Harry bangkit berdiri dari kursi dan duduk di samping Momo. Momo tersentak kaget melihat tingkah Harry. Dia memandang Harry dengan tatapan kebingungan.
Dalam kebingungan, Momo tersentak kaget lagi saat Harry memegang tangannya dengan erat. Tanpa sadar, dia menarik tangannya, tetapi Harry malah menguatkan genggaman tangannya.
Hati Momo yang sudah dengan susah payah didamaikan karena kejadian tadi pagi, kembali menjadi kacau balau. Walau demikian ada perasaan hangat mengalir dari tangan Harry yang besar.
Saat Harry memegang erat tangan Momo, perutnya yang kacau balau seketika menjadi tenang. Aliran aura yang Momo alirkan membuat hati Harry menjadi tenang.
“Mo, nanti pertemuan kamu ikut ya?”
“Tetapi, Pak, kan sudah ada Kak Gina. Gak enak sama Kak Gina yang sudah biasa temani dalam pertemuan,” tolak Momo secara halus. Sudah tidak enak sama Kak Gina, bisa-bisa terdampar lagi di hotel. Gak lagi dah, keluh Momo dalam hati.
Saat mereka berangkat ke pertemuan di hotel Grand Grand, Momo terpaksa duduk di depan dengan supir. Gina sudah terlebih dahulu duduk manis di samping Harry.“Gina, ada yang perlu kusampaikan padamu supaya tidak salah paham pada Monita. Ada perintah yang kuberikan pada Monita, bukan padamu, karena sekarang kamu harus lebih fokus pada Kak Jeff,” kata Harry saat berada dalam mobil. Momo memasang kupingnya baik-baik.“Salah paham apa, Pak? Tunggu sebentar. Bapak tidak memberi dia perintah yang aneh-aneh, kan?” goda Gina.“Aneh-aneh gimana?” tanya Harry dengan ketus.“Misalnya minta Monita temani Bapak di hotel ….”Supir Harry, Jeko, tanpa sadar mengerem mendadak setelah mendengar perkataan Gina. Ternyata dia juga memasang telinga seperti Momo.“Maaff … maaff, Pak!!” teriak Jeko ketakutan sebelum kena semprot dari Harry.“Fokus, Pak, tolongfokus pada jala
Perkataan Mira seperti ada petir di siang bolong bagi Harry. Inilah yang dia takuti. Wajah Harry langsung memucat.“Bagaimana, Pak Harry?” tanya Mira.“Bu, kalau boleh tahu, apa yang ingin Ibu bicarakan dengan Pak Harry?” tanya Toni takut-takut.“Kamu tidak perlu tahu. Bagaimana, Pak Harry? Jika tidak bersedia, tidak apa-apa. Semua proyek kerja sama kita kubatalkan. Kalau pun mau bayar denda pemutusan kontrak, tidak masalah. Aku akan bayar semua penaltinya,” kata Mira dengan senyum kemenangan.Belum apa-apa, kamu sudah memucat? Aku akan membuatmu ingat kembali kenangan kita yang indah. Kamu adalah milikku. Selamanya akan menjadi milikku, ucap Mira dalam hati dengan tawa bahagia.Gina memalingkan wajahnya ke arah Harry. Dia tidak mengerti mengapa Mira sangat antusias pada Harry. Sedangkan Harry sangat ketakutan, bahkan dia memegang tangan Momo dengan eratnya.“Pak, bagaimana?” bis
Harry membuang muka dan cepat-cepat melangkah menuju ke pintu keluar, tetapi dengan lincah Mira menari di hadapan Harry. Tanpa sadar Harry melangkah mundur.Sekarang tubuh Harry mengeluarkan hawa panas. Dia berusaha menahan gejolak di perutnya. Tiba-tiba Harry mendengar bunyi pesan yang membuatnya tersadar.Dengan cepat dia memikirkan cara untuk melewati Mira yang pasti sebentar lagi semua benda yang ada ditubuhnya terlepas. Pikirannya terbayang wajah Momo yang membuatnya tidak terpengaruh dengan gerakan Mira yang semakin menjadi-jadi.Tiba-tiba Harry tersadar dengan gerakan Mira. Gerakannya kurang lebih berulang-ulang. Dan di salah satu gerakannya ada cela untuk bisa berlari ke pintu.Harry mempersiapkan tubuhnya dan terus memperhatikan gerakan Mira. Dan ketika pada titik gerakan tersebut, Harry langsung meluncur dengan kecepatan kilat ke arah pintu.Sekali tarikan, pintu terbuka dan Harry melihat Momo yang terkejut memandangnya. Secepat kilat Har
“Jadi kamu mencintaiku?” tanya Harry penasaran.“Mencintaimu? Eeee … entahlah. Aku hanya merasa nyaman bersamamu dan ingin selalu dekat denganmu, terutama jika kamu tidak marah-marah dan tidak memberiku pekerjaan yagn aneh-aneh."Akan tetapi mengapa bayanganmu selalu membuntutiku ke mana saja aku pergi? Kenapa aku tidak sabar menunggu datangnya pagi hari? Hei, sekarang kamu jangan goyang dahulu. Kepalaku jadi pusing melihat kamu terus bergoyang.“Oh, ya, Bos, aku ingin tahu kenapa kamu ketakutan kalau bersama Ibu Mira? Apa dia pernah berbuat seperti yang tadi di kamar hotel?” tanya Momo penasaran.“Jadi itu yang kamu pikirkan tentang kejadian di kamar itu?”“Semua pasti berpikir begitu. Namun kenapa kamu muntah-muntah setelah bertemu dengan wanita cantik seperti Ibu Mira. Memang dia sudah tua, tetapi kecantikannya tidak ada yang mengalahkannya. Dan badannya … ah, aku sebagai wanita saja
