"Jeremy."Saat sedang berkelahi dengan Karen, Yasmin menyadari kehadiran Jeremy, dia merasa sangat terkejut.Thasia juga menoleh, dia melihat Jeremy berdiri di belakangnya, tatapannya sangat dingin, dia tidak merasa terkejut mendengar percakapan mereka.Sebaliknya, dia dengan lapang dada menerima kenyataan ini.Karen, yang melihat sorot mata Jeremy merasa terkejut.Detik ini dia merasa menyesal karena tadi terlalu emosi, dia sampai mengatakan kenyataan bahwa Jeremy bukan anak kandungnya Yasmin.Bagi Jeremy, hal ini adalah sebuah pukulan besar.Karen merasa panik, dia menatap Jeremy. "Jeremy ...."Jeremy hanya diam saja.Jeremy tahu mereka datang ke pemakaman ini dan ingin ribut, jadi dia ke sini karena merasa khawatir.Yasmin seketika merasa lebih marah lagi. "Karen, apa yang kamu katakan? Kamu pasti sengaja ingin membuatku menderita, kamu benar-benar orang jahat!"Yasmin segera mendorong Karen.Karen masih fokus pada Jeremy, dia sudah tidak seemosi tadi lagi, dia bahkan berhenti menye
"Bukan begitu ...." Yasmin berkata, "Kamu adalah anakku, aku merasa menyesal, aku akan berusaha menebus kesalahanku itu ....""Nggak perlu." Sorot mata Jeremy sangat dingin. "Aku sudah mengalah dengan memanggilmu ibu, seharusnya kamu tahu diri!"Yasmin berjalan mundur beberapa langkah, dia berkata dengan panik, "Kamu nggak bisa memperlakukanku seperti ini, bagaimana bisa sikapmu padaku seperti ayahmu, kalau nggak, untuk apa aku membawamu pulang!"Jeremy berkata dengan dingin, "Dengan adanya diriku, kamu baru ada harapan untuk merebut hati suamimu, sayangnya semua malah sia-sia!"Setiap kata Jeremy telah menusuk hati Yasmin.Waktu itu bisa dibilang dialah yang memaksa untuk menikah dengan Vazon.Vazon sama sekali tidak mencintainya, malahan membencinya.Yasmin kira setelah menikah, Vazon akan menjadi miliknya.Karena sudah terlanjur, pasti pria itu akan menerima kenyataan ini.Ternyata dirinya yang terlalu naif, Vazon setiap malam tidak pernah pulang, Yasmin selalu berada di rumah itu s
Saat Yasmin sedang melindungi Lisa, Thasia berkata demikian.Yasmin yang mendengar perkataan Thasia ini segera berkata, "Thasia, kondisi Lisa sudah seperti ini, kamu jangan mencelakainya lagi!"Wanita itu langsung melindungi Lisa.Thasia berjalan mendekat, dia melihat Lisa menangis dengan menyedihkan, gadis itu terlihat lemah. "Kenapa aku nggak boleh berkata seperti itu? Memangnya kalian mengkhawatirkan keselamatan Bibi? Kamu khawatir Jeremy membuangmu, sedangkan Lisa khawatir orang-orang akan menyalahkannya, berpura-pura nangis dengan menyedihkan. Kami melihat dengan mata kepala sendiri siapa yang mendorong Bibi, bisa jadi Lisa yang menghasutmu untuk bertindak seperti itu!"Karen sudah dibawa ke ruang operasi, lukanya cukup parah, hal ini membuat Thasia tidak ingin bersabar lagi menghadapi kedua wanita ini."Kamu sembarangan saja!" Yasmin mengeluh, "Aku memang mendorong Karen, tapi doronganku nggak kuat, kenapa kamu nggak berpikir kalau Karen sengaja jatuh sendiri?"Thasia menatap Yas
Di sebuah kamar hotel yang berantakan.Saat Thasia terbangun seluruh badannya terasa nyeri.Dia mengucek matanya. Saat dia hendak bangun, dia melihat seseorang sedang berbaring di sebelahnya.Seorang pria dengan wajah yang tampan dan menawan.Pria itu masih belum bangun, juga tidak terlihat akan bangun.Thasia segera terduduk. Selimut di tubuhnya merosot ke bawah, memperlihatkan pundaknya yang putih penuh dengan tanda semalam.Dia pun segera turun dari ranjang. Di atas ranjang terlihat jelas noda darah yang mencolok.Setelah melihat jam, ternyata sudah hampir jam masuk kerja, dia pun segera mengambil baju kerjanya yang berantakan dan memakainya.Stoking yang dia pakai semalam sudah dirobek oleh pria itu.Dia pun meremasnya menjadi sebuah bola, melemparnya ke dalam tong sampah, lalu memakai sepatu hak tingginya.Saat itu ada orang yang mengetuk pintu.Thasia sudah berpakaian rapi, kembali ke penampilannya sebagai seorang sekretaris. Dia segera mengambil tasnya dan berjalan keluar.Orang
