"Sebaiknya kamu kirim saja foto-fotonya Ar, jangan ragu deh kasihan teman kamu jadi korban si buaya buntung itu." Desak Feri geregetan, apalagi jika dia mengingat yang sudah dibohongi pria paling dibencinya itu adalah teman Aryan.Aryan masih termangu, dia masih ragu.Sedangkan di bawah sana, Rizal dan Sinta sedang duduk sambil menunggu menu makan malam yang mereka pesan datang."Sayang… makasih ya, berkat kamu kini aku diangkat jadi manajer di perusahaan." Kata Rizal.Sinta memandang genit, "kamu ih kayak sama siapa saja bilang makasih segala. Kamu kan calon suami aku, tentu saja aku senang kalau suamiku naik pangkat." Jawabnya.Rizal tersenyum manis, tangannya dari tadi tidak bisa diam mengelus-elus rambut, pipi, hidung bahkan mulai nakal menelusuri paha mulus Sinta yang terhalangi oleh meja."Ih… geli…" ucap Sinta merajuk manja."Hehe, aku gak kuat Sayang… habis ini mau nggak check in?" Ajak Rizal genit.Sinta tidak menjawab tapi dia mengangguk sebagai isyarat mengiyakan."Ah, udah
"Antar aku dan ikuti mereka." Ajak Aryan, meskipun penasaran Feri akhirnya mengangguk tanpa banyak bertanya-tanya.Terlihat mobil yang ditumpangi Sinta dan Rizal keluar dari parkiran Kedai itu, mereka melaju ke arah jalan raya hingga beberapa menit kemudian mereka berbelok ke sebuah Hotel yang jaraknya tidak terlalu jauh dari Kedai milik Aryan tadi.Feri memarkirkan mobilnya, namun baik dia dan Aryan tidak keluar dari mobil. Mereka melihat dari dalam mobil saja, saat Rizal dan wanita bernama Sinta itu memasuki pintu Hotel di depan mata mereka."Sialan. Bener-bener berani ngamar!" seru Feri sambil memukul setir di depannya.Sedangkan Aryan terlihat tampak pasrah dan frustasi, bingung dengan apa yang harus dilakukannya. Hingga setelah dia menatap layar ponsel sekian lama, akhirnya Aryan mengirimkan foto-foto mesra Rizal saat di Kedai tadi.Kembali ke dalam Hotel, Rizal dan Sinta sudah masuk ke dalam kamar yang dipesannya. Tanpa menunda waktu lama keduanya begitu bernafsu saling berpagut
Aryan dan Feri akhirnya pergi dari hadapan Revina dengan penuh kekesalan. Revina benar-benar wanita yang bodoh, dia lebih percaya dengan kekasihnya ketimbang fakta dan ucapan dari sahabatnya yang sudah dia kenal belasan tahun lamanya. "Ar, kamu baik banget dari dulu. Sayang sekali sepertinya teman wanitamu itu tidak percaya dengan ucapan kita." Desah Feri memecah keheningan apalagi malam sudah larut dan kendaraan berlalu lalang mulai berkurang. Aryan terdiam, untuk sekian kalinya dia gagal melindungi Revina. Sebenarnya Aryan tidak ikhlas jika temannya itu jatuh ke dalam tipu muslihat Rizal, pria buaya darat yang sudah berkali-kali terciduk selingkuh dari temannya itu."Turunkan aku di Kedai, besok terserah kamu mau masuk jam berapa. Senyamannya saja." Pinta Aryan, pria itu tidak mau membalas perkataan Feri tadi dan memilih turun di Kedai yang sudah tutup daripada pulang ke rumahnya.Feri hanya bisa mengangguk, dia tidak mau mengganggu pikiran Aryan yang sedang terganggu. ***Di temp
"Rev… Sayang… apa kamu ada di dalam?" Terdengar juga teriakan seorang pria memanggil namanya, Revi yang masih setengah mengantuk itu masih belum sadar karena nyawanya belum terkumpul. Hingga beberapa saat kemudian dia akhirnya meraih ponsel, melihat waktu pukul berapa. Sontak dia terkejut dan langsung beranjak dari tempat tidur. "Ah, rupanya dari tadi pintuku ada yang mengetuk bukanlah mimpi." Gumam Revi, dia melihat keluar dan ada Rizal diluar sana. "Ah syukurlah… kamu gak angkat telponku, gak balas chat dariku. Aku khawatir kamu kenapa-napa." Kata Rizal saat melihat Revi keluar dan membuka pintu. Setelah berhadap-hadapan Rizal langsung saja memeluk Revi. Dia juga sebisa mungkin mengeluarkan air mata agar gadis yang dicintainya itu luluh. "Sayang… maafkan aku, aku bisa jelasin kok foto-foto yang kamu kirim semalam. Semalam itu_" "Tolong lepaskan dulu," potong Revi sambil mendorong tubuh Rizal yang kini sedang memeluknya erat. "Aku mengizinkanmu masuk karena malu dilihat tetangg
