"Apa kamu siap mendengarnya?" tanya Armor.Armor merasakan pergerakan dari Chayyara, istri kecilnya itu membalikan tubuhnya hingga kini mereka berhadapan. Chayyara mengangguk dengan senyum tulus.Armor terdiam untuk sesaat. “Saya tidak tahu harus menjelaskannya dari mana.”"Tapi saya akan tetap menjelaskan semua dengan sejujur-jujurnya."Armor mengusap pipi tembam Chayyara pelan. "Saya memang menyetujui rencana Feranda karena saya mulai memikirkan kebaikan kamu," ujar Armor jujur pada akhirnya."Saya berniat mengambil hak asuh itu karena saya pikir kamu masih butuh waktu untuk menikmati masa remaja kamu yang sempat saya renggut."Armor menghela nafas sejenak, "Dengar Chayyara… saya akui saya memang egois, dari awal kita bertemu, tidak ada sedikitpun sikap saya yang baik padamu,""Dengan memikirkan kebahagiaanmu, entah itu waktu bersenang-senang, waktumu bersama teman-teman atau waktumu untuk mengejar cita-citamu nanti," ujar Armor. “Saya berpikir jika saya menyetujui pendapat kakakmu,
"Dimana Chayyara?" tanya Armor kepada para pelayan.Salah satu pelayan wanita maju dan membungkuk hormat, "Nyonya tadi memberitahu Esty, kalau nyonya sedang berada di ruang private cinema, Tuan." Pelayan yang bernama Esty itu kembali pada posisi awalnya.Armor mengangguk, lalu melangkahkan kakinya memasuki mansion, ia berjalan memasuki lift menuju lantai tiga, dimana terdapat ruang private cinema yang memang di khususkannya sebagai tempat menonton film.Armor membuka pintu ruangan itu pelan, pria itu menajamkan pendengarannya saat terdengar suara desahan seseorang di lorong ruangan. Apa yang dilakukan istri kecilnya itu? Pikir Armor.Armor harus berjalan beberapa langkah lagi untuk melewati lorong. Langkah Armor terhenti saat melihat layar lebar yang berjarak sekitar tiga meter dari tempat ia berdiri tengah menunjukan adegan yang dapat membangkitkan hasrat manusia. Armor mengalihkan pandangannya ke arah sosok yang akhir-akhir ini memenuhi isi pikirannya. Ya. Siapa lagi jika bukan Chay
Armor mengelus punggung telanjang Chayyara, pria itu terjaga sampai pagi karena terlalu sibuk memandangi wajah cantik istri kecilnya yang terlelap tidur.Chayyara masih tertidur dengan berbantalkan lengan Armor. Wajah Chayyara terlihat damai, teduh dan hangat membuat Armor merasa terperangkap akan kenyamanan dan kehangatan yang istri kecilnya itu berikan.Armor tidak menyangka jika semalam akan menjadi hal yang paling luar biasa dalam hidupnya, membuat ia tidak pernah merasa puas dan menginginkan Chayyara lagi dan lagi. Jika saja istri kecilnya itu tidak hamil mungkin Armor akan menggempurnya sampai pagi. Tetapi saat melihat wajah istrinya itu yang sudah kelelahan semalam membuat Armor menghentikan keinginannya. Bagaimanapun Armor masih memikirkan bayinya, ia tidak ingin bayinya terluka karena keegoisannya.Armor mengusap perut Chayyara, berharap anak-anaknya nanti akan tumbuh sehat dan bisa membanggakan keluarga besarnya. Armor juga merasa bahwa dia adalah pria paling beruntung di du
