"Gimana kondisinya, Dok?"
Dokter Ardi yang memeriksa kondisi Gea saat ini pun tersenyum. Ia menjawab, "Nggak ada yang perlu dikhawatirkan. Cuma demam sama flu biasa. Nanti saya kasih resepnya ya dan minum sesuai anjuran. Soalnya dia lagi hamil.""Baik, Dok."Dokter Ardi memberikan resep obat yang sudah ditulis kepada Ervan. Setelah itu, Dokter Ardi pamit dan Ervan mengantarnya sampai ke pintu depan.Ervan kembali ke kamar untuk memeriksa keadaan Gea. Kemudian, bergegas pergi untuk menebus resep di apotek dekat rumah. Untungnya apotek itu buka selama 24 jam. Jadi, Ervan tidak perlu repot pergi jauh.Beberapa menit kemudian, Ervan sudah sampai di rumah dan langsung menemui Gea di kamar."Ge, ayo makan dulu," ucap Ervan. "Kamu belum makan, kan?"Gea hanya menggeleng pelan. Tubuhnya terasa sakit semua. Kepalanya juga masih pusing dan berat. Tidak sanggup untuk duduk."Aku udahSelesai sarapan, Ervan berinisiatif mencuci piring bekas mereka makan. Sementara Gea hanya duduk saja sambil memperhatikan. Mereka tak banyak bicara sejak tadi. Ada rasa canggung di dalam hati masing-masing.Ervan pun selesai dengan tugasnya dan mengambil ponsel yang baru saja berdering di saku celana. Ternyata itu panggilan telepon dari Bagus."Halo, Pa.""Halo, Van. Kamu di rumah, kan?" tanya Bagus dengan suara yang terdengar cemas.Ervan duduk berhadapan dengan Gea, lalu menjawab, "Iya, Pa. Kenapa?""Ck! Ada masalah di kantor gara-gara ulah kamu. Beberapa saham ditarik sama pihak investor. Kita butuh bantuan dana dari investor lain. Kalau nggak ketemu juga, perusahaan terancam gulung tikar. Kamu juga sempat pakai uang perusahaan, kan? Sekarang, kamu harus tanggung jawab," ucap Bagus di seberang sana.Ervan menghembuskan napas panjang. Ia memijat pelipisnya yang terasa sakit. "Iya, Pa. Nanti aku us
Setibanya di kantor, Herman yang bertugas menangani kasus Ervan pun menunjukkan beberapa bukti pada Ervan. Bukti itu didapatkan dari salah satu penyidik kepolisian. Salah satunya bukti rekaman cctv bar.Herman memutar rekaman cctv itu di depan Ervan. Saat melihatnya, Ervan tidak terkejut. Karena sebelumnya, ia sudah menduga kalau pelaku yang merekam kebiasaannya itu adalah Fahri. Tak bisa dipungkiri lagi karena Ervan selalu pergi ke bar bersama Fahri, bukan dengan Wahyu atau yang lainnya.'Tapi, ada hubungan apa Fahri sama Intan? Kok bisa Fahri ngerekam gue, terus dikasih ke Intan? Kan Fahri temen kampus gue. Sedangkan Intan … mantan gue waktu SMA. Kok bisa mereka saling kenal? Atau jangan-jangan …?' batin Ervan mulai terusik.Kali ini, Ervan penasaran dengan hubungan Fahri dan Intan. Haruskah ia menyelidikinya sendiri? Atau … meminta bantuan Herman lagi?"Gimana, Pak Ervan? Hasil penyidikan ini mau diproses atau nggak?" tanya
Ting!Ponsel Ervan berdenting saat dirinya sedang menandatangani sebuah berkas. Ervan menoleh ke arah ponsel yang ia letakkan di samping tangan kanannya.Satu notifikasi dari … Gea.Kedua mata Ervan langsung melebar. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan notifikasi dari sang istri. Ervan tersenyum tipis.Diraihnya ponsel itu dan membacanya.[Mas, tadi cctv udah dipasang. Terus, penjaga yang Mas suruh juga udah datang.]Ervan mengetik sebuah balasan sambil tetap tersenyum. Merasa bangga orang suruhannya selalu datang tepat waktu.[Oke. Kalau ada sesuatu yang aneh, langsung pantau dari cctv. Jangan lupa kabari aku.]Tak berapa lama, ada balasan masuk dari Gea.[Iya, Mas. Tapi, apa nggak terlalu berlebihan? Oh iya, kamu juga pakai pesan kopi di kafe segala lagi. Kan aku bisa buatin kopi untuk mereka. Buang-buang uang, Mas.]Ervan tercenung sesaat. I