Revina masih terdiam, dia bingung harus bersikap bagaimana lagi. Namun tampaknya Rizal tidak berbohong padanya. Bagaimana mungkin pria itu berbohong setelah 5 tahun mereka menjalin hubungan. "Dari mana sih kamu tahu aku sama Sinta? Katakan padaku Rev, lagian kenapa dia kirim-kirim foto ke kamu kalau dia tidak bermaksud menghancurkan hubungan kita?" desak Rizal karena Revi hanya diam saja dari tadi. Revi bingung, masa iya harus bilang kalau Aryan lah yang mengatakan dan juga mengirimkan fotonya? "Katakan padaku, aku ingin tahu kenapa orang itu berbuat demikian pada kita? Kalau benar dia tidak menyukaiku, harusnya dia mendatangiku tadi bukan memfotoku lalu mengirimkannya ke kamu." Desak Rizal lagi. Revi masih berpikir, apa dia harus mengatakan jika orang itu adalah Aryan? Bagaimanapun juga Aryan adalah sahabatnya, tidak mungkin Aryan hanya ingin mengadu domba dia dan Rizal. Revi menggeleng, "tadi aku pulang kerja dan lihat kamu." Akhirnya Revi berbohong demi kebaikan semuanya, meski
Revina terdiam, memang benar apa yang dikatakan Rizal. Namun, dia merasa sangat berdosa karena bibirnya sudah merasa tidak suci lagi. "Maafkan aku Sayang, karena sudah lancang. Baiklah, apapun keputusanmu akan aku terima. Intinya aku tidak mau kamu merasa tertekan, karena aku sangat menyayangi kamu." Kata Rizal, dia tahu betul sifat lembut Revina makanya harus dibujuk secara perlahan. Revina menangguk, daripada memikirkan hal tadi. Dia lebih baik memaafkan kesalahan kekasihnya itu. "Hari ini kamu libur? Bagaimana kalau kita nemuin ibu sama bapakku?" tanya Rizal lagi, sekalian dia lebih meyakinkan kekasihnya itu. Revina mengangguk, lagian dia sudah lama tidak bertemu dengan orang tua Rizal. "Ya udah, sana siap-siap. Biar nanti kita makan malam masakan ibu." Kata Rizal. "Baiklah, tapi aku agak lama. Mau mandi dulu, Mas Rizal mau kopi atau teh dulu?" tanya Revi mrnawarkan. "Hem …, kopi aja ya. Makasih ya Sayang …." Jawab Rizal seraya tersenyum penuh kasih sayang. Rizal tahu betul
Sore itu Revi pergi bersama Rizal untuk menemui orang tua Rizal, selama ini mereka memperlakukan Revi dengan baik karena Revi adalah tipikal wanita baik-baik dan sopan. Orang tua Rizal terpantau sangat menyukai Revina. "Mas, tolong berhenti sebentar ya. Aku mau membelikan sesuatu untuk orang tua kamu." Pinta Revi. "Ah kamu sungguh perhatian Sayang, pantas ibu terus menanyakanmu. Baiklah kita berhenti di depan," jawab Rizal lalu pria itu menghentikan mobil Revi yang kini dia kemudikan di pinggir jalan. Tepat di depan sebuah toko buah-buahan. "Aku turun dulu ya Mas," ucap Revi lalu wanita itu keluar dari mobil. Rizal dengan buru-buru segera mengambil ponselnya dan mengetik sesuatu. (Maafkan aku sayang, tadi bapakku memanggilku terus aku tidak bisa pegang hp lagi deh. Maaf ya tadi aku tutup teleponnya tiba-tiba, soalnya licin. Jatuh dari tanganku gitu.) Pesan dikirim ke kontak atas nama Sinta, tentu saja dia adalah wanita yang tadi berhubungan lewat telepon sebelum Revina hampir saj
