"Tidak. Tentu saja aku tidak membencimu. Aku hanya ... hanya ....""Hanya apa?" Mikael menuntut.Ananta tidak yakin bagaimana cara menjelaskannya dengan benar tetapi dia berusaha agar tidak menyinggung Mikael."Begini ... kamu masih bisa mengerjakan semua tanggung jawabmu pada Sean itu tanpa menikahi aku."Mikael menggelengkan kepalanya dengan tegas, "Tidak bisa.""Apa maksudmu tidak bisa?" tanya Ananta baik yang mulai kebingungan.Mikael pun mulai juga ikut bingung bagaimana cara dia menjelaskannya.Dia tidak mungkin mengatakan pada Ananta bila dia tidak hanya ingin menjadi ayah Sean yang resmi di mata hukum tetapi juga ingin menjadi suaminya.Hal ini karena dia tahu dengan pasti bila Ananta tidak akan percaya kepadanya.Ananta malah akan menganggapnya gila karena sudah menyukainya dalam waktu yang bisa dikatakan sangat singkat.Maka, Mikael mencoba untuk memutar otak dan membalas ucapan wanita itu, "Tidak akan sama. Aku ingin menjadi ayahnya setiap hari, setiap saat. Aku ingin menja
Cinta?Satu kata itu terucap kembali di dalam hati Mikael.Andrew yang melihat kebingungan dan juga keterkejutan lewat sorot mata Mikael itu benar-benar memahaminya dengan sangat baik.Tentu saja, selama dia mengenal Mikael Alexander, pria itu tidak sekalipun memiliki perasaan itu untuk seorang wanita.Seorang wanita hanyalah teman tidur untuknya. Mikael memperlakukan mereka semua dengan cara yang sama, hanya seperti seseorang yang telah membantunya dalam masalah seksualnya. Tak pernah sekali pun dia mengistimewakan seorang wanita. Hanya Ananta. Seorang yang sudah membuatnya gelisah bertahun-tahun, yang padahal hanya ditemuinya dalam waktu beberapa jam saja. "Sir, jika Anda masih meragukan perasaan Anda sendiri, Anda mungkin bisa mencoba satu hal," ucap Andrew, mencoba ingin memberi saran.Mikael membalas tanpa menoleh, "Apa?""Anda mungkin bisa mencoba untuk membawa Bu Ananta ke tempat tidur Anda secara diam-diam."Wajah Mikael seketika mengeras, "Kau sudah gila? Dia akan langsung
Ananta menggigit bibir bawahnya, sesuatu yang selalu dia lakukan ketika dia sedang gelisah. Hal itu pun juga tak luput dari perhatian Mikael hingga laki-laki yang mulai berpikir tidak jernih itu langsung saja mengalihkan pandangannya dari bibir Ananta.Mikael, apa kau sudah gila?Bagaimana bisa kau bisa terpengaruh hanya dengan melihat dia menggigit bibirnya?Kau sudah tak waras. Apa sebegitu frustrasinya kah dirimu tak bisa mendapatkan dia? Mikael mulai membenci dirinya sendiri yang hampir tidak sanggup mengontrol diri itu. Tangannya bahkan mengepal erat di dua sisi demi menjaga kewarasannya."Katakan alasannya dengan jelas!" ucap Mikael tanpa memandang ke arah Ananta.Ananta menghela napas panjang, "Kamu tahu semuanya. Bagaimana bisa aku bekerja sebagai sekretarismu lagi? Aku ... tidak nyaman. Kamu pun pasti merasa sangat aneh.""Aku tidak.""Tapi aku nggak bisa." Ananta bersikeras.Mikael ingin sekali berteriak marah pada wanita itu. Tetapi, saat dia teringat mereka sedang berada
