapat tanda-tanda keberadaan orang
Bab 71 : Hurin?"Ini surat dari Putri Mahkota Andusia," ujar salah seorang utusan dari Kerajaan Haura.Sulthan Abdul Aziz memberi isyarat kepada Fakhrrurazi. Sang pejabat menteri pun mengambil surat itu kemudian membacanya. Betapa terkejutnya ia ketika membaca tulisan tangan sang istri.'Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.Aku memutuskan untuk tidak kembali kepada engkau, Suamiku ... Raja Negeri Haura mejanjikanku kesenangan. Lagi pula kau hanya pejabat menteri biasa. Aku pasti lebih bahagia menjadi permaisuri dari Raja Hamran.Maafkan aku mengecewakanmu. Katakan kepada Sulthan Abdul Aziz, tidak perlu repot lagi berperang. Aku sudah memutuskan untuk memilih Raja Hamran dibandingkan suamiku sendiri.Oh, iya, aku tunggu berita kau menalaqku, Tuan Fakhrurazi.TertandaRoseline'Seketika
Bab 70 : Keputusan RoselineSetelah setengah harian mengobrol bersama Lucy, Roseline dan Jena pun pamit untuk pulang seusai shalat Dzuhur. Namun, sang putri berniat mengunjungi Elisa sebelum kembali ke istana."Wah, aku rindu sekali dengan Elisa, Tuan Putri!" seru Jena senang.Roseline mengulas senyuman. "Kita ke pasar dulu beli camilan dan buah untuknya. Dia 'kan sedang hamil, tentu dia senang dibawakan buah seperti waktu itu," ujar wanita cantik tersebut.Jena mengangguk dengan bibir yang senantiasa tersenyum.Rumah Elisa dan Steve berada di pinggiran kota. Melewati sedikit wilayah yang penuh dengan pepohonan. Hutan yang tidak begitu lebat. Bersama Nu'man, kusir baru keluarga, Roseline dan Jena menuju ke sana setelah mendapatkan camilan dan buah-buahan dari pasar.Tengah hari itu langit begiu cerah. Perjalanan menuju rumah Elisa memang t
Bab 69 : Keyakinan DiriKarena pikiran berat yang senantiasa mengusik, Roseline jatuh sakit. Badannya panas dan beberapa kali muntah, hingga membuat orang di sekitarnya khawatir. Fakhrrurazi memutuskan untuk mengambil cuti beberapa hari agar bisa merawat sang istri."Bagaimana keadaannya?" tanya Zara cemas kepada putranya setelah tiga hari sang putri sakit. Tampak di tangannya membawa sepinggan kecil potongan buah."Alhamdulillah, panasnya sudah turun, Bu," jawab Fakhrurrazi di depan pintu kamarnya sambil memegang bejana air yang sudah kosong. Sepertinya ia ingin ke dapur untuk mengisinya.Zara kemudian melangkah masuk melewati dua lapis tabir yang menyekat ruang itu menjadi tiga bagian. Tampaklah Roseline yang tengah melamun menatap ke arah jendela sambil berbaring di ranjangnya. Haris terlihat tengah memijat kaki sang ibu dengan jemari kecilnya.Ketika menyadari kedatangan Zara
Bab 68 : Kecamuk di Dalam HatiMenjelang dini hari Fakhrurrazi kembali dari bertugas. Ia melihat sang putra dan istrinya telah terlelap. Oleh karena tubuh yang merasa begitu lelah, seusai membersihkan diri lelaki itu pun merebahkan diri di samping Roseline. Lengan kekarnya memeluk pinggang ramping sang istri. Tidak lama kemudian pria itu terlelap dengan sendirinya, ia tak menyadari jejak air mata yang ada di pipi wanitanya.Ketika waktu hampir subuh, Roseline terbangun. Kelopak mata indahnya mengerjap hendak mengembalikan kesadaran. Seketika ia menyadari ada lengan yang memeluk perutnya. Kembali pikiran wanita jelita tersebut terusik dengan kenyataan bahwa pria yang kini berada dekat tanpa jarak itu adalah kakaknya.Roseline menatap lekat wajah lelap sang pria. Sungguh rupawan, walau yang ia tahu pria itu dari ayah berbeda, tetapi bukankah mereka lahir dari rahim yang sama? Begitu pikirnya. Garis wajah di had
Bab 67 : Sebuah Aib yang BesarTiga hari terlewati semenjak Fakhrurrazi menyampaikan berita bahwa Raja Negara Haura hendak merampas sang istri. Roseline sering memikirkan hal itu. Namun, ia selalu mencoba menyembunyikan perasaan kacau juga pikirannya yang berkecamuk. Walaupun sang suami telah mengatakan jika peperangan akan tetap terjadi dengan atau tanpa kejadian ini. Hal itu tetap menjadi beban pikiran bagi wanita jelita tersebut."Jadi, Kesulthanan Konstin akan berperang dengan Kerajaan Haura dua bulan ke depan, Tuan Putri?" tanya Lucy memastikan setelah mendengar cerita dari Roseline.Sudah beberapa pekan sang putri tidak berkunjung ke kastil. Ia sudah merindukan Jena, Lucy, dan Benazir."Ya, begitulah, Nek," jawab sang putri. Mereka tengah duduk berdua di dalam ruangan Lucy."Tapi, kedua negara ini memang tidak pernah akur, bukan? Aku sering mendengar
Bab 66 : Menantang BalikRahang Fakhrurrazi tampak mengeras. Ia sangat geram mendengar isi surat tersebut. Bagaimana tidak, seseorang yang begitu dekat dan ia pedulikan saat ini hendak dirampas begitu saja oleh raja yang kafir seperti Hamran.Langsung saja sang pejabat menteri mencabut pedang dari sarungnya. Lalu melangkah dengan cepat ke arah utusan tersebut.Secara spontan Rasyad menghentikan langkah Fakhrurrazi yang terlihat begitu marah. "Sabar, Razi! Kendalikan dirimu, mereka mu'ahid!"Mu'ahid adalah kafir asli yang darah dan hartanya haram untuk ditumpahkan. Mereka hanya utusan untuk menyampaikan pesan.Sulthan Konstin pun turun dari kursi singgasananya mendekati Fakhrurrazi dan menepuk pundaknya, berusaha menenangkan. "Sabar, Akhi ... kita tidak akan menyerahkan istri Anda kepada kafir seperti mereka." Ia memahami kemarahan Fakhrurrazi.
Bab 65 : Pesan dari Raja Negeri HauraKeesokan harinya, Fakhrurrazi mengajak Rasyad untuk sarapan pagi bersama di ruang keluarga mereka."Hari ini kita akan menghadap sulthan, Tuan. Bagaimana menurut Anda?" tanya Fakhrurrazi kepada Rasyad di sela-sela makan pagi mereka."Baiklah," sahut Rasyad singkat sembari meraih cawan di hadapan, lalu meneguk airnya perlahan."Jadi Tuan Andrew ini kakekku?" tanya Haris setelah menyimak pembicaraan orang dewasa di sekitarnya. Ia juga terkejut dengan kenyataan ini."Iya, Sayang. Panggil kakek ya ...." ujar Zara lembut sembari membelai rambut halus sang cucu."Baik, Nek!" sahut Haris, "Aku senang punya kakek yang hebat bermain pedang seperti Tuan Andrew!" lanjutnya girang sambil mengangkat kepalan tangan ke atas.Rasyad dan Fakhrurrazi tertawa melihat tingkah bocah kec