Revi sampai di rumah calon mertuanya dan Rizal segera meninggalkannya pergi sesuai apa yang sudah dibicarakan tadi di perjalanan, tentu saja Revi tidak tahu kalau calon suaminya itu akan menemui selingkuhannya yang bernama Sinta."Rizal mau kemana katanya Nak?" tanya calon mertua Revi saat melihat putranya pergi tanpa pamit dulu."Ah itu Pak katanya mau menjenguk temannya, buru-buru." Jawab Revi menjelaskan."Katanya sebentar." Lanjutnya agar calon bapak mertuanya itu tidak khawatir."Eh ada Revi ayo masuk Nak." Sapa calon ibu mertua Revi, dia tampak senang menyambut kedatangan gadis itu."Mana Rizal?" lanjutnya bertanya sambil celingak-celinguk mencari sosok putranya."Katanya buru-buru, gak akan lama mau ketemuan sama temen-temennya terus jenguk temennya yang sakit gitu Bu." Jawab Revi."Oh ya sudah, lagian ada ibu sama bapak kok. Kamu bisa tenang di rumah, anggap rumah sendiri ya." Balas calon ibu mertua Revi.Revi mengangguk dengan malu-malu, sebenarnya dia agak canggung kalau haru
Mendengar desahan itu Rizal pun menggigit puting wanita itu hingga tubuh wanita itu melengking dan bergetar, lalu terkulai di pangkuan Rizal, Rizal tampak tersenyum puas. “Giliranku?” tanyanya setelah beberapa saat Linda terdiam di pangkuannya. Linda mengangkat kepalanya, lalu turun dari pangkuan Rizal dan merebahkan tubuhnya di samping Rizal, dengan merubah sedikit posisi saja, kini pria itu bisa berada di atas Linda yang sudah pasrah dan masih menginginkan belaian dari Rizal tak peduli peluh sudah membasahi tubuh mereka berdua. Rizal menancapkan si kecil miliknya hingga Linda tampak merem melek karena merasakan nikmat yang tak terkira. Bibirnya komat kamit mendesah sambil terus memanggil nama Rizal dengan panggilan ‘Sayang’. Berbagai macam gaya sudah pasangan haram itu lakukan, tapi Rizal yang perkasa masih belum juga mengeluarkan rudalnya. “Sayang, apa Kau meminum obat kuat?” tanya Linda disela-sela aksinya. Rizal tersenyum bangga sambil menggeleng-geleng, “kenapa? apa
“Ah, iya ya.” Jawab Raya yang baru ingat kalau dia ada acara ikutan pesta dengan adik juga teman-teman adiknya itu. “Aku berangkat duluan ya, Kak?” pamit Rizal sambil memakai sepatunya. “Linda udah datang jemput.” Lanjutnya dengan satu mata dikedipkan. Mulut Raya tampak terbuka lebar, “sialan kau Rizal.” Makinya sambil tertawa, tapi tawa ikut senang. “Yo’i, aku sama Linda mau berduaan dulu.” Sahut Rizal lagi. Raya melambaikan tangannya, “bersenang-senanglah adikku.” Balasnya. Rizal mengangkat kedua tangannya sambil berteriak riang, terlihat wanita bernama Linda itu memiliki rambut berwarna cherry blossom, kulitnya putih bak salju, entah dari mana Rizal menemukan wanita tersebut. “Kemana kita?” tanya Rizal saat Linda membelokkan kendaraannya ke arah yang bukan awal rencana mereka. “Nurut saja.” Jawab Linda sambil tersenyum genit. Melihat ekspresi itu tentu saja Rizal senang bukan kepalang, bersama Linda kemanapun pergi pasti akan terasa di surga. Tak beberapa lama ke
Ervina tersenyum malu-malu, tentu saja gadis itu merasa tersanjung meskipun pujian seuprit yang sebenarnya tak berarti itu. ‘Wanita bodoh!’ batin Rizal. Sepasang sejoli yang baru saja berbaikan kembali dan saling memaafkan itu akhirnya pergi bersama untuk menemui orang tua yang dari awal sudah sekongkol dengan anak laki-lakinya itu, selama dalam perjalanan Rizal tak hentinya menggenggam tangan Ervina serta menciuminya penuh kasih sayang, tentu saja wanita seperti Ervina yang gampang luluh dan mudah memaafkan itu bak seorang wanita yang hanya dicintai juga dikagumi oleh satu pria saja, hingga dia semakin yakin kalau Rizal memang pilihannya yang terbaik. Beberapa saat kemudian mobil yang Rizal kendarai tiba di sebuah rumah sakit, dia membukakan pintu untuk Ervina, menyanjung wanita itu sedemikian rupa setidaknya sampai mereka menikah dan Rizal puas dengan wanita itu. “Ayo masuk.” Ajak Rizal sesampainya di depan ruang pasien. Keduanya masuk ke dalam ruangan. “Ibu, aku bawa mantumu.”
