Raditya segera menarik Alya ke dalam pelukannya, melindunginya dari kemungkinan serangan. Kakek Bakhtiar berdiri dengan waspada, matanya tajam menyelidiki sekitar. Suara langkah kaki semakin mendekat, terdengar lebih dari satu orang.
"Radit… siapa itu?" bisik Alya, suaranya gemetar.
"Aku tidak tahu," jawab Raditya pelan, menajamkan pendengarannya.
Pintu depan diketuk tiga kali, suara berat terdengar dari luar. "Pak Bakhtiar, ini saya, Hiroshi. Kami dari keamanan vila."
Kakek Bakhtiar mengerutkan kening, lalu mengisyaratkan Raditya untuk tetap waspada. Dengan hati-hati, dia melangkah ke arah pintu dan membuka sedikit.
Di luar, seorang pria paruh baya dengan jas hitam berdiri bersama dua orang lainnya. "Kami mendapat laporan ada aktivitas mencurigakan di sekitar vila ini. Apakah Anda semua baik-baik saja?" tanya Hiroshi.
Kakek Bakhtiar menghela napas lega, lalu membuka pintu lebih lebar. "Masuklah, Hiroshi. Aku pikir tadi ancaman baru d
Suasana sangat tenang disini, hanya ada suara hewan-hewan kecil yang bertenger di pepohonan. Alya dan Raditya memasak bersama di dapur yang berada di rumah kayu tersebut. Kini kebersamaan yang hangat mereka rasakan kembali. Usai memasak mereka mengajak Kakek Bakhtiar makan bersama, ini adalah kali pertama bagi sang kakek menikmati masakan cucunya.Di rumah itu sebenarnya ada orang bagian masak sendiri, namun karena Alya yang mengambil alih tugasnya, ia pun tak berani ikut memasak. Di rumah itu juga ada beberapa penjaga yang siaga menjaga kawasan ini. Semua itu Kakek Bakhtiar lakukan untuk menjaga Alya dari Haruto.Beberapa saat kemudian, setelah suasana damai kegentingan pun mulai terasa.Raditya segera menarik Alya ke belakangnya saat suara langkah kaki semakin dekat. Cahaya bulan yang redup dari jendela hanya mampu menerangi sebagian ruangan, menciptakan bayangan panjang yang menambah ketegangan di udara."Kakek, ada senjata di sini?" tanya Raditya deng
Rei menekan Haruto, akhirnya Haruto bisa dilumpuhkan dengan kerja sama Rei dan Raditya. Rei menodongkan pistol ke depan kepala Haruto, sementara Raditya mendekat ke arah Haruto dan menjegal kakinya. Seketika, Haruto terjatuh dengan keras ke lantai."Brak!"Tanpa memberi kesempatan, mereka segera mengikat Haruto di sebuah kursi. Wajahnya sudah lebam akibat beberapa pukulan yang sebelumnya dilayangkan oleh Raditya dan Rei."Plak! Duk!"Haruto mengerang pelan, darah mengalir dari sudut bibirnya. Raditya menatapnya tajam, napasnya memburu akibat amarah yang membara."Sebenarnya apa yang kau inginkan dari Alya? Hah!!" bentak Raditya, suaranya menggema di ruangan itu."Asal kau tahu, Alya adalah istriku! Wanitaku! aku tak akan membiarkan orang lain menyakitinya," lanjut Raditya, ia berdiri didepan Haruto, sementara satu kakinya bertumpu pada kursi yang diduduki Haruto.Haruto mendengus pelan, lalu tertawa kecil meski wajahnya penuh luka. "Alya istrimu?" tanyanya dengan suara lemah namun tet
"Clarissa.. kamu masih hidup? A... aku mencintaimu Clarissa. Aku mencintaimu," ujar Haruto tulus. Clarissa menatap Haruto sendu, ia tahu bahwa pria dihadapannya yang telah babak belur itu sangat mencintainya, namun clarissa belum pernah menganggap Haruto lebih dari seorang sahabat.Pandangan mata Clarissa kini beralih ke Alya, ia menatap Alya dengan raut wajah penuh rasa bersalah."Alya.. sayang... maafkan bunda nak," ujar Clarissa mendekat.Sungguh ia ingin sekali memeluk Alya, namun rasa enggan juga menahannya, ia merasa tak pantas mendekati Alya karena dahulu telah meninggalkannya bersama sang ayah. Clarissa memilih pergi dari kehidupan Alya dan Satria, suaminya karena ingin melindungi mereka berdua. Menjauh untuk membuat semua aman.Melihat sang bunda mendekatinya, Alya berteriak, "Stop!! Kamu bukan bundaku! bundaku telah lama meninggal dunia, siapa kamu? siapa??" teriak Alya, kemudian ia menangis meraung histeris.Sungguh kenyataan bahwa ibunya masih
