Sial!
Hanya satu kata itu saja yang terusku ucapkan saat ini. Entah sudah yang ke berapa kalinya aku mengumpat. Bahkan senyuman yang selalu menghiasi wajahku telah menghilang sejak beberapa menit yang lalu.Sesekali aku menghentakkan kakiku dengan kesal. Dan itu semua karena kertas-kertas yang ada diatas meja kerjaku saat ini. "Aaghh! Aku bersumpah akan menghancurkan kacamatanya yang menyebalkan itu!" kesal ku."Sepertinya suasana hatimu saat ini sedang tidak begitu baik," ucap suara lembut yang berasal dari samping meja kerjaku.Aku menoleh, dan saat itulah aku melihat seorang wanita berambut pendek dengan kemeja biru yang sedang terkekeh geli. Mata bulatnya menatapku.Song Yeeun, itulah nama wanita berambut pendek itu yang telah menjadi rekan kerjaku selama dua tahun ini. Umur kami yang sama membuatku begitu dekat dengannya dan sering menghabiskan waktu bersama."Jika kau sudah tahu kau tidak perlu bertanya!" ucapku dengan jutek, yang tidak lama kemudian disusul dengan suara tawa."Hahahaha, come on! Bukan kah biasanya kau selalu yang paling semangat? Kemana perginya semangatmu itu?" goda Yeeun.Aku mendengus mendengar godaan Yeeun. "Semua semangatku hilang! Karena si galak itu!"Yeeun mengerutkan alisnya. "Galak?""Iya! Siapa lagi kalau bukan CEO kita yang terhormat itu!" aku memukul-mukul meja kerjaku. "Aaghh! Kenapa dia sangat menyebalkan?!"Untuk yang kesekian kalinya Yeeun tertawa dan hal itu semakin membuatku merasa kesal. Hah... tapi mau bagaimana lagi, seperti itulah rekan kerjaku ini yang sangat suka menggodaku.Yeeun menarik kursinya lalu duduk di dekatku. "Memangnya kali ini apa yang dia lakukan?" tanya Yeeun merasa penasaran dengan tingkah CEO kami yang selalu tidak terduga.Aku mengambil kertas-kertas yang ada di meja milikku, lalu menunjukkannya kepada Yeeun. "Ini! Lihat ini! Dengan seenaknya dia mencoret semua laporan yang telahku kerja semalam!" aduku.Yah, sekarang kalian sudah tahu alasan dari kekesalanku saat ini, bukan? Itu karena laporan yang telahku selesaikan selama semalam suntuk telah di coret dengan seenaknya oleh CEO di perusahaan tempatku ini bekerja.Gila bukan?!Apakah dia sama sekali tidak memikirkan perasaan pegawainya yang sudah bekerja keras untuk perusahaan miliknya ini?! Dia bahkan mengatakan kata-kata yang cukup kasar kepadaku.Yeeun mengambil kertas-kertas itu dari tanganku. Dia melihatnya satu persatu dengan kedua mata bulat miliknya. "Wow... dia benar-benar tidak berperasaan."BRUK!Aku mengepalkan tanganku dan memukul meja kerja milikku untuk yang kesekian kalinya. "Aku yakin dia seorang psikopat!""Hahahaha, psikopat? Apa kau bercanda?" tawa Yeeun sambil memegang perutnya."Aku serius! Bagiku dia sama sekali tidak memiliki hati! Jadi sudah pasti dia seorang psikopat!" ucapku sambil menatap Yeeun.Namun rupanya ucapanku semakin membuat Minji tertawa dengan keras. Aku perlahan-lahan pun ikut tertawa setelah memikirkan ucapanku beberapa detik yang lalu. Yang memang terdengar cukup konyol.Saat sedang sibuk tertawa dan meluapkan kekesalanku pada Yeeun, tiba-tiba aku mendengar seseorang yang memanggil namaku dari arah belakang."Keira! Keira!"Aku menoleh, melihat ke arah seorang wanita yang tidak jauh berada dari meja kerjaku. "Kau memanggilku?"Wanita itu mengangguk. "Iya, kau diminta untuk keruangan Tuan Walsh."Aku dan Yeeun saling bertukar