Tanpa Ervina sadari karena gadis itu tengah bergulat dengan pikiran-pikiran semrawutnya, jari jemari Rizal sudah membuka beberapa kancing kemeja kerjanya, lalu menciumi dua gunungnya, saat bibir itu terasa menempel pada kulitnya, barulah Ervina sadar kalau ini bukan mimpi melainkan kenyataan yang sedang dialaminya.“TIDAK!” seru Ervina sambil menendang kemaluan Rizal hingga pria itu mengaduh kesakitan.Rizal mendadak berdiri dan menjauh dari dekat Ervina, kedua tangannya memegang kemaluannya sambil meringis.“MAAF!” seru Ervina lagi, dengan gelagapan dan kebingungan harus berbuat apa pada sesuatu yang ditendangnya barusan. Dia segera bangun dan menutup rapat kembali kemejanya serta tak lupa merapikan kembali hijabnya yang mungkin saja berantakan juga.“Shit! aduh…” desah Rizal sambil merapatkan kedua kakinya untuk menahan rasa sakitnya.Ervina sampai ikut meringis melihat Rizal bertingkah seperti itu, “salah sendiri.” Gumamnya.“Tadinya aku pikir… tidak masalah, karena kita akan seger
Kedua mata Ervina sampai membelalak saat mendengar kalimat itu keluar dari mulut Rizal si pria paling gila kerja dan paling takut kehilangan pekerjaan itu.“Kenapa Sayang?” tanya Rizal sambil melangkah maju, hingga tubuhnya dan tubuh Ervina hampir merapat.“Hus! jangan bicara sembarangan.” Balas Ervina sambil mendorong tubuh Rizal yang terlalu merapat hingga dua gunung miliknya hampir menempel.Melihat wajah Ervina yang terlihat malu dan tak sejudes kemarin, Rizal yakin jika wanita itu akan luluh lagi olehnya jika terus dia rayu, dengan begini saja sepertinya Rizal tak membutuhkan bantuan kakak maupun ibunya lagi.Rizal kembali maju, kali ini Ervina yang terus mundur hingga mereka masuk kembali ke dalam rumah.“Apa yang kamu lakukan, Mas?” tanya Ervina sambil berusaha mendorong dada Rizal.Rizal tak mempedulikannya, pria itu terus mendesak tubuh Ervina hingga gadis itu tak berdaya dan tak ada lagi tempat untuknya menghindar karena tubuhnya kini sudah berada di belakang tembok rumah, E
“Ngapain kau?” tanya Raya, kembali melayangkan telapak tangannya ke kepala Rizal.“Aduh… Mbak. sakit tau! kira-kira lah kalau mukul,” rengek Rizal.“Malas, aku. Nanti biar ibu aja yang jelasin, keburu ilfeel.” Lanjutnya sambil berdiri dan segera pergi masuk ke dalam kamarnya.Ibunya sampai geleng-geleng kepala dengan wajah tak terima anak bungsunya ditindas kakaknya seperti begitu.“Kau itu ya Ray, sudah besar, sudah berumur, sikap kau kasar begitu mana ada yang mau ngawinin.” Dengus sang ibu.“Halah, ibu ini. Mengganggu kesenangan saja, jadi… ayo cerita padaku Bu, apa yang sedang kalian rencanakan?” balas Raya, lanjut bertanya.Ibu Raya menghela napas, lalu menceritakan permasalahan yang sedang dihadapi Rizal yang ketahuan berselingkuh, Rizal tampak menyesal dan takut kehilangan Ervina, makanya dia meminta bantuannya.Raya mengangguk paham setelah dia menyimak perkataan ibunya tersebut.“Kalau gitu… sepertinya aku juga harus bantu kalian.” Desah Raya.Ibunya sampai melirik tak percay