Haruto masih menjadi tawanan keluarga wiranagara.Clarissa dan semua orang kini ikut pulang ke mansion Keluarga Wiranagara. Setelah keadaan kondusif clarissa mulai menceritakan semuanya.Malam semakin larut di mansion keluarga Wiranagara. Udara dingin menyelimuti, namun suasana di dalam ruangan begitu tegang. Semua orang telah berkumpul di ruang utama, menanti penjelasan Clarissa. Alya duduk di sofa, masih enggan menatap ibunya secara langsung. Raditya duduk di sampingnya, tangannya menggenggam erat tangan Alya, memberikan dukungan penuh. Kakek Bakhtiar menatap putrinya dengan sorot mata menuntut, sementara Haruto tetap dalam keadaan terikat di kursi, wajahnya menunjukkan kelelahan tetapi tetap waspada.Clarissa menarik napas dalam, lalu mulai berbicara dengan suara berat.“Dua puluh dua tahun lalu, aku dan ayahmu, Satria, hidup bahagia bersama. Namun, sesuatu terjadi. Kode Elvaretta… menjadi malapetaka bagi keluarga kita.”Alya
Malam semakin larut, tetapi ketegangan di dalam mansion keluarga Wiranagara belum juga mereda. Clarissa duduk dengan gelisah, sementara Alya dan Raditya masih mencerna informasi yang baru saja mereka dengar. Haruto tetap terikat di kursinya, sesekali mengamati ekspresi wajah masing-masing orang di ruangan itu.Kakek Bakhtiar berdehem pelan, mencoba menenangkan suasana. "Jadi, kau ingin kita mencari Mr. Ranwy?" tanyanya, menatap Clarissa dengan tajam.Clarissa mengangguk. "Ya. Dia satu-satunya yang bisa melawan Reinhardt di dunia cyber. Aku tak tahu siapa dia, tapi jejak digitalnya menunjukkan bahwa dia adalah seorang jenius dalam sistem keamanan dan peretasan. Jika kita bisa menemukannya, mungkin kita bisa mendapatkan perlindungan sebelum Reinhardt bergerak lebih jauh."Raditya menyandarkan tubuhnya ke sofa, ekspresinya tetap tenang, tetapi ada kilatan tajam di matanya. "Anda yakin Mr. Ranwy bisa dipercaya? Bagaimana jika dia justru bekerja sama dengan Reinhardt
Usai aktivitasnya menjelajahi dunia cyber, Raditya menutup laptopnya dengan satu gerakan tegas. Wajahnya yang semula serius kini melembut, menyimpan kelelahan sekaligus sesuatu yang lain- kerinduan yang telah lama ia pendam. Ia menoleh, menatap Alya yang berdiri tak jauh darinya, wajahnya diterangi cahaya lampu kamar yang temaram.Cahaya lampu yang redup menciptakan bayangan lembut di wajah Alya, menonjolkan keindahan alami yang selalu berhasil membuat Raditya terpikat. Malam yang tenang di luar terasa kontras dengan badai emosi yang tengah bergolak di dalam hatinya. Ia ingin melupakan semua beban yang menghimpitnya selama ini, ingin menjadikan malam ini sebagai pelabuhan di mana ia dan Alya bisa berlabuh tanpa gangguan."Sudah selesai?" suara Alya lembut, penuh pengertian, membuyarkan pikirannya.Raditya bangkit dari kursinya, berjalan perlahan mendekati istrinya. Setiap langkah yang ia ambil seolah membawa ketegangan yang tak kasat mata, mengisi ruang di antar