Dua hari kemudian, Ervan tak sengaja bertemu dengan Intan di salah satu kafe. Kebetulan Ervan baru saja mengadakan pertemuan dengan salah satu klien yang datang dari Singapura. Ervan menyempatkan waktu untuk bertemu kliennya di sebuah kafe yang letaknya tak jauh dari lokasi kantor.Setelah klien tersebut pergi, Ervan memandang ke arah lain, dimana Intan berada. Wanita itu yang terlebih dulu memanggil namanya."Mas Ervan."Ervan menarik napas dalam-dalam, lalu membuangnya perlahan. Tatapan sinis Ervan tunjukkan agar Intan tahu, betapa marahnya ia karena ulah kurang ajar Intan dan Fahri."Mas," panggil Intan sekali lagi."Mau apa kamu kesini?" tanya Ervan dengan ucapan tidak ramah sama sekali."Aku mau ketemu sama Mas Ervan. Aku mau jelasin kalau aku itu ….""Kalau kamu itu memang cewek sialan," lanjut Ervan, memotong ucapan Intan.Intan langsung melotot tidak suka. "Aku kan
Intan tergesa-gesa memasuki kawasan perkampungan, dimana Fahri tinggal. Intan harus tahu, dari mana Ervan mendapatkan semua bukti itu. Jika Ervan sudah tahu, niat busuknya untuk mendapatkan kembali apartemen dan mobilnya pun akan sirna.Sesampainya di salah satu rumah berukuran sedang, Intan mengetuk pintunya dengan kasar. Mengetuk beberapa kali sampai akhirnya si pemilik keluar dengan wajah tidurnya.Fahri menggaruk kepalanya dengan mata terpejam. Nyawanya masih belum terkumpul sepenuhnya."Fahri!"Mendengar teriakan Intan, Fahri pun terlonjak dan langsung membuka mata. "Loh, Intan? Mau ngapain ke sini? Nanti ketahuan sama Ervan gimana? Dia sering datang ke sini loh.""Udah deh, nggak usah pura-pura kamu. Ervan udah tahu semuanya dan pasti kamu kan yang bilang sama dia?" tuduh Intan tanpa bukti."Heh, jaga omongan kamu!"Intan mendengus kesal sambil masuk ke dalam rumah Fahri tanpa izin. Fahri sedikit terkejut dan celingukan ke kanan dan kiri. Tidak ada yang mengawasi. Fahri pun lang
Pukul 17.00, jam kerja telah selesai. Ervan berencana untuk pulang lebih awal karena harus membeli kebutuhan dapur bersama Gea. Tadi, sebelum berangkat ke kantor, Gea sempat meminta izin untuk pergi ke pasar seorang diri. Tentu Ervan tidak mengizinkan. Mengingat ada calon anaknya di dalam perut Gea. Itu sebabnya, Ervan pulang lebih awal hari ini.Saat Ervan baru saja membuka pintu mobil, tiba-tiba ponselnya berdering. Ervan berpikir itu Gea. Tapi, setelah dilihat lagi, ternyata itu nomor telepon yang tak ia kenali."Halo," jawab Ervan."Halo, selamat sore. Bisa bicara dengan Pak Ervan?""Ya, ini saya. Ada apa ya?" tanya Ervan heran.Ervan masuk ke dalam mobil sambil menekan tanda speaker di ponselnya. Mobil melaju perlahan meninggalkan area perkantoran. Namun, beberapa detik kemudian, Ervan menginjak rem secara tiba-tiba. Wajahnya tampak terkejut."Apa?! Intan keguguran?!""Iya, Pak. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi Tuhan berkata lain," ucap salah satu pihak yang ternyata d
"Ayo turun."Ervan mengajak Gea turun setelah tiba di salah satu pusat perbelanjaan. Tak lupa, Ervan membukakan pintu mobil untuk sang istri. Gea yang mendapat perlakuan itu merasa terharu, namun enggan menunjukkannya. Wajahnya tetap terlihat biasa saja, meski hati sedang berbunga-bunga."Kita belanja keperluan dapur dulu ya, Mas," ucap Gea saat memasuki pusat perbelanjaan tersebut."Iya. Beli sekalian yang banyak untuk sebulan.""Iya, Mas."Ervan mengambil satu buah troli besar dan mendorongnya. Mengikuti sang istri yang sibuk memilih bahan-bahan makanan dan beberapa snack ringan untuk camilan di rumah.Saat sibuk memperhatikan sang istri, Ervan dikejutkan dengan suara dering ponsel di saku jas. Gea turut memperhatikan Ervan yang sedang berhenti mendorong troli dan mengambil ponselnya."Dari siapa, Mas?" tanya Gea, penasaran.Ervan menatap Gea. Menunjukkan layar ponselnya ke arah Gea sambil menjawab, "Dari Wahyu, teman sekolah dulu. Kamu lanjut aja pilih belanjaannya. Aku nelpon di d
"Mas, ini kebanyakan loh."Gea memperhatikan paper bag yang ada di pangkuannya. Mereka sudah berada dalam perjalanan menuju rumah Nurma dan Bagus. Memang Gea yang ingin pergi menemui mertuanya."Nggak apa-apa.""Tapi, mahal semua, Mas," ucap Gea dengan bibir cemberut. "Uang kamu bisa habis kalau belanja mahal kayak gini."Ervan tersenyum mendengar pernyataan Gea. Lucu sekali. "Walaupun habis, kan habisnya untuk istri. Bukan untuk yang lain."'Mulai lagi deh rayuan mautnya,' batin Gea."Ya iya sih. Cuma agak berlebihan aja, Mas.""Udah nggak apa-apa. Anggap aja itu hadiah pernikahan kita," pungkas Ervan.Mendengar kata 'pernikahan', Gea kembali teringat dengan surat perjanjian itu. Pernikahan mereka hanya akan bertahan sampai bayi ini lahir. Setelah itu, Gea akan pergi ke suatu tempat, dimana dirinya harus membesarkan anaknya seorang diri.Hati Gea mendadak se
Delapan tahun kemudian....“Papa!”Iqbal berseru riang saat melihat sang ayah sudah menunggunya di parkiran mobil. Saat ini, Iqbal sudah bersekolah di Sekolah Dasar yang cukup terkenal dan bonafit di Semarang. Iqbal baru saja selesai ulangan matematika dan mendapatkan nilai terbaik. Ia tidak sabar ingin menunjukkan hasil ulangannya pada sang ayah.Iqbal berlari-lari kecil menghampiri ayahnya. Setelah hampir sampai, Iqbal tersandung batu dan hampir terjatuh. Untunglah sang ayah dengan sigap menangkap tubuhnya.“Astaga, Iqbal. Kamu tuh jangan suka lari-lari. Hampir aja jatuh kamunya. Kalau sampai ada yang luka, Papa yang dimarahi Mama,” ucap Ervan.Iqbal justru tertawa lalu meminta maaf pada Ervan. “Iya maaf ya, Pa. Soalnya aku semangat banget mau nunjukin hasil ulangan matematika aku ke Papa.”“Kamu ada ulangan matematika hari ini?” tanya Ervan.“Iya, Pa. Ini hasilnya.”Iqbal menyodorkan selembar kertas ulangan pada Ervan. Ervan pun dengan senang hati menerimanya dan memeriksa hasil ul
Dua tahun kemudian, Ervan tampak disibukkan dengan toko sembakonya yang semakin hari semakin ramai pembeli. Padahal ia sudah memiliki tiga orang pekerja, namun dirinya masih harus membantu jika sudah ramai pesanan. Belum lagi ada pesanan yang berasal dari beberapa toko kelontong yang harus diantar. Ervan benar-benar kewalahan, namun tetap bersyukur karena kios sembakonya selalu ramai pembeli.Hingga malam pun tiba, Ervan bergegas masuk ke kamar untuk tidur setelah menghitung keuntungan hari ini. Saat masuk ke kamar, ia melihat istrinya masih belum tidur. Sedangkan Iqbal sudah tidur di kamar satunya.“Sayang, kok belum tidur?” tanya Ervan sambil memeluk istrinya yang berdiri memandangi langit malam dari jendela kamar.“Aku belum bisa tidur, Mas. Tadi udah minum susu hangat, tapi belum ngantuk juga,” jawab Gea. “Oh iya, gimana keuntungan hari ini, Mas?”“Alhamdulillah makin meningkat, Sayang. Aku kayaknya butuh dua karyawan lagi deh, Yang. Soalnya setiap hari pembeli makin ramai. Kadang
Seminggu setelah kepergian Intan, Ervan dan Gea memutuskan untuk mengikhlaskan semuanya. Mulai dari permasalahan awal dengan Intan dan Irma, sampai merembet ke masalah Wahyu yang dendam karena kematian Jelita. Bahkan sampai menyeret beberapa orang, termasuk Restu. Mereka sudah mulai berdamai dengan masa lalu dan akan memulai kehidupan baru bersama-sama.Dan pagi ini, mereka berniat melihat kondisi terkini Irma dan juga Dira. Mereka berada di RSJ yang sama. Namun, mereka hanya bisa melihat dari kejauhan saja. Kondisi Irma dan Dira sangat buruk dan sulit untuk dikendalikan, terutama Irma yang terkadang berteriak bahwa dirinya adalah orang paling kaya di muka Bumi ini. Obsesinya menjadi orang kaya memang masih sangat melekat di pikirannya, sehingga membuatnya depresi ketika keinginan itu tak tercapai.Setelah selesai melihat kondisi Irma dan Dira, mereka memutuskan untuk berkunjung ke makam Wahyu dan Intan. Hanya sebentar karena mereka sekeluarga berencana untuk liburan ke tempat rekreas
Fahri berjalan memasuki kafe yang menjadi tempat pertemuannya dengan Ervan malam ini. Pagi tadi, ia ditugaskan Ervan untuk mengunjungi para pelaku yang sudah mengganggu kehidupan Ervan. Hanya sekadar mengetahui keadaan mereka masing-masing. Kalau Restu, Ervan sendiri sudah mempekerjakannya lagi mulai besok, dan itu atas permintaan Gea. Ervan juga sudah bisa memaafkan kesalahan Restu, mengingat kondisi Restu saat itu sedang terdesak.Ervan yang melihat keberadaan Fahri langsung melambaikan tangan. Posisi duduknya memang sedikit ke belakang area kafe karena lebih sepi dari bagian depan. Untung saja Fahri bisa menyadari lambaian tangannya dan bergegas menghampirinya.Fahri duduk di hadapan Ervan. Wajahnya tampak murung setelah mengunjungi Intan, Irma dan Dira. Ervan bisa merasakan aura tidak enak dari tatapan mata Fahri.“Ada apa, Ri?” tanya Ervan.Sebelum berbicara, Fahri menghela napas terlebih dulu. Helaan napasnya terdengar sangat berat sekali. Kemudian, Fahri berkata, “Van, gue puny
Gea melambaikan tangan ketika mobil Bagus sudah melaju meninggalkan rumahnya. Senyum bahagia Gea tak luntur sedetikpun. Hatinya sangat-sangat lega sekarang. Bagus kembali bersikap seperti biasanya dan justru menerima putranya sebagai cucu.Hingga tak lama kemudian, suara Ervan terdengar jelas di telinganya. Gea menoleh dan ternyata Ervan sudah berdiri di sampingnya.“Loh, ini kado dari siapa, Yang?” tanya Ervan sambil mengernyit heran.“Dari Papa, Mas.”Ervan melongo mendengar jawaban Gea. “Hah? Papa?”“Iya, Mas.”“Papa kesini?” tanya Ervan lagi.Gea mendengus dan hanya mengangguk. Sementara Ervan mencoba menepuk pipinya. Ia merasa sedang bermimpi. Namun hal itu justru membuatnya terlihat lucu di mata sang istri, sampai membuat istrinya tertawa.Ervan lantas menatap istrinya dengan alis yang tertaut samar. “Kok kamu ketawa, Yang?”“Ya soalnya kamu lucu,” jawab Gea apa adanya.“Lucu kenapa?”“Itu tadi, tepuk-tepuk pipi.” Gea menekan pipi Ervan yang tampak sedikit berisi. “Kamu itu lagi
“Ma, makasih banyak udah kasih pencerahan Gea. Berkat Mama, dia sekarang jauh lebih tenang dan nggak jadi pergi,” ucap Ervan lega.“Iya, Van. Mama ngelakuin ini demi kebahagiaan kalian. Jangan sampai kalian berpisah hanya karena ocehan dari tetangga. Memang pernikahan kalian terjadi atas dasar kesalahan. Tapi, bukan berarti mereka berhak menilai kalian seenaknya.”Saat ini, Ervan dan Lastri sedang duduk di ruang tamu. Sedangkan Gea dan Iqbal sudah tidur di kamar. Mereka masih mengobrol sambil menikmati segelas teh yang dibuat oleh Lastri.Ervan benar-benar lega sekali ketika hati Gea luluh oleh nasehat Lastri. Ia tidak menyangka, ucapan Lastri sangat berpengaruh pada keputusan Gea. Hingga akhirnya, Gea membatalkan keputusannya untuk pergi meninggalkan Ervan.“Ehm, atau kami pindah aja ya, Ma. Ke Semarang lagi. Soalnya tetangga di lingkungan sana baik-baik banget, terutama sama Gea. Beda sama tetangga di sini,” ujar Ervan.Lastri tersenyum dan berkata, “Van, mau kalian keliling dunia p
Semenjak Gea berkata seperti itu kemarin, Ervan terus memikirkan hal tersebut sepanjang hari. Bahkan ia tak fokus lagi membantu Nurma untuk menyiapkan acara syukuran. Fokusnya hanya tertuju pada Gea dan juga anaknya, Iqbal Zubayr Pratama. Bahkan Ervan sampai menghampiri para tetangga yang kemarin sudah menghujat istri dan anaknya. Abdi yang memberitahukan siapa saja tetangga itu.Ervan tidak segan membentak para tetangganya karena sudah berani mengusik ketenangan keluarganya. Karena ucapan mereka, Gea yang masih sangat sensitif pasca melahirkan pun memutuskan hal yang menyakitkan bagi Ervan.“Jadi orang itu jangan suka usik urusan orang lain! Kalian itu nggak tahu apa-apa tentang keluarga kami! Saya udah pernah kasih peringatan sama kalian. Siapapun yang menghina istri saya, kalian akan berurusan sama polisi! Tapi kalian nggak ada kapoknya! Gara-gara kalian, istri saya jadi stres!”Dan karena dilabrak langsung oleh Ervan, para ibu-ibu itu pun tampak ketakutan. Ditambah lagi suami-suam
Setelah tiga hari dirawat di rumah sakit, akhirnya Gea diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Rencananya, besok Ervan dan Gea akan mengadakan syukuran kecil-kecilan untuk menyambut kehadiran buah hati mereka.Ervan sendiri tampak semangat sekali mempersiapkan segala sesuatunya, dibantu oleh Fahri, Herman, Nurma dan Lastri. Sementara Gea hanya duduk di ayunan taman sambil menggendong bayinya yang sedang terlelap. Dipandanginya wajah sang anak yang telah ia kandung selama 9 bulan itu.Gea tersenyum bahagia. Bayi yang tadinya tak ia harapkan ternyata berhasil ia pertahankan sampai lahir ke dunia. “Wajah kamu mirip banget sama Papa, Nak,” ucapnya pelan.Saat sedang sibuk mengamati wajah anaknya, tiba-tiba dari arah gerbang rumah, para tetangga julid itu muncul lagi. Mereka melontarkan kalimat-kalimat menyakitkan yang ditujukan pada Gea.“Tuhkan ibu-ibu, bener dugaan kita. Pasti itu anak di luar nikah.”“Iya, Bu. Ya ampun, nggak nyangka ya. Mukanya polos, tapi kelakuannya memalukan.”“Percum
Menjelang kelahiran, Gea tiba-tiba mengalami serangan panik. Ia khawatir jika dirinya akan meninggal dunia setelah melahirkan. Itu semua karena Gea baru saja menonton sebuah video tentang seorang wanita yang meninggal dunia setelah melahirkan, di salah satu media sosialnya. Gea mulai memikirkan hal-hal buruk itu, sehingga membuatnya tidak nafsu makan.Ervan yang melihat perubahan sikap istrinya seketika bertanya, “Sayang, kamu kenapa?”“Nggak papa, Mas.”“Kalau nggak papa, kenapa nggak mau makan? Mukanya juga murung terus. Ada apa? Nggak mau cerita sama suami sendiri?” tanya Ervan dengan suara lembut.Gea menghela napas berat, dan menatap Ervan. Ia pun berkata, “Mas, aku takut.”Mendengar pernyataan Gea, dahi Ervan mengernyit heran. “Takut? Takut kenapa, Sayang? Masih takut soal Papa? Kan belakangan ini Papa udah nggak ganggu kita.”Memang benar yang dikatakan Ervan. Semenjak peristiwa pertengkaran dengan Lastri, Bagus sudah tidak pernah lagi mengganggu kehidupan Ervan dan Gea. Bahkan