Acara pernikahan Alva dan juga Cantika sangatlah meriah bahkan rekan kerja dari pak Hardian pun turut hadir di tempat itu karena undangan dari pak Hardian dan juga Alva. Semua orang yang datang ke pesta pernikahan itu sangat memuji dekorasi karena terlihat begitu mewah memang setimpal dengan kekayaan yang dimiliki oleh pak Hardian tersebut.Cantika tidak menyangka jika pernikahan yang dirinya bayangkan akan biasa-biasa saja ternyata begitu meriah. Akhirnya tanpa repot-repot harus menjelaskan kepada Vera dan juga tante Reni mereka berdua terdiam dengan sendirinya mungkin mereka malu dengan Alva sekarang karena ternyata anak orang kaya dan memiliki beberapa cabang restoran bukan seorang pelayan yang seperti apa sering mereka sebutkan itu."Ayo kita foto bersama," ungkap Jonathan. Lelaki itu menyimpan fotografer untuk memotong mereka berempat lalu ditambah lagi dengan Cinta.Jonathan terus-terusan meledek Alva yang memang sejak tadi terlihat begitu tegang lalu sekarang baru bisa tersenyum
Empat bulan kemudian Arnold terbangun dengan kepala begitu pening. Ia mencoba membuka mata, tapi masih begitu sulit. Pria dengan tubuh kekar itu terkesiap saat melihat siapa wanita di sampingnya. Gegas ia bangkit dan menuju kamar mandi, tapi langkahnya terhenti dengan suara parau wanita di sampingnya."Apa kau tak mau bermain lagi seperti semalam?" Arnold membalikkan badan, lalu mengingat kejadian malam. Tapi, ia tak bisa mengingat apa pun selain dirinya yang tiba-tiba merasa pusing setelah banyak minum."Shit! Ini semua adalah kesalahan!" Arnold pun masuk kamar mandi, betapa terguncangnya dia saat tahu telah berkhianat pada Rara. Bagaimana bisa ia sampai tak sadarkan diri dan berada di hotel bersama dengan Rania, rekan bisnis yang baru saja ia kenal beberapa bulan. Arnold cukup lama di dalam kamar mandi, dari luar Rania mencoba kembali menggodanya. Tapi, Arnold tak peduli. Ia gegas memakai baju lengkap dan langsung ke luar kamar mandi."Ar, jangan munafik. Kamu sangat menikmati
Aku sudah bilang untuk kamu bedrest. Kamu sih enggak nurut apa kata suami."Jonathan mengomel saat pulang dan menemukan sang istri yang sedang di infus. “Jo, aku hanya mual-mual. Bukannya aku pendarahan atau flek.” Berlian mencoba untuk membela dirinya. “Sama saja.”Jonathan tak mau ada sesuatu dengan sang istri. Mereka sudah pindah ke rumah sendiri, Nenek Lastri pun ikut untuk mengawasi Berlian dan Cinta. Nenek Lastri juga sudah mengatakan untuk tidak bekerja lagi karena rentan dengan kehamilan keduanya. Namun, Berlian belum mau vakum karena ia masih ingin bekerja. Hari ini Berlian mengalami muntah-muntah hebat dan lemas. Bahkan masuk air putih saja dia muntah. Akhirnya Jonathan mengirim dokter pribadi ke rumah untuk memeriksa sang istri. “Lemas bisa dari magh, jangan pedas, asam dan yang berhubungan sama yang santan." Dokter menjelaskan pada Jonathan. Jonathan mengantar Dokter untuk pulang, ia berterima kasih karena sudah mau datang. Dokter Nilam pun mengatakan jika sudah kewaji
Berlian terdiam saat ibunya mengatakan untuk dirinya beristirahat lebih banyak di rumah. Sebab kehamilannya kali ini sangat rentan, buktinya Berlian kini sudah hampir tiga kali di infus di rumah dengan keluhan yang sama. Jonathan menunggu jawaban Berlian, sama halnya dengan sang ibu yang sejak tadi memang sudah ingin bicara hal itu. Demi kesehatan dan keselamatan bayi yang sedang dikandungnya, Bu Shafira langsung bicara saja pada Berlian."Aku bosan di rumah nanti, bagaimana pun biarkan saja aku bekerja. Aku janji enggak banyak gerak." "Walau berjanji seperti itu, tetap saja kamu pasti memegang banyak kerjaan. Mana bisa diam saja atau tidur." Jonathan menambahinya. Berlian masam, sebelumnya memang sang suami sudah bilang dan melarangnya datang ke restoran. Akan tetapi, tidak tahu mengapa malah sang ibu pun ikutan melarangnya. Bukan melarang, tapi Jonathan lebih ke rasa ketakutan jika istrinya terlalu lelah dalam bekerja. Ia hanya ingin ibu dan anaknya sehat sampai persalinan nanti