“Ingin memastikan lagi apakah saya kesakitan atau tidaknya hm?” tanya Armor yang terdengar ambigu.Ingatan Chayyara langsung berputar pada kejadian semalam dan tadi pagi. Astaga! Memastikan? Pipi Chayyara langsung memanas.Dengan jarak mereka yang dekat, Armor bisa melihat wajah Chayyara yang memerah, "Saya bercanda." Armor tersenyum miring, pria itu mengelus pipi Chayyara.Chayyara memejamkan matanya, terlihat istrinya itu menghembuskan nafas lega. Hening. Mereka terdiam cukup lama, hanya saling tatap dan tersenyum satu sama lain."Kak Armor?" panggil Chayyara pada akhirnya."Hm?" Armor masih mengelus pipi Chayyara."Kay ingin ke mall, boleh?" tanya Chayyara, istri kecilnya itu terlihat menggigit bibir bawahnya.Armor mengerutkan keningnya, tidak biasanya, pikir Armor."Ingin membeli sesuatu hm?" tanya Armor menenggelamkan kepalanya di dada Chayyara.Chayyara mengangguk, "Kay ingin melihat-lihat baju dan per
“Tuan Armor Musa Altamiz?” panggil pria paruh baya itu dengan seringaian di bibirnya. Sedangkan Armor menatap dingin pria di hadapannya, tidak minat menjawab sapaan pria itu. “Dengan siapa anda datang ke sini? Kekasih baru kah? Apakah anda sudah putus dengan putri saya?” tanyanya. “Oh baguslah, pasti anda merasa kerepotan kan karena sifatnya yang keras kepala?” Armor tetap tidak menjawab. Sementara itu Chayyara menatap Armor dan pria paruh baya di hadapannya itu dengan perasaan tidak nyaman. Pria paruh baya itu memusatkan perhatiannya kepada Chayyara, “Kalau begitu perkenalkan, nama saya Delfon… Delfon August… siapa nama anda Nyonya?” Pria paruh baya itu mengulurkan tangannya kepada Chayyara. Chayyara membelalakan matanya, dengan perasaan ragu, Chayyara ingin membalas uluran tangan itu, tetapi suaminya itu mencegahnya. Untung saja. Suaminya itu langsung menggantikan tangannya hingga kemudian berjabat tangan dengan Delfon. “Saya rasa anda tidak
"Tapi—" ucapan Chayyara terpotong oleh perempuan satunya lagi."Mbak yang waktu di acara pelantikan CEO perusahaan cabang di Bandung kan? Yang kemana-mana selalu bareng Pak Hendrick? Mbak siapanya? Istrinya?" cercanya dengan berbagai macam pertanyaan membuat Chayyara kebingungan."Oh ya ampun! Jadi Mbak istrinya Pak Hendrick? Kok masih muda sudah menikah? Aduh, mana sudah hamil juga ya?" Lagi, perempuan dengan pakaian kurang bahan itu menimpali pertanyaan temannya."Hamil di luar nikah Mbak?""Saya baru tahu loh kalau Pak Hendrick sudah menikah, kok tidak ada kabar-kabarnya ya?""Iya, beruntung sekali yang jadi istri Pak Hendrick.""Eh kalian udah jangan—""Dia istri saya," ujar seseorang dingin, mereka semua langsung menoleh ke sumber suara. Kini mereka langsung dihadapkan dengan pimpinan dari perusahaan tempat mereka bekerja.Chayyara memaksakan senyumnya kepada Armor, melihat wajah Armor yang dingin, lagi-lagi me
"Oh, ketahuan sekarang yang lagi bucin ya, mainnya udah pecat-pecat aja," sindir Fredy yang merasa kesal karena tengah malam bosnya itu tiba-tiba meneleponnya dan menyuruh anak buahnya mencari tahu nama-nama karyawan yang sudah membicarakan hal buruk tentang Chayyara. Armor menerima iPad yang diberikan Fredy kepadanya, ia melihat file yang berisi kumpulan biodata dan riwayat kinerja para karyawan. "Pecat karyawan ini, ini, semua pecat saja." Armor melempar iPad Fredy begitu saja ke meja, membuat sang pemilik itu melotot. Tidak bisakah bosnya itu tidak melampiaskan amarah pada dirinya? Pikir Fredy. "Saya tidak butuh karyawan seperti mereka." Fredy yang mendengar Armor berujar tegas pun hanya menganggukkan kepalanya patuh. "Pecat juga karyawan yang kinerjanya buruk, mereka salah tempat jika hanya ingin bermain-main di perusahaan," perintah Armor yang lagi-lagi diangguki Fredy. Jika wajah Armor sudah serius seperti itu, maka bosnya itu tidak mai