Pagi menjelang dengan lembut, sinar matahari menembus tirai jendela dan menyelimuti kamar dengan cahaya keemasan. Alya menggeliat pelan dalam dekapan Raditya, menikmati hangatnya tubuh suaminya yang masih terlelap. Ia menatap wajah lelaki yang telah menjadi dunianya, menghafal setiap lekukan wajahnya dengan tatapan penuh cinta. Bibirnya membentuk senyum tipis saat ia mengusap lembut pipi Raditya.Raditya menggerakkan tubuhnya sedikit, kemudian membuka matanya perlahan. Tatapannya masih berat karena kantuk, tetapi begitu melihat Alya yang sedang menatapnya, seulas senyum muncul di bibirnya."Selamat pagi, istriku yang cantik," suaranya serak dan dalam, membuat Alya merasakan getaran lembut di hatinya."Selamat pagi, suamiku," balas Alya dengan suara pelan.Raditya menarik tubuh Alya lebih dekat, membuatnya terperangkap dalam dekapannya. "Rasanya aku tidak ingin bangun dari tempat tidur ini," gumamnya sembari mengecup dahi istrinya. "Aku ingin kita tetap se
Raditya, Alya, bukan maksud bunda meremehkan kalian, tapi yang kalian hadapi ini Reinhardt bukan sembarang orang. Yang bisa mengatasinya hanya hacker nomor satu dunia si master hacker Mr. Ranwy," ungkap Bunda Clarissa.Alya tersenyum, sementara Raditya hanya diam saja, tetap dengan gaya cool-nya. "Jika kami bisa menemukan Mr. Ranwy, apa yang akan Anda lakukan?" tanya Raditya."Bunda akan meminta pendapatnya. Kode Elvaretta ini harus kita pertahankan, tapi dengan konsekuensi ada yang mengincarnya. Namun, jika kita hancurkan, maka hanya Mr. Ranwy yang bisa menghancurkannya," ujar Clarissa."Kenapa hanya dia yang bisa menghancurkannya?" tanya Alya."Karena bunda sendiri tak bisa menghancurkan kode Elvaretta. Kelebihan bunda adalah bisa membuatnya, namun kelemahan bunda sebagai salah satu cacat teknologi adalah bunda dulu telah memasang pengaturan agar kode itu tak bisa dihancurkan," ungkap Clarissa dengan kepala tertunduk."Sebenarnya keinginan Anda s
Cahaya matahari pagi yang masuk melalui celah tirai membuat Alya menggeliat pelan. Tubuhnya terasa sedikit lelah setelah malam panjang yang mereka lalui semalam. Ia merenggangkan kedua tangannya di atas kepala, mendesah pelan. Raditya yang duduk di tepi ranjang hanya tersenyum, merasa istrinya begitu menggemaskan."Sayang, kamu sudah bangun?" suara serak Alya terdengar manja.Raditya mengulurkan tangan, mengusap lembut pipi istrinya. "Sudah dari tadi. Aku sudah menyiapkan sesuatu untuk kita."Alya membuka matanya perlahan, menatap Raditya yang sudah tampak segar. "Apa itu?"Raditya tersenyum kecil. "Bathup sudah aku isi air hangat. Aku tahu kamu butuh merilekskan tubuh setelah..." ia berhenti sejenak, menatap Alya dengan penuh arti, "setelah gemuranku semalam, bahkan kita semalam sama- sama mencapai pelepasan tiga kali, apa kamu ingat sayang?" goda Raditya.Alya yang masih dalam keadaan setengah sadar langsung memerah wajahnya. Ia menarik selimut m
Pagi itu, suasana di kediaman keluarga terasa hangat. Alya dan Raditya bersiap untuk berangkat honeymoon ke salah satu daerah di Jepang, tepatnya ke Shirakawa-go, desa tradisional dengan pemandangan salju yang romantis. Mereka berpamitan kepada Kakek Bakhtiar, Nenek Aiko, dan Bunda Clarissa."Kalian hati-hati di sana. Nikmati bulan madu kalian, jangan lupa kabari kalau sudah sampai," ujar Kakek Bakhtiar."Raditya, jaga Alya baik-baik. Jepang itu indah, tapi tetap waspada, ya," kata Nenek Aiko.Raditya menggenggam tangan Alya erat, "Tentu saja, Nek. Aku nggak akan membiarkan Alya sedikit pun terluka," jawab Raditya.Bunda Clarissa tersenyum lembut, "Alya, sayang. Jangan terlalu manja sama Raditya, nanti dia makin posesif," ujar Bunda Clarissa.Alya yang mendengarnya otomatis tertawa kecil, "Sudah terlanjur, Bun. Radit memang posesif dari dulu," kata Alya.Raditya hanya menatap Alya dengan mata tajam penuh arti, membuat Alya tersipu.**