Rasanya Jonathan ikut merasakan apa yang di rasakan sang kakak. Sebuah ketakutan yang menghampiri Arnold adalah ketika sang istri tahu dan semua akan kacau. Hal yang akan dia lakukan Pertama kali adalah membungkam mulut wanita itu. "Kalian pernah bertemu tidak setelah dulu berpisah?" "Aku dan Rania?" tanya Arnold."Iya, kau dan dia."Seingat Arnold sama sekali tak pernah bertemu dengan Rania lagi kecuali awal kerja sama mereka yang tak ia ketahui jika perusahaan yang akan menjadi partner bisnis mereka.Arnold masih sangat kacau, sampai pada akhirnya ia terduduk lemas"Aku enggak tahu bagaimana nasib pernikahan kami. Aku yakin Rara pasti marah dan tak mau memaafkan aku.""Kita cari solusi yang terbaik."Kali ini terbalik, Jonathan berada di garda depan melindungi sang kakak yang sedang terkena masalah. Jonathan meminta untuk Arnold kembali ke rumah dan bersama Rara. Arnold pun setuju, ia gegas pulang ke rumah menemui sang istri. Sementara, Jonathan menemani Berlian kembali di kamarn
"Kamu baik-baik saja kan, Cantika?" Alva gegas melihat kondisi istrinya yang sedang hamil. Walau benturan itu begitu keras, tapi mereka berdua tidak ada sesuatu yang bahaya. tapi, Alva takut terjadi sesuatu dengan istrinya. "Aku enggak apa-apa, tapi rasanya badanku sakit. Perut juga rasanya nyeri," ujar Cantika.Alva mengelus perut sang istri, lalu sedikit menunduk. "Sayang, maafkan papa ya. Kita cek ke rumah sakit."Gegas Alva menuju rumah sakit, untuk kondisi mobil pun tidak masalah. Ia takut terjadi sesuatu dengan anak dan istrinya. Sembari mengemudi, ia terus memegangi perutnya Cantika dan meminta maaf padanya. "Aku minta maaf, Sayang. Sedikit oleng tadi."*Enggak masalah."Perjalanan ke rumah sakit cukup cepat karena tidak macet, ia pun gegas turun menuntun Cantika dan mengambil kursi roda saat mereka sampai di rumah sakit. "Aku tadi takut terjadi sesuatu dengan kamu." Alva menggenggam tangan Cantika dengan erat, sejak menikahi gadis itu beberapa bulan lalu, pria yang lebih m
"Enggak ada apa-apa mah, biasa Cantika sensitif." Vera mencoba mengabaikan apa yang ditanyakan oleh Cantika. Ini bukan waktu yang tepat untuk mengatakan jika dirinya sedang mengandung anak dari pria bernama Raymond. Namun, satu hal yang ia ingin ketahui adalah bagaimana bisa Cantika mengenal kekasihnya itu dan tahu jika dirinya hamil anak pria itu.Cantika menarik nafas lalu ia mengambil air minum dan gegas menarik Alva. Tatapannya masih begitu sengit melihat Vera yang sejak tadi membuatnya emosi. "Ada, apa?" tanya Alva.Alva melihat wajah sang istri yang begitu serius. iya yakin ada sesuatu terjadi dengan Vera dan Cantika di dapur tadi. Alva kembali bertanya, tapi Cantika masih saja bungkam dengan amarahnya. "Sayang, apa ada? Jangan di pendam sendiri. Kamu sedang hamil," ungkap Alva. Alva mengelus rambut Cantika dengan lembut. Sementara Cantika berpikir memang seharusnya dia bercerita pada Alva. "Kamu ingat kan tadi aku bilang ada Vera di rumah sakit?""Iya. Kenapa?""Tadi aku m
Jonathan langsung bangkit saat melihat Arnold datang menghampirinya. Wajah masam dan kusut Arnold begitu jelas terlihat saat ini. Arnold mengacak-acak rambutnya, biasanya yang memiliki masalah adalah sang adik, tapi kini malah dirinya yang begitu besar menanggung beban. "Aku enggak tahu, benar atau tidak dia akan mengirimkan gambar pada Rara atau tidak. Tapi yang jelas, aku tidak akan menikahi Rania walau dia hamil sekalipun." Arnold berbicara dengan tegas. Jonathan paham benar jika sang kakak sangat setia pada Rara. Saat ini mungkin dirinya sudah memikirkan hal terburuk jika benar Rania nekad memberi tahu Rara. "Biar saja Rara tahu, masalah dia marah atau langsung menjatuhkan talak itu urusan belakangan. Aku enggak suka di ancam, apalagi dengan ancaman kampungan seperti itu!" Rona merah terlihat jelas di wajah Arnold. Kali ini dia murka dengan kelakuan mantan kekasihnya yang mungkin saja terobsesi dengannya. Mereka sudah tak pernah bertemu, dan beberapa waktu su pertemukan kemba