Mendengar ini Thasia hampir terjatuh karena terkejut.Tubuhnya pun bersandar pada pria itu.Saat Jeremy merasa Thasia hampir terjatuh, tangannya langsung melingkar di pinggangnya.Kehangatan tubuh pria itu seketika mengingatkannya pada pergulatan mereka semalam.Thasia segera menenangkan dirinya. Dia mendongak, menatap sepasang mata gelap pria itu.Tatapan pria itu begitu serius, ada kebingungan dan keraguan, seakan-akan bisa membaca isi pikiran Thasia.Jantung Thasia berdetak kencang.Dia segera menghindari tatapan pria itu dengan menundukkan kepalanya.Barusan saat Jeremy berpikir pasangannya semalam adalah wanita panggilannya tadi, pria itu sudah mengamuk, kalau Thasia mengakuinya, bukannya dirinya akan berakhir dengan mengerikan.Dia tidak terima.Namun, kalau Jeremy tahu bahwa wanita semalam adalah dirinya, apakah pernikahan mereka masih bisa dipertahankan?Thasia tidak berani menatap matanya. "Kenapa bertanya seperti itu?"Hanya Thasia yang tahu bahwa dirinya sangat penasaran pad
Saat menoleh, dia melihat Lisa sedang memakai celemek, di tangannya terdapat sendok sup.Saat wanita itu melihat Thasia, senyumannya seketika membeku, tapi detik berikutnya dia berkata dengan ramah, "Tamu Bibi, ya? Kebetulan aku membuat supnya cukup banyak, ayo masuk."Sikapnya sangat lugas seakan-akan dia adalah tuan rumah ini.Sedangkan Thasia adalah tamu yang datang berkunjung.Kalau dipikir-pikir, benar juga, gadis itu sebentar lagi akan menjadi tuan rumah di sini.Thasia mengerutkan keningnya, dia merasa sedikit tidak senang.Pernikahannya dan Jeremy disiarkan di seluruh kota, Lisa bahkan sempat mengirimkan kartu ucapan selamat, tidak mungkin gadis ini tidak tahu dirinya adalah istri Jeremy.Saat Lisa melihat Thasia tidak bergerak, dia segera menarik tangannya. "Jangan sungkan, cepatlah masuk."Saat Lisa mendekat Thasia bisa mencium aroma bunga melati. Dia ingat tahun lalu saat dia berulang tahun, Jeremy pernah memberikannya parfum dengan aroma yang sama persis dengan aroma ini.S
"Suasana hati Kak Thasia hari ini sedang nggak baik, dia nggak mau mengantarkan dokumennya, jadi aku yang mengantarkannya." Lalu Lisa sengaja menunjukkan bekas luka di tangannya. "Jeremy, kamu jangan menyalahkan Kak Thasia, aku rasa dia nggak bermaksud begitu, dokumennya nggak terlambat, 'kan?Baru kali ini Thasia berani memberikan dokumen kantor kepada orang lain.Jeremy merasa sangat kesal, tapi karena ada Lisa di sini dia pun menahannya, dia hanya melonggarkan ikatan dasinya, lalu berkata, "Nggak apa-apa."Dia pun mengalihkan topik pembicaraan. "Karena sudah datang, maka duduklah sebentar."Mendengar ini seketika Lisa merasa senang. Setidaknya pria itu tidak membencinya dan masih menerimanya."Bukannya kamu ada rapat? Apakah aku mengganggumu?"Jeremy pun menelepon seseorang. "Undur rapatnya selama setengah jam."Lisa pun tersenyum. Tadi dia sempat khawatir Jeremy akan marah karena waktu itu dia pergi tanpa pamitan, ternyata dirinya yang berlebihan.Waktu yang sudah dia lewatkan masi
Langkah Thasia seketika berhenti, lalu dia berkata dengan nada hormat, bukan nada seorang istri, "Pak Jeremy ada urusan apa lagi?"Jeremy menoleh, dengan bingung menatap ekspresi asing di wajah Thasia. Dia berkata dengan nada memerintah, "Duduk."Thasia seketika merasa bingung apa yang ingin pria itu lakukan.Jeremy berjalan mendekat.Saat Thasia melihatnya mendekat, dia bisa merasakan sesuatu yang berbeda, seakan-akan udara di sekitarnya menipis.Merasa gugup juga bingung.Thasia tidak bergerak. Jeremy segera menarik tangannya.Saat tangan hangat pria itu menyentuhnya, Thasia merasa seakan-akan terkena sesuatu yang panas, dia ingin menarik tangannya kembali, tapi genggaman Jeremy cukup kuat, sehingga Thasia tidak bisa menarik tangannya. Jeremy langsung menariknya ke samping, berkata sambil mengerutkan kening, "Kamu nggak sadar tanganmu terluka?"Perhatiannya membuat Thasia terkejut. "Aku ... nggak apa-apa.""Sudah kapalan." Jeremy bertanya, "Kenapa nggak bilang?"Thasia menunduk, meli