Malam itu, suasana di kediaman keluarga Bakhtiar terasa berbeda. Setelah perbincangan serius siang tadi, Kakek Bakhtiar akhirnya mengambil keputusan."Kita akan bertemu dengan Haruto nanti malam di ruang khusus," ucap Kakek Bakhtiar dengan suara mantap. "Rei, pastikan dia dalam kondisi yang pantas untuk berbicara dengan kita. Suruh dia mandi dan bersihkan diri. Aku yakin keadaannya sekarang tidak baik-baik saja."Rei mengangguk dengan hormat. "Baik, Tuan. Saya akan mengurusnya."Beberapa jam kemudian, Rei memasuki ruang bawah tanah tempat Haruto ditahan. Haruto tampak duduk diam di sudut ruangan, tubuhnya terlihat lelah, dengan wajah yang penuh dengan bekas luka dan kotoran. Rei melipat tangannya di depan dada, menatap pria itu dengan ekspresi netral."Bangun. Tuan Bakhtiar ingin bertemu denganmu malam ini. Tapi sebelum itu, kau harus mandi dan membersihkan diri. Pakaiannya sudah disiapkan."Haruto mengangkat kepalanya, menatap Rei dengan sorot mat
Alya menarik napas dalam, hatinya berdebar kencang. Ia tahu ini bukan keputusan yang mudah, tetapi ia harus mengatakannya. Ruangan terasa lebih sunyi dari biasanya, hanya suara angin lembut dari luar jendela yang berbisik pelan. Dengan suara pelan namun tegas, ia mulai berbicara, “Nenek, Kakek, Bunda, sebenarnya kami ingin kembali ke Nusant.”Ruangan mendadak membeku. Semua mata tertuju padanya. Clarissa yang tadinya masih menggenggam tangan Nenek Aiko terdiam, sementara Kakek Bakhtiar mengerutkan keningnya, mencoba memahami maksud Alya lebih dalam. Nenek Aiko, yang baru saja merasakan kebahagiaan bertemu kembali dengan putrinya, kini menatap Alya dengan pandangan penuh kebingungan dan kesedihan.“Sayang, kenapa tiba-tiba? Apa ada sesuatu yang mengganggumu di sini?” tanya Nenek Aiko dengan suara penuh harap, sedikit gemetar.Alya menggeleng, senyum lembut tetapi sendu terukir di wajahnya. “Bukan begitu, Nek. Aku sangat bahagia bisa
Siang itu, Kakek Bakhtiar, Alya, dan Raditya berjalan menuju ruang perawatan Nenek Aiko di rumah sakit. Wajah Nenek Aiko terlihat lebih segar dari sebelumnya, meski masih terlihat lelah."Bagaimana perasaanmu hari ini, Nek?" tanya Alya lembut sambil menggenggam tangan Nenek Aiko.Nenek Aiko tersenyum tipis. "Jauh lebih baik, sayang. Apa kita benar-benar akan pulang hari ini?"Kakek Bakhtiar mengangguk. "Tentu saja. Aku sudah siapkan semuanya. Kita akan pulang ke mansion."Raditya membantu merapikan barang-barang Nenek Aiko. "Kami sudah menyiapkan sesuatu yang istimewa di rumah, Nek.""Sesuatu yang istimewa?" Nenek Aiko menatap mereka dengan bingung."Nanti juga Nenek akan tahu," kata Alya dengan senyum penuh arti.Setelah semua siap, mereka meninggalkan rumah sakit. Sepanjang perjalanan, Nenek Aiko terlihat lebih bersemangat, meskipun hatinya masih dipenuhi rasa penasaran. Mobil yang membawa mereka melaju dengan tenang di jalanan kota