Armor memeluk Chayyara erat seraya mencium bahu istri kecilnya itu, "Bukankah saya sudah meminta maaf? Kenapa kamu masih mengingatnya hm?" tanya Armor dalam.Chayyara mengangguk pelan dalam pelukan Armor. Chayyara tidak mungkin lupa dengan apa yang suaminya itu katakan. "Hmmm… apa Kay masih Kakak anggap orang lain?" Entah mengapa, justru pertanyaan itu keluar dari mulut Chayyara.Sedangkan Armor merasakan sesuatu menghantam dadanya saat Chayyara mengatakan pertanyaannya itu, ingatannya kembali berputar pada kata-katanya yang saat itu ia ucapkan untuk Chayyara."Saya tidak suka orang lain masuk ke ruangan saya tanpa izin.""Saya juga tidak suka ada orang lain yang menyentuh barang-barang pribadi saya."Armor memejamkan matanya, melepas pelukannya, pria itu kini menatap Chayyara yang tengah mengusap perut besarnya."Tatap mata saya," ujar Armor.Chayyara mendongakkan kepalanya, menatap mata biru suaminya itu den
Chayyara menghirup bau lembaran kertas yang sudah menjadi favoritnya. Matanya berbinar saat mulai memperhatikan rak-rak menjulang tinggi di depannya. Armor berdiri di sebelahnya sambil menggendong Valerio. Mereka sengaja mendatangi perpustakaan ibu kota untuk meminjam buku-buku yang dibutuhkan Chayyara. Sebenarnya Armor sudah memaksa Chayyara untuk membeli saja buku-buku yang dibutuhkannya, tetapi istrinya itu menolak dengan alasan bahwa Chayyara ingin melihat dulu isi dari buku-buku yang ada di perpustakaan. Armor pun hanya bisa mengiyakan. "Sayang, aku ke rak yang di sana ya." Chayyara menunjuk jajaran rak di sebelah kanan.Armor mengangguk. Pria itu menepuk-nepuk pelan punggung putranya yang tertidur, terdengar suara Valerio yang tengah mendengkur halus. Seharian ini mereka telah menghabiskan banyak waktu bersama, dari mulai piknik di taman, bermain sepeda, dan membacakan cerita anak untuk Valerio sambil bersantai. Langit sudah menunjukan warna senja, yang berarti siap menjemput
"Kak Armor," panggil Chayyara.Armor tidak menjawab."Kak."Tetap tidak ada jawaban."Kak Armor! Kay panggil-panggil!" Chayyara mengerucutkan bibirnya melihat Armor yang tidak meresponnya sama sekali. Pria itu tampak sibuk dengan iPadnya di meja kerja.Chayyara beranjak dari ranjang menghampiri Armor. Perempuan itu merebut iPad Armor, lantas ia mendudukkan dirinya di pangkuan Armor. Chayyara menyimpan iPad suaminya itu di atas meja kerja."Kay panggil-panggil, tidak dengar?" tanya Chayyara dengan raut wajah kesal."Panggil apa?" tanya Armor terlihat santai."Tadi Kay panggil. Kak Armor? Kak? Tapi Kakak cuek," ujar Chayyara. Kini tangan Chayyara sudah menangkup wajah suaminya itu. Menatap serius ke arah Armor, "Kak Armor marah?"Armor diam."Kay sudah bikin Kak Armor kesal?"Hening diantara keduanya. Chayyara berdecak setelah menunggu lama Armor untuk menjawab pertanyaannya."Kay sudah bikin Kakak kesal kan? Coba jelaskan, Kay akan bertanggung jawab. Kay janji." Chayyara mengangguk-ang