“Har, apakah kamu tahu kalau Ibu Mira mencintaimu?” tanya Toni degan serius.Ketiga orang yang mendengar itu terkejut.“Apa … apa maksudmu, Ton?” tanya Harry gugup.“Ini hanya firasatku. Karena setiap mau bertemu denganmu, dia senang sekali dan berdandan lebih … cantik. Namun selalu marah sesudah pertemuan berakhir. Aku tidak tahu kenapa. Tapi kali ini dia sangat marah, bahkan sampai hari ini. Sepertinya karena Monita. Oleh sebab itu aku ingin tahu apa yang terjadi sesudah kamu keluar dari kamarnya.“Ini hanya asumsiku. Monita bilang kamu keluar dari kamar sambil berlari pergi. Apakah benar kamu melarikan diri darinya? Jika ya, berarti kamu telah membuatnya marah. Bahkan di depan pintu kamar ada Monita, apakah dia melihat Monita? Dan kamu menarik Monita melarikan diri? Jika ya, berarti kamu telah membuatnya marah dua kali.“Sebenarnya aku juga penasaran apa yang terjadi di dalam kamar, tetapi
Entah sudah berapa lama, doa itu dilantun tanpa putus-putus dan berulang-ulang. Perlahan-lahan, Harry mulai menguasai dirinya. Doa yang diikutinya dalam hati membuatnya lebih tenang. Dengan perlahan dia melepaskan pelukan wanita itu.Wanita itu memandangnya dengan penasaran dan khawatir. Harry tersenyum padanya penuh terima kasih, walau sedikit malu.“Tenanglah. Aku sudah tidak apa-apa, Monita,” kata Harry.Momo mengembuskan napas lega. Dia mengambilkan air minum buat Harry dan duduk di samping Harry.“Sepertinya Bapak mimpi buruk, ya? Jika Bapak mau cerita, saya siap mendengarkan,” kata Momo sambil tersenyum lembut.Harry menganggukkan kepalanya.“Mo, kenapa bisa kamu masuk ke sini? Di mana Gina?” tanya Harry setelah melihat sekeliling ruangannya dan tidak menemukan Gina.“Gina sudah pulang, Pak. Sekarang sudah jam 6 sore. Saya berencana untuk pulang juga, tetapi entah kenapa saya sedikit kha
“Apa … apa maksudmu, Ma?” tanya Harry dan Agna bersamaan. “Sebenarnya setelah kami temukan Ken berdasarkan informasi surat yang diberikan Momo pada Clark, Ken tidak apa-apa. Hanya terluka bagian luar dan cepat sembuh. Setelah sembuh, dia kembali ke tempat itu. Namun Ken kembali diserang. Penyerangan kedua kalilah yang membuatnya koma. Saat menemukan Ken, kami melihatmu bersama dengan Ken. Sama-sama pingsan. Kami berasumsi, kalau bukan kamu yang menolong Ken, kamu juga diserang oleh orang yang sama, sehingga kami membawamu pulang bersama Ken. Tetapi kamu lupa ingatan. Kecuali namamu, semua tentang dirimu, kamu tidak ingat. Jadi kami putuskan untuk mengatakan kalau kami adalah orang tua kandungmu,” cerita Anisa sambil menghela napas dengan berat. “Harry, kamu seperti berkah yang diberikan Tuhan pada kami. Sejak Ken koma, Clark sudah tidak mempunyai teman. Dia seperti begini karena melihat Ken terkapar dan koma. Mereka terlalu dekat, sehingga saat Ken tidak sadarkan dir
Saat pagi tiba, Harry yang ketiduran saat sedang meditasi, terbangun dengan semangat. Harry telah meminta kekuatan dari Tuhan dan pagi ini dia merasakan kekuatannya bertambah. Setelah melakukan doa pagi dan berolah raga, Harry mempersiapkan baju yang akan dia pakai saat ke villanya Mira.“Kalian sudah datang?” tanya Harry heran saat melewati ruang sekretarisnya. Dia datang lebih pagi, tetapi dia terkejut melihat Momo dan Gina saling bercakap-cakap dengan nada rendah, sehingga dia tidak bisa mendengar percakapan mereka. “Apa yang kalian bahas?”“Oh, pagi, Pak!!” seru kaget Momo dan Gina serempak dan terlompat berdiri dari kursi mereka. Kursi mereka yang beroda terdorong hingga menabrak dinding dan lemari di belakang mereka. Cepat-cepat Momo menarik kembali kursi-kursi tersebut.“Apa yang kalian bahas sepagi ini?” ulang Harry dengan curiga. Matanya menatap mereka berdua dengan tajam.“Oh, tidak ada, Pak,