"Kak Armor… " Chayyara menghampiri Armor dengan dirinya yang sudah siap dengan pakaian toga wisudanya.
Armor yang merasa terpanggil pun menoleh, lantas ia menghampiri Chayyara yang tengah berjalan lambat ke arahnya, mungkin dikarenakan perut Chayyara yang membuat istri kecilnya itu mulai kesulitan untuk berjalan.
Armor mengecup pelipis Chayyara, "Sudah siap?" tanyanya.
Chayyara mengangguk, "Siap!"
Armor tersenyum tipis, setelah itu ia menuntun Chayyara ke ruangan yang sudah anak buahnya desain semewah mungkin hanya untuk kelulusan Chayyara yang kebetulan diadakan secara online.
Ya. Chayyara dinyatakan lulus. Setelah banyak rintangan dan ujian yang perempuan itu hadapi, akhirnya keinginannya terwujud, ia lulus tepat waktu dengan nilai yang cukup baik. Chayyara tengah mengadakan hari wisudanya dengan pakaian toga kebesaran yang menutupi perut buncitnya dan hal itu yang disyukuri Chayyara karena ia tidak perlu menunjukan dirinya y
Mendengar hal itu membuat Chayyara mengangguk, meski ia masih cemas tetapi sebisa mungkin ia menghilangkan perasaan itu.Mereka pun menghabiskan waktu di mall dengan canda dan tawa, Feranda yang merasa antusias dengan hari kelahiran bayi Chayyara memutuskan untuk mencari-cari hadiah di baby store.Saat Feranda menemukan hadiah yang dirasa cocok untuk calon bayi dari adik sepupunya itu, ia memutuskan untuk menghampiri Chayyara, namun dari kejauhan ia bisa melihat seseorang dengan pakaian serba hitam tengah berdiri di belakang adiknya yang sibuk melihat-lihat pakaian bayi.Feranda ingin berteriak kepada Chayyara, namun terlambat, lampu toko tiba-tiba mati, lalu kembali menyala. Chayyara tiba-tiba menghilang dari jangkauannya. Kemudian lampu toko mati dan di situlah ia mulai kehilangan kesadarannya.***Chayyara mendengar suara gelak tawa dan cekikikan orang-orang di sekitarnya. Chayyara membuka matanya, mencoba menyesuaikan cahaya yang masuk ke
"Anak-anak yang lain kemana?" tanya Fredy yang tengah menuruni tangga itu, diikuti dengan Armor dan seorang pria lain di belakangnya."Anak-anak pada beli makan dulu," jawab pria itu.Armor dan Fredy mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan. "Bagaimana bisa?" Armor melihat semua komputer yang berjejer itu hanya menunjukan layar hitam."Jaringan perangkat gue diretas, Bos.""Terus soft file nya gimana, Jay?" tanya Fredy kepada pria bertubuh tambun itu.Pria yang dipanggil Jay itu sempat terdiam, reaksi itu membuat Fredy dan Armor menatap cemas. Apa mereka gagal menemukan file rahasia itu? Berarti file itu hilang bersama dengan perangkat lainnya yang berhasil diretas?Beberapa detik setelahnya, Jay menyeringai, ia mengangkat tangannya dan membuka telapak tangannya yang terkepal, "Sebelum perangkat gue diretas, gue berhasil pindahin semuanya ke sini," ujarnya santai. Hal itu membuat Armor dan Fredy menghembuskan nafas lega.