Setelah obrolan mereka semalam, Chayyara jadi tahu dunia perkuliahan. Armor mengizinkannya untuk kuliah. Suaminya itu juga sengaja menanyakan hal apa saja yang diminatinya selain memasak dan membaca. Chayyara sempat kebingungan, seperti remaja yang baru lulus SMA yang tidak tahu arah tujuannya akan kemana. Chayyara meminta waktu kepada Armor untuk mempertimbangkan jurusan yang akan dirinya pilih karena Chayyara tidak mau salah jurusan dan menyesal di akhir tahun, seperti pengalaman orang-orang di sosial media yang bercerita bahwa penyesalan datang di akhir karena lebih memilih jurusan yang tidak selaras dengan minat dan bakarnya hanya karena agar bisa masuk kampus impian. Begitu banyak hal yang Chayyara tanyakan kepada Armor dan syukurnya suaminya itu sangat sabar dalam menjawab segala pertanyaan-pertanyaannya. Chayyara juga terlihat antusias mendengar penjelasan Armor. Terlihat sekali jika suaminya itu pintar dan berwawasan luas. Ah, semoga Valerio memiliki kepintaran yang sama
Armor berjalan memasuki perpustakaan. Terlihat di sofa, Chayyara tengah tertidur dengan Valerio yang terlelap di dadanya. Armor berdecak melihat putranya itu yang semakin hari semakin menguasai istrinya.Armor melepas jasnya, melampirkannya di lengan sofa. Pria itu menggulung lengan kemejanya hingga siku. Pandangannya terarah ke arah meja kecil di samping sofa. Armor melihat formulir pendaftaran Universitas di sana. Satu alisnya terangkat, lalu beralih menatap istrinya yang masih nyenyak tertidur di sofa.Setelah permasalahan mereka mengenai Hyunjae mereda, Armor dibuat tanda tanya dengan tingkah laku Chayyara akhir-akhir ini. Armor menghampiri Chayyara, mengangkat pelan Valerio dari pelukan Chayyara. Chayyara yang menyadari Valerio diambil dari pelukannya pun terbangun. "Kak?""Tidur lagi saja. Aku akan memindahkan Valerio ke kamar.""Sekarang sudah jam berapa?""Jam delapan."Chayyara membulatkan matanya, "Kay belum memasak apapun!"Armor tersenyum, "Kita makan di luar. Aku sudah b
Chayyara menggembungkan pipinya. Menatap Armor dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Armor tengah duduk di lengan sofa yang tersedia di kamar mereka. Armor tersenyum sinis, "Hanya karena meminjamkan sebuah payung?" Chayyara mengangguk. "Kamu pasti pernah menyukainya kan?" Chayyara membelalakan matanya, lantas menggeleng cepat, "Tidak! Kay tidak pernah menyukainya!" "Lalu kenapa dia sering menyapamu?" "Kay tidak tahu." "Siapa namanya?" Chayyara diam. "Chayyara..." Armor mencoba bersabar. "Hyun...Hyunjae," jawab Chayyara pelan. Armor melangkahkan kakinya perlahan ke arah ranjang. Ia membuka kemeja kerja yang dikenakannya. Menjatuhkan kepalanya di paha Chayyara. Armor tahu jika istrinya itu mulai ketakutan, maka cara yang paling ampuh, Armor harus meredamkan amarahnya. Armor tidak mau sampai mulutnya mengatakan hal yang menyakitkan kepada Chayyara. "Kak Armor masih marah?" tanya Chayyara pelan. Armor tidak menjawab. Pria itu justru memilih memejamkan matanya. Tida
Chayyara dan Armor masih menikmati liburan mereka di Gangwon, banyak tempat-tempat yang mereka kunjungi, salah satunya museum. Chayyara sudah menduga jika Pangeran tidak terlalu menyukai tempat yang memiliki khas ala rumah tradisional di Korea. Anak kecil itu sudah jelas lebih menyukai taman bermain. Sebenarnya ini juga salahnya yang terlalu memikirkan keinginan dirinya karena meski sebelumnya Chayyara pernah tinggal di Korea Selatan, tetapi Chayyara jarang mengunjungi tempat-tempat wisata.Armor yang menyadari sikap Chayyara pun langsung mencium kepala istrinya itu. “Pangeran akan terbiasa.”Chayyara menatap ragu, namun Chayyara tetapmengangguk, melihat Valerio yang terlihat nyenyak di dalam di gendongannya. Pangeran sedari tadi hanya diam di gendongan Armor. Itu cukup membuat Chayyara merasa bersalah.***Chayyara baru selesai dari toilet, tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya. “Yara!”“Sunbae,” ujar Chayyara pelan saat melihat seseorang tengah melambaikan tangan k