Mikael Alexander melangkah dengan pasti masuk ke dalam area rumah sakit.Sesungguhnya jika orang biasa dirinya pasti akan dilarang untuk masuk menjenguk pasien di jam-jam tengah malam seperti itu. Tetapi, setelah sebelumnya Andrew telah mendapatkan izin khusus dari pihak rumah sakit, maka laki-laki itu pun bebas mengunjungi putranya kapanpun dia ingin.Tentunya hal ini dikarenakan kekuatan uang yang dimiliki oleh Mikael.Kemarahan jelas sedang menguasai dirinya hingga dia seakan merasa lehernya sedang tercekik. Dia tidak peduli akan tatapan penuh kekaguman beberapa orang wanita yang merupakan staff rumah sakit kepadanya. Tujuannya hanya satu, yakni menuju kamar ruang rawat putranya.Perlahan dia membuka pintu kamar Sean. Dia melangkah dengan begitu sangat pelan tanpa suara, seolah memang tak ingin membangunkan putranya yang terlihat sedang terlelap dengan damai itu.Dia menatapnya sekilas dengan penuh kasih lalu mulai berjalan mendekat pada Ananta yang tengah tertidur di dekat ranjang
Mata indah itu membius Ananta hingga jantungnya berdebar dengan begitu kencangnya. Saking begitu kencang, Ananta sampai takut Mikael akan mengetahuinya. Dan benar saja, Mikael memang mendengar degup jantung itu tapi dia tidak berpikir jauh. Dia mengira Ananta hanya sedang terkejut saja. Salah satu tangan Ananta masih dipegang oleh Mikael dan tak mungkin baginya bergerak dengan leluasa. Mikael masih menatapnya dengan begitu dalam dan mulai bisa merasakan bagaimana wanita itu terlihat gugup ketika dia tatap. "Katakan, Ananta. Apa yang harus aku lakukan?" tuntut Mikael lagi. Ananta tidak boleh ketahuan dan dia pun segera memaksa dirinya untuk terlepas dari Mikael. Begitu dia berhasil melepaskan tangan itu dari Mikael, dia berkata cepat, "Kenapa kamu membahas hal itu lagi? Bukankah kemarin sudah jelas?" "Tidak. Sama sekali tidak jelas." "Apanya lagi yang masih belum kurang jelas? Kan sudah aku katakan kalau kamu tidak perlu bertanggung jawab kepadaku. Cukup ke Sean aja," ucap Anant
"Iya, Paman. Om Desta suka ajak Sean main," jawab Sean dengan begitu polosnya.Mikael merasa kecemburuannya mulai meningkat tapi dia tidak bisa marah pada putranya. Jelas bocah kecil itu sama sekali tidak bersalah."Ayo, Paman!" ajak Sean.Kakinya yang sudah berangsur pulih membuat anak kecil itu bisa berjalan dengan lancar dan sambil menggandeng Mikael dia menghampiri Desta yang tersenyum lebar kepadanya.Desta bahkan membungkuk rendah dan kemudian Mikael menyaksikan bagaimana putranya berlari ke arah Desta lalu memeluk pria itu.Oh, Mikael tidak suka melihatnya tapi dia tahu dia tidak bisa berbuat apapun. Sementara Ananta sempat melirik ke arah Mikael yang menampilkan ekspresi masam itu."Kamu sudah sembuh, jagoan?" tanya Desta yang kemudian menggendong anak itu."Sudah, Om." Sean menjawab masih dalam gendongan.Ananta pun berkata, "Sean, turun! Kamu sudah besar.""Enggak apa-apa, Mbak. Lagi pula, aku juga lagi kangen banget sama Sean," ucap Desta."Maaf ya, Mbak. Aku nggak bisa jen
Mikael dikenal sebagai seorang pebisnis kejam, tapi tak pernah menghancurkan orang hanya karena masalah pribadi. Namun, dia telah berubah. Terhitung mulai dari niatnya yang ingin menghancurkan keluarga Wiriyo yang telah membuat hidup Ananta dan putranya menjadi menyedihkan."Entahlah, saya belum tahu," jawab Mikael masih dengan ekspresi tenang yang menakutkan.Desta bukannya tidak tahu Mikael sedang berusaha mengancamnya, hanya saja dia belum bisa menganalisis apa yang mungkin akan dilakukan oleh Mikael.Dia pun juga masih menatapnya dengan aura permusuhan yang sangat jelas seakan Desta sendiri sudah memantapkan diri untuk bersaing dengan orang itu."Namun, ada satu hal yang pasti yang harus kamu ketahui. Saya tidak suka milik saya didekati oleh orang lain," ucap Mikael.Desta tertawa sinis menanggapinya."Milik kamu? Ananta bukan milik siapa-siapa."Mikael tidak sempat membalas karena ia sudah mendengar suara kaki Ananta yang menuju ke ruang tamu.Ketika wanita itu tiba dengan membaw
Desta terdiam selama beberapa saat. Kedua matanya bertemu tatap dengan mata Haruka, sepasang mata indah yang dulunya membuatnya sangat jatuh hati.Tapi, kini perasaannya benar-benar sudah hilang pada gadis itu sehingga tatapannya dulu yang begitu menggetarkan hatinya itu kini tak lagi berefek sama kepada dirinya.Pria muda itu pun tersenyum pada Haruka, "Menatap Nanta seperti apa yang kamu maksud, Haruka?"Haruka balas tersenyum sinis, "Jangan pura-pura nggak tahu, Desta! Aku yakin kamu pun tahu apa yang aku maksud."Suara sinisnya itu terlihat begitu sangat jelas sehingga Desta pun dengan cepat memahami bila Haruka tidak suka dengan tindakannya.Desta menghela napas panjang, "Lalu, jika memang kamu tahu, mengapa kamu malah membahas soal itu?"Haruka semakin tidak mengerti dengan tujuan Desta. "Des, aku nggak tahu apa yang sedang kamu pikirkan saat ini. Tapi, jika kamu masih bisa berpikir dengan benar, kamu tidak akan melakukan hal itu."Haruka pun bangkit dari kursinya dan hendak men
Justin pun segera menjelaskan lebih lanjut perihal cara menelepon Alan Samudera. Keesokan harinya, di hadapan sama orang, kecuali putranya, Sean, Ananta melakukan sebuah panggilan pada Alan. Terlihat Mikael awalnya tidak suka melihat istrinya menelepon mantan pacarnya dulu tetapi dia tidak bisa memprotesnya. "Alan, ini aku ... maaf, aku harus melakukan ini," kata Ananta mengawali panggilan itu. Tentu saja dalam layar itu Alan terlihat begitu sangat terkejut. Tetapi, laki-laki itu malah langsung bertanya, "Vina. Bagaimana keadaan Vina, Nanta?" Anehnya wajah laki-laki itu terlihat begitu sangat sedih sehingga Ananta cepat-cepat menceritakan masalah tentang Vina. Betapa terkejutnya pria itu kalau mendengar kondisi mantan istrinya itu, tanpa menunda-nunda lagi dia berkata, "Aku akan segera pergi ke Indonesia dan menjenguk dia." Tak disangka-sangka oleh keluarga Wiriyo, Alan Samudera tampak tak menghindar dari mereka dan bahkan telah memutuskan untuk membantu mereka. "Aku tidak meny
Ananta memejamkan matanya seolah mencoba untuk tetap kuat. Dia tak boleh terlihat lemah di depan suaminya itu, meskipun kenyataannya dia saat ini memang sedang melemah.Wanita itu tak membalas sepatah kata pun perkataan suaminya hingga kemudian Mikael Alexander menghentikan ucapannya sendiri. Dia tak lagi melanjutkan perkataan kejamnya.Ketika dia melihat istrinya sedang menutup matanya dan bahkan dia bisa melihat bagaimana tubuh Ananta sedikit bergetar karena mendengarkan perkataannya itu, Mikael segera mundur ke belakang dan memegang kepalanya dengan rasa frustrasi yang sangat mengganggunya."Astaga, apa yang sudah aku lakukan?" gumam Mikael yang kini menatap istrinya dengan penuh penyesalan.Ananta bahkan belum berani membuka mata sehingga Mikael kini kembali melangkah ke depan lalu mendekati istrinya dengan perlahan. Dia ingin merengkuh istri tercintanya itu dan menenangkannya."Sayang, maafkan aku. Aku-""Tidak apa-apa," ucap Ananta yang langsung mundur ke belakang setelah dia ta
"Begini, Madam. Kami bisa membantu Anda dengan membuat sebuah tawaran kerjasama dengan perusahaan beliau," kata Justin.Ananta segera mengerutkan keningnya, "Maksud Anda? Anda berniat untuk menawarkan sebuah kerjasama palsu pada Alan?"Justin berdeham kecil saat idenya itu dikatakan demikian, tetapi dia tidak memiliki hak untuk tersinggung karena memang sebutan itu memang tepat."Ini demi menjaga kerahasiaan tujuan Anda, Madam," ucap Justin dengan nada yang terdengar sedikit agak malu.Sebagai seorang detektif, sudah menggunakan berbagai cara dan bahkan dengan cara yang kotor sekalipun untuk menuntaskan kasus-kasusnya.Tidak sekali hanya dua kali dia kerap melakukan sebuah tipu daya agar dia bisa menjebak orang yang dia incar. Akan tetapi, baru sekarang ini dia merasa begitu sangat malu dan tidak nyaman setelah mendengar ucapan dari Ananta Alexander.Dia tidak mengerti. Yang dia ketahui pendapat wanita itu seakan langsung mudah membuatnya goyah.Ada apa denganmu sebenarnya, Justin? Ka
"Luar negeri. Aku yakin dia tidak mungkin berada di Indonesia. Jadi, memang satu-satunya tebakan yang mungkin paling benar adalah dia berada di luar negeri selama ini," kata Alma. "Itu masuk akal. Kalau hanya di dalam negeri tak mungkin informan kita sampai tak berhasil melacak keberadaannya walaupun hanya sedikit," kata Johan. Belinda menganggukkan kepalanya setelah dia memahami semua itu. "Kalau begitu detektif swasta yang disewa oleh Ananta sangatlah bagus karena mereka bisa menemukan keberadaan Alan hanya dalam waktu yang cukup singkat." Sementara itu Ananta yang masih di tengah jalan mengemudikan mobilnya dengan tidak sabar. Dia ingin segera mengetahui informasi tentang Alan dan ingin melakukan apa yang dia inginkan. Begitu sampai di kantor detektif swasta tersebut yang tak terlalu jauh dari rumahnya atau hanya sekitar 15 menit perjalanan menggunakan mobil tanpa kemacetan, Ananta melihat Vincent yang sedang duduk di depan seolah sedang bersantai. Vincent segera berdiri ketik
Dari panggilan itu Mikael menjelaskan, "Maafkan aku, Sayang. Aku sedang begitu sangat sibuk.""Sampai kamu lupa mengabari istri dan anakmu? Yang padahal sedang jauh dari jangkauanmu?" ucap Ananta sinis.Mikael terdiam selama beberapa saat hingga kemudian pria itu kembali berkata, "Maaf, Nanta. Aku benar-benar sedang tidak bisa menghubungi kamu kemarin dan baru sekarang aku bisa menghubungimu."Ananta menghela napas panjang. Kali ini dia benar-benar tidak bisa memahami apa yang sedang dikerjakan oleh suaminya itu.Dia pun juga tak bisa mencari tahu lebih banyak karena keterbatasan yang dia miliki. Dia sudah tidak memiliki Helen dan juga dia pun tak memiliki orang lain yang bisa dia tanyai mengenai sang suami.Menurutnya sangat percuma untuk mendesak Mikael berkata yang sebenarnya."Hm, lalu apa kau akan pergi ke Indonesia atau tidak?" tanya Ananta."Aku tentu saja akan pergi. Bagaimana mungkin aku membiarkan kamu dan Sean sendirian di sana?" ucap Mikael.Nyatanya kamu bahkan lepas kami
Haruka menatap sahabatnya itu dengan seksama, "Boleh. Kamu boleh melakukan apa saja jika itu bisa membantumu, asalkan jangan lupakan satu hal, Nanta."Wanita itu tentu saja tak mau jika sahabatnya itu sampai salah melangkah sehingga dia mencoba untuk memberikan beberapa saran agar masalah yang dihadapi oleh sahabatnya itu bisa terselesaikan tanpa adanya penyesalan ataupun kesalahan lain yang mungkin dia perbuat.Ananta cepat-cepat membalas, "Apa, Haruka?"Haruka menahan napas dan kemudian menghembuskannya secara perlahan, "Ketika kamu sudah mendapatkan bukti yang kamu inginkan itu, kamu tidak boleh goyah. Jangan pernah sekalipun kamu berpikir untuk mundur jika semuanya sudah tersaji di depan mata."Haruka mengamati perubahan ekspresi Ananta dan kini dia yakin bila kali ini sarannya sudah tepat sasaran.Ananta menelan ludahnya dengan gugup ketika dia teringat bagaimana dia membatalkan penyelidikannya kala itu.Padahal hanya satu langkah saja dia pasti sudah tahu apakah suaminya itu mem
Namun, Alan tahu percuma saja dia berpikir karena nyatanya semua yang ada di dalam kepalanya itu tak pernah bisa dia lakukan.Dia lalu memutuskan untuk lanjut berjalan melihat-lihat pemandangan sekitar dan larut dalam dunia yang menurutnya tak sedikitpun bisa menyembuhkan hatinya itu.Sementara itu, Ananta masih menunggu kabar dari sang detektif muda untuk informasi selanjutnya. Pagi itu, Ananta memilih untuk berkunjung ke kediaman Haruka bersama dengan Sean serta seorang sopir keluarga besarnya."Kamu yakin hanya pergi dengan sopir saja, Nanta? Nggak apa-apa, Nanta?" tanya Johan dengan wajah terlihat tidak tenang.Ananta tersenyum pada sang ayah, "Papa nggak perlu khawatir. Ananta bisa sendiri kok. Sama sopir udah cukup. Lagipula, sekarang jarak ke kota itu bisa ditempuh lebih cepat kan?"Johan pun akhirnya melepaskan putri sulungnya itu untuk pergi ke kota di mana Haruka tinggal.Perjalanan itu tak memakan waktu lama dan hanya ditempuh sekitar satu jam lebih saja."Tante," seru Sea
Justin mendengus keras sebelum kemudian menanggapi perkataan Vincent, "Takdir? Takdir yang bagaimana maksudmu?"Tatapannya penuh dengan kebingungan sehingga Vincent pun tak tahan untuk segera menjelaskan."Hm, takdir di antara sepasang muda mudi yang bertemu karena ketidaksengajaan dan-""Jangan gila! Dia sudah memiliki seorang suami dan bahkan anak," sambar Justin cepat agar temannya itu tak lagi berpikir macam-macam.Dia tak mau bila Vincent membayangkan hal yang bukan-bukan.Vincent terlihat terkejut dengan ucapan Justin dan langsung saja dia melihat file yang diisi oleh Ananta tadi."Ah, kau benar. Dia memang sudah menikah dan memiliki seorang anak. Hm, sungguh aku pikir dia itu masih single," kata Vincent masih terlihat sulit percaya.Justin menaikkan alis kanannya lalu menatap Vincent dengan tatapan aneh.Vincent terkikik geli lalu berkata, "Ayolah, dia memang terlihat masih begitu sangat muda kan? Sangat cantik dan tidak terlihat seperti seorang wanita yang telah memiliki seora
"Iya, Pa. Bagaimana menurut Papa?" tanya Ananta tanpa sedikitpun ragu.Johan menggelengkan kepalanya, "Entahlah. Papa belum pernah menggunakan detektif swasta. Jadi, Papa tidak bisa memberikan kamu pendapat."Ananta mengangguk mengerti, "Nanta pernah menyewa detektif swasta di London dan mereka sangat membantu Ananta."Tetapi, Johan terlihat sanksi. "Nanta, kamu tidak bisa membandingkan negara yang pernah kamu tinggali itu dengan Indonesia. Kamu tahu juga kan kalau di sini masih sangat jarang orang yang menggunakan jasa detektif swasta?" Ananta bukannya tidak tahu tetapi justru karena itulah dia sangat ingin menggunakan jasa detektif swasta."Tidak masalah, kita bisa mencobanya walaupun kita masih belum tahu bagaimana cara kerja detektif swasta di sini," kata Ananta.Johan pun hanya bisa mendesah dan berkata, "Baiklah, kalau memang itu yang kamu inginkan, Papa hanya bisa memberikanmu informasi mengenai beberapa kantor detektif swasta yang mungkin bisa kamu pilih."Ananta mengangguk s