“Kalau gitu… apa yang kita harus lakukan sekarang?” tanya Rizal.“Sabar… tunggu hari esok saja,” balas ibunya.“Bu… takutnya kalau dibesokin, dia gak aktifin ponselnya.” Rengek Rizal.Ibunya tampak menghela napas kesal, “tidak salah kau selalu kehilangan sesuatu yang berharga.” Dengusnya.Rizal menatap nyalang, “maksud ibu?” tanyanya.Ibunya kembali menghela napas kesal, “karena kau gak sabaran… tenang aja, ada ibu.” Katanya memastikan sesuatu hal yang belum pasti.“Cih!” bibir Rizal monyong hingga lima senti.“Eh, kau ini ya. Gak percaya ama kemampuan ibu?” tanyanya.Rizal membalas dengan mengedikkan kedua bahunya, tampak seakan menyepelekan juga senang saat ibunya itu terlihat kesal.“Haha… maaf, Bu… iya… Rizal tau kok kalau Ibu the best.” Lanjutnya sambil tertawa.Ibunya menggeplak bahu putra kesayangannya itu, begitulah dia hingga ibunya itu sangat membanggakannya meskipun anaknya itu belum ada sesuatu yang patut untuk dibanggakan, kecuali ketampanannya.“Ibu yakin, kalau rencana
Ervina menghela napas panjang, “kita bicara disini saja.”Raut wajah Rizal seketika berubah keruh, “ayolah… apa kita mau bertengkar diluar? biar seluruh komplek tahu? gitu?” tanyanya.Ervina membalas raut wajah keruh itu dengan tatapan bingung, “lagipula siapa yang mau bertengkar? memangnya kamu salah apa?” balasnya.Rizal terdiam, gerak geriknya mendadak kikuk, tidak biasanya Ervina bersikap setenang ini. Jika keadaan berbalik begini, diancam gak jadi nikah pun sepertinya perempuan itu tak akan mempan.“Aku capek, aku mau istirahat. Sebaiknya Mas pulang aja,” sambung Ervin seakan mengusir.Rizal semakin kikuk, lalu dia mengelus-elus rambutnya. “Jadi… apa kamu tidak marah?” tanyanya.Ervina mengedikkan bahunya, “marah? kenapa aku harus marah? bukannya kamu yang bilang kalau itu perintah atasanmu?” balasnya bertanya.“Ayolah… maafkan aku Sayang, aku janji__”“Janji? janjimu itu hanya untuk kamu ingkari, Mas.” Potong Ervina.Rizal terdiam, bingung harus mengeluarkan jurus apa lagi kalau
Revina sadar jika kali ini pun dia masih melukai perasaan sahabat masa kecilnya itu, dia pasti sangat mengecewakan hingga Aryan pasrah karena sangat putus asa. Sebenarnya bukan tanpa sebab Ervina bersikap bodoh seperti ini, dia terlanjur malu semalu-malunya dengan Aryan, dia memilih menjauh dan juga teguh pada pendiriannya akan Rizal.“Hmp, baiklah Ar. Kalau gitu… aku pamit pulang ya, terima kasih untuk hari ini.” Ucap Ervina sambil berdiri dari duduknya.Aryan terlihat tak merespon secara berlebihan, pria itu hanya mengangguk seakan tak peduli dengan kepergian Ervina. Setelah wanita itu pergi, Feri yang dari tadi menyelinap menunggu kepergian Ervina segera masuk ke dalam kantor.“Apa dia percaya?” tanyanya amat penasaran.“Hey! Aryan, apa yang kalian bicarakan barusan?” tanyanya lagi karena Aryan tampak termenung tak menggubris pertanyaannya.Aryan tersadar, lalu menatap ke arah Feri yang terlihat khawatir juga penasaran.“Seperti yang kamu lihat, dia tak peduli_”“Wah!” potong Feri