"Lepaskan tangan anda darinya," ujar seseorang yang sangat perempuan itu kenali. "Bukankah yang anda cari adalah saya, Tuan Dirga?" tanya pria yang tak lain tak bukan adalah Armor, pria itu bertanya dengan alis terangkat, tidak lupa dengan seringaiannya yang tak kalah menyeramkan.Armor sengaja menghindari dirinya untuk tidak melihat keadaan perempuan di sebelah pria yang kini tengah menengok ke arahnya. Armor tidak ingin hal ini membuatnya terlihat lemah di hadapan lawan, hanya karena ia menunjukan sorot khawatirnya.Meski pada kenyataannya Armor juga mengkhawatirkan perempuan itu, sebisa mungkin ia mencoba untuk menyembunyikannya karena lawan di hadapannya sangat mudah membaca ekspresi orang-orang sekitar.Pria yang semula menampar dan menjambak rambut perempuan itu kini berbalik sepenuhnya, melihat pemilik suara yang telah membuatnya menunggu itu, kini terlihat tak jauh dari tempatnya berdiri."Ah, rupanya kamu sudah datang."Armor mengangguk, b
"Kak Armor?" lirih ChayyaraChayyara kembali menangis setelah akhirnya ia dapat melihat wajah Armor."No no no no… hei hei sayang… saya di sini… Chayyara… jangan tutup matamu dulu… " Armor berusaha melepaskan ikatan yang membelit tangan dan kaki Chayyara."Kak Armor… " lirih Chayyara."Hm?" Armor langsung mengangkat tubuh Chayyara dan membawanya keluar dari ruangan yang hampir terbakar seluruhnya itu."Baby-baby Kay… ""Mereka akan baik-baik saja, begitu pun dengan kamu, Chayyara… " Armor berusaha menenangkan Chayyara meski pada kenyataannya ia maupun Chayyara tengah berada di keadaan yang berbahaya. Ya. Armor dan Chayyara terjebak digedung yang terbakar."Kak Armor… Kak Feranda… ""Diam, Chayyara… kita harus cepat keluar dari tempat ini," ujar Armor yang masih berusaha tenang.Pria itu berjalan menuruni tangga darurat, ledakan
Armor tengah merenung di ruang kerjanya, memandang taman yang berada dibelakang mansion milik keluarganya. Armor memutar kursinya menghadap meja, entah dorongan dari mana, pria itu tiba-tiba menarik laci meja kerjanya. Terlihat amplop cokelat besar di sana, Armor pun membukanya dan ia baru mengingatnya bahwa dirinya memang sempat membuat surat perceraian untuk dirinya dan Chayyara.Armor menarik surat itu lalu mengerutkan keningnya ketika menyadari bahwa terdapat tanda tangan Chayyara di sana. Pria itu bertanya-tanya dalam benaknya, bagaimana bisa Chayyara menandatangi surat ini?! Armor langsung merobek surat perceraian itu lalu mengepalkannya hingga tak berbentuk, setelah itu melemparkannya ke tempat sampah.Saat Armor ingin membuang amplop coklat itu, tiba-tiba ia melihat sesuatu yang berjatuhan dari dalam. Ternyata itu sebuah amplop kecil, dimana masing-masing amplopnya terdapat angka. Seperti menginstruksikan dirinya untuk membuka amplop itu secara tersusun.
Surat 8Dear Kak Armor,Kak Armor, Kay tidak berani menceritakan ini, tapi semoga Kak Armor mengerti setelah membaca surat Kay yang ke delapan.Kay tidak ingin menceritakan ini, tetapi setelah Kay pikir-pikir, mungkin inilah saat yang tepat Kay terbuka sepenuhnya kepada Kak Armor… sebenarnya, Kay terlahir dari keluarga yang bisa di bilang bukan keluarga yang utuh. Papa dan Mama sering tidak bersama… Kay selalu ditinggal Papa dan hanya tinggal bersama Mama, Kay yang tidak terlalu senang berbaur dengan teman-teman saat itu hanya memiliki Mama yang selalu ada untuk Kay… Mama Kay mengajarkan banyak hal, termasuk memperkenalkan Kay dengan buku novel yang akhirnya membuat Kay merasa memiliki teman.Apa Kay merasa kesepian? Bisa dibilang begitu, tapi Kay selalu sadar setelahnya kalau Kay masih memiliki Mama… Kay sayang M
Diary Chayyara,Hari ini Kay sedang sakit, Kay juga muntah-muntah terus, Kay capek sekali, Kay tidak suka hamil☹Kay juga kesal sekaligus sedih saat tadi Kak Armor memaksa Kay untuk memakan bubur☹Kay kan tidak suka bubur☹Jangan paksa Kay☹Tapi Kak Armor membuat Kay takut, jadi Kay terpaksa makan buburnya, terus Kay muntah lagi☹Kay sedih, tapi habis itu Kay merasa senang karena Kak Armor tiba-tiba membelikan Kay spicy chicken, Kay sangat senang sekali! Terima kasih ya Kak Armor>,<***Diary Chayyara,Kay sedih☹Kak Armor bi
Diary Chayyara,Kay senang akhirnya bisa pulang, bertemu Oma, dan Mama Silva, tapi Kay juga sedih karena Kak Armor sepertinya masih marah pada Kay, Hufttt☹***Diary Chayyara,Kay terbangun lagi, Kay tidak bisa tidur, Kay ingin tidur bersama Kak Armor☹tapi Kay malu mengatakannya, tapi Kay ingin☹Kay harus bagaimana? Kak Armor masih marah, tapi Kay tidak bisa menahan keinginan Kay untuk tidur bersama Kak Armor☹Hufttt baiklah, sepertinya Kay harus memberanikan diri☹ Kay akan berterus terang kalau Kay ingin tidur bersama Kak Armor, benar, ya… Kay harus berani! Doakan Mama ya baby-b
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis