Karin membuka pesan di ponselnya sesampainya di rumah. Seperti ada yang kurang. Tak ada satupun notif pesan dari Pasha. Bahkan bekas chat dirinya dan Pasha sudah bersih semua. Dan lebih parahnya lagi. Pria itu memblokir semua akun sosial medianya. Dan hanya ada satu pesan tersisa di What sapp. Sepertinya itu pesan terakhir sebelum akun-nya benar-benar di block.
"Aku seorang yang kejam soal perasaan. Aku pikir selama lima bulan ini cukup untuk aku bersabar. Menghadapi sikap egois kamu, moody-an kamu. Tapi kali ini tidak lagi. Terserah kalo kamu enggak bisa percaya sama aku lagi. Terserah kalo mau anggep aku cowok playboy atau apalah. Aku udah enggak peduli. Aku cuma mau bilang sama kamu. Kalo cara kamu kayak gitu terus. Selamanya kamu akan tetap sendirian. Udah, itu aja. Nanti kalo pun kita enggak sengaja ketemu di jalan. Aku juga akan pura-pura enggak kenal sama kamu. Dan jangan salahin aku kalo aku beneran lupain kamu, mungkin saat itu aku udah sama yang lain. Selamat tinggal, makasih untuk 5 bulan terakhir yang menyenangkan ini. Tapi kenyataanya kita memang harus berakhir sampe disini."
Karin langsung terduduk di sofa setelah membaca pesannya. Hatinya sedikit bergejolak. Seperti ada sesuatu yang hilang dari hatinya. Karin menepuk jidatnya sendiri seolah meratapi kebodohannya. Ia ingin membalas pesan itu dan menjelaskan semuanya, tapi itu tidak mungkin lagi.
"Bodoh... bodoh ...." Rutuknya berkali-kali pada dirinya sendiri.
Nyatanya, ia sebenarnya tak siap jika harus berpisah dengan Pasha secepat itu.
Menurut Kubler-Ross, seorang dokter psikolog menyebutkan bahwa ada 5 tahapan manusia dalam menghadapi kesedihannya. Pertama, tahap Denial, fase awal dari sebuah penolakan atas kondisi yang terjadi. Kedua Anger, timbul kemarahan. Ketiga-bergaining, tawar menawar, timbul tanya dalam dirinya, kenapa terjadi pada dirinya, kenapa bukan pada orang lain? Ke-empat Depression atau frustasi. Kelima Acepptionce (penerimaan). Dan Karin masih ada pada tahap pertama.
Masih meyakini dirinya sendiri bahwa semuanya tidak nyata. Hubungannya pasti masih baik-baik saja. Keesokan paginya ia terbangun dengan mata sembab, berniat mengetik sebuah chat.
"Pagi ... bangun ... bangun udah si--"
Jari-jari Karin berhenti mengetik, menyadari sebuah kenyataan yang menamparnya dengan telak. Bahwa semua itu tak mungkin di lakukannya lagi. Karin memilih kembali bergelung di bawah selimut. Membenamkan wajahnya sendiri di bantal dan mulai terisak. Sampai-sampai ia tak ingin mempedulikan Tante Ria dan Sisil yang berteriak di bawah sana mencoba membangunkannya. Rasa sesal dan sakit seolah-olah bertubi-tubi menghantam hatinya. Padahal ia sudah mencegah perasaannya pada Pasha tumbuh. Tapi justru saat pria itu pergi darinya, ia seolah baru menyadari. Kenapa harus sesakit ini jika memang tidak cinta?
Karin benci jika harus merasakan seperti ini lagi. Harus mulai dari awal untuk bisa membuatnya langsung ada di tahap 5, Acceptionce. Pasti itu sulit.
Semakin Karin ingin berpura-pura baik-baik saja. Ingatannya tentang kebersamaanya dengan Pasha malah makin bermunculan. Membuat Karin semakin tak berdaya. Seolah di manapun Karin berada. Bayangan Pasha selalu muncul di benaknya.
Di hari kedua, semua masih terasa berat untuk Karin. Rasanya ini benar-benar sama seperti saat ia di tinggal orang tuanya lima tahun lalu. Dan sama seperti saat Agil mantan kekasihnya selama dua tahun memutuskannya tanpa sebab tepat di hari dua tahun mereka jadian.
Sisil yang merasa khawatir dengan keadaan Karin pun akhirnya menemukan ide. Dengan kunci cadangan ruko yang pernah Karin berikan padanya. Akhirnya gadis yang lebih muda dua tahun darinya itu berhasil masuk ke dalam.
"Kenapa Lo! Woi, Kak. Kenapa Lo?"
Karin melirik jaket Pasha yang masih tertinggal di rumahnya. Dan segera meraihnya dan memukuli jaket itu sebagai pelampiasan. "Dasar resek, dasar bajingan," Katanya di ikuti uraian air mata. "Dia ninggalin gue, Sil!"
Sisil menghembuskan nafas, kemudian turut duduk di sisi Karin. "Makanya,enggak usah pacaran, ribet kan? Mending kayak gue, single, jadi enggak perlu takut ada yang bikin patah hati. Lo tahu enggak kenapa sekarang Lo sedih? Karena Lo udah menggantungkan kebahagiaan Lo ke dia. Jadi pas dia pergi. Lo ngerasa sedih. Coba ngaca deh kak. Ekspresi Lo jelek banget tau!" Ejek Sisil yang memang suka bicara apa adanya.
"Aku enggak pacaran kok sama dia. Aku udah tahan mati-matian perasan aku supaya enggak ada keinginan untuk memiliki. Dan aku enggak tau kenapa jadinya malah kayak gini." Dada Karin benar-benar terasa sesak sekarang.
"Lah ... Aku kira kakak Pacaran sama dia. Ternyata belum. Itu namanya Kakak udah Baper sama dia. Tapi kakak enggak ngaku. Ribet banget. Terus kenapa tiba-tiba dia ninggalin Kakak?"
Karin terdiam. Ia seolah tak ingin menjawab pertanyaan Sisil, dia terlalu malu untuk mengakui semua yang ia rasakan.
***
Lima bulan yang lalu ...
Karin sedang berada di sebuah pusat perbelanjaan untuk membeli bahan kebutuhan membuat kue. Saat itu ia meletakkan keranjang belanjanya dan melangkah sedikit lebih jauh untuk mengambil sesuatu yang ia butuhkan. Dan saat ia hendak kembali. Ia melihat keranjang belanjaannya sudah tidak ada di tempat. Dia malah menemukan keranjang lain yang isinya jelas bukan miliknya. Kemudian ia mengedarkan pandangannya, seorang cowok dengan kemeja hitam di ujung lorong terlihat sedang mendorong keranjang belanjaan miliknya. Karin pun buru-buru mengejar dan ingin memberitahukan bahwa keranjang belanjaan mereka mungkin tertukar.
"Mas ... mas ... tunggu!" Teriak Karin dan membuat cowok itu menoleh. "Keranjang kita ketuker deh kayaknya." Cowok itu pun langsung menepuk jidatnya sendiri saat menyadari yang di katakan Karin benar.
"Maaf ... ya, aku enggak perhatiin tadi."
Karin mengangguk canggung. "Iya enggak apa-apa, kok." Dalam benak Karin saat itu, bahwa cowok di hadapannya itu lumayan keren juga. Akhirnya ia memberanikan diri untuk berkenalan. "Hai ... Aku Karin, kamu siapa?" Tangan Karin terulur di iringi senyum lebar yang menawan.
Cowok di hadapannya tanpa ragu turut menjabat tangannya. "Aku, Pasha."
Di tiga detik pertama, Karin sudah merasa cocok dengan Pasha. Akhirnya ia mencari cara bagaimana caranya agar obrolan mereka tetap berlanjut. Ternyata benar, Pasha seorang yang suple dan menyenangkan. Mereka pun lanjut makan bersama siang itu. Sampai pada akhirnya tukeran nomer handpone, meski tanpa rasa malu Karin yang memintanya duluan pada Pasha.
Hubungan mereka pun berlanjut. Mereka jadi sering teleponan, chatingan dan ketemuan. Hubungan emosional mereka semakin hari terjalin semakin dekat. Hingga pertengkaran hebat itu terjadi dua hari yang lalu. Dan sekarang Karin menyesali tindakannya yang seolah keras kepala. Ia ingat betapa dulu ia yang sering menggoda Pasha. Dulu semuanya terasa manis. Namun kenapa sekarang semuanya seolah terasa pahit.
BERSAMBUNG.
Raut wajah muram Pasha, cukup membuat ketegangan di kantor First Tama Group sejak tiga hari berturut-turut. Para karyawan terlihat saling berbisik satu sama lain, saling bertanya, apa yang membuat wajah bos-nya itu kusut seperti baju belum di setrika. "Mungkin aja, dia baru putus dari pacarnya," tebak salah satu karyawannya, Indah. "Tahu kan cewek yang pernah di ajak ke kantor malem-malem waktu itu?" Ucapnya lagi berusaha mengumpulkan teka-teki."Yang mana? Mbak Andrea?"Sahut Yeni makin kepo. Andrea adalah wanita yang bisa di bilang paling dekat dengan Pasha beberapa tahun terakhir ini. Tapi tidak ada yang tahu kejelasan status mereka itu sebenarnya apa.Bobi tiba-tiba muncul dari arah belakang Yeni dan memukul puncak kepala wanita itu menggunakan gulungan kertas. "Awh!""Gosip mulu pagi-pagi. Udah sono lanjut kerja.""Ih, apaan sih, dasar tukang nguping," dengus Yeni."Gue enggak nguping, tapi suara Lo udah kayak toak sampe kedengeran
Pasha baru saja tiba di apartement-nya setelah lelah seharian bekerja. Sembari membuka kancing teratas kemejanya ia membanting tubuhnya sendiri di atas sofa biru bergaya scandinovian. Nafasnya sedikit tersengal, kemudian ia mengambil posisi rebahan sambil menyalakan ponselnya. Di layar awal langsung terpampang foto Karin yang sedang tersenyum. Sudah sejak sebulan yang lalu foto wanita itu menjadi wallpaper HP-nya. Karin adalah wanita pertama yang membuat Pasha mau melakukan itu tanpa di dominasi dari siapapun. Tidak juga Andrea."Pasha sayang, lagi apa?""Kamu udah makan belum?""Eh, iya deh yang bos... Sok sibuk, Huh....""Wait, ya, sayang, biasalah aku lagi kerja, lagi ngecoding. Kamu kangen ya?"Sudut-sudut bibir Pasha tertarik ke atas saat membaca ulang chat dari Karin dan dirinya yang sudah sempat ia screen shot sebelum sempat menghapus semuanya.Sudah h
Waktu adalah hal terkejam, kadang bisa menyerupai iblis yang tak memiliki belas kasihan. Berlalu begitu saja tanpa peduli pada orang-orang yang memintanya untuk berhenti bergerak. Dia bisa mengambil semua orang tersayang tanpa memberi peringatan, tanpa firasat, hingga satu-satunya yang tersisa hanyalah kenangan. Namun, waktu juga bisa menjadi perawat luka yang bisa menyembuhkan. Membantu berpijak, sedikit demi sedikit, hingga mampu kembali berdiri tegak. Seperti hal nya Karin, ia sedang berusaha menata hidupnya kembali.Ternyata, kehilangan Pasha bukan hal sepele dalam hidupnya. Bayangan pria itu seolah masih saja mengikutinya kemanapun ia pergi. Menghilangkan kebiasaan lama bukanlah perkara mudah. Kadang Karin masih sering terbangun di tengah malam, hanya untuk mengecek ponsel, berharap ada telepon masuk, atau hanya sekedar pesan chat untuk berbagi cerita. Dia juga kadang masih ingin mengirim pesan, hanya untuk mengingatkan makan siang. Karena Pasha adalah tipe wo
Aroma kopi memenuhi Indra penciuman Pasha ketika ia memasuki kedai kopi langganannya yang letaknya tak jauh dari gedung kantor. Biasanya ia meminta Indah yang memesan, tapi kali ini Pasha ingin pergi keluar, menghirup udara segar. "Mas, ekspresso satu.""Eskpresso? Pasti anda seorang pekerja keras."Pasha tersenyum, tidak menggubris barista yang mencoba mengajaknya bicara, ia lebih memilih duduk di salah satu kursi. Dia pernah membaca sebuah artikel jika karakter seseorang bisa di lihat dari jenis kopi kesukaannya. Misalnya orang yang menyukai capucinno adalah orang yang suka bersosialisasi, penggemar kopi latte adalah orang yang suka memberi perhatian, atau ekspresso yang identik dengan seorang pekerja keras karena memiliki rasa yang pahit dan tajam, sehingga membuat tubuh bisa terjaga instan."Hai, Pasha?" Sebuah suara membuat Pasha mendongak, seorang wanita dengan rambut lurus sebahu menarik kursi dan duduk di hadapannya sebelum sempat di persi
Pasha kembali ke kantor dengan mood nyaris berantakan. Apa yang baru saja ia katakan pada Andrea? Sesaat ia merasa menyesali keputusannya. Menurutnya ia terlalu tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu, bagaiman ini? Bukannya mengurangi beban masalah, dadanya seolah bertambah sesak karena menambah masalah baru. Salah sendiri kenapa mengambil keputusan dalam keadaan hati yang kacau.Bunyi ponsel yang berdering membuyarkan lamunannya saat hendak memasuki ruang kerjanya. Pasha segera meraih benda kotak pipih tersebut dari saku kemeja hitamnya. Satu panggilan tak terjawab dari sahabatnya-Hisyam terpampang di layar. Pasha mendengus, tiba-tiba dadanya terasa bergemuruh, bukan karena tak sempat mengangkat teleponnya. Namun karena ada foto Karin yang sedang tersenyum menghiasi layar. Padahal sudah dua bulan berlalu, tapi Pasha belum ingin mengganti foto itu. Entahlah.Tak lama ponselnya kembali berdering."Halo...." Sapa nya pada orang di seberang sana setelah berhasil
"Aku enggak apa-apa kok," kata nya dengan suara parau."Jangan bohong deh, kak. Jrlas-jelas Lo nangis, cerita aja, ada apa?"Mendengar Sisil bicara demikian, Karin merasa tidak tahan dan akhir nya tangis nya pun pecah. Sisil pun segera menarik nya dalam pelukan nya. "Pasti gara-gara kak Pasha lagi, ya? Sabar ya, kak? Kan Lo udah putusin buat move on, jadi Lo enggak boleh lemah dong!" Bujuk Sisi lagi sembari mengusap rambut Karin lembut.Karin hanya mengangguk dan terus terisak, "bukan salah dia kok, Sisil, kayak nya emang aku nya aja yang bodoh, aku nya yang enggak ngaca dan enggak tahu diri. Harus nya aku tahu diri dari awal, dia siapa, aku siapa. Aku jelas enggak pantas buat dia, terbukti kan, dia balikan lagi sama mantan nya yang menurut dia sepadan sama dia."Sisil melepas pelukannya, dan mengusap air mata Karin yang masih bercucuran, "hush... Kakak enggak boleh ngomong gitu, kakak enggak boleh ngerendahin diri kakak sendiri. Kita sama-sama manu
Alunan musik memenuhi ruang kantor Pasha. Cowok itu duduk bersandar di singgasananya dengan mata terpejam, mencoba menikmati setiap alunan musik yang mengalun merdu di telinga nya. Ia sedang butuh inspirasi untuk fitur baru sosial media nya. Sekarang ia sedang mendengarkan musik anime, musik kesukaan Karin. Entah kenapa, gadis itu seolah terus saja memenuhi kepalanya, juga ruang di hati nya. Dulu, ia enggan jika harus mengikuti hobi orang lain, tapi Karin, sedikit demi sedikit bisa mempengaruhinya, bahkan dia sampai mau mendengarkan musik yang menurutnya sama sekali bukan seleranya. Ternyata lagu anime yang ia dengarkan, sungguh enak di dengar. Mengingat kan semua kenangannya saat bersama Karin."Tumben banget si bos setel musik lagu jepang." Celetuk Indah yang baru saja keluar dari ruangan Pasha sehabis mengantar laporan."Masa' sih? Tumben, biasanya kan si bos paling anti lagu-lagu selain indonesia, dia pokok nya paling anti kalau bukan yang berbau Indone
Berbagi cerita dengan ibu nya setiap malam, adalah hal yang paling Karin tunggu, dia sangat merindukan ibu nya, berharap, saat ia bangun pagi, dia mencium aroma masakan dan menemukan ibu nya ada di dapur, namun kenyataan perih seakan menghantam nya. Dia tidak akan menemui saat-saat seperti itu lagi, semua hanya tinggal kenangan, dan yang tersisa hanya kesedihan. Karin sedih, ia merasa sangat sendirian.Demi melegakan hati nya yang tiba-tiba terasa sesak, ia berjalan ke arah jendela, membukanya dan sengaja membiarkan angin malam membelai wajah nya. Kini, tatapannya sendu menatap langit tanpa bintang. Selama ini, Karin sudah cukup menahan rasa sakit dan kesepian, kadang ia tak ingin memikirkannya, namun saat malam tiba, seperti malam-malam sebelum nya, semua kenangan indah bersama kedua orang tua nya, diam-diam menyusup ke dalam ruang hati nya yang hampa, dan di saat seperti itu lah, Karin baru menyadari, betapa kesepian dan menyedih kan nya hidup nya.Suara mo
Waktu terus bergulir, tak terasa sudah hampir tiga bulan Karin tak lagi mendengar kabar berita tentang Pasha, hati nya kini jauh lebih kuat dari yang ia duga, perasaanya pada cowok itu nyaris memudar meski belum sepenuh nya. Entah kenapa, ada setitik perasaan yang membuat Karin benar-benar rela menghilangkan nama itu dalam hati nya, apakah ini cinta?Entahlah, Karin tak pernah yakin akan hal itu, yang Karin tahu, dirinya dan Pasha jauh sangat berbeda, perbedaan kasta di antara keduanya bagai langit dan bumi, dan itu selalu menghalangi Karin untuk menerima perasaan yang sebenar nya, bayangan kekecewaan lebih dulu menghantuinya sebelum kata cinta itu terucap, Karin tidak tahu, harus berapa lama lagi dia memendam semua nya sendirian, meski kadang Pasha sudah berulang kali meyakinkan cinta nya terhadap nya, tapi bagi Karin semua itu tidak lah cukup untuk membunuh semua keraguan nya, rasa takut akan kekecewaan lebih besar menguasai diri nya.Sebenar nya ketakuta
Karin memandangi ponsel nya, dua hari yang lalu dia mencoba untuk pindah plat form kepenulisan, sudah beberapa bulan terakhir ini dia tidak mendapatkan kontrak eksklusif dimanapun. Entah apa yang terjadi, rasa nya Karin ingin menyerah saja, namun jika melihat kembali tekad nya, mimpi-mimpi nya, tentang keinginan untuk bisa berdiri sendiri di atas kaki nya, Karin tentu saja belum ingin menyerah. Di sisa semangat nya, Karin mencoba menulis lagi di plat form lain, berharap ada titik terang. Ting! Terdengar satu pesan masuk dari WA nya. Karin buru-buru pindah ke aplikasi tersebut untuk menilik siapa si pengirim pesan. "Kak Marvel?" Pekik nya lirih. Ya... Dia adalah editor baru Karin, dan kebetulan dia juga editor baru, sebelum nya Karin di bawah asuhan Kak Siska, namun karena anak asuh kak Siska sudah overload, naskah synopsis yang sudah Karin kirim di pindah alih pada Kak Marvel. "Oh iya, Karin, coba deh kamu cek email kamu, saya sudah coba k
Begitu sampai di apartement nya, Pasha sudah di sambut dengan kehadiran Andrea yang tiba-tiba sudah muncul di depan pintu apartement nya. Entah sudah beberapa lama wanita itu berdiri di sana, yang jelas saat ini sudah hampir lewat tengah malam. Pasha paham betul diapa Andrea, orang yang suka nekad. Sudah beberapa hari ini Pasha sengaja menghindari wanita itu. Dan ini puncak nya, saat pria itu terasa tak bisa di hubungi, Andrea akan nekad mendatangi nya.Pasha mengalihkan pandangan nya ke segala arah, tadi nya ingin pergi menghindar saja, namun mata Andrea sudah mengunci nya, sekarang ia terpaksa harus menghadapi wanita itu."Kamu kemana aja?" Andrea menyilang kan tangan nya ke dada, menarik napas, mencoba menahan emosi nya."Sibuk.""Sibuk apa? Sibuk sama cewek kampung itu?" Tuduh Andrea yang kini tak bisa menahan kemarahan yang sudah berusaha ia redam beberapa hari ini."Kalau iya, kamu mau apa?" Pasha paling tidak suka dengan orang yang bicara dengan
Berbagi cerita dengan ibu nya setiap malam, adalah hal yang paling Karin tunggu, dia sangat merindukan ibu nya, berharap, saat ia bangun pagi, dia mencium aroma masakan dan menemukan ibu nya ada di dapur, namun kenyataan perih seakan menghantam nya. Dia tidak akan menemui saat-saat seperti itu lagi, semua hanya tinggal kenangan, dan yang tersisa hanya kesedihan. Karin sedih, ia merasa sangat sendirian.Demi melegakan hati nya yang tiba-tiba terasa sesak, ia berjalan ke arah jendela, membukanya dan sengaja membiarkan angin malam membelai wajah nya. Kini, tatapannya sendu menatap langit tanpa bintang. Selama ini, Karin sudah cukup menahan rasa sakit dan kesepian, kadang ia tak ingin memikirkannya, namun saat malam tiba, seperti malam-malam sebelum nya, semua kenangan indah bersama kedua orang tua nya, diam-diam menyusup ke dalam ruang hati nya yang hampa, dan di saat seperti itu lah, Karin baru menyadari, betapa kesepian dan menyedih kan nya hidup nya.Suara mo
Alunan musik memenuhi ruang kantor Pasha. Cowok itu duduk bersandar di singgasananya dengan mata terpejam, mencoba menikmati setiap alunan musik yang mengalun merdu di telinga nya. Ia sedang butuh inspirasi untuk fitur baru sosial media nya. Sekarang ia sedang mendengarkan musik anime, musik kesukaan Karin. Entah kenapa, gadis itu seolah terus saja memenuhi kepalanya, juga ruang di hati nya. Dulu, ia enggan jika harus mengikuti hobi orang lain, tapi Karin, sedikit demi sedikit bisa mempengaruhinya, bahkan dia sampai mau mendengarkan musik yang menurutnya sama sekali bukan seleranya. Ternyata lagu anime yang ia dengarkan, sungguh enak di dengar. Mengingat kan semua kenangannya saat bersama Karin."Tumben banget si bos setel musik lagu jepang." Celetuk Indah yang baru saja keluar dari ruangan Pasha sehabis mengantar laporan."Masa' sih? Tumben, biasanya kan si bos paling anti lagu-lagu selain indonesia, dia pokok nya paling anti kalau bukan yang berbau Indone
"Aku enggak apa-apa kok," kata nya dengan suara parau."Jangan bohong deh, kak. Jrlas-jelas Lo nangis, cerita aja, ada apa?"Mendengar Sisil bicara demikian, Karin merasa tidak tahan dan akhir nya tangis nya pun pecah. Sisil pun segera menarik nya dalam pelukan nya. "Pasti gara-gara kak Pasha lagi, ya? Sabar ya, kak? Kan Lo udah putusin buat move on, jadi Lo enggak boleh lemah dong!" Bujuk Sisi lagi sembari mengusap rambut Karin lembut.Karin hanya mengangguk dan terus terisak, "bukan salah dia kok, Sisil, kayak nya emang aku nya aja yang bodoh, aku nya yang enggak ngaca dan enggak tahu diri. Harus nya aku tahu diri dari awal, dia siapa, aku siapa. Aku jelas enggak pantas buat dia, terbukti kan, dia balikan lagi sama mantan nya yang menurut dia sepadan sama dia."Sisil melepas pelukannya, dan mengusap air mata Karin yang masih bercucuran, "hush... Kakak enggak boleh ngomong gitu, kakak enggak boleh ngerendahin diri kakak sendiri. Kita sama-sama manu
Pasha kembali ke kantor dengan mood nyaris berantakan. Apa yang baru saja ia katakan pada Andrea? Sesaat ia merasa menyesali keputusannya. Menurutnya ia terlalu tergesa-gesa dalam memutuskan sesuatu, bagaiman ini? Bukannya mengurangi beban masalah, dadanya seolah bertambah sesak karena menambah masalah baru. Salah sendiri kenapa mengambil keputusan dalam keadaan hati yang kacau.Bunyi ponsel yang berdering membuyarkan lamunannya saat hendak memasuki ruang kerjanya. Pasha segera meraih benda kotak pipih tersebut dari saku kemeja hitamnya. Satu panggilan tak terjawab dari sahabatnya-Hisyam terpampang di layar. Pasha mendengus, tiba-tiba dadanya terasa bergemuruh, bukan karena tak sempat mengangkat teleponnya. Namun karena ada foto Karin yang sedang tersenyum menghiasi layar. Padahal sudah dua bulan berlalu, tapi Pasha belum ingin mengganti foto itu. Entahlah.Tak lama ponselnya kembali berdering."Halo...." Sapa nya pada orang di seberang sana setelah berhasil
Aroma kopi memenuhi Indra penciuman Pasha ketika ia memasuki kedai kopi langganannya yang letaknya tak jauh dari gedung kantor. Biasanya ia meminta Indah yang memesan, tapi kali ini Pasha ingin pergi keluar, menghirup udara segar. "Mas, ekspresso satu.""Eskpresso? Pasti anda seorang pekerja keras."Pasha tersenyum, tidak menggubris barista yang mencoba mengajaknya bicara, ia lebih memilih duduk di salah satu kursi. Dia pernah membaca sebuah artikel jika karakter seseorang bisa di lihat dari jenis kopi kesukaannya. Misalnya orang yang menyukai capucinno adalah orang yang suka bersosialisasi, penggemar kopi latte adalah orang yang suka memberi perhatian, atau ekspresso yang identik dengan seorang pekerja keras karena memiliki rasa yang pahit dan tajam, sehingga membuat tubuh bisa terjaga instan."Hai, Pasha?" Sebuah suara membuat Pasha mendongak, seorang wanita dengan rambut lurus sebahu menarik kursi dan duduk di hadapannya sebelum sempat di persi
Waktu adalah hal terkejam, kadang bisa menyerupai iblis yang tak memiliki belas kasihan. Berlalu begitu saja tanpa peduli pada orang-orang yang memintanya untuk berhenti bergerak. Dia bisa mengambil semua orang tersayang tanpa memberi peringatan, tanpa firasat, hingga satu-satunya yang tersisa hanyalah kenangan. Namun, waktu juga bisa menjadi perawat luka yang bisa menyembuhkan. Membantu berpijak, sedikit demi sedikit, hingga mampu kembali berdiri tegak. Seperti hal nya Karin, ia sedang berusaha menata hidupnya kembali.Ternyata, kehilangan Pasha bukan hal sepele dalam hidupnya. Bayangan pria itu seolah masih saja mengikutinya kemanapun ia pergi. Menghilangkan kebiasaan lama bukanlah perkara mudah. Kadang Karin masih sering terbangun di tengah malam, hanya untuk mengecek ponsel, berharap ada telepon masuk, atau hanya sekedar pesan chat untuk berbagi cerita. Dia juga kadang masih ingin mengirim pesan, hanya untuk mengingatkan makan siang. Karena Pasha adalah tipe wo