Armor mencium puncak kepala Chayyara yang terlihat sibuk mengganti pakaian Valerio. Chayyara tersenyum, “Pangeran sudah siap-siap, Kak?”Armor mengangguk, “Dia lagi sarapan roti sambil nonton youtube.”Chayyara menoleh ke arah Armor lantas melotot tajam, “Kakak sudah bilang batas waktunya kan?”Armor tersenyum, pria itu langsung menyambar bibir istrinya. “Kak!” tegur Chayyara, “Jawab dulu!”“Iya, Sayang. Sudah.” Chayyara menghela nafas lega. Pasalnya Pangeran pernah menangis hebat karena tidak ada satu pun anggota keluarga yang mengizinkannya bermain gadget. Bukannya Chayyara tega membiarkan Pangeran hidup tanpa benda-benda elektronik itu, tetapi Chayyara mendapatkan pesan dari orangtua Pangeran bahwa anak itu sudah mulai ditahap keras kepala dan sedikit susah diberitahu jika berkaitan dengan gadget. Oleh sebab itu, Chayyara dan Armor diamanahkan untuk lebih memberi batasan kepada Pangeran dalam memakai gadget. “Tampan sekali anak Mommy!” Chayyara berujar seraya mencium pipi kanan d
“Aunty Kay?” panggil suara anak kecil yang sangat Chayyara kenali.“Pangeran?” tanya Chayyara memastikan suara itu. Chayyara keluar dari walk-in closet kamarnya, dan benar saja. Chayyara melihat sosok yang dulunya masih kecil kini terlihat lebih tinggi dan pastinya dengan wajahnya yang lebih tampan.“Kamu kapan ke sini?” Chayyara bertanya seraya menghampiri Pangeran, Chayyara merendahkan tubuhnya yang membuat Pangeran langsung memeluk Chayyara erat.“Pangeran rindu Aunty Kay…”Chayyara tersenyum saat mendengar tutur kata Pangeran yang sudah tidak cadel lagi. Tidak terasa, sosok kecil ini sudah tumbuh besar.“Aunty juga… Bagaimana sekolahmu di Sydney?”Pangeran menggeleng, “Selesai lebih cepat,” ujar Pangeran dengan wajah sumringah.“Kamu akan lanjut sekolah di sana lagi?”Pangeran menggeleng, “Tentu saja tidak, Aunty,” ujar Pangeran mendelik, “Sesuai perjanjian Pangeran dengan Mama Papa, kalau Pangeran bisa mengontrol emosi dan tidak selalu merengek meminta sesuatu, Pangeran akan lanj
Setelah menemani Valerio tidur siang, Chayyara memutuskan untuk keluar dari kamar, pandangannya tak sengaja melihat ke arah balkon yang menunjukan taman belakang. Ya. Saat ini Chayyara tengah berada di rumah mertuanya karena sudah menjadi rutinitas mereka akan menginap setiap akhir pekan di sini. Meski pada awalnya, Armor, suaminya itu merasa keberatan, tetapi setelah mengetahui bahwa Silva dan Javier meminta agar Valerio tidur bersama kedua orangtuanya itu, membuat Armor pun berubah pikiran. Armor melihat itu sebagai kesempatan.Chayyara tersenyum, mengikat rambutnya lantas berjalan menuruni tangga. Mansion keluarga suaminya itu memang masih menggunakan tangga, berbeda dengan mansion yang mereka tempati yang sudah ada lift di dalamnya.***“Kay dimana?” tanya Silva kepada para pelayan.“Tadi saya melihat Nona Chayyara mengajak Tuan Kecil Valerio untuk tidur siang, Nyonya.”Silva mengerutkan keningnya. “Tadi saya habis