Malam semakin larut di mansion Raditya. Hanya suara ketikan keyboard dan hembusan napas Alya yang terdengar di ruangan itu. Raditya menatap layar dengan penuh konsentrasi, jari-jarinya bergerak cepat menulis barisan kode yang akan menjadi pukulan terakhir bagi Reinhardt."Radit, mereka sedang mencoba reboot sistem mereka," lapor Alya.Raditya mengangguk. "Bagus. Itu berarti mereka masih mencoba bertahan. Aku sudah menyiapkan kejutan terakhir. Kali ini, aku akan benar-benar mengakhiri semuanya."Alya mengamati layar dengan seksama. "Apa yang kamu rencanakan?"Raditya tersenyum tipis. "Aku akan menyusup ke server utama mereka dan menanamkan worm yang tidak hanya akan melumpuhkan AI mereka, tetapi juga menghapus seluruh jejak digital mereka. Semua data, semua koneksi- akan musnah dalam hitungan detik."Alya mengangkat alisnya. "Kamu yakin tidak akan ada yang tersisa?"Raditya mengangguk. "Aku tidak akan memberinya kesempatan lagi. Kali ini, Rei
"Aku tidak menyangka dia masih punya nyali untuk melawan," ujar Alya sambil menyeruput teh hangatnya, matanya tak lepas dari layar laptop Raditya.Raditya tersenyum tipis, jari-jarinya kembali menari di atas keyboard. "Orang seperti Reinhardt tidak akan tinggal diam begitu saja. Aku sudah memperkirakan ini.""Jadi, apa rencanamu sekarang?" Alya menatap suaminya dengan penuh rasa ingin tahu.Raditya menghela napas ringan. "Aku sudah memasang sistem pertahanan yang lebih kuat. Kali ini, aku tidak hanya akan menunggu serangan. Aku akan bergerak lebih dulu."Alya menyipitkan matanya. "Kamu mau menyerang balik? Bukankah itu berisiko?"Raditya menoleh ke arah Alya, jemarinya menyentuh lembut pipi istrinya. "Risiko selalu ada, tapi aku tidak bisa hanya bertahan. Jika kita ingin menyingkirkan Reinhardt sepenuhnya, aku harus membuatnya tidak punya kesempatan untuk kembali."Alya terdiam sejenak, lalu mengangguk. "Aku percaya padamu. Kalau begitu, apa yang bisa aku bantu?"Raditya tersenyum pen
Raditya mengatur strategi dengan cepat. Ia tahu bahwa Reinhardt bukan lawan sembarangan, tetapi ia juga memiliki keunggulan sebagai hacker nomor satu di dunia. Jari-jarinya menari di atas keyboard, memasukkan kode yang akan menjadi pukulan telak bagi lawannya.Jantungnya berdegup cepat, tetapi bukan karena takut- melainkan karena adrenalin yang membakar semangatnya. Ia menikmati tantangan ini."Aku akan menyerang inti sistemnya," kata Raditya dengan penuh keyakinan. "Jika aku bisa masuk ke pusat kendali mereka, aku bisa menonaktifkan seluruh jaringan yang mereka gunakan," terang Raditya.Alya mengangguk, mempercayai setiap langkah suaminya. Namun, dalam hatinya ada kekhawatiran yang sulit ia sembunyikan. Ia menggigit bibir, berharap Raditya tidak meremehkan lawannya."Apa yang bisa aku bantu?" tanyanya, suaranya sedikit gemetar meski ia berusaha terdengar tegar.Raditya tersenyum tipis, mencoba menenangkan Alya. "Pantau respon mereka. Jika ada peru
Keesokan harinya, sejak pagi buta, Raditya kembali sibuk di depan layar laptopnya. Ia tidak bisa berhenti memikirkan pesan misterius yang muncul semalam. Dengan keahliannya, ia mulai melacak alamat IP yang mencoba menyusup ke dalam sistemnya."Aku menemukan sesuatu," gumam Raditya dengan mata tetap fokus pada layar.Alya yang duduk di sebelahnya langsung menoleh. "Apa itu?"Raditya mengetik cepat, lalu menampilkan hasil pelacakannya. "IP ini berasal dari jaringan yang dimanipulasi, tapi aku berhasil menembus lapisan enkripsinya. Ini berasal dari Reinhardt."Alya menghela napas panjang. "Jadi memang dia... Apa yang dia coba lakukan?""Dia mengamati pergerakan kita, terutama siapa yang mengakses kode Elvaretta. Dia ingin tahu siapa yang mencoba menjalankan kode ini," jawab Raditya. "Dan sekarang... dia mulai menyerang."Tiba-tiba, layar laptop Raditya dipenuhi oleh serangkaian notifikasi ancaman. Serangan cyber besar-besaran sedang berlangsung