pandangan. Setelah mendengar ucapan wanita yang juga merupakan salah satu karyawan di perusahaan ini. "A-Ah... aku akan segera ke sana."Aku beranjak dengan berat hati aku beranjak dari kursiku. Kemudian merapikan penampilanku yang sedikit berantakan. Tidak lupa aku kembali mengenakan id card yang sebelumnya sempatku lepaskan dari leherku."Hati-hati dengan psikopat itu..." bisik Yeeun."Sshh! Setidaknya berdoalah untukku!" kesalku, lalu berjalan pergi meninggalkan Yeeun yang terkekeh....Dua menit.Sudah dua menit lamanya aku berdiri menatap pintu berwarna coklat gelap yang ada di hadapanku saat ini. Aku sedang berusaha menenangkan detak jantungku yang tidak terkendali.Aku menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan nafas dengan perlahan. "Hufftt... come on, you can do this Keira!" gumamku. "Dia tidak se-menyeramkan itu."Setelah berhasil menenangkan diri juga detak jantungku, aku perlahan mengangkat tanganku dan mengetuk pintu di hadapanku sebanyak tiga kali.Tok... Tok... Tok..."Masuk!"Aku terperanjat mendengar suara serak dari balik pintu itu. Karena telah di persilahkan aku pun mendorong pintu itu dengan perlahan. "P-Permisi..."Kedua kakiku yang menggunakan high heels merah berjalan menghampiri seorang pria berkepala tiga yang sedang duduk dibalik meja itu. Kedua tangannya terlihat sibuk menekan setiap huruf yang ada pada keyboard laptop miliknya.Aku berdehem. "Ehmm, apa Tuan Walsh memanggil saya?" ucapku dengan sopan."Ya, aku memanggilmu. Dan kau sangat lambat," ketusnya tanpa menatapku.Aku merutuki diri ku sendiri. "Maafkan aku Tuan Walsh. Aku tadi sedang memperbaiki laporan yang anda minta."Bohong.Tentu saja aku sedang berbohong saat ini. Ayolah... aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya, kalau aku sedang tidak ingin bertemu dengannya. Jika aku mengatakan itu maka saat ini dapat di pastikan akan menjadi hari terakhirku bekerja di perusahaan ini."Kau sudah menyadari kesalahanmu? That's great. Karena aku membayarmu untuk bekerja dengan baik di perusahaan ini," ucapnya tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptop itu.Tahan.Tahan.Tahan.Kata itulah yang saat ini yang sedangku lafal kan berkali-kali di dalam hati. Berusaha agar menahan amarahku agar tidak meluap. Aku memasang senyuman di wajahku dengan terpaksa. "Tentu saja Tuan Walsh."Navier Walsh.Pria inilah CEO galak nan menyebalkan yang telah membuat suasana hatiku hancur hari ini. Pria yang lebih tepatnya berumur tiga puluh lima tahun dan pemilik Lyon Corp, perusahaan tempatku bekerja.Apakah dia tampan?Well... harusku akui kalau dia memiliki wajah yang tampan. Lihatlah alis tebal, hidung mancung, dan rahang tegasnya itu semuanya seakan-akan telah di pahat dengan sempurna. Tapi, tidak! Aku tidak akan tergoda dengan wajah tampan itu!Bagiku, wajah tampannya itu hanya untuk menutupi sifat dingin nan galaknya. Aku yakin, kalian juga pasti akan berkata demikian jika kalian berada di posisiku. Mengingat seberapa banyak dia selalu memarahiku.Menyebalkan.Hanya satu kata itu saja yang dapat mendeskripsikan atasanku ini.Saat ini aku tidak mendengar suara lain di dalam ruangan ini selain suara keyboard. Itu karena pria yang lebih tua sepuluh tahun dariku itu yang hanya diam saja sejak satu menit yang lalu. Aku menggaruk belakang leherku dengan canggung. "Tuan... apa anda membutuhkan sesua--""Ini. Kerjakan ini," Navier memotong ucapan ku. Tangan kanannya terulur kepadaku.Aku mengerutkan alisku, kemudian mengambil kertas itu dari tangannya. Namun beberapa detik kemudian kedua mataku melotot. "Tuan Walsh, ini kan perancangan ponsel.""Aku tahu. Lalu?" singkat Navier mengalihkan pandangannya dari layar laptop miliknya."Ini bukan tugas saya Tuan, tapi tugas Minji," ucapku dengan sedikit kesal.Seperti yang aku katakan, kertas yang baru saja dia berikan kepadaku merupakan tugas Minji. Ini sama sekali bukan tugas yang harusku kerjakan. Apakah dia sudah lupa dengan posisiku di perusahaan ini?!Navier menyilangkan kakinya di bawah meja itu. Dia menatapku dengan kedua mata biru miliknya. "Kenapa? Kau tidak ingin mengerjakannya?"Aku memejamkan mataku sejenak. Tanganku meremas kertas yang ku pegang saat ini dengan nafasku mulai tidak beraturan. Baiklah, aku menyerah. Aku sudah tidak bisa menahannya.BRAK!Aku meletakkan kertas itu di atas meja miliknya dengan kasar. "Ya! Aku tidak ingin mengerjakannya!" ucapku dengan marah. Cukup sudah, kesabaranku sudah habis."Kau berani membantahku?""Tentu! Kenapa tidak?! Kau selalu menyiksa ku!""Menyiksa?" ucap Navier dengan alis kanannya yang terangkat."Benar! Kau selalu mencari-cari kesalahan pada pekerjaanku! Dan sekarang kau meminta ku untuk mengerjakan pekerjaan yang sama sekali bukan tugasku!"Aku sudah tidak lagi memperdulikan posisinya yang merupakan atasanku di perusahaan ini. Kalian dengar dan lihat sendiri bukan? Sikapnya yang sangat menyebalkan dan mulut pedasnya itu.Dan seperti yang aku katakan, selama ini dia selalu mencari-cari kesalahan di setiap tugas yang aku kerjakan. Contohnya, laporan beberapa menit yang lalu telah di tolak olehnya dengan alasan aku membuat laporan yang terlalu panjang.Aku acungkan jari telunjukku tepat di wajahnya. "Psikopat!""Aku? Psikopat?" ucap Navier menunjuk dirinya sendiri."Iya, kau! Kau seorang psikopat gila!" ulangku memperjelas ucapan ku.Baiklah, sepertinya aku sudah keterlaluan tapi aku tidak peduli! Aku sudah tidak tahan dan peduli lagi bahkan jika dia akan memecatku saat ini juga.I don't give a sh*t!Navier terdiam beberapa detik. Dia lalu memperbaiki letak kacamata seharga belasan juta yang bertengger pada hidung mancungnya. "Wow, mengesankan. Kau berani memaki ku."Aku bertolak pinggang. "Kenapa? Kau ingin memecatku? Silahkan!" tantangku menatapnya dengan penuh amarah.Puas.Tentunya aku merasa sangat puas saat ini, karena akhirnya aku telah meluapkan semua amarah yang selama ini ku tahan. Biarkan saja! Biar pria ini tahu kalau sikapnya kepadaku selama dua tahun ini sudah keterlaluan.Navier terdiam sejenak, lalu menutup laptop miliknya. Dia perlahan berdiri dari kursi kebesaran miliknya dengan kedua matanya yang menatapku. "Makan malam denganku?"Hanya dalam hitungan detik otakku yang pintar seketika berhenti bekerja. Dan itu semua karena ucapan pria yang lebih tua di hadapanku saat ini. "H-Huh?"Kerumunan orang dengan baju juga ekspresi wajah yang berbeda-beda terlihat sedang berdesak-desakan. Namun tidak dengan wanita berambut panjang yang sedang duduk disamping bus jendela itu. Dia menyelipkan rambutnya dengan perlahan, sama sekali tidak memperdulikan keadaan di sekitarnya. Namun sepertinya sesuatu sedang mengganggu pikiran wanita itu saat ini. Tidak, mungkin lebih tepatnya dia sedang melamun. Entah apa yang sedang mengganggu pikiran wanita cantik itu. "Nyonya... Nyonya..." Wanita itu terlonjak mendengar panggilan dari pria yang telah memanggilnya sedari tadi. "Ah! Iya?""Pulpen milik mu jatuh Nyonya," ucap pria itu dengan sopan."Ah, terima kasih," Keira menunduk mengambil pulpen miliknya yang terjatuh.Benar, wanita yang sedang melamun itu adalah Keira Asher. Dia sudah berada di dalam bus itu sejak beberapa menit yang lalu. Lantas, dia ingin pergi kemana? Pulang. Yah, bus sudah menjadi alat transportasinya sejak sedari dulu. Alasannya? Bukan kah sudah jelas? Itu karen
Keira mengedipkan matanya beberapa kali, berusaha mencerna maksud dari ucapan Navier kepadanya. Dia tidak salah dengar bukan saat ini? Dia sangat yakin alat pendengarannya masih berfungsi dengan sangat baik. Jadi dia tidak mungkin salah dengar."Kenapa? Apa kau tidak bisa melakukannya?" tanya Navier dengan kedua mata birunya yang masih menatap Keira.Keira menggelengkan kepalanya dengan perlahan. "T-Tidak, tentu saja bisa Tuan Wal-- Navier." "Itu jauh lebih baik," ucap Navier yang lalu memasukkan potongan steak itu ke dalam mulutnya.Keira benar-benar di landa kebingungan dan keterkejutan saat ini. Sebab selama ini tidak ada satupun pegawai di Lyon Corp yang Navier perbolehkan untuk memanggilnya dengan menggunakan nama depannya. Namun sekarang, apa yang sedang terjadi?!Apa makiannya sudah membuat Navier tidak waras?"Aku sudah memaafkanmu karena telah memaki ku. Anggap saja makan malam ini sebagai permintaan maafmu kepadaku," jelas Navier tanpa menatap Keira. Seakan-akan steak it
Langit yang tadinya gelap kini telah berubah warna menjadi biru terang. Begitupun dengan sang surya yang telah kembali menjalankan tugasnya untuk menerangi bumi. Sama halnya dengan wanita berambut panjang yang telah bangun dari tidurnya untuk memulai aktivitas.Dia menatap pantulan dirinya pada cermin itu. Kini dia telah menggunakan kemeja putih yang dia gulung hingga sebatas siku dengan rok merah selutut, menjadi pilihan pakaiannya hari ini.KREK...Dia berjalan keluar dari kamar miliknya. Lalu berjalan ke arah dapur, di meja makan itu tersaji sarapan yang telah dia siapkan sejak beberapa menit yang lalu. Membuat sarapan adalah salah satu hal yang harus dia lakukan setiap harinya.Wajib! Setelah memastikan semuanya telah siap. Kedua kaki telanjangnya berjalan ke arah sebuah pintu yang tidak jauh berbeda dari dapur. Dia terdiam di depan pintu itu, tangan kanannya terangkat untuk mengetuk pintu itu.Namun, tangannya tiba-tiba terhenti. Terlihat raut wajah yang sulit di jelaskan pada w
Disinilah aku berada saat ini, di dalam ruangan yang cukup besar. Di dalam sini terdapat satu meja kayu jati yang cukup panjang. Terdapat barang-barang milik ku yang sempat hilang beberapa menit yang lalu di atas meja jati itu.Aku berjalan ke arah meja itu, kemudian duduk dengan perlahan. Kursi ini sangat rupanya sangat nyaman dari yang kukira. Jauh berbeda dengan kursi milikku yang sebelumnya. Mataku kembali melihat sekeliling ruangan yang di dominasi oleh warna coklat gelap ini.Terdapat beberapa vas bunga yang di tata dengan sediam rupa di dalam ruangan ini. Sementara di belakangku terdapat sebuah rak buku yang di isi oleh map dengan berbagai macam warna. Semuanya di tata dengan sangat rapi.Aku lalu mengambil benda yang terbuat dari plastik di atas meja ini. Dan beberapa detik kemudian kedua mataku membulat dengan sempurna, setelah membaca tulisan yang ada di papan nama itu.'Keira Asher, Personal Secretary.' Benar, namaku tertulis dengan jelas pada papan nama itu. Membuatku mem
Manik hazel itu menatap kendaraan yang sedang berlalu lalang di hadapannya, juga gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi. Entahlah, semua pemandangan itu selalu terlihat menarik baginya.Dia begitu menyukai suasana langit sore yang begitu menenangkan, di matanya semuanya terlihat begitu indah. Ternyata benar kata pepatah, dimana pun kau berada kau pasti akan menemukan sebuah keindahan. Meskipun hanya kau seorang diri yang menyadarinya.Namun saat sedang terhanyut, pikirannya yang tenang tiba-tiba menjadi buyar. Sebab mengingat ucapan Navier kala itu. "Hah... sebenarnya apa yang salah dengannya?" gumam Keira.Keira benar-benar di buat bingung juga gelisah dengan sikap Navier yang begitu ajaib. Sikap Navier bahkan lebih sulit untuk di mengerti dari soal matematika yang pernah ia kerjakan sebelumnya.Keira menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. "Ahhhh! Aku bisa gila!" teriaknya tertahan.PUK! "Hey! Kau baik-baik saja?"Mendengar suara itu Serena perlahan-lahan meno
“Selamat pagi Keira!”“Selamat pagi Keira!”Sang pemilik nama yang mendengar semua sapaan itu merasa terkejut. Pasalnya ini hal yang belum pernah terjadi sepanjang karirnya bekerja di Lyon Corp, terlebih lagi sebelumnya ia selalu mendapatkan tatapan sinis dari beberapa rekan kerjanya. Namun sekarang? Mereka menyapa dan tersenyum kepadanya.Baik, ini adalah hal yang sangat baik.Perasaan senang pun menyelimuti hati Keira, sebuah senyuman terukir pada wajah cantiknya. “Selamat pagi!” balas Keira dengan semangat dan ramah.KIni Keira telah berada di ruangan miliknya dan hal pertama yang ia lakukan adalah mengambil beberapa map berisikan berkas yang berada di meja miliknya. Ia kemudian keluar dari ruangan miliknya dengan mebawa map-map tersebut. Kedua kaki dengan sepasang high heels hitam berjalan melewati beberapa ruangan, membuatnya sesekali berpapasan dengan pegawai lainnya.Hingga langkahnya berhenti di depan sebuah pintu berukuran besar di antara pintu yang lainnya. Ia menganggkat ta
Keira menatap dirinya pada pantulan cermin itu, mengeluarkan sebuah lipstick merah dari dalam tas miliknya. Ia memoleskan dengan perlahan lipstick itu pada bibir seksinya, membuat penampilannya semakin mempesona dengan rambutnya yang ia biarkan tergerai dengan indahnya. Tidak perlu khawatir, perusahaan tempat ia bekerja tidak memiliki peraturan yang mengharuskan pegawai wanita untuk mengikat rambut.Setelah merasa puas dengan penampilannya ia kembali memasukkan lipstick dengan harga yang cukup mahal itu ke dalam tas miliknya. Ia kemudian mengeringkan tangannya yang sedikt basah dengan menggunakan tissue yang selalu di sediakan di dalam toilet itu.Keira melihat layar ponsel miliknya. “Hah… sepertinya aku datang terlalu cepat.”Bukankah ia terlalu rajin? Bahkan waktu di ponsel miliknya masih memperlihatkan angka tujuh. Well, ini memang bukan yang pertama kalinya ia datang lebih cepat dari pegawai lainnya hal seperti ini sering terjadi.Dan karena itu, bukankah ia seharusnya mendapatkan
Tetes air terlihat berjatuhan dari langit membasahi bumi. Membuat beberapa orang berlarian dengan menggunakan jaket ataupun tas mereka, sementara sebagian dari mereka lebih memilih untuk berlindung dari setiap tetesan air itu, seperti yang di lakukan oleh Keira saat ini.Wanita berambut panjang itu sedang berlindung di samping pintu masuk gedung pencakar langit itu. Ia berdiri di sana sambil memegang tas miliknya yang cukup berat, ia terpaksa menuggu hingga hujan reda sebab tidak membawa payung sepert yang lainnya. Dan juga tidak ingin jatuh sakit jika ia memaksakan diri untuk menerobos hujan yang cukup lebat itu.Mata hazel-nya menatap setiap tetes hujan itu sambil melamun, mengabaikan keadaan di sekitarnya. Ia memang sangat menyukai hujan karena dapat membuatnya merasakan sebuah ketenangan dari suara setiap tetes hujan yang membasahi aspal itu. Namun kali ini untuk yang pertama kalinya hujan tidak dapat menenangkan pikirannya.Dia memegang dadanya dan ia dapat merasakan jantungnya y
Semuanya telah kembali seperti semula, begitupun dengan Keira yang kembali melakukan tugasnya sebagai sekertaris pribadi Navier. Seperti sebelumnya, ia mengatur semua jadwal Navier untuk beberapa bulan kedepan yang jauh lebih padat dari beberapa bulan yang lalu, yang mana merupakan akibat dari hilangnya Navier secara tiba-tiba.Tidak, bukan hanya Navier saja Keira pun harus mengerjakan beberapa laporan yang sudah terbengkalai selama beberapa hari. Mau bagaimana lagi, ia tidak memiliki pilihan lain selain mengerjakan semua hal tersebut karena sudah menjadi tugasnya sebagai sekertaris pribadi Navier. Namun ada yang aneh dan keanehan itu membuat Keira tidak dapat berkonsentrasi melakukan tugasnya.Keira menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Tidak… fokuskan dirimu Keira,” gumam Keira.Mata hazelnya perlahan melihat ke arah Navier hyang sedang duduk di seberang sana dari balik laptopnya. Ia memperhatikan kacamata yang bertengger pada hidung mancung itu, kedua mata biru di balik kacamata i
Keira dan Navier saling menatap antar satu sama lain, kebingungan menyelimuti mereka melihat Yeeun saat ini yang sedang membungkukkan badan di hadapan Navier. Dan yang semakin membuat bingung hal tersebut ialah ucapan Yeeun beberapa detik yang lalu.“Nyonya Yeeun, tegakkan badan anda,” ucap Navier.Sesuai dengan ucapan Navier, Yeeun perlahan menegakkan badannya menjadi berdiri di hadapan Navier yang saat ini sedang menatapnya.“Yeeun, ada apa? Apa kau baik-baik saja?” tanya Yeeun sedikit merasa khawatir.Yeeun menatap Navier dan Keira secara bergantian, lalu menghela nafas. “Tuan Walsh, maafkan saya. Saya telah berbohong pada rekan-rekan kerja saya yang lainnya tentang anda dan Keira,” jelas Yeeun merasa tidak enak.Sudah ia katakan sebelumnya bukan? Kalau ia akan meminta maaf dan memberitahukan kepada Navier juga Keira atas kebohongan yang telah ia lakukan kepada rekan-rekan kerjanya. Dan itulah yang sedang ia lakukan saat ini.“Apa yang telah anda katakan pada mereka?” tanya Navier
Heboh.Hanya satu kata itu saja yang dapat menggambarkan situasi di dalam gedung pencakar langit itu saat ini. Terdengar berbagai macam pembicaraan yang membuat orang-orang di dalam sana menunjukkan ekspresi yang berbeda-beda. Dan yang menjadi penyebab kehebohan mereka saat ini adalah atasan mereka bersama sang sekertaris pribadi.“Hey! Hey! Apa kau lihat mereka?!”“God! Bukankah mereka terlihat begitu dekat?!”“Kenapa mereka datang bersama?”“Apa mereka melakukan perjalanan bisnis bersama?!”Yeeun membalikkan badannya. Ia bahkan berusaha untuk menutupi wajahnya dari balik komputer miliknya, ingin rasanya ia menghilang dari kerumunan rekan-rekannya yang sedang membicarakan Keira dan Navier. Bukan tanpa alasan, itu karena ia tidak ingin di serbu dengan berbagai macam pertanyaan oleh rekan-rekannya.Ia tahu kalau hari ini Keira dan Navier akan kembali masuk bekerja, namun ia sama sekali tidak tahu kalau keduanya akan datang bersama!Kacau, ini benar-benar kacau!Yeeun mengumpat dalam ha
Hari telah berganti dengan sang surya yang kembali menyinari seluruh makhluk hidup di muka bumi. Hal itupun menjadi pertanda bagi manusia yang ada di bumi untuk kembali memulai hari dan aktivitas yang telah menunggu mereka. Begitupun dengan wanita dengan kemeja biru muda yang sedang melihat penatulan dirinya di depan cermin, ia sibuk mengatur rambut panjang selembut sutra miliknya.Ia sedikit berputar agar dapat melihat penampilannya secara keseluruhan, memastikan jika penampilannya telah sempurna. Dan sebagai sentuhan akhir ia memoleskan sebuah lipstick merah muda pada bibirnya. “Perfect!” senyum Keira.Setelah merasa puas dengan penampilannya, ia duduk di pinggir ranjang itu. Kali ini ia akan menggunakan high heels hitam senada dengan tas yang akan ia gunakan untuk melengkapi penampilannya.Keira memegang dadanya. Ia dapat merasakan jantungnya yang berdetak dengan cukup kencang. “Gosh… aku sangat gugup,” gumam Keira.Yah, ia merasa gugup saat ini. Bukan tanpa alasan, melainkan karen
Navier berjalan menuruni tangga itu dengan membawa ponsel miliknya. Kedua kakinya berjalan menyusuri mansion miliknya melewati ruang makan, ruang tamu, hingga akhirnya ia berada di taman belakang. Kaki telanjangnya menginjak lantai pinggir kolom renang yang basah itu dengan hati-hati, ia tidak ingin terpeleset apalagi sampai jatuh karena dirinya pasti akan terlihat konyol jika itu terjadi.Mata birunya lalu melihat seorang wanita yang duduk di salah satu kursi tamannya, sepertinya wanita itu sedang menikmati pemandangan taman pribadinya. Ia pun memutuskan untuk berjalan menghampiri wanita itu lalu duduk di samping sang wanita.“Apakah indah?” tanya Navier.Keira menoleh cukup terkejut mendapati Navier yang sedang duduk di sampingnya dengan jarak yang cukup dekat. “Sangat indah. Apa kau sendiri yang menanamnya?”Begitu banyak berbagai macam jenis bunga di taman ini yang di tanam dengan begitu rapi juga terawat dengan baik. Hampir seluruh bunga kesukaannya ada di taman ini, hal itu memb
Mata hazel itu melihat setiap sisi kamar berukuran luas yang di dominasi oleh warna coklat itu, kamar itu bergaya klasik khas Eropa dengan perabotan yang sebagian besar terbuat dari kayu. Matanya tak dapat berpaling sedikitpun dari setiap sisi kamar yang menurutnya sangat luar biasa itu. ia benar-benar seperti sedang berada di dalam kamar seorang ratu yang selama ini selalu ia lihat di dalam film yang ia tonton.Indah.Hanya itu satu-satunya kata yang dapat ia gunakan untuk mendeskripsikan kamar yang telah menjadi miliknya itu. Saat ini Dewi Fortuna sedang berpihak kepadanya namun ia tak tahu harus merasa senang atau tidak, mengingat kebenaran yang baru saja ia ketahui kemarin malam, saat itu dunianya benar-benar akan runtuh.Keira menggelengkan kepalanya dengan pelan. “Tidak… sekarang tenangkan pikiranmu Keira,” gumamnya.Ia hanya ingin melupakan sejenak kebenaran memalukan yang baru ia ketahui setelah sekian lama. Sebentar saja, ia ingin menjernihkan pikirannya dan menikmati kamar
Wanita dengan rambut hitam yang tergerai itu terlihat gelisah, ia tidak dapat duduk dengan tenang sejak beberapa menit yang lalu atau mungkin lebih tepatnya sejak ia menaiki mobil dengan harga fantastis itu. Kegelisahan itu terlihat darinya yang sedang menggigit kukunya saat ini, yang mana merupakan salah satu kebiasan yang ia lakukan saat sedang merasa gelisah maupun gugup.Mata hazel-nye melirik ke arah pria yang sedang duduk di sampingnya dengan kedua mata yang terpejam. Pria itu terlihat begitu tenang sangat jauh berbeda dengannya yang terlihat seperti cacing kepanasan, sebab pria itulah penyebab dari kegelisahannya saat ini.Selain penyebab lain ialah karena dirinya yang di paksa untuk ikut masuk ke dalam mobil ini beberapa menit yang lalu hingga membuatnya tidak memiliki kekuatan untuk menolak. Untuk kesekian kalinya ia mengutuk dirinya karena tidak dapat menolak permintaan atasannya itu.“Aku benar-benar bodoh!” gumam Keira memukul kepalanya dengan pelan.Tidak lama kemudian mo
Keira melihat jam yang tertera pada layar ponselnya. Entah sudah berapa lama ia duduk di halte itu, ia sedang menunggu bus yang ingin ia tumpangi sejak setengah jam yang lalu namun hingga detik ini bus yang ia tunggu tak kunjung datang. Ia melihat sisi kanan dan kirinya tidak ada siapapun di halte itu selain dirinya.Keira menghela nafas. “Hah… kenapa lama sekali?” gumam Keira merasa bosan.Karena tidak ingin rasa bosan membunuhnya ia memutuskan untuk pergi ke salah satu kedai kecil yang tidak jauh berada dari halte itu. Tangan kirinya terangkat mendorong pintu kaca itu sebab tangan kanannya saat ini sedang memegang tas miliknya yang cukup berat.“Selamat datang!” sapa seorang wanita paruh baya dengan ramah.Keira membalas sapaan tersebut dengan senyuman sebelum duduk pada salah satu meja yang ada di dalam sana. Sama saat ia berada di halte, di kedai ini juga tidak ada siapapun selain dirinya mungkin karena hari sudah malam.Ia meletakkan tas miliknya pada kursi kosong yang tepat bera
Seorang wanita terlihat berdiri di depan sebuah rumah yang begitu gelap dengan garis kuning yang masih mengelilimgi rumah tersebut. Ia tidak bisa menjelaskan bagaimana perasaannya saat ini melihat rumah yang selama ini menjadi tempatnya berteduh menjadi sebuah tempat yang menyeramkan. Rumah itu terasa begitu asing baginya.Ia menelan ludahnya dengan susah payah dan dengan berat hati ia melangkahkan kedua kakinya berjalan masuk ke dalam rumah itu. Polisi yang berada di sana untuk menjaga rumah tersebut tidak sedikitpun menghambat langkahnya. Hingga kini ia sudah berada di depan pintu, tangan kanannya meraih gagang pintu itu dan membukanya dengan perlahan.Gelap.Tidak ada sedikitpun cahaya yang menjadi penerang. Dengan hati-hati ia berjalan menyusuri rumah itu berusaha agar tidak menyetuh apapun yang ada di dalam sana. Tangan kanannya ia gunakan untuk meraba tembok, hingga akhirnya menemukan sebuah saklar lampu.KLIK!Hanya dalam hitungan detik rumah yang sebelumnya